Leukoit PDF
Leukoit PDF
ABSTRACT
Etawah cross breed goat was domesticated to fulfill human need on meat and
milk. As a dairy milk producer etawah cross breed goat is susceptible to subclinical
mastitis. Subclinical mastitis is often caused by Streptococcus agalactiae. Several
methods had been developed to prevent subclinical mastitis, i.e., promoting
sanitation and higiene, teat dipping, and vaccination. The objective of this reseach
was to identify the efectiveness of irradiated vaccine S. agalactiae to prevent
subclinical mastitis caused by S. agalactiae through observation of leucocytes
profile. This research used pregnant healthy goats with four until five months
gestation that were vaccinated three times with interval of 2 weeks. The vaccine
volume used was 2 mL and contain 108 cfu/mL S. agalactiae administerated by
subcutaneous route. The blood samples of 9 pregnant Etawah cross breed goats (5
vaccinated goats and 4 control goats) were taken out every one week post
vaccinated. Samples were prepared to be blood smear preparation and stained with
Giemsa and examined on leucocytes profile (relative value and total value). This
study showed that limphocytes from treated etawah cross breed goats were higher
than control. Relative and total value of lymphocytes in prevactination were
significantly different (P<0.05) (73.67±2.05% and 5230±87 cell/µL) also
postvactination 3rd (66.00±4.08% and 5676±1520 cell/µL). The study concluded
that the secondary immune response from vaccination program already formed to
prevent subclinical mastitis in etawah cross breed goat caused by S. agalactiae.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
DAFTAR GAMBAR
1 Kambing PE jantan 2
2 Kambing PE betina 3
3 Ambing mastitis pada kambing PE 4
4 Neutrofil 5
5 Eosinofil 6
6 Basofil 6
7 Limfosit 7
8 Monosit 7
9 Pengambilan darah dari Vena jugularis 11
10 Morfologi neutrofil kambing PE perlakuan 12
11 Morfologi monosit kambing PE perlakuan 13
12 Morfologi limfosit kambing PE perlakuan 14
13 Morfologi eosinofil kambing PE perlakuan 15
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kambing peranakan etawah (PE) adalah salah satu jenis kambing yang dapat
dimanfaatkan daging dan susunya. Kambing PE merupakan persilangan antara
kambing kacang dengan Kambing Etawah (Sudono dan Abdulgani 2002). Produksi
susu kambing PE berkisar 1.5–3.5 L per ekor per hari. Karakteristiknya berwarna
putih, globul lemak kecil, protein lunak, kandungan kalsium, fosfor, vitamin A, E,
B kompleks yang tinggi, dan proporsi asam lemak rantai pendek dalam jumlah yang
relatif tinggi sehingga mudah dicerna (Ceballos et al. 2009).
Mastitis subklinis pada sapi perah di Pulau Jawa sering disebabkan oleh
Streptococcus agalactiae atau Staphylococcus aureus (Sugiri dan Anri 2010).
Seperti halnya sapi perah, kambing PE juga rentan terhadap kejadian mastitis.
Mastitis dapat terjadi karena sanitasi kandang yang buruk atau pemerahan yang
tidak higienis. Mastitis pada kambing mengakibatkan penurunan produksi susu
sekitar 10–25%, kematian anak karena tidak mendapatkan kolostrum, peningkatan
biaya pengobatan, meningkatnya jumlah hewan yang harus dikeluarkan, dan susu
ditolak di pasaran karena jumlah sel somatik (JSS) lebih tinggi dari normal dan
mengandung patogen (Leitner et al. 2004). Hasil penelitian Mc Dougall et al.
(2002) menyatakan bahwa kambing penderita mastitis subklinis apabila JSS
mencapai jumlah 1x106 sel/mL. Berdasarkan JSS dalam susu, maka kejadian
mastitis subklinis pada kambing berkisar 9–50% (Sanchez et al. 2007).
Mastitis dapat dicegah melalui penerapan manajemen pemeliharaan yang
baik, pemerahan yang baik dan higienis, melakukan teat dipping, dan penggunaan
antibiotik. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan vaksin yang berasal dari
bakteri penyebab mastitis tersebut (Lindahl et al. 2005). Saat ini sedang
dikembangkan vaksin untuk mencegah mastitis subklinis yakni vaksin iradiasi
menggunakan sinar gamma. Radiasi adalah emisi (pancaran) dan perambatan
energi melalui materi atau ruang dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau
partikel. Sedangkan iradiasi merupakan istilah yang digunakan untuk aplikasi
radiasi (BATAN 2008). Vaksin iradiasi mampu melemahkan agen patogen tanpa
menghilangkan daya imunogeniknya dan mampu meningkatkan kekebalan pada
hewan coba (Smith 1992). Sebelumnya pernah dikembangkan vaksin dengan
iradisasi yakni Venezuelan equine ensephalitis, Lysteria monocytogenes, dan
influenza (Tuasikal et al. 2012).
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil leukosit (nilai total leukosit
diferensiasi jenis leukosit, dan jumlah masing-masing jenis leukosit) kambing PE
setelah vaksinasi iradiasi Streptococcus agalactiae untuk pencegahan mastitis
subklinis.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Produksi susu kambing PE 1.5–3.5 L per ekor/ hari. Globul lemak lebih kecil,
protein lebih lunak, kandungan kalsium, fosfor, vitamin A, E, dan B kompleks yang
tinggi. Susu kambing perah dapat dikonsumsi oleh orang yang alergi susu sapi
(Blakely dan Bade 1991).
Mastitis
Mastitis merupakan penyakit yang banyak dialami oleh ternak penghasil susu.
Mastitis dibedakan menjadi dua yakni mastitis klinis dan subklinis. Gejala dari
mastitis klinis adalah ambing menjadi panas, bengkak, mengeras, dan dihasilkan
susu yang yang mengandung darah. Penyebab mastitis subklinis pada sapi di pulau
Jawa sering disebabkan oleh Streptococcus agalactiae atau Staphylococcus aureus
(Sugiri dan Anri 2010). Kejadian mastitis klinis pada kambing perah sebesar 25.5%
terjadi setelah melahirkan atau 40 hari pasca melahirkan (Mc Dougall et al. 2002).
Mastitis pada kambing mengakibatkan penurunan produksi susu sekitar 10–
25%, kematian anak karena tidak mendapatkan kolostrum, peningkatan biaya
pengobatan, meningkatnya jumlah hewan yang harus dikeluarkan, dan susu ditolak
di pasaran karena jumlah sel somatik (JSS) lebih tinggi dari normal dan
mengandung patogen (Leitner et al. 2004). Hasil penelitian Mc Dougall et al.
(2002) menyatakan bahwa kambing penderita mastitis subklinis apabila JSS
mencapai jumlah 1x106 sel/mL dan tidak menunjukkan gejala klinis. Berdasarkan
JSS dalam susu, maka kejadian mastitis subklinis pada kambing berkisar 9–50%
(Sanchez et al. 2007).
Pencegahan penyebaran mastitis dapat dilakukan dengan penerapan
manajemen pemeliharaan yang baik, pemerahan yang higienis, melakukan teat
dipping dengan menggunakan Sodium hipoklorat setelah pemerahan, dan
4
pemeriksaan jumlah sel somatik pada periode laktasi normal. Pencegahan juga
dapat dilakukan dengan vaksin yang berasal dari bakteri penyebab mastitis tersebut,
misalnya S. agalactiae (Lindahl 2005).
Streptococcus agalactiae
ada yakni radisai partikel bermuatan (alfa, beta, proton, dan elektron), radiasi
partikel tidak bermuatan (neutron), dan radiasi gelombang elektromagnetik (sinar
X dan sinar gamma) (BATAN 2008). Sinar gamma merupakan radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek, dipancarkan oleh isotop
radioaktif sebagai inti bentuk tidak stabil, dan meluruh untuk mencapai bentuk
stabil. Vaksin iradisai sinar gamma merupakan vaksin yang dibuat dengan
memanfaatkan radiasi untuk melemahkan agen patogen tanpa merusak dinding
selnya, target utama adalah bagian DNA yang merupakan sumber informasi genetik
sel. Perubahan genetik sel akan berakibat pada terganggunya kinerja atau kematian
sel, sehingga antigen tetap memiliki daya imunogenik dan mampu meningkatkan
kekebalan pada hewan coba (Smith 1992). Keunggulan vaksin jenis ini adalah dapat
mengaktifkan seluruh fase sistem imun, meningkatkan respon imun terhadap
seluruh antigen, durasi imunisitas lebih panjang, biaya lebih murah, lebih cepat
menimbulkan respon imunitas, mudah dibawa ke lapangan, dapat mengurangi wild
type (Tatriana dan Sugoro 2007). Saat ini sudah ada beberapa vaksin yang dibuat
dengan metode ini yakni vaksin Venezuelan eqiune enchepahalitis, Lysteria
monocytogenes, dan vaksin influenza (Tuasikal et al. 2012).
Leukosit
Leukosit terdiri dari lima jenis yakni neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan
monosit. Jumlah leukosit normal kambing adalah 4000–13000 sel/µL (Lawhead
dan James 2007).
Neutrofil
Eosinofil
6
Basofil
Limfosit
Limfosit memiliki dua bentuk yakni limfosit besar dan kecil. Limfosit besar
merupakan bentuk muda dan limfosit kecil merupakan bentuk dewasa. Limfosit
banyak ditemukan pada organ limfoid yakni tonsil, limfonodus, limpa, dan timus.
Masa hidup limfosit berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-
tahun (Guyton dan Hall 2006). Dalam sistem pertahanan limfosit dibedakan
menjadi dua yakni limfosit B dan limfosit T. Limfosit B berkembang dan dewasa
di bone marrow berperan sebagai pertahanan humoral sedangkan limfost T
7
bertindak sebagai pertahan seluler. Jumlah normal limfosit pada kambing adalah
2000–9000 sel/µL (Lawhead dan James 2007), sedangkan nilai relatifnya adalah
50–70% (Latimer et al. 2003).
Monosit
METODE
Bahan yang digunakan adalah 9 ekor kambing PE yang sehat secara klinis
usia kurang lebih 2 tahun (5 ekor perlakuan dan 4 ekor kontrol) usia kebuntingan
empat sampai lima bulan (pemeriksaan kebuntingan dengan ultrasonografi (USG)),
obat cacing, antibiotik, vaksin iradiasi S. agalactiae, pakan kambing, pewarna
Giemsa, larutan turk, reagen California Mastitis Test (CMT), IPB 1 Mastitis Test,
alkohol 70%, minyak imersi, xylol, metanol, dan vitamin B kompleks. Alat yang
digunakan adalah tabung penampung darah dengan heparin, jarum 22 G, syringe 3
mL, USG, distrene plasticiser xylene (DPX) mountant®, counting chamber
Neubauer, cover glass, object glass, boks preparat, kapas, tisu, pipet tetes, kamera
digital, komputer, mikroskop Olympus®, kamera digital electronic eyepiece MD-
130®, dan software SPSS 16.
Persiapan Bahan
Vaksin dibuat oleh BATAN. Bahan dasar vaksin adalah bakteri S. agalactiae
8
10 cfu/mL yang diiradiasi dengan sinar gamma 112.504 krad/jam. Vaksin yang
digunakan sebanyak 2 mL/ekor secara subkutan di regio gumba (Tuasikal et al.
2012). Vaksinasi dilakukan sebanyak tiga kali pada usia kebuntingan 4 sampai 5
bulan.
Darah diteteskan pada ujung object glass kemudian diulas dengan object
glass lain. Setelah kering dilanjutkan fiksasi selama 5 menit dalam metanol. Setelah
difiksasi, object glass direndam dalam zat warna Giemsa selama 30 menit,
10
kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu
dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah
tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan sampai kering. Sediaan ulas
darah yang telah diwarnai kemudian diamati di bawah mikroskop perbesaran
obyektif 100X dan okuler 10X untuk menghitung diferensiasi leukosit hingga
jumlah total yang teramati mencapai jumlah 100. Jumlah masing-masing jenis
leukosit ditentukan dengan cara mengalikan persentase tersebut dengan jumlah total
leukosit (Eggen et al. 2001). Selama proses diferensiasi leukosit difoto
menggunakan kamera digital electronic eyepiece MD-130® yang terhubung secara
langsung dengan komputer.
Data yang diperoleh dinyatakan dalam rataan dan simpangan baku masing-
masing kelompok diolah dengan Microsoft Excel 2013 dilanjutkan analisis of
varriance (ANOVA) one way menggunakan SPSS 16, dan uji post hoc Duncan
untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan pada P<0.05 (Singgih 2008).
Jumlah Leukosit
telah dilakukan booster, sehingga terbentuk imun sekunder terhadap antigen (Radji
2010). Selain itu pengambilan darah posvaksinasi III merupakan akhir kebuntingan,
yang menyebabkan terjadinya stres. Stres mengakibatkan meningkatnya kadar
kortisol sehingga jumlah neutrofil meningkat yang menyebabkan jumlah leukosit
meningkat pula. Keadaan ini disebut sebagai leukositosis kortikosteroid (Stocham
dan Scott 2008).
Neutrofil
Monosit
Limfosit
Eosinofil
Eosinofil memiliki peran melawan infeksi parasit, mengatur peradangan
dan reaksi alergi (Lawhead dan James 2007). Hasil pengamatan tertera pada Tabel
7.
15
Basofil
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
Penulis dengan nama Kukuh Syirotol Ichsan ini lahir di Rembang, 2 Juni
1992. Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Rembang dilanjutkan di
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada
tahun 2010. Penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan di dalam kampus
maupun luar kampus di antaranya menjabat sebagai ketua Organisasi Mahasiswa
Daerah Rembang di Bogor angkatan 47 (2010), anggota divisi pendidikan
Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia FKH-IPB (2012-2013), Pengurus Unit
Kegiatan Mahasiswa Taekwondo IPB (2011-2012), Wakil ketua Unit Kegiatan
Mahasiswa Taekwondo IPB (2013), Instruktur Taekwondo di SD Insan Cendekia
(2014) dan Asisten Pelatih Taekwondo Candradimuka Club (2014). Penulis juga
pernah ikut serta sebagai panitia kegiatan yang berbentuk event organizer antara
lain Wakil Ketua IPB Goes to Field dengan tema “Peran Mahasiswa Kedokteran
Hewan IPB dalam Membantu Mewujudkan Swasembada Daging 2014” di
Bondowoso (2013), Wakil Ketua IPB Goes to Field di Kabupaten Bogor dengan
tema “Manajemen Penanganan Zoonosis: Rabies di Kabupaten Bogor” (2014).
Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Ilmu Histologi veterner 1 dan 2
(2013), asisten Praktikum Embriologi (2014), dan asisten Patologi Sistemik 2
(2014).