Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

Asuhan Keperawatan Anak Dengan Tubercolosis (TBC)

Disusun Oleh :
Dinni Ayu Sanggita
2019727041

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM S1 TRANSFER
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Anak dengan Tuberkulosis Paru” yang penulis sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Anak di Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Dalam penulisan makalah ini tim penyusun menyampaikan ucapan terima
kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Jakarta , 3 February 2019

Dini Ayu sanggita

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ .ii


DAFTAR ISI…………………………………………………………………....iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian/Definisi Tb Paru....................................................................4
B. Epidemiologi Tb Paru.............................................................................4
C. Etiologi Tb Paru......................................................................................5
D. Manifestasi Klinis Tb Paru.....................................................................6
E. Patofisiologi Tb Paru..............................................................................7
F. Pemeriksaan Diagnostik pada Tb Paru...................................................8
G. Penatalaksanaan Medis pada Tb paru...................................................11
H. Komplikasi pada Tb Paru......................................................................12
I. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Tb paru................................13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS
A. Kasus anak dengan Tb paru ..................................................................21
B. Data Fokus.............................................................................................21
C. Analisa Data..........................................................................................22
D. Diagnosa Keperawatan..........................................................................24
E. Rencana Keperawatan...........................................................................25
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan.......................................................................27
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................29
C. Perencanaan Keperawatan.....................................................................29
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................32
B. Saran......................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis dapat
menyebar dari satu orang ke orang lain melalui transmisi udara (droplet dahak
pasien tuberkulosis). Pasien yang terinfeksi Tuberkulosis akan memproduksi
droplet yang mengandung sejumlah basil kuman TB ketika mereka batuk, bersin,
atau berbicara. Orang yang menghirup basil kuman TB tersebut dapat menjadi
terinfeksi Tuberkulosis. Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, Tuberkulosis
menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global
dalam MDG’s (Kemenkes, 2015).
Penyakit Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Hal
tersebut menyebabkan gangguan kesehatan jutaan orang pertahun dan menduduki
peringkat ke dua sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit menular di
dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, diperkirakan 9,6 juta kasus TB baru yaitu 5,4
juta adalah laki-laki, 3,2 juta di kalangan perempuan dan 1,0 juta anak-anak.
Penyebab kematian akibat TB Paru pada tahun 2014 sangat tinggi yaitu 1,5 juta
kematian (1,1 juta di antara orang HIV- negatif dan 0,4 juta di antara HIV-
positif), dimana sekitar 890.000 adalah laki-laki, 480.000 adalah perempuan dan
140.000 anak-anak (WHO, 2015).
Di Indonesia, penyakit TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995 menunjukkan
bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan
nomor satu (1) dari golongan infeksi (Depkes, 2007).
Dengan meningkatnya kejadian TBC pada dewasa, maka jumlah anak yang
terinfeksi TBC akan meningkat dan jumlah anak dengan penyakit TBC juga
meningkat. Tuberculosis primer pada anak kurang membahayakan masyarakat

1
karena kebanyakan tidak menular, tetapi pada anak sendiri cukup berbahaya oleh
karena dapat timbul TBC ekstra torakal yang sering kali menjadi penyebab
kematian atau menimbulkan cacat misalnya TBC meningitis dan TBC tulang
(Setiawati dkk, 2006).
Tuberkulosis pada anak merupakan faktor penting di negara – negara
berkembang karena jumlah anak berusia < 15 tahun adalah 40 – 50 % dari jumlah
seluruh populasi. Penyakit tuberkulosis pada anak dapat terjadi pada semua usia,
namun lebih sering terjadi pada usia 1- 4 tahun (WHO, 2006).
Pada orang dewasa, diagnosis pasti ditegakkan apabila menemukan kuman M.
tuberculosis dalam sputum/dahak. Akan tetapi, anak-anak sangat sulit bila diminta
untuk mengeluarkan dahak. Bila pun ada, jumlah dahak yang dikeluarkan tidak
cukup. Jumlah dahak yang cukup untuk dilakukan pemeriksaan basil tahan asam
adalah sebesar 3-5 ml, dengan konsistensi kental dan purulen. Jumlah kuman M.
tuberculosis dalam sekret bronkus anak lebih sedikit daripada orang dewasa. Hal
itu dikarenakan lokasi primer TB pada anak terletak di kelenjar limfe hilus dan
parenkim paru bagian perifer. BTA positif baru dapat dilihat bila minimal jumlah
kuman 5000/ml dahak. Selain itu, gejala klinis TB pada anak tidak khas. Hal-hal
tersebutlah yang sering membuat kita misdiagnosis atau overdiagnosis. Gejala TB
pada anak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ pernafasan melainkan
banyak organ tubuh lain seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus,
dan organ lain. Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas apa itu Tb paru
dan asuhan keperawatan pada anak dengan Tb paru.

B. Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini, tim penyusun mempunyai beberapa tujuan
diantaranya adalah :
1. Tujuan umum
Mendeskripsikan makalah keperawatan anak mengenai asuhan keperawatan
pada anak dengan TB paru

2
2. Tujuan khusus
a. Mempu memahami definisi Tb paru
b. Mampu mendeskripsikan epidemiologi dari Tb paru
c. Mampu memahami etiologi dan manifestasi klinis dari Tb paru
d. Mampu menjabarkan patofisiologi dari Tb paru
e. Mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan Tb paru
f. Mampu melakukan pengkajian pada pasien anak Tb paru
g. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien anak Tb paru
h. Mampu membuat perencanaan keperawatan pada pasien anak Tb paru
i. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien anak Tb paru
j. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien anak Tb paru

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Penyakit tuberkulosis pada bayi dan anak disebut juga tuberkulosis primer dan
merupakan penyakit sistemik. Tuberkulosis primer biasanya mulai secara
perlahan-lahan sehingga sukar ditentukan saat timbulnya gejala pertama
(Ngastiyah, 2014).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Manurung dkk, 2013).
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh basilus tuberkel,
anggota famili Mycobacterium (Axton, 2013).

B. Epidemiologi
Menurut Widoyono (2011) morbiditas tinggi biasanya terdapat pada kelompok
masyarakat dengan sosial ekonomi rendah dan prevalensinya lebih tinggi pada
daerah perkotaan daripada pedesaan. Insiden TBC di Amerika Serikat adalah
9,4 per 100.000 penduduk pada tahun 1994 (lebih dari 24.000 kasus
dilaporkan). Anak yang pernah terinfeksi TBC memiliki resiko menderita
penyakit ini sepanjang hidupnya sebesar 10%. Epidemi pernah dilaporkan pada
tempat orang-orang berkumpul, seperti rumah perawatan, penampungan tuna
wisma, rumah sakit, ekolah, dan penjara. Dari tahun 1989-1992 terjadi KLB
multidrug resistance (MDR) minimal terhadap isoniazid dan rifampisin
didaerah tempat penderita HIV berkumpul. Menurut hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986, penyakit tuberkulosis di Indonesia
merupakan penyebab kematian ke-3 dan menuduki urutan ke-10 penyakit
terbanyak di masyarakat. World Health Oraginaztion (WHO) menyatakan 22
negara dengan beban TBC tertinggi di dunia berasal dari negara Afrika, Asia,

4
Amerika, dan Brazil. Hampir semua negara ASEAN masuk kedalam 22 negara
tersebut, kecuali Singapura dan Malaysia. Penyakit ini menyerang semua
golongan usia dan jenis kelamin, serta merambah tidak hanya pada golongan
sosial ekonomi rendah. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2002 menggambarkan
presentase penderita TBC terbesar adalah usia 25-34 tahun (23,67%) dan
terendah berada pada usia 0-14 tahun (1,31%).
Berdasarkan data badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2015 terdapat 9
juta kasus tuberkulosis baru di dunia, dan dari 9 juta kasus tuberkuosis tersebut,
1 jutanya adalah anak berusia kurang dar 15 tahun (Kemenkes, 2016).
Sedangkan pada tahun 2007, jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia sekitar
528.000. Pada Global Report WHO tahun 2010, jumlah penderita tuberkulosis
pada tahun 2009 sebanyak 294.731 kasus dimana 169.2213 merupakan kasus
TBC baru BTA positif, 108.616 kasus TBC BTA negatif, 11.215 TBC ekstra
paru, 3709 kasus TBC yang kambuh, dan 1.978 adalah kasus pengobatan ulang.

C. Etiologi
Menurut Suriadi (2010) etiologi tuberkulosis pada anak terbagi menjadi :
1. Mycobacterium tuberculosa
Mycobacterium tuberculosa adalah sejenis kuman berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4 um dan tebal 0,3-0,6 um. Kuman ini terdiri dari asam
lemak. Sehingga, kuman ini lebih tahan terhadap asam, gangguan kimia,
dan fisis (Manurung dkk, 2013)..
2. Herediter
Herediter merupakan infeksi yang kemungkinan diturunkan secara
genetik.
3. Jenis kelamin
Pada akhir masa anak-anak, angka kematian lebih banyak terjadi pada anak
perempuan.
4. Usia
Pada masa bayi dan anak-anak, kemungkinan terjadi infeksi sangat tinggi

5
karena sistem imun bayi masih rendah.
5. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih
mudah
6. Status nutrisi yang kurang
7. Infeksi berulang seperti HIV, measles, pertusis
8. Tidak mematuhi aturan pengobatan

D. Manifestasi Klinis
Menurut Manurung, dkk (2013) manifestasi klinis tuberkulosis pada
stadium awal tidak spesifik. Namun, seiring dengan perjalanan penyakit akan
menambah jaringan paru yang mengalami kerusakan. Sehingga, menyebabkan
peningkatan produksi sputum dan mengakibatkan penderita batuk sebagai
bentuk kompensasi pengeluaran sputum. Secara rinci, manifestasi klinis
tuberculosis dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gejala Sistemik
a. Demam
Demam merupakan gejala pertma dari tuberculosis paru, biasanya
timbul pada sore dan malam hari disertai keringat. Serangan demam
berikutnya dapat terjadi stelah, 3 bulan, 6 bulan, dan 9 bulan. Demam
ini seperti demam influenza, semakin lama akan semakin panjang
masa serangannya. Sedangkan, masa bebas serangannya akan semakin
pendek. Demam dapat mencapai suhu tinggi, yaitu 40°C-41°C.
b. Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa
tidak enak pada badan, pegal-pegal, dan mudah lelah.
c. Anoreksia dan penurunan berat badan
Tuberculosis dapat menyebabkan penderita mengalami penurunan
nafsu makan sehingga memungkinkan terjadinya penurunan berat
badan (Widagdo, 2011 dalam Suriadi, 2010).
d. Sakit kepala (Widagdo, 2011 dalam Suriadi, 2010)

6
2. Gejala Respiratorik
a. Batuk
Batuk akan timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus.
Batuk mula-mula terjadi karena iritasi bronkus, apabila tidak mendapat
penanganan yang baik, iritasi ini dapat mengakibatkan peradangan
pada bronkus. Sehingga, batuk akan menjadi produktif. Batuk
produktif ini berguna untuk membuang produk-prosuk ekskresi
peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen.
b. Batuk darah
Batuk berdarah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan
ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat
pecanya aneurisma pada dinding kavitas. Melainkan, dapat terjadi
karena ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah yang sering
membawa penderita untuk berobat ke dokter.
c. Sesak nafas
Gejala ini ditemkan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru
yang cukup luas. Pada awal penyakit, gejala ini tidak ditemukan.
d. Nyeri dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang berada dipleura
terkena. Gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.

E. Patofisiologi
Menurut Manurung, dkk (2013) kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh
melalui udara pernafasan. Bakteri yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan
nafas ke alveoli. Didalam alveoli, mereka akan berkumpul dan mulai untuk
memperbanyak diri. Selain itu, bakteri juga dapat berpindah ke sistem limfe dan
cairan darah ke bagian tubuh yang lain. Ketika kuman masuk kedalam tubuh,
sistem imun tubuh akan berespon dengan cara melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit menekan banyak bakteri, limposit spesifik tuberculosis menghancurkan

7
bakteri dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini menimbulkan penumpukan
eksudat dalam alveoli, sehingga menyebabkan bronchopneumonisa. Infeksi
awal biasanya terjadi sekitar 2 sampai 10 minggu setelah pemajaman. Massa
jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan basil yang masih
hidup maupun yang sudah mati dan dikelilingi oleh makrofag. Sehingga
membentuk granuloma yang nantinya akan diubah menjadi jaringan fibrosa
bagian sentral yang biasa disebut tuberkel. Bakteri dan makrofag akan
mengalami nekrotik, sehingga membentuk massa seperti keju. Setelah
pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit taktif karena
sistem imun tubuh yang tidak adekuat. Penyakit aktif juga dapat terjadi karna
aktifitas bakteri dan infeksi ulang. Tuberkel akan pecah dan melepaskan bahan
seperti keju kedalam bronchi. Tuberkel yang pecah ini akan sembuh dan
membentuk jaringan parut paru yang terinfeksi, sehingga mengakibatkan
terjadinya bronchopneumonia lebih lanjut.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa tuberculosis paru, maka test yang sering
dilakukan pada klien, terbagi menjadi :
1. Pemeriksaan radiologis: foto rontgen thorax
Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam pada
foto rontgen thorax. Akan tetapi, terdapat beberapa gambaran yang
karakteristik untuk tuberkulosis paru, yaitu :
a. Lesi terutama terdapa dilapangan atas paru
b. Bayangan berwarna atau bercak
c. Terdapat kavitas tunggal atau multiple
d. Terdapat klasifikasi
e. Apabila lesi bilateral, terutama bila terdapat dilapangan atas paru
f. Bayangan abnormal yang menetap pada foto thorax setelah foto ulang
beberapa minggu kemudian.

8
Gambaran yang tampak pada foto thorax tergantung dari stadium penyakit.
Pada lesi baru diparu yang berupa sarang pneumonia, terdapat gambaran
bercak seperti awan dengan batas yang tidak jelas. Kemudian, pada fase
berikutnya bayangan akan lebih padat dan batas lebih jelas. Apabila lesi
diliputi oleh jaringan ikat, maka akan terlihat bayangan bulat berbatas tegas
yang biasa disebut tuberkuloma. Apabila lesi tuberkulosis meluas, maka
akan terjadi perkejuan yang apabila dibatukan akan menimbulkan kavitas.
Foto thorax PA dan lateral, biasanya sudah cukup memberikan gambaran
(Manurung dkk, 2013).
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosa tuberkulosis
paru, yaitu :
a. Pemeriksaan darah
Pada TB paru aktif, biasanya ditemukan peningkatan leukosit dan laju
endap darah (LED).
b. Sputum BTA
Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk menemukan kuman
tuberkulosis. Diagnosa pasti akan ditegakan, bila pada biakan
ditemukan kuman tuberkulosis. Pemeriksaan ini penting untuk
diagnosa defiitive dan menilai kemajuan klien. Pemeriksaan ini
dilakukan tiga kali berturut-turut dan biakan atau kultur BTA selama
4-8 minggu (Manurung dkk, 2013).
3. Tes tuberculin (mantoux test)
Menurut Manurung, dkk (2013) pemeriksaan ini banyak digunakan untuk
menegakan diagnosa terutama pada anak-anak. Biasanya diberikan suntika
PPD (Protein Perified Derivation) secara intacutan 0,1 cc. Lokasi
penyuntikan umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah sebelah kiri
bagian depan. Penilaian test tuberkulosis dilakukan setelah 48-72 jam
penyntikan dengan menguukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi pada lokasi penyuntikan.

9
Indurasi berupa kemerahan dengan hasil sebagai berikut :
a. Indurasi 0-5 mm : negatif
b. Indurasi 6-9 mm : meragukan
c. Indurasi > 10 mm : positif
4. Skoring TB
Menurut World Health Organization (2009) skoring TB pada anak
meliputi:

Catatan :
a. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
b. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung didiagnosis tuberkulosis
c. Berat badan dinilai saat pasien datang
d. Demam dan batuk tidak respon terhadap terapi sesuai baku puskesmas
e. Foto dada bukan alat diagnosis utama pada TB anak
f. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul kurang dari 7
hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB
anak
g. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor lebih atau sama dengan 6 (skor
max 13)
h. Pasien usia balita yang mendapatkan skor 5, dirujuk ke RS untuk
evaluasi lebih lanjut

10
5. Uji Bacillus Calmette-Guerin (BCG)
Di Indonesia, BCG diberikan secara langsung tanpa uji tuberkulin. Bila
anak yang mendapat BCG langsung terjadi reaksi lokal dalam waktu
kurang dari 7 hari setelah penyuntikan, perlu dicurigai adanya tuberkulosis.
Oleh karena itu, BCG dapat dijadikan sebagai alat diagnostik (Ngastiyah,
2014).

G. Penatalaksanaan
Menurut World Health Oranization (2009) penatalaksanaan medis dari
tuberkulosis pada anak adalah :
1. Dosis KDT
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang
relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, panduan OAT disediakan
dalam bentuk Kombinasi Dosis Tetap (KDT). Tablet KDT untuk anak
tersedia dalam 2 macam, yaitu :
a. Tablet RHZ
Tablet RHZ merupakan tablet kombinasi dari Rifampisin (R) dengan
dosis 75 mg, Isoniazid (H) dengan dosis 56 mg, dan Pirazinamid (Z)
dengan dosis 150 mg yang digunakan pada tahap intensif.
b. Tablet RH
Tablet RH merupakan tablet kombinasi dari Rifampisin (R) dengan
dosis 75 mg dan Isoniazid (H) dengan dosis 56 mg yang digunakan pada
tahap lanjutan

Keterangan :

11
 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke RS
 Anak dengan berat badan lebih atau sama dengan 33 kg disesuaikan
dengan dosis dewasa
 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum
2. OAT Kombipak
Bila KDT belum tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak anak,
seperti tabel dibawah ini :
Dosis OAT Kombipak Fase Awal/Intensif pada Anak

Dosis OAT Kombipak Fase Lanjutan

H. Komplikasi
Komplikasi dari tuberkulosis paru, yaitu :
1. Meningitis
Meningitis terjadi ketika mycobacterium tuberkulosis tidak hanya
menyebar ke paru-paru, melainkan juga menyerang otak sehingga
menimbulkan meningitis (Suriadi, 2010).
2. Spondilitis
Spondilitis adalah keadaan dimana mycobacterium tuberkulosis menyerang

12
ruas-ruas tulang belakang pada area toraks (Suriadi, 2010).
3. Pleuritis
Pleuritis merupakan peradangan yang terjadi pada pleura yang disebabkan
oleh infeksi bakteri seperti mycobacterium tuberculosis (Suriadi, 2010).
4. Bronkopneumonia
Mycobacterium tuberculosa menyebabkan penumpukan eksudat dalam
alveoli sehingga dapat mengakibatkan bronkopneuomonia (Manurung dkk,
2013).
5. Hepatitis, ketulian, dan gangguan gastrointestinal
Hepatitis, ketulian, dan gangguan gastrointestinal dapat terjadi karena
efek samping dari obat-obatan yang dikonsumsi (Manurung dkk, 2013).
6. Emphisema dan efusi pleura (Manurung dkk, 2013)

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Manurung, dkk (2013) pengkajian pada pasien dengan
tuberculosis paru, yaitu :
a. Data Subyektif
1) Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek, kesulitan tidur
2) Demam dimalam hari dan hilang timbul
3) Perasaan tidak berdaya
4) Hilang nafsu makan, mual, muntah, penurunan BB
5) Nyeri dada meningkat karena sering batuk
6) Awalnya batuk kering, tetapi setelah peradangan menjadi batuk
produktif
7) Perubahan kapasitas fisik
8) Riwayat penyakit keluarga, apakah ada anggota keluarga yang
memiliki penyakit TB sebelumnya
9) Keadaan lingkungan rumah berkaitan dengan sirkulasi udara dan
kebiasaan pasien dalam berjemur di pagi hari.

13
b. Data Obyektif
1) Demam biasanya subfebril, sampai 40°C-41°C
2) Takikardia, takipnea, atau dispnea
3) Turgor kulit buruk, kering, bersisik, hilang lemak subkutis
4) Pengembangan pernafasan tidak simetris dan bunyi nafas menurun
5) Perkusi thorax redup, kavitas yang besar: hipersonora atau timpani
6) Auskultasi suara nafas tambahan: ronchi basah, kasar, dan nyaring.
Vesikuler melemah bila terdapat penebalan pleura.
Menurut Supartini, dkk (2018) pengkajian pasien anak dengan TB paru
harus melibatkan riwayat kesehatan keluarga dan lingkungan. TB paru
dapat dikaji dengan kemungkinan adanya anggota keluarga yang
mengalami infeksi saluran pernafasan, batuk yang tidak sembuh, riwayat
TB sebelumnya, riwayat pengobatan TB sebelumnya. Selain itu,
lingkungan juga berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pasien seperti
sanitasi yang buruk, ventilasi dan penerangan yang kurang.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Axton (2013) dan Manurung, dkk (2013) diagnosa keperawatan
tubeculosis paru meliputi :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d infeksi bakteri pada paru,
peningkatan produksi sekret, sputum yang kental
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
peningkatan status metabolik, penurunan nafsu makan
c. Intoleransi aktifitas b.d demam, anoreksia, peningkatan upaya
pernafasan, keletihan
d. Kurang pengetahuan orang tua b.d ketidaktauan tentang penyakit anak
dan cara penularannya, keterbatasan kognitif atau budaya bahasa, rasa
bersalah sekunder akibat penyakit yang diderita anak
e. Resiko tinggi terjadinya kekambuhan b.d gizi buruk

14
3. Intervensi
Menurut Axton (2013) dan Manurung, dkk (2013) intervensi keperawatan
tubeculosis paru meliputi :
a. Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d infeksi bakteri pada paru,
peningkatan produksi sekret, sputum yang kental
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
Kriteria Hasil : sekret (-), bunyi nafas vesikuler, reflek batuk (+), TTV
normal
Intervensi :
1) Kaji dan catat frekuensi nafas, suara nafas, suhu, jumlah dan
karakteristik sekret
R/ untuk mendeteksi perubahan yang ada pada klien
2) Atur posisi tubuh klien
R/ ketika klien berada pada posisi semi fowler, ekspansi paru lebih
maksimal
3) Dorong pemberian asupan cairan
R/ membantu mengencerkan sekret
4) Berikan tindakan fisioterapi dada
R/ mengeluarkan sputum sehingga membantu memperbaiki jalan
nafas
5) Lakukan suction jika bayi atau anak tidak mampu membersihka
jalan nafas
R/ membantu mengeluarkan sekret
6) Kolaborasi pemberian OAT dan mukolitik
R/ mengatasi infeksi bakteri
7) Kolaborasi pemberian oksigen
R/ melonggarkan jalan nafas
b. Dx 2 : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
peningkatan status metabolik, penurunan nafsu makan
Tujuan : Nutrisi adekuat

15
Kriteria Hasil : Nafsu makan meningkat, tidak terjadi penurunan BB,
porsi makan kembali normal, turgor kulit elastis dan kenyal
Intervensi :
1) Timbang dan catat berat badan klien di jam yang sama setiap hari
R/ mendapatkan pembacaan yang akurat
2) Kaji ketidakmampuan anak untuk makan
R/ mengetahui kemampuan klien
3) Menganjurkan kepada orang tua agar anak makan dengan porsi
sedikit tapi sering
R/ untuk mencegah mual
4) Menganjurkan kepada orang tua agar anak makan dalam keadaan
makanan hangat
R/ menambah nafsu makan
5) Pertahankan kebersihan mulut klien
R/ meningkatkan rasa nyaman
6) Kolaborasi dengan ahli diit untuk menentukan komposisi diit
R/ menentukan diit yang tepat
c. Dx 3 : Intoleransi aktifitas b.d demam, anoreksia, peningkatan upaya
pernafasan, keletihan
Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas secara bertahap
Kriteria Hasil : Mampu beraktifitas tanpa disertai perubahan keadaan
umum, mampu beraktifitas secara mandiri, terjadi keseimbangan
antara waktu beraktifitas dan beistirahat.
Intervensi :
1) Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak
R/ agar anak merasa lebih aman
2) Monitor respon tubuh klien terhadap aktivitas
R/ untuk mengetahui perubahan yang terjadi
3) Monitor nutrisi dan sumber energi yang kuat
R/ sebagai sumber tenaga dalam beraktifitas

16
4) Ciptakan suasana lingkungan yang tenang
R/ agar anak merasa rileks
5) Bantu anak melakukan aktifitas secara bertahap
R/ tirah baring yang lama menyebabkan kelemahan pada anggota
gerak
d. Dx 4 : Kurang pengetahuan orang tua b.d ketidaktauan tentang
penyakit anak dan cara penularannya, keterbatasan kognitif atau
budaya bahasa, rasa bersalah sekunder akibat penyakit yang diderita
anak
Tujuan : Orang tua akan memiliki dasar pengetahuan yang adekuat
mengenai penyakit dan perawatan anak.
Kriteria Hasil : orang tua klien dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan, mengerti tentang penjelasan yang diberikan, dan tidak
bertanya-tanya lagi akan penyakitnya.
Intervensi :
1) Kaji dan catat pengetahuan dan pemahaman orang tua tentang
penyakit anak
R/ menghasilkan dasar pengetahuan yang memungkinkan
dilakukan penyuluhan
2) Dengarkan kekhawatiran dan ketakutan orang tua
R/ memungkinkan orang tua mengungkapkan perasaannya. Hal ini
memberi cara kepada mereka untuk mendapatkan informasi baru
3) Berikan informasi tentang tuberkulosis kepada orang tua
R/ penyuluhan orang tua akan memungkinkan perawatan yang
akurat dan meningkatkan koping orang tua
4) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan serta ciptakan hubungan
antara anak dan orang tua
R/ agar trust dapat terbina
e. Dx 5 : Resiko tinggi terjadinya kekambuhan b.d gizi buruk
Tujuan : klien tidak mengalami resiko kekambuhan

17
Kriteria Hasil : sputum (-), BTA (-), OAT diminum tuntas, RR dalam
batas normal, foto thorax normal.
Intervensi :
1) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberkulosis
R/ sebagai tindakan preventif agar tidak terjadi kekambuhan
2) Tekankan pada orang tua klien akan pentingnya tidak
menghentikan pengobatan (OAT)
R/ memberhentikan pengobatan dapat menyebabkan kuman
menjadi resisten terhadap obat tersebut
3) Anjurkan orang tua klien untuk memeriksakan kultur sputum
secara bertahap
R/ untuk mengetahui perkembangbiakan kuman tuberkulosis yang
berada pada tubuh
4) Anjurkan orang tua klien agar mengontrol klien untuk tidak
membuang dahak sembarangan
R/ membuang dahak sembarangan dapat menyebabkan penularan
infeksi
5) Anjurkan orang tua klien untuk makan sering dengan gizi
seimbang
R/ ketika gizi klien seimbang, sistem imun klien akan membaik
secara bertahap

4. Implementasi
Menurut Asmadi (2013) implementasi adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi
keperawatan terbagi menjadi 3 tahap, yaitu :

18
a. Fase pertama yang merupakan fase persiapan dan mencakup
pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi, persiapan klien,
dan keluarga
b. Fase kedua dimana merupakan fase puncak implementasi keperawatan
yang berorientasi pada tujuan. Pada fase ini data yang sudah
dikumpulkan akan disimpulkan dan dihubungkan dengan reaksi klien.
c. Fase ketiga merupakan terminasi antara perawat denan klien.
Implementasi tindakan keperawatan terbagi menjadi :
a. Independen
Kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dari dokter atau
tenaga kesehatan lainnya.
b. Interdependen
Kegiatan yang memerlukan kerja sama dari tenaga kesehatan lain.
c. Dependen
Berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis atau
instruksi dari tenaga medis.

5. Evaluasi
Menurut Asmadi (2013) evaluasi adalah tahap akhir dari proses
keperawatan. Evaluasi terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Evaluasi formatif
Meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP yakni
subjektif, objektif, analisa data, dan perencanaan.
b. Evaluasi sumatif
Dilakukan setelah seluruh aktivitas proses keperawatan selesai
dilakukan. Bertujuan untuk menilai dan memonitor kualitas pelayanan
asuhan keperawatan.

19
Mycobacterium Tuberculosa

Masuk kedalam tubuh bersama udara

Terhirup kedalam sal. nafas Masuk ke sist. limfe dan cairan darah
(alveoli)

Menyerang bagian tubuh lain

Sist. imun merespon dengan cara Pleura Otak Tulang Peritoneum


Demam
menimbulkan reaksi inflamasi

Pleuritis Meningitis Spondilitis as.


lambung
 Mual muntah
 Anoreksia
 Penurunan BB

 Peningkatan produksi Penumpukan Ketidak


Penumpukan eksudat pd bakteri &
alveoli sekret seimbangan
 Batuk makrofag
nutrisi: kurang
dari
Bersihan Nekrosis kebutuhan
jalan nafas kaseosa tubuh
Efusi pleura
tidak
Pembentukan efektif Perkejuan
 Sesak granuloma
 Keterbata
san dalam Berubah menjadi jar.
aktifitas fibrosa: tuberkel

Intoleran Tuberkel pecah  Kurang


si Pengobatan OAT yg lama Pengetahuan
aktifitas  Resiko
Membentuk jar. parut yg
terinfeksi  Kurang dukungan Kekambuhan
keluarga
 Klien putus pengobatan
Tuberculosis 20
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA TB PARU

A. Kasus
Klien An. M usia 1 tahun, jenis kelamin perempuan, beragama islam,
tinggal di Jakarta. Keluhan pasien masuk rumah sakit batuk berdahak sudah 1
bulan, sesak nafas, tidak nafsu makan hanya habis ¼ porsi setiap makan dan
selama 1 bulan timbangan berat badan turun 2 kg. Berat badan sebelum sakit 10
kg, saat ini berat badan klien 8 kg, tinggi badan klien 65 cm, LLA 7 cm. Klien 3
minggu yang lalu sudah pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang
sama dan menurut dokter klien di diagnosa TB Paru dengan hasil mantoux test 11
mm dan skoring TB 7. Hasil pemeriksaan darah klien, yaitu Hb 10 g/dl, leukosit
19 ribu/uL, LED 40 mm/jam. Klien sedang dalam pengobatan TB paru sudah 2
minggu dan masih sampai saat ini. Ibu klien mengatakan belum mengetahui cara
penularan dan pencegahan penyakit tb paru. Saat ditanya tentang lingkungan
pasien, ibu klien mengatakan paman klien mengalami batuk berdahak selama 2
bulan dan saat ini belum pernah berobat. Kondisi rumah klien, klien tinggal di
kontrakan berukuran 3x5 meter, dihuni oleh 4 orang, ventilasi kurang, atap
menggunakan asbes, dan rumah klien berada didalam gang sehingga tidak
mendapatkan sinar matahari yang cukup. Saat dilakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital didapatkan hasil, TD: 100/70 mmHg N: 109 kali/menit R: 45
kali/menit, S: 36,7 C, saturasi 99% dengan oksigen nassal canul 3 liter/menit.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan bunyi nafas ronchii diseluruh lapang paru dan
tidak terdapat retraksi dada, klien tampak kurus, rambut tampak tipis dan rontok,
konjungtiva anemis.

B. Data Fokus
1. Data Subjektif
Ibu klien mengatakan An. M anaknya masuk rumah sakit dengen keluhan
batuk berdahak sudah 1 bulan, sesak nafas, dan tidak nafsu makan hanya

21
habis ¼ porsi setiap makan. Berat badan klien sebelum sakit 10 kg, anaknya
mengalami penurun berat badan selama sakit. Klien sedang pengobatan tb
paru sudah 2 minggu dan masih diminum sampai saat ini. Ibu klien
mengatakan belum mengetahui cara penularan dan pencegahan penyakit tb
paru. Saat ditanya tentang lingkungan pasien, ibu klien mengatakan paman
klien mengalami batuk berdahak selama 2 bulan dan saat ini belum pernah
berobat. Kondisi rumah klien, klien tinggal di kontrakan berukuran 3x5
meter, dihuni oleh 4 orang, ventilasi kurang, atap menggunakan asbes, dan
rumah klien berada didalam gang sehingga tidak mendapatkan sinar
matahari yang cukup.
2. Data Objektif
Saat ini berat badan klien 8 kg, terjadi penurunan BB sebanyak 2 kg, tinggi
badan klien 65 cm, LLA 7 cm.TD: 100/70 mmHg, N: 109 kali/menit, R: 45
kali/menit, S: 36,7 C saturasi 99% dengan oksigen nassal canul 3 liter/menit.
hasil mantoux test 11 mm dan skoring TB 7. Hasil pemeriksaan darah klien,
yaitu Hb 10 g/dl, leukosit 19 ribu/uL, dan LED 40 mm/jam. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan bunyi nafas ronchii diseluruh lapang paru dan
tidak terdapat retraksi dada, klien tampak kurus, rambut tampak tipis dan
rontok, konjungtiva anemis.

C. Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS: Peningkatan Ketidakefektifan
Ibu klien mengatakan An. produksi sekret bersihan jalan nafas
M anaknya masuk rumah
sakit dengen keluhan
batuk berdahak sudah 1
bulan, sesak nafas. Pasien
sedang pengobatan tb paru
sudah 2 minggu dan masih
diminum sampai saat ini.

22
DO:
TD: 100/70 mmHg, N:
109 kali/menit, R: 45
kali/menit, S: 36,7 C
saturasi 99% dengan
oksigen nassal canul 3
liter/menit.
Hasil pemeriksaan
mantoux test 11 mm dan
skoring TB 7. Hasil
pemeriksaan darah klien,
yaitu Hb 10 g/dl, leukosit
19 ribu/uL, dan LED 40
mm/jam. Hasil
pemeriksaan fisik
didapatkan bunyi nafas
ronchii diseluruh lapang
paru dan tidak terdapat
retraksi dada
DS: Intake nutrisi yang Ketidakseimbangan
Ibu klien tidak nafsu tidak adekuat nutrisi kurang dari
makan hanya habis ¼ kebutuhan tubuh
porsi setiap makan.
Anaknya mengalami
penurun berat badan 2 kg
selama sakit. Berat badan
sebelum sakit 10 kg, dan
selama sakit menjadi 8 kg
dalam 1 bulan.

DO:
TD: 100/70 mmHg, N:
109 kali/menit, R: 45
kali/menit, S: 36,7 C.
A: Saat ini berat badan
klien 8 kg, terjadi
penurunan BB sebanyak 2
kg, tinggi badan klien 65
cm, LLA 7 cm.
B: Hb 10 g/dl, leukosit 19
ribu/uL, dan LED 40
mm/jam.
C: klien tampak kurus,
rambut tampak tipis dan

23
rontok, konjungtiva
anemis.
D: makan hanya habis ¼
porsi setiap makan, klien
hanya mau makan bubur
ayam dan biskuit milna.
Klien minum susu dalam 1
hari 3 gelas dot ukuran
200cc, minum air hanya 2
gelas ukuran 200cc.
DS: Kurangnya Risiko penyebaran
Ibu klien mengatakan An. pengetahuan untuk infeksi
M anaknya masuk rumah mencegah paparan
sakit dengen keluhan dari kuman
batuk berdahak sudah 1 patogen
bulan, sesak nafas. Pasien
sedang pengobatan tb paru
sudah 2 minggu dan masih
diminum sampai saat ini.
Ibu klien belum
mengetahui cara penularan
dan pencegahan penyakit
tb paru.

DO:
TD: 100/70 mmHg, N:
109 kali/menit, R: 45
kali/menit, S: 36,7 C
saturasi 99% dengan
oksigen nassal canul 3
liter/menit.
Hasil pemeriksaan
laboratorium Hb 10 g/dl,
leukosit 19 ribu/uL, dan
LED 40 mm/jam.
Pasien dan keluarga tidak
memakai masker.

D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.

24
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat nafsu makan yang menurun.
3. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
untuk mencegah paparan dari kuman patogen.

E. Rencana Keperawatan
No.Dx Intervensi Keperawatan Rasional
Kep
I Setelah dilakukan tindakan 1. Penurunan bunyi nafas
keperawatan selama 3 x 24 jam, dapat menunjukan
diharapkan bersihan jalan nafas ateletaksis.
efektif, dengan kriteria hasil: 2. Posisis membantu
batuk berkurang, tidak ada suara memaksimalkan ekspansi
nafas tambahan, sputum tidak paru dan menurunkan upaya
dalam jumlah berlebihan. pernafasan.
1. Monitor respirasi dan status 3. Untuk mencatat adanya
oksigenasi. suara nafas tambahan.
2. Atur posisi klien untuk 4. Untuk memenuhi
memaksimalkan ventilasi dengan kebutuhan oksigen.
cara semifowler. 5. Hidarasi adekuat
3. Auskultasi suara nafas. membantu mempertahankan
4. Berikan oksigenasi dengan kebutuhan cairan
nasal. 6. Untuk pemberian terapi
5. Berikan hidrasi yang adekuat. medis untuk membantu
6. Kolaborasi dengan dokter pengeluaran secret.
dalam pemberian obat mukolitik
atau bronchodilator dan obat TB
paru.
II Setelah dilakukan tindakan 1. Menghindari makanan
keperawatan selama 3 x 24 jam, yang membuat alergi.
diharapkan nutrisi adekuat, 2. Makanan kesukaan yang
dengan kriteria hasil: nafsu tersaji meningkatkan
makan meningkat, tidak terjadi keinginan untuk makan.
penurunan berat badan. 3. Dengan menimbang berat
1. Kaji adanya alergi makanan. badan dapat mengetahui
2. Kaji makanan kesukaan klien. apakah ada perubahan dalam
3. Monitor adanya penurunan pemenuhan nutrisi
berat badan setiap hari. 4. Untuk memenuhi
4. Berikan makanan sedikit tapi kebutuhan nutrisi klien.
sering selagi masih hangat. 5. Untuk takaran gizi yang
5. Kolaborasi dengan ahli gizi diperlukan klien.

25
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan
klien.
III Setelah dilakukan tindakan 1. Untuk mengurangi
keperawatan selama 3 x 24 jam, penyebaran infeksi.
diharapkan tidak terjadi 2. Untuk mengidentifikasi
penularan terhadap risiko penularan kepada
keluarga/orang lain, dengan orang lain.
kriteria hasil: klien dan keluarga 3. Kebiasaan ini untuk
dapat menunjukkan pola hidup mencegah terjadinya
sehat (cuci tangan sebelum dan penularan infeksi.
sesudah makan, memakai 4. Untuk mempercepat
masker), klien dan keluarga proses penyembuhan.
mengerti perlunya isolasi. 5. Untuk mengurangi risiko
1. Bersihkan lingkungan setelah penularan kepada orang lain.
dipakai pasien lain.
2. Membatasi pengunjung bila
perlu.
3. Anjurkan untuk menggunakan
sarung tangan, tissue, alat
pelindung untuk batuk/bersin.
4. Anjurkan dan motivasi
keluarga untuk memberikan
minum obat antibiotik pada klien
dan tidak putus obat.
5. Pertahankan teknik isolasi.

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Sebagai mana telah diuraikan pada bab sebelumnya dalam makalah ini, dimana
tim penyusun telah menggambarkan berbagai hal dengan Tuberkulosis (TB) baik
teori perawatan yang termuat dalam tinjauan kasus serta pelaksanaan asuhan
keperawatan An. M usia 1 tahun, jenis kelamin perempuan, beragama islam, tinggal
di Jakarta. Tim penyusun menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus
yang di makalah, untuk memudahkan dalam memahami kesenjangan yang terjadi,
maka penulis membahas berdasarkan langkah-langkah proses keperawatan yaitu :
Pengkajian, diagnosa, perencanaan.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Yang dikumpulkan merupakan data biologis, psikologis, sosial,
dan spiritual.
Tuberkolosis (TB) merupakan penyakit infeksi koronis dan menular yang erat
kaitannya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. Pada teori, TB
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui udara yaitu
perukan ludah, bersin, batuk, atau bahkan saat berbicara. Berhubungan dekat
dengan mereka yang terinfeksi TB dapat meningkatkan kesempatan untuk
transmisi dari TB itu sendiri. Pada kasus An. M. tim penyusun menemukan orang
terdekat klien secara kusus adalah ibu An. M, setelah dilakukan pengkajian tim
penyusun mendapatkan paman klien mengalami batuk berdahak selama 2 bulan
dan saat ini belum pernah berobat. Dalam pengkajian lingkungan rumah, klien
tinggal di kontrakan berukuran 3x5 meter, dihuni oleh 4 orang, ventilasi kurang,
atap menggunakan asbes, dan rumah klien berada didalam gang sehingga tidak
mendapatkan sinar matahari yang cukup.

27
Dalam teori, tanda dan gejala yang terjadi Tuberkulosis (TB) adalah sebagai
berikut: demam, malaise, anoreksia dan penurunan berat badan, sakit kepala,
batuk, batuk darah, Sesak nafas, Nyeri dada, Sedangkan pada kasus, setelah tim
penyusun melakukan pengkajian, gejala yang di temukan adalah: batuk berdahak
sudah 1 bulan, sesak nafas dan tidak nafsu makan hanya habis ¼ posrsi tiap kali
makan, penurun berat badan selama sakit sebesar 2 kg, klien sedang pengobatan
Tb paru sudah 2 minggu dan masih diminum sampai saat ini. Terdapat
kesenjangan pada teori dalam hal manifestasi klinis yang tidak muncul di kasus
adalah gejala demam, sakit kepala, malaise, batuk darah, nyeri dada. Adapun
gejala yang sudah tidak dialami klien adalah demam subfebris, setelah menjalani
pengobatan 2 minggu klien sudah mendapatkan terapi obat antipiretik, antibiotik,
dan OAT. Sehingga peningkatan suhu tubuh yang disebabkan reaksi tubuh
melawan infeksi dapat dicegah, dan metabilisme pertahanan tubuh juga di bantu
oleh adanya terapi OAT yang membantu melawan dan menekan perkembangan
infeksi Tuberkulosis.
Yang khusus terjadi pada orang menderita TB . yaitu : terjadi penurunan berat
badan, Pada saat melakukan pengkajian fisik terhadap An. M, didapati masalah
berat badan klien 8 kg, terjadi penurunan BB sebanyak 2 kg, tinggi badan klien 65
cm, LLA 7 cm.TD: 100/70 mmHg, N: 109 kali/menit, R: 45 kali/menit, S: 36,7 C,
didapatkan bunyi nafas ronchii diseluruh lapang paru dan tidak terdapat retraksi
dada, klien tampak kurus, rambut tampak tipis dan rontok, konjungtiva anemis.
Peningkatan suhu tubuh yang tidak terjadi pada klien seperti yang terdapat pada
teori dikarenakan klien saat di rumah sakit telah diberi terapi obat antipiretik.
Faktor pendukung dalam tahap melakukan pengkajian adalah adanya saling
percaya serta sikap klien dan keluarga klien, serta petugas medis lain yang
kooperatif dan terbuka sehingga mempermudah tim penyusun untuk mendapatkan
informasi dan keterangan yang dibutuhkan demi tercapainya asuhan keperawatan
yang maksimal. Tidak ada faktor penghambat yang ditemukan tim penyusun
dalam melakukan pengkajian keperawatan dan pengumpulan data klien.

28
B. Diangnosa Keperawatan
1. Perumusan diagnosa keperawatan adalah kegiatan menganalisa data
subjektif dan objektif untuk membuat diagnosa keperawatan yang
melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari
klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
Berdasarkan teori terdapat diangnosa yang muncul pada klien TB Yaitu:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret (NANDA, 2011).
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat (NANDA, 2015).
c. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen
(Soemantri, 2008).
Faktor pendukung tim penyusun dalam perumusan diangnosa keperawatan
adalah adanya buku referensi yang memudahkan dalam menegakkan
masalah dan diangnosa keperawatan dari data-data yang ada. Tidak ada
faktor penghambat bagi tim penyusun dalam merumuskan diangnosa
keperawatan pada asuhan keperawatan pada klien An. M dengan TB.

C. Perencanaan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan meliputi:
Perumusan tujuan, keteria hasil, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatan pada klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan
dan keperawatan dapat diatasi.
Dalam pembuatan perencanaan keperawatan untuk prioritas masalah pertama
yang terdapat baik pada teori atau kasus, yaitu:
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
bersihan jalan nafas efektif, dengan kriteria hasil: batuk berkurang, tidak ada
suara nafas tambahan, sputum tidak dalam jumlah berlebihan.
a. Monitor respirasi dan status oksigenasi.

29
b. Atur posisi klien untuk memaksimalkan ventilasi dengan cara
semifowler.
c. Auskultasi suara nafas.
d. Berikan oksigenasi dengan nasal.
e. Berikan hidarasi yang adekuat.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat mukolitik atau
bronchodilator dan obat TB paru.
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: nafsu makan meningkat, tidak terjadi
penurunan berat badan.
a. Kaji adanya alergi makanan.
b. Kaji makanan kesukaan klien.
c. Monitor adanya penurunan berat badan setiap hari.
d. Berikan makanan sedikit tapi sering selagi masih hangat.
e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan klien.
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak
terjadi penularan terhadap keluarga/orang lain, dengan kriteria hasil: klien
dan keluarga dapat menunjukkan pola hidup sehat (cuci tangan sebelum dan
sesudah makan, memakai masker), klien dan keluarga mengerti perlunya
isolasi.
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
b. Membatasi pengunjung bila perlu.
c. Anjurkan untuk menggunakan sarung tangan, tissue, alat pelindung
untuk batuk/bersin.
d. Anjurkan dan motivasi keluarga untuk memberikan minum obat
antibiotik pada klien dan tidak putus obat.
e. Pertahankan teknik isolasi.
Saat meyusun perencanaan, tim penyusun tidak menemukan hambatan karena
terdapat literatur-literatur asuhan perencanaan, yang gunakan sebagai acuan dan

30
adanya buku refrensi serta adanya kerjasama dari klien, keluarga, serta perawat
ruangan yang mendukung.

31
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru adalah
suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini
bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Manurung
dkk, 2013). Penyakit Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan utama di
dunia, dan menduduki peringkat ke dua sebagai penyebab utama kematian akibat
penyakit menular di dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, diperkirakan 9,6 juta
kasus TB baru yaitu 5,4 juta adalah laki-laki, 3,2 juta di kalangan perempuan dan
1,0 juta anak-anak. Tuberkulosis pada anak merupakan faktor penting di negara –
negara berkembang karena jumlah anak berusia < 15 tahun adalah 40 – 50 % dari
jumlah seluruh populasi. Penyakit tuberkulosis pada anak dapat terjadi pada
semua usia, namun lebih sering terjadi pada usia 1- 4 tahun (WHO, 2006).
Penyakit tuberkulosis pada bayi dan anak disebut juga tuberkulosis primer
dan merupakan penyakit sistemik. Tuberkulosis primer biasanya mulai secara
perlahan-lahan sehingga sukar ditentukan saat timbulnya gejala pertama
(Ngastiyah, 2014). Gambaran klinis TBC pada anak diantaranya demam,
malaise, penurunan berat badan, batuk lebih dari 2 minggu, dan batuk berdarah.
Dalam menegakkan diagnosis TBC perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
seperti Rontgent thorax, pemeriksaan sputum BTA, tes tuberkulin, serta Uji
BCG.
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan TBC,
dilakukan pengkajian, analisa data, penegakkan diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan hingga evaluasi keperawatan. Dari
pengkajian yang sudah dibahas didapatkan data klien batuk berdahak sudah 1
bulan, sesak nafas dan tidak nafsu makan hanya habis ¼ porsi tiap kali makan,
penurun berat badan selama sakit 2 kg dalam 1 bulan, beberapa data tersebut

32
sesuai dengan teori gejala yang muncul pada pasien anak dengan TBC. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada teori maupun kasus TBC pada anak yang dibahas
pada pembahasan diatas diantaranya:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi secret (NANDA, 2011).
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat (NANDA, 2015).
3. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
untuk mencegah paparan dari kuman pathogen (Soemantri, 2008).
Dalam penentuan intervensi keperawatan, perumusan tujuan, keteria hasil,
tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien dilakukan
berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan dapat
diatasi.
B. Saran
Diharapkan perawat dapat berperan aktif dalam pengobatan TBC pada anak.
Perawat dan keluarga bekerja sama dalam proses pemberian asuhan keperawatan,
serta dalam pelaksanaan asuhan keperawatan hubungan terapeutik serta
komunikasi yang efektif sangat perlu diterapkan untuk mendukung proses
penyembuhan pasien.

33
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2013). Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta: EGC

Axton. (2013). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Terry penerjemah. Edisi


Jakarta: EGC.

Manurung, Santa dkk. (2013). Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi.


Jakarta: Trans Info Media.

Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Supartini, Yupi dkk. (2018). Modul Ajar Konsep Keperawatan Anak. Jakarta:
AIPViKI.

Suriadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Widoyono. (2011). Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan


Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

World Health Organization. (2009). Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Tim
Adaptasi Indonesia Penerjemah. Jakarta: WHO Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai