Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi
Tifoid dan paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Paratifoid
biasanya lebih ringan dan menunjukan gambaran klinis yang sama, atau
menyebabkan enteritis akut. Sinonim dengan tifoid adalah typoid and paratyphoid
fever, enteric fever, typhus and paratypus abdominalis. (Soeparman, 1999, Edisi
II, Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI)
Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan melalui makan,
mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii. (Hidayat
Alimul Azis.A, 2006, Edisi I, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta,
Salemba Medika)
Demam tifoid, enteric fever ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah,
2005, Edisi II, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC)

2.2 Anatomi Dan Fisiologi


Saluran gastrointestinal adalah jalur (panjang total 23-26 kaki) yang
berjalan dari mulut melalui esophagus, lambung, dan usus sampai anus.
Esofagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang
punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Panjang esophagus kira-
kira 25 cm menjadi distensi bila makanan mlewatinya.
Lambung ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis
tengah tubuh, tepat dibawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang
dapat berdistensi dengankapasitas kira-kira 1500 ml. Lambung dapat di bagi ke
dalam empat bagian : kardia (jalan masuk), fundus, korpus, dan pylorus.
Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal
yang jumlah panjangnya kira-kira dua per tiga dari panjang total saluran. Bagian
ini membalik dan melipat diri yang memungkinkan kira-kira 7000 cm area
permukaan untuk sekresi dan absorpsi. Usus halus dibagi kedalam 3 bagian:
1. Duodenum (bagian atas)
2. Jejunum (bagian tengah)
3. Ileum (bagian bawah)
Pertemuan antara usus halus dan besar terletak dibagian bawah kanan
duodenum. Ini disebut sekum. Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal, yang
berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus kedalam usus besar dan mencegah
refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks
veriformis.
Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen,
segmen transversum yang memanjang dari abdomen atas kanan ke kiri, dan
segmen desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar terdiri
dari dua bagian: kolon sigmoid dan rectum.
Rectum berlanjut pada anus.

2.3 Etiologi
Salmonella typhii, Salmonella paratyphii A, Salmonella paratyphii B, S.
Paratyphii C .

2.4 Tanda dan Gejala


Masa tunas demam tifoid berlansung 10 sampai 14 hari. Gejala-gejala
yang timbul amat bervariasi, perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian
dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu,
gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosa,
sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini
menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalaman pun dapat
mengalami kesulitan untuk membuat diagnosa klinis tifoid.
1. Demam, pada kasus yang khas demam berlansung 3 minggu, bersifat febris
remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik tiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus
berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun
dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan, pada mulut terdapat panas berbau
tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput
putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai
tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung
(meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau
normal.gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun
walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi spoor,
koma, atau gelisah gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan
pada minggu pertama
Patofisiologi Dan Patoflow
Makanan tercemar masuk kemulut dilambung sebagian basil
Salmonella typhosa musnah oleh asam lambun

Ragaden, coated tongue melalui pembuluh Sebagian masuk ke usus


limfe halus halus dan basil diserap
anoreksia

Bakteriemia masuk ke dalam peredaran melepaskan endotoksin


darah
menstimulasi sintesis
Basil menyebar sampai di organ-organ utama
keseluruh tubuh (Hati dan Limfa)

Terjadi pelepasan
Terutama kedalam basil berkembang biak zat pirogen
kelenjer limfoid
usus halus
organ-organ membesar inflamasi lokal
disertai nyeri pada perabaan
menimbulkan tukak
Jaringan meradang

Berbentuk lonjong pada Nyeri Resti komplikasi


mukosa diatas plak (cedera) Histamin
Peyeri

Mengakibatkan perdarahan hipotalamus


Nyeri saat makan dan perforasi usus

Peningkatan panas
anoreksia melena

gangguan thermoregulasi
gangguan pemenuhan intake berkurang
Nutrisi

malaise resti intoleransi aktivitas


Pemerikasaan Diagnostic Dan Penunjang
a. Pemeriksaan leukosit
Walaupun menurut buku-buku disebutkan bahwa tifoid terdapat
leucopenia dan limpositosis relative, tetapi kenyataan leukopeni tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus tifoid, jumlah leukosit pada sedian
darah tepi berada dalam batas-batas normal, malahan kadang-kadang
terdapat leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosis
tifoid.
b. Biakan darah
Biakan darah positif memastikan tifoid, tetapi biakan Negara negative
tidak menyingkirkan tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah
tergantung pada beberapa factor, antara lain :
1. Tehnik pemeriksaan laboratorium.Hasil pemeriksaan satu laboratorium
berbeda dengan yang lain, malahan hasil satu laboratorium bisa berbeda
dari waktu kewaktu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan.
Karena jumlah kumam yang berada dalam darah hanya sedikit, yaitu
kurang dari 10 kuman/ml darah, maka untuk jeperluan pembiakan, pada
penderita dewasa diambil 5-10 ml darah dan pada anak-anak 2-5 ml. bila
darah yang dibiakan terlalu sedikit hasil biakan bisa negative, terutama
pada orang yang sudah mendapat pengobatan yang spesifik. Selain itu
darah tersebut harus lansung ditanam pada media biakan sewaktu berada
di sisi penderita dan lansung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan
darah paling baik adalah saat demam tinggi pada waktu bakterimia
berlansung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit. Pada tifoid biakan darah
terhadap S. typhii terutama positif pada minggu pertama penyakit dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan
darah bisa positif lagi.
3. Vaksinasi di masa lampau.
Vaksinasi terhadap tifoid di masa lampau menimbulkan antibody dalam
darah penderita. Antibody ini dapat menekan bakterimia, sehingga biakan
darah mungkin negativ.
4. Pengobatan dengan obat antimikroba.
Bila penderita sebelum pembiakan darah sudah mendapat obat
antimikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkib negative.
c. Reaksi Widal
Reaksi widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibody (agglutinin) yang spesifik terhadap salmonella terhadap dalam
serum penderita tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella
dan pada oraang yang pernah di vaksinasi terhadap tifoid.
Antigen yang digunakan pada reaksi widal adalah suspensi salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud reaksi widal adalah
untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita yang disangka
menderita tifoid.
Akibat infeksi oleh S. typhii, penderita membuat antibody (agglutinin),
yaitu :
1. Agglutinin O, yang dibuat karena ransangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
2. Agglutinin H, karena ransangan antigen H (berasal dari flagella kuman).
3. Agglutinin Vi, karena ransangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis, makn tinggi titernya, mangkin besar
kemungkinan penderita menderita tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer reaksi
widal akan meningkat pada pemerikasaan ulang yang dilakukan selang
paling sedikit lima hari.
2.5 Panatalaksanaan Medis
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifoid harus dianggap dan
diperlakukan lansung sebagai pasien tifoid dan diberikan pengobatan sebagai
berikut:
1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan eksreta.
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain.
3. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk; jika tidak panas lagi boleh
berdiri kemudian berjalan di ruangan.
4. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak meransang
dan tidak menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari. Bila kesadaran pasien
menurun di berikan makan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran
dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
5. Obat pilihan adalah klorampenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat
diberikan obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian klorampenikol
dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari (maksimal 2 gram perhari),
diberikan 4 kali sehari per oral atau intravena. Pemberian klorampenikol
dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan
mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti
kurang karena basil terlalu cepat dimusnakan.
6. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila
terjadi dehidrasi dan asidisis diberikan cairan secara intravena dan
sebagainya.
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TIFOID FEVER

1. Pengkajian
Pada pengkajian dengan tifoid dapat ditemukan timbulnya demam yang khas
yang berlansung selama kurang lebih tiga minggu dan menurun pada pagi hari serta
meningkat pada sore dan malam hari, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah-
pecah, lidah kotor dan ujung dan tepinya kemerahan, adanya meteorismus, terjadi
pembesaran hati dan limfa, adanya konstipasi dan bahkan tidak terjadi komplikasi
seperti apatis sampai samnolen, adanya bradikardia, kemungkinan terjadi komplikasi
seperti perdarahan pada usus halus, adanya perforasi usus, peritonitis, peradangan
pada meningen, bronchopneumonia, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leucopenia dengan limfositosis
relative, pada kultur empedu ditemukan kuman pada darah, urine, feces, dan uji
serologis widal menunjukan kenaikan pada titer antibody O lebih besar atau sama
dengan 1/200 dan H: 1/200.(Hidayat Alimul Aziz. A. 2006, Edisi I, Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak, Jakarta, Salemba Medika).
2. Diagnosa /Masalah Keperawatan
Diagnosa atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan tifoid adalah
sebagai berikut:
a. Kurang nutrisi.
b. Hipertermia.
c. Risiko terjadi komplikasi (cedera)
d. Gangguan eliminasi BAB
e. Gangguan rasa nyaman
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Kurang Nutrisi (Kurang dari kebutuhan)
Kekurangan nutrisi ini dapat disebabkan adanya asupan yang tidak
adekuat oleh karena menurunnya nafsu makan akibat proses patologis, maka
tujuan keperawatannya diarahkan pada terpenuhinya kebutuhan nutrisi anak.
INTERVENSI RASIONAL
Tingkatkan intake makanan melalui: Cara khusus untuk
 Mengurangi gangguan dari meningkatkan nafsu makan.
lingkungan seperti berisik dan
lain-lain.
 Jaga kebersihan ruangan
(barang-barang seperti
sputumpot, urinal tidak berada
dekat tempat tidur.
 Berikan obat sebelum makan jika
ada indikasi Mulut yang bersih meningkatkan
nafsu makan.
Jaga kebersihan mulut pasien.
Membantu pasien makan.

Bantu pasien jika tidak mampu. Meningkatkan selera makan dan


intake makan.
Sajikan makanan yang mudah dicerna,
dalam keadaan hangat, tertutup, dan
berikan sedikit-sedikit tapi sering. Memudahkan makanan masuk.

Selingi makan dengan minum. Mengurangi rasa nyaman.

Hindari makanan yang banyak


mengandung gas.

Hipertermia
Terjadinya Hipertermia ini dapat disebabkan oleh adanya reaksi kuman
salmonella typhosa yang masuk kedalam tubuh. Untuk mengatasinya adalah
dengan tujuan mempertahankan kondisi suhu tubuh dalam batas normal dengan
cara menurunkannya.
INTERVENSI RASIONAL

Monitor perubahan suhu tubuh, Monitot tanda-tanda vital dan


denyut nadi. observasi kemajuan penurunan
suhu tubuh.

Lakukan tindakan yang dapat Kompres hangat dapat terjadi


menurunkan suhu tubuh seperti vasodilatasi pembuluh darah
lakukan kompres hangat, berikan sehingga memudahkan suhu
pakaian tipis dan mudah menyerap tubuh keluar.
keringat. Pakaian yang tipis dan menyerap
keringat memudahkan proses
penguapan.

Libatkan keluarga dalam perawatan Meningkatkan pengetahuan agar


serta ajari cara menurunkan suhu dan keluarga lebih kooperatif.
mengevaluasi perubahan suhu tubuh.

Berikan ventilasi yang adekuat. Membatu memberikan rasa


nyaman
Anjurkan untuk banyak/ sering minum.
Membantu dalam menurunkan
suhu tubuh.

Risiko terjadi komplikasi (cedera)


Risiko terjadi cedera dalam hal ini adalah adanya komplikasi lebih lanjut dari
tifoid ini seperti adanya perdarahan, perforasi, tukak daerah mukosa yang dapat
mengganggu system dalam tubuh oleh karena kemampuan kuman dalam merusak
system serta adanya penurunan daya tahan tubuh. Tujuan dari rencana keperawatan
adalah mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.
INTERVENSI RASIONAL
Berikan istirahat yang cukup selama Merupakan salah satu tindakan
demam, dan lakukan mobilisasi untuk mencegah terjadinya
setelah dua minggu bebas panas komplikasi lanjut pada penyakit
mulai dari duduk. tifoid.

Monitor adanya tanda komplikasi


Dapat menentukan tindakan
Cek vital sign setiap empat jam. selanjutnya

Libatkan keluarga dalam perawatan Monitor faktor resiko.


dan ajari cara melakukan
perawatan secara aseptic Meningkatkan pengetahuan agar
keluarga kebih kooperatif.
Jelaskan faktor risiko yang dapat
menyebabkan komplikasi lanjut.
Agar pasien dan keluarga dapat
menghindari faktor risiko.
.

Gangguan eliminasi BAB


Gangguan eliminasi BAB ini disebabkan oleh intake dan output yang tidak
seimbang, kurangnya makan makanan yang berserat yang dapat menyebabkan
perubahan struktur feases menjadi keras.
Intervensi Rasional
Anjurkan pasien untuk makan makanan Agar tidak terjadi kesulitan dalam BAB
yang banyak mengandung serat yang
dapat mempermudah feases untuk
dikeluarkan
Dengan memonitor perubahan status
Monitor adanya perubahan status nutrisi nutrisi, kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi
Kolaborasi dengan keluarga dalam Agar keluarga dapat memantau apa
monitor aktivitas pasien yang menyebabkan kesulitan BAB

Jelaskan kepada pasien dan keluarga Agar kesehatan pasien tetap terjaga
tentang pentingnya menjaga kesehatan
fekal
Gangguan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman pada pasien thypoid ini dapat disebabkan oleh adanya
imflamasi jaringan, infeksi virus salmonella thyposa yang mengakibatkan nyeri pada
abdomen pasien.
Intervensi Rasional

Ciptakan posisi yang nyaman bagi Agar nyeri yang dialami dapat diatasi
pasien
Gangguan rasa nyaman yang dialami
Identifikasi penyebab terjadinya dapat ditanggulangi
gangguan rasa nyaman
Memonitor dan membatasi kegiatan
Kolaborasi dengan keluarga dalam pasien
aktivitas pasien
Agar pasien dapat mengontrol emosi
Membatasi pengunjung dalam suasana yang sepi

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol.1. EGC:
Jakarta
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Media Aesculapius:
Jakarta
Staf Pengajar IKA FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak, Buku kuliah 1. Bagian IKA FKUI:
Jakarta
Suriadi & Rita Yuliani.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1. CV. Sagung
Seto: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai