Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehamilan air ketuban merupakan salah satu hal yang
sangat penting bagi kehidupan janin dalam kandungan. Kekurangan atau
pun kelebihan air ketuban sangat mempengaruhi keadaan janin. Oleh
karena itu penting mengetahui keadaan air ketuban selama kehamilan
demi keselamatan janin.
Namun dalam kehamilan kadang kala terjadi pecah ketuban
sebelum waktunya atau yang sering disebut dengan ketuban pecah dini.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi sampai sepsis
yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan
infeksi ibu (sarwono 2008).
Ketuban pecah dini didefenisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-
10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini
(Sarwono 2008).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mendeskripsikan asuhan kebidanan pada pasien KPD,
mengetahui penyebab dan tanda-tanda serta gejala KPD
2. Tujuan khusus
a. Mendefinisikan dan menjelaskan terjadinya ketuban pecah dini
b. Mengidentifikasi pemeriksaan yang diperlukan untuk diagnosis
c. Mendiskusikan penanganan tepat dan cepat pada ketuban pecah
dini dan komplikasinya.
C. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam
memberikan asuhan kebidanan pada penderita ketuban pecah sebelum
waktunya.
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. TEORI MEDIS
A. Pengertian
1. Ketuban pecah dini atau premature rupture of membrane
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum in partu yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan multi kurang dari 5
cm (Mochtar, 2001).
2. Ketuban pecah dini adalah beberapa ibu mengalami ketuban
pacah sebelum tanda persalinan (Chapman, 2006).
3. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum ada tanda –
tanda persalinan (Wiknjosastro, 2005).
4. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan
dimulai. Pecahnya ketuban sebelum persalinan dapat terjadi pada
janin imatur atau gestasi kurang dari 37 minggu maupun janin
matur (aterm) (Yuliyanti, 2006).
5. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
tanpa disertai tanda inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti
dengan proses inpartu sebagaimana mestinya. Sebagian besar
pecahnya ketuban secara dini sekitar usia kehamilan 37 minggu
(Manuaba, 2003).
Kesimpulannnya ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban
sebelum ada tanda persalinan.
B. Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tetap tidak jelas, tetapi
berbagai jenis faktor yang menimbulkan terjadinya KPD yaitu infeksi
vagina dan serviks, fisiologi selaput ketuban yang abnormal,
inkompetensi serviks dan defisiensi gizi dari tembaga atau asam
askorbat (vitamin C). Mekanisme kerja dari faktor-faktor ini hingga
saat ini belum dapat dijelaskan (Hacker, 2001).
C. Tanda dan Gejala
1. Pancaran involunter atau kebocoran cairan janin dan vagina,
2. Tak ada nyeri maupun kontraksi uterus,
3. Keluar air ketuban warna putih, keruh, jernih, kuning atau
kecoklatan, sedikit atau banyak,
4. Pada pemeriksaan dalam didapatkan hasil kulit ketuban sudah
tidak ada
5. Dapat disertai demam bila sudah terjadi infeksi,
6. Janin mudah diraba,
7. Pengeluaran cairan mendadak disertai bau khas
(Manuaba 2008: 230)
D. Faktor Predisposisi
Menurut Nugroho (2010), kemungkinan yang menjadi faktor
predisposisi ketuban pecah dini yaitu :
1. Infeksi : infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban
maupun asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD.
2. Serviks yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu
terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat parsalinan,
curretage)
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion,
gemelli dan atifitas fisik berlebih.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
5. Keadaan sosial ekonomi
6. Faktor lain : faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu
dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan
bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban
7. Faktor disproporsi antara kepala janin dan panggul ibu
8. Faktor multigraviditas, merokok dan perdarahan antepartum
9. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C)

E. Beberapa faktor risiko dari KPD :


1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumnya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kehamilan kembar
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan
23 minggu
8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
Hubungan yang signifikan juga telah ditemukan antara keletihan
karena bekerja dan peningkatan risiko ketuban pecah dini sebelum
cukup bulan diantara wanita nullipara (tetapi bukan wanita multipara)
(Cunningham, 2006).

F. Patofisiologi
Banyak teori yang menjelaskan tentang patofisiologi KPD, mulai
dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. Pada sebagian
besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). High
virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus (Manuaba,
2003).
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas,
jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi
jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi,
terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah
dan mudah pecah spontan (Manuaba, 2003).
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester
ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput
ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim
dan gerakan janin. Pada trimester III terjadi perubahan biokimia pada
selaput ketuban, perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme
kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan
selaput ketuban pecah (Mochtar, 2001).

G. Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini yang tepat sangat penting untuk
menentukan penanganan selanjutnya. Oleh karena itu usaha untuk
menegakkan diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan diagnosis menurut
Departemen Kesehatan (2007) adalah :
a. Anamnesis
a. Pasien mengetahui keluarnya cairan jernih dari vagina
b. Cairan keluar terus atau tidak
c. Warna cairan yang keluar
b. Pemeriksaan fisik
Periksa tanda-tanda vital yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu badan. Periksa tanda infeksi yaitu suhu
badan meningkat dan nadi cepat.
c. Pemeriksaan obstetrik
a. Palpasi
1) Pemeriksaan palpasi untuk menentukan umur kehamilan
dan mengetahui ada tidaknya kontraksi uterus.
2) Menentukan kondisi janin yaitu jumlah janin, letak,
presentasi dan taksiran berat janin. Dengan pemeriksaan
auskultasi ditentukan janin hidup ada, gawat janin atau
tidak, atau mungkin janin mati.
b. Inspekulo : keluar cairan dari orifisium utero eksterna saat
fundus uteri ditekan atau digerakkan.
1) Salah satu pemeriksaan untuk menentukan ketuban
pecah dini ialah dengan tes nitrazin, yaitu dengan
memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas
mustard emas yang sensitif pH ini akan berubah
menjadi biru tua pada keberadaan bahan basa. pH
normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH
cairan amniotik adalah 7-7,5. Tempatkan sepotong
kertas nitrazin pada mata pisau speculum setelah
menarik spekulum dari vagina (Midwifery, 2004).
Selain dengan nitrazin juga dapat dilakukan dengan
menempatkan contoh bahan pada suatu kaca objek
mikroskopik, dikeringkan di udara, dan memeriksa
untuk mencari ada tidaknya gambaran seperti pakis,
(Hacker, 2001).
2) Pemeriksaan dalam spekulum juga digunakan untuk
melihat porsio masih tertutup atau sudah terbuka.
Adakah air ketuban mengalir dari porsio dan perhatikan
warnanya.
3) Pada kehamilan aterm dapat dilakukan periksa dalam
untuk menentukan besar pembukaan.
c. Periksa dalam vagina : ketuban negatif.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini :
1. Konservatif
Tatalaksana konservatif, antara lain :
a. Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban
sehingga masa kehamilan dapat diperpanjang
b. Lakukan perawatan di rumah sakit, berikan antibiotik
(Ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari).
c. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar
lagi.
d. Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum ada tanda
inpartu dan tidak ada infeksi, lakukan tes busa negatif dan
beri dexametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Dilakukan terminasi pada kehamilan 37
minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah ada tanda inpartu
namun tidak ada tanda infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), dexametason dan induksi sesudah 24 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu kemudian ada tanda
infeksi, berikan antibiotik dan lakukan induksi. Kemudian
nilai tanda-tanda infeksi yaitu dilihat dari suhu, leukosit,
dan tanda-tanda infeksi intrauterin.

Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk


memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betamethason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
dexametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2. Tatalaksana aktif
Tindakan tatalaksana aktif dilakukan menurut nilai bishop.
Nilai bishop adalah suatu standarisasi objektif dalam memilih
pasien yang lebih cocok untuk dilakukan induksi persalinan
letak verteks. Faktor yang dinilai dalam nilai bishop adalah :
a. Pembukaan serviks
b. Pendataran serviks
c. Penurunan kepala (station)
d. Konsistensi serviks
Tabel 2.1 Faktor yang Dinilai dalam Nilai Bishop
Posisi serviks Nilai
Faktor 0 1 2 3
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 ≥5
Pendataran serviks 0-30 40-50 60-70 ≥ 80
(%)
Penurunan kepala -3 -2 -1, 0 +1, +2
diukur dari bidang
HIII (cm)
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak -
Posisi serviks Ke Searah Ke -
belakang sumbu depan
jalan lahir
Keterangan:
a. Nilai Bishop ≥ 5 bisa berhasil induksi dan persalinan
pervaginam.
b. Seleksi pasien untuk induksi persalinan dengan letak
verteks.
c. Dipakai pada multiparitas dan kehamilan 36 minggu atau
lebih.
Tatalaksana aktif dalam keadaan terpaksa harus dilakukan
terminasi kehamilan untuk menyelamatkan bayi atau maternal.
Pada kehamilan >37 minggu dilakukan induksi dengan
oksitosin, bila gagal dilakukan sectio caesarea. Dapat pula
diberikan misoprostol 25 µg – 50 µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali. Bila ada tanda – tanda infeksi berikan
antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
a. Jika skor pelvik <5 dilakukan pematangan serviks,
kemudian diinduksi. Jika tidak berhasil akhiri
persalinan dengan sectio caesarea.
b. Jika skor pelvik >5 dilakukan induksi persalinan

I. Komplikasi
Komplikasi ketuban pecah dini :
1. Ibu
Beberapa penelitian telah dilaporkan peningkatan kejadian
korioamnionitis pada KPD berkisar 10 - 40%. Korioamnionitis
terjadi lebih sering pada wanita dengan KPD preterm
dibandingkan KPD aterm (26% preterm berbanding 6,7%
aterm) (Manuaba, 2003).
Pecahnya selaput ketuban menyebabkan terbukanya
hubungan intra uterin dengan ekstra uterin, dengan demikian
mikroorganisme dengan mudah masuk dan menimbulkan
infeksi intra partum apabila ibu sering diperiksa dalam. Selain
itu juga dapat terjadi infeksi puerpuralis, peritonitis dan
septikemia, serta dry-labour. Hal ini akan meningkatkan angka
kesakitan pada ibu (Mochtar, 2001).
KPD yang diakhiri dengan persalinan spontan sering terjadi
partus lama, atonia uteri dan perdarahan post partum. Pada ibu
yang menjalani terapi konservatif, sering merasa lelah dan bosan
berbaring di tempat tidur, gangguan emosi berupa kecemasan
dan kesedihan. Informasi dan dukungan dari petugas kesehatan,
keluarga terutama suami akan sangat membantu ibu menjaga
kestabilan emosinya.
Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah
dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten
(Morgan, 2009).
2. Janin
Pecahnya selaput ketuban sebelum aterm merupakan
penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal. Mortalitas pada
bayi preterm adalah 30% (Oxorn, 2003). Ketuban pecah dini
menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan
dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden.
Makin lama periode laten makin makin besar kemungkinan
infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan selanjutnya
meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian janin dalam
rahim. (Manuaba,2001).
Ketuban pecah pada kondisi kepala janin belum masuk
panggul mengikuti aliran air ketuban, akan terjepit antara kepala
dan dinding panggul, keadaan sangat berbahaya bagi janin.
Dalam waktu singkat janin akan mengalami hipoksia hingga
kematian janin dalam kandungan (IUFD). Pada kondisi ini
biasanya kehamilan segera diterminasi.
Bayi yang dilahirkan jauh sebelum aterm merupakan calon
untuk terjadinya repiratory distress sindroma (RDS). Hipoksia
dan asidosis berat yang terjadi sebagai akibat pertukaran
oksigen dan karbondioksida alveoli-kapiler tidak adekuat,
terbukti berdampak sangat fatal pada bayi. Dengan pecahnya
ketuban maka akan terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat dan merupakan penyebab dari hipoksia dan asfiksia karena
adanya hubungan antara terhjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion. Semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat (Manuaba, 2008).
Pada KPD preterm dengan penanganan konservatif,
biasanya disertai dengan pemberian terapi kortikostiroid untuk
mempercepat maturasi paru janin. pemberian kortikostiroid
dapat menimbulkan efek samping berupa penurunan kekebalan
pada bayi, dengan demikian akan mengakibatkan risiko infeksi
bayi baru lahir (Cunningham dkk, 2007). Ketuban pecah dini
yang terjadi terlalu dini atau pada kehamilan <37 minggu dapat
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan
disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonar (Manuaba, 2008).
Pada induksi persalinan kontraksi otot rahim yang
berlebihan dapat menimbulkan asfiksia janin (Manuaba, 2001).
Pada bayi yang lahir dengan proses persalinan sectio caesaria
terjadi asfiksia karena tekanan langsung pada kepala menekan
pusat-pusat vital pada medula oblongata, terjadi aspirasi air
ketuban, meconeum, cairan lambung dan karena perdarahan atau
odema jaringan saraf pusat dan juga dapat menyebabkan sepsis
yang dapat menyebabkan kematian janin.
II. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data dasar untuk mengevaluasi
keadaan pasien. Data ini termasuk riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik. Data yang dikumpulkan meliputi data subyektif dan data
obyektif serta data penunjang (Varney, 2004:56).
1. Data Subyektif
Data subyektif menurut Nursalam (2003:23), adalah data yang
didapat dari klien sebagai suatu pendapat terhadap situasi dan
kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh tenaga
kesehatan secara independent tetapi melalui suatu sistem
interaksi atau komunikasi, data yang diperoleh yaitu sebagai
berikut:
a. Biodata
1) Nama : Dikaji dengan nama yang jelas dan lengkap
untuk menghindari adanya kekeliruan atau untuk
membedakan dengan pasien yang lain (Wulandari,
2008)
2) Umur : Usia ibu yang ≤ 20 tahun, termasuk usia yang
terlalu muda dengan keadaan uterus yang kurang matur
untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban
pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun
tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan
khususnya pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi
mengalami ketuban pecah dini (Nugroho, 2010)
3) Agama : untuk mempermudah bidan dalam melakukan
pendekatan dalam melaksanakan asuhan kebidanan
(Wulandari, 2008)
4) Suku : ditujukan untuk mengetahui adat istiadat yang
menguntungkan dan merugikan bagi pasien
(Wulandari, 2008)
5) Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat intelektual
karena tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku
kesehatan seseorang (Wulandari, 2008).
6) Pekerjaan : Untuk mengetahui pekerjaan pasien dan
tanggung jawabnya dalam rumah sehingga dapat
mengidentifikasi resiko yang yang berhubungan dengan
pekerjaan pasien (Varney, 2006).
7) Alamat : Untuk mempermudah hubungan jika
diperlukan dalam keadaan mendesak sehingga bidan
mengetahui tempat tinggal pasien (Wulandari, 2008) .
b. Alasan datang atau keluhan utama
Adalah alasan yang membuat pasien datang berhubungan
dengan kehamilannya (Saifudin, 2008). Alasan pasien
mengunjungi klinik dapat berhubungan dengan sistem
tubuh (Varney, 2006). Pasien mengeluhkan cairan dari jalan
lahir, berbau khas, belum ada kenceng-kenceng dan belum
ada pengeluaran lendir darah (Nugroho, 2012)
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sistemik
Untuk mengetahui apakah pasien menderita penyakit
seperti jantung, ginjal, asma, hipatitis, DM, hipertensi
dan epilepsi atau penyakit lainnya (Sujiyatini,
2009:76).
2) Riwayat penyakit keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang
menderita penyakit menular seperti TBC dan hepatitis,
menurun seperti jantung dan DM (Sujiyatini, 2009:79).
d. Riwayat haid/ menstruasi
Data yang diperoleh sebagai gambaran tentang keadaan
dasar dari organ reproduksinya. Menarche (pertama kali
haid), siklus (jarak antara menstruasi yang dialami dengan
menstruasi berikutnya), lamanya menstruasi, banyaknya
darah, bau, warna, konsistensi, ada dismenorhe dan flour
albus atau tidak, keluhan (keluhan yang dirasakan ketika
mengalami menstruasi) (Sulistyawati, 2009).
e. Riwayat kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu
Tanggal kelahiran, usia kehamilan aterm atau tidak, bentuk
persalinan (spontan, SC, forcep atau vakum), penolong,
tempat, masalah obstetri dalam kehamilan (preeklamsi,
ketuban pecah dini, dll ), dalam persalinan (malpresentasi,
drip oksitosin, dll), dalam nifas (perdarahan, infeksi
kandungan, dll), jenis kelamin bayi (laki-laki/perempuan),
berat badan bayi, adakah kelainan kongenital, kondisi anak
sekarang (Hani, 2011).
f. Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui setatus perkawinan klien dan lamanya
perkawinan (Wheeler, 2004:91).
g. Riwayat keluarga berencana
Ibu pernah atau belum pernah menjadi akseptor KB, bila
pernah disebutkan alat kontrasepsi apa yang pernah dipakai
dan lamanya penggunaan, sehingga dapat diketahui jarak
kehamilannya (Nursalam, 2003:48).
h. Riwayat Kehamilan Sekarang
1) HPHT
Untuk mengetahui usia kehamilan (Hani, 2011)
2) HPL
Untuk mengetahui perkiraan kelahiran
(Nursalam,2009).
3) ANC (Antenatal Care)
Untuk mengetahui periksa teratur atau tidak, tempat
ANC dimana (Prawirohardjo, 2010). Pergerakan janin
dirasakan pertama kali pada usia kehamilan berapa
minggu, dalam 24 jam berapa kali, dalam 10 menit
berapa kali, TT berapa kali, Obat-obat yang di
konsumsi selama kehamilan, kebiasaan negatif ibu
terhadap kehamilannya (merokok, narkoba, alkohol,
minum jamu), keluhan (Janah, 2011).
i. Data kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi
Dikaji untuk menanyakan ibu hamil apakah menjalani
diet khusus, bagaimana nafsu makannya, jumlah
makanan, minuman, atau cairan yang masuk (Alimul,
2006:29).
2) Personal Hygiene
Untuk mengetahui berapa kali pasien mandi, gosok
gigi, keramas, ganti pakaian (Wiknjosastro, 2007:97).
3) Eliminasi
Hal ini dikaji untuk mengetahui kebiasaan BAK dan
BAB yang meliputi frekuensi dan kosistensi (Alimul,
2006:29).
4) Aktivitas
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu dapat istirahat atau
tidur sesuai kebutuhannya. Berapa jam ibu tidur dalam
sehari dan kesulitan selama ibu melakukan istirahat.
Kebutuhan tidur +8 jam pada malam hari dan 1 jam
pada siang hari. Pola istirahat dan aktivitas ibu selama
masa persalinan yang kurang dapat menyebabkan
kelelahan dan berdampak pada timbulnya anemia
(Henderson, 2006:43).
5) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui berapa jam ibu tidur malam,
dan berapa jam ibu istirahat atau tidur siang (Saifuddin,
2006:47). Ibu bersalin diharapkan istirahat yang cukup
untuk mencegah kelelahan yang berlebihan, tidur siang
selama 1 2 jam dan tidur malam selama 8 jam
(Saifuddin, 2006:47).
6) Data psikososial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap
bayinya, misal wanita mengalami banyak perubahan
emosi/psikologis selama masa bersalin, sementara ia
menyesuaikan diri menjadi seorang ibu (Ambarwati,
2008:65).
7) Kebiasaan sosial budaya
Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut
adat istiadat yang akan menguntungkan atau merugikan
pasien khususnya pada masa bersalin, misalnya pada
kebiasaan pantangan makanan (Ambarwati, 2008:65).
8) Penggunaan obat-obatan dan jamu atau rokok
Merokok, minum alkohol dan minum obat-obatan tanpa
indikasi perlu untuk diketahui (Wiknjosastro, 2007:78).
2. Data Obyektif
Pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan
khusus kebidanan, data penunjang yang dilakukan sesuai
dengan beratnya masalah (Hidayat, 2009).
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum : Untuk mengetahui keadaan umum
apakah baik, sedang, jelek (Prihardjo, 2007:59). Pada
kasus ketuban pecah dini keadaan umum pasien baik
(Nugroho, 2010:97).
2) Kesadaran : Untuk mengetahui tingkat kesadaran
pasien apakah composmentis, apatis, somnolen,
delirium, semi korna dan koma. Pada kasus ibu bersalin
dengan ketuban pecah dini kesadarannya composmentis
(Varney, 2009:143).
3) Tekanan darah : Untuk mengetahui faktor resiko
hipertensi dan hipotensi. Batas normalnya 120/ 80
mmHg (Saifuddin, 2006:75).
4) Suhu : Untuk mengetahui suhu tubuh klien,
memungkinkan febris/ infeksi dengan menggunakan
skala derajat celcius. Suhu wanita saat bersalin tidak
lebih dari 380C (Wiknjosastro, 2008:95). Suhu tubuh
pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini >380C
(Varney, 2009:143).
5) Nadi : Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung
dalam menit (Saifuddin, 2006:75). Batas normalnya 69-
100 x/ menit (Perry, 2005:42).
6) Respirasi : Untuk mengetahui frekuensi pernafasan
pasien yang dihitung dalam 1 menit (Saifuddin, 2006).
Batas normalnya 12-22x/ menit (Perry, 2005:42)
7) Tinggi badan : Untuk menentukan kemungkinan
adanya panggul sempit (terutama pada yang pendek)
tinggi badan normal ≥ 145 cm (Mufdlilah, 2009).
8) Berat badan : Untuk mengetahui faktor obesitas, selama
kehamilan berat badan naik 9-12 kg (Mufdlilah, 2009).
9) LILA : Untuk mengetahui lingkar lengan ibu 23,5 cm
atau tidak, termasuk resti atau tidak (Alimul, 2006:47).

b. Pemeriksaan Fisik
Merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau
masalah kesehatan yang dialami oleh pasien (Hidayat &
Uliyah, 2008: 140). Berikut pemeriksaan head to toe
menurut Janah, 2011).
1) Kepala
a) Rambut : Meliputi warna mudah rontok atau tidak
dan kebersihannya (Nursalam, 2003:47).
b) Muka : Keadaan muka pucat atau tidak adakah
kelainan, adakah oedema. Pada ibu bersalin dengan
ketuban pecah dini muka tampak pucat
(Winkjosastro, 2007:58).
c) Mata : Untuk mengetahui apakah konjungtiva
warna merah muda dan sklera warna putih. Pada
wanita dengan ketuban pecah dini konjungtiva
pucat (Alimul, 2004:47).
d) Hidung : Bagaimana kebersihannya, ada polip atau
tidak (Nursalam, 2003:48).
e) Telinga : Bagaimana kebersihannya, ada serumen
atau tidak (Nursalam, 2003:48).
f) Mulut/ gigi/ gusi : Ada stomatitis atau tidak,
keadaan gigi, gusi berdarah atau tidak (Nursalam,
2003:48).
2) Leher : Adalah pembesaran kelenjar thyroid, ada
benjolan atau tidak, adakah pembesaran kelenjar limfe
(Nursalam, 2003:49).
3) Dada dan axilla : Untuk mengetahui keadaan payudara,
simetris atau tidak, ada benjolan atau tidak, ada nyeri
atau tidak dan kolostrum/ ASI sudah keluar atau belum
(Nursalam, 2003:49).
4) Ekstremitas atas dan bawah : Ada cacat atau tidak
oedema atau tidak terdapat varices atau tidak
(Wiknjosastro, 2006:97)
c. Pemeriksaan khusus obstetri (lokalis)
1) Inspeksi
Proses pengamatan atau observasi untuk mendeteksi
masalah kesehatan pasien (Hidayat & Uliyah, 2008).
a) Muka : Adakah oedem, kloasma
gravidarum.
b) Mammae : Bagaimana pembesaran payudara,
puting susu menonjol atau tidak,
terjadi hiperpigmentasi aerola atau
tidak.
c) Abdomen : Perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah ada luka bekas operasi atau
tidak, striae gravidarum, linea
nigra, ada luka bekas operasi atau
tidak (Manuaba, 2007:86).
d) Genetalia : Adakah pengeluaran per vagina
lendir darah, air ketuban, darah dll)
(Janah, 2011). Pada kasus cairan
keluar dari jalan lahir (Nogroho,
2011).
e) Anus : Haemorhoid : Terjadi haemorhoid
atau tidak. Lain-lain : Terdapat
kelainan lain pada anus atau tidak.
2) Palpasi : Kontraksi : Pada kasus ibu bersalin dengan
ketuban pecah dini terjadi gangguan rasa nyaman yang
berhubungan dengan kontraksi uterus yang ditandai
dengan rasa nyeri di bagian perut, ekspresi wajah
meringis, ibu menahan sakit .(Elzahra, 2012:65)
(1) Leopold I : Untuk menentukan tinggi
fundus uteri sehingga dapat diketahui berat
janin, umur kehamilan dan bagian janin apa
yang terjadi di fundus uteri seperti
membujur atau akan kosong jika posisi
janin melintang. Kepala: Bulat padat
mempunyai gerakan pasif (ballottement).
Bokong: Tidak padat, lunak, tidak
mempunyai gerak pasif (bantuan atau gerak
ballotement) (Manuaba, 2007:75).
(2) Leopold II : Untuk menentukan letak
punggung janin dapat digunakan untuk
mendengar detak jantung janin pada
puctum maximum dengan teknik kedua
telapak tangan melakukan palpasi pada sisi
kanan dan kiri, bersama-sama bila
punggung janin rata, sedikit melengkung,
mungkin teraba tulang iganya tidak terasa
gerak ekstremitas, bila bagian abdomen
teraba gerakan ekstremitas (Manuaba,
2007:75).
(3) Leopold III : Untuk menentukan bagian
terendah janin, bila teraba bulat, padat
(kepala) dan bila bokong teraba tidak bulat,
tidak keras (Manuaba, 2007:75).
(4) Leopold IV : Pemeriksaan dengan
menghadap ke arah kaki ibu. Untuk
mengetahui apa yang menjadi bagian
bawah dan seberapa masuknya bagian
bawah tersebut ke dalam rongga panggul
(Manuaba, 2007:75).
(5) TBJ : Menurut Mansjoer (2005) TBJ
(Tafsiran Berat Janin) dapat ditentukan
berdasarkan Johnson Toschack yang
berguna untuk mengetahui pertimbangan
persalinan secara spontan pervaginam.
3) Auskultasi DJJ (Denyut Jantung Janin): Terdengarnya
detak jantung janin menunjukkan bahwa janin hidup
dan tanda pasti kehamilan. Punctum maximumjanin
tergantung presentasi, posisi, dan kehamilan kembar,
biasanya pada daerah punggung janin. Frekuensi di atas
120 160 x/ menit keteraturan denyut jantung janin
menunjukkan keseimbangan asam basa atau kurang
pada janin (Manuaba, 2007:73). Pada kasus ibu bersalin
dengan ketuban pecah dini dapat dilakukan auskultasi
dengan stetoskop, laenec atau stetoskop ultrasonik
(Dopler), untuk penentuan tekanan darah dan DJJ.
4) Pemeriksaan Dalam
Untuk mengetahui keadaan vagina, porsio (tebal atau
tipis), pembukaan, ketuban (utuh atau tidak), penurunan
kepala (bidang Hodge berapa), ubun-ubun kecil, dan
untuk mendeteksi kesan panggul (Nursalam, 2007).
Pada kasus selaput ketuban sudah tidak teraba, dinding
vagina teraba lebih hangat, adanya cairan disarung
tangan (Varney, 2006)
a) Vulva vagina
(1) Varices : Ada varices atau tidak, oedema atau
tidak.
(2) Kemerahan : Ada kemerahan atau tidak.
(3) Nyeri : Ada nyeri tekan atau tidak.
(4) Pengeluaran pervaginam : Terjadi
pengeluaran pervaginam atau tidak.
Pada kasus ibu bersalin dengan ketuban pecah
dini keluar cairan ketuban merembes melalui
vagina.
b) Perinium
(1) Bekas luka : Ada bekas luka di perinium atau
tidak.
(2) Lain-lain : Ada bekas luka lain atau tidak.

d. Pemeriksaan Penunjang
Data penunjang diperlukan sebagai pendukung diagnosa,
apabila diperlukan. Misalnya pemeriksaan laboratorium,
sepertipemeriksaan Hb dan Papsmear. Dalam kasus ini
pemeriksaan penunjang dilakukan, yaitu dengan melakukan
pemeriksaan laboratorium meliputi tes lakmus, tes pakis
dan pemeriksaan USG (Nugroho, 2010:94).
B. Interpretasi Data
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumus dan
diagnosa tujuannya digunakan karena masalah tidak dapat
didefinisikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan
(Varney, 2004:37).
1. Diagnosa
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam
lingkup praktek kebidanan (Varney, 2004:37).
Diagnosa: Ny. X, G ….. P ….. A ….. umur ibu ….. tahun, umur
hamil ….. minggu, janin tunggal/ kembar, hidup/ mati,
intrauterin/ ekstrauterin, letak memanjang/ melintang, punggung
kanan/ kiri, presentasi kepala/ bokong, UUK jam ….., inpartu
kala ….. fase …..dengan ketuban pecah dini.
Data Subyektif:
a. Ibu mnengatakan berusia berapa tahun
b. Ibu mengatakan hamil ke .. keguguran ...kali
c. Ibu mengatakan sudah mengeluaran cairan sejak tanggal ..
jam...
d. Ibu mengatakan cemas dengan keadaan bayinya karena ibu
belum merasakan kenceng-kenceng
Data Obyektif: Menurut Varney (2004:87), data obyektif
meliputi:
Keadaan umum, Kesadaran, TTV: Tekanan darah, Nadi,
Respirasi, Suhu
Muka : Tampak pucat
Konjungtiva : Merah muda
PPV : Keluar cairan ketuban merembes melalui vagina
2. Masalah
Masalah yang berkaitan dengan pengalaman pasien yang
ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa
sesuai dengan keadaan pasien. Masalah yang sering muncul pada
ibu bersalin dengan ketuban pecah dini yaitu ibu tampak gelisah
dan cemas menghadapi persalinan (Nursalam, 2003:74).
3. Kebutuhan
Kebutuhan merupakan hal-hal yang dibutuhkan pasien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan
dengan analisa data (Varney, 2004:63). Menurut Manuaba
(2007:65), kebutuhan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah
dini adalah:
a. Informasi tentang keadaan ibu
b. Informasi tentang makanan bergizi dan cukup kalori
c. Support mental dari keluarga dan tenaga kesehatan
C. Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
berdasarkan diagnosa masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan,
sambil mengamati klien. Bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila
diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi (Varney,
2004:47). Diagnosa potensial yang terjadi pada kasus ketuban pecah
dini adalah terjadinya resiko infeksi dan komplikasi yang mengancam
kehidupan ibu dan bayinya serta pengeluaran cairan dalam berlebihan
dalam jumlah besar yang terus menerus (Varney, 2009:49).
D. Antisipasi/ Intervensi
Menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai
dengan prioritas masalah atau kebutuhan dihadapi kliennya. Setelah
bidan merumuskan tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi
diagnosa/ masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus
merumuskan tindakan emergency/ segera. Dalam rumusan ini
termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri,
secara kolaborasi atau bersifat rujukan (Varney, 2004:50). Antisipasi
yang dilakukan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini yaitu
dengan menaikkan insidensi bedah cesar dan kalau menunggu
persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis
(Manuaba, 2008:152).
E. Rencana Tindakan
Tahap ini merupakan tahap penyusunan rencana asuhan kebidanan
secara menyeluruh dengan tepat dan berdasarkan keputusan yang
dibuat pada langkah sebelumnya.
Rencana asuhan kebidanan pada ketuban pecah dini
menurut (Saifuddin, 2008) :
1. Rawat di Rumah Sakit
2. Berikan antibiotik (Ampisilin 4 x 500 mg dan metronidazol 2 x
500 mg selama 7 hari.
3. Lakukan perawatan selama air ketuban masih keluar.
4. Lakukan tes busa negatif : beri dekametason, observasi tanda
tanda infeksi, dan kesejahteraan janin jika belum in partu dan
tidak ada infeksi.
5. Berikan tokolitik (salbutamol), dekametason, dan induksi
sesudah 24 jam jika sudah in partu dan tidak ada tanda infeksi.
6. Beri antibiotik dan lakukan induksi jika ada infeksi.
7. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
8. Berikan steroid untuk memacu kematangan paru.
F. Pelaksanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang
telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efiensi dan
aman (Arsinah dkk. 2010). Pelaksaan ini dapat dilakukan oleh bidan
secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggunga
jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (Sari, 2012).
G. Evaluasi
Pada langkah ini keefektifan dari asuhan yang telah diberikan,
meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasikan di dalam diagnosa dan masalah (Varney, 2004:52).
Evaluasi dari pelaksanaan asuhan kebidanan pada pasien ketuban
pecah dini menurut (Varney, 2006) :
1) Persalinan berjalan normal dan bayi lahir normal
2) Tidak terjadi infeksi
3) Ibu dan bayi dalam keadaan baik.

DAFTAR PUSTAKA
A.Alimul Hidayat. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik Analisis
Data. Surabaya: Salemba

Ambarwati Retna Eny .2008. Asuhan kebidanan (Nifas). Jogjakarta: Mitra


Cendikia

Ambarwati, E, & Wulandari, D. (2008). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta.


Cendekia Press.

Armi. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Kebidanan. Padang: Andalas University Press

Arsinah, Putri., Sulistiyorini, Dewi., Muflihah, S.I., & Sari,N.D. (2010). Asuhan
kebidanan : masa persalinan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Arum dan Sujiyatini. 2009. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Jogjakarta :


Mitra Cendikia

Chapman, V. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran (The Midwife’s


Labour and Birth Handbook). Jakarta: EGC

Chapman, Vicky.(2006). Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

Cunningham, G. (2006). Obstetri Williams.Jakarta : EGC

Depkes, RI. (2007). Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergency Dasar . Jakarta
: JNPK-KR

Hacker, Moore.(2001). Essential Obstetric dan Ginecology. Jakarta : Hipokrates

Hacker, N. 2003. Essensial Obstetri Dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: Hipokrates

Hani, ummi. dkk. 2011. Asuhan kebidanan pada kehamilan fisiologis. Jakarta:
Salemba Medika

Henderson, C. 2006. Konsep Kebidanan (Essential Midwifery). Jakarta: EGC

Hidayat, A.A. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa. Jakarta:
Salemba Medika
James, Penny. (2002). Buku Saku Persalinan. Jakarta : EGC

Leveno, Kenneth. (2009). Obstetri Williams : Panduan Ringkas. Jakarta : EGC

Mansjoer, 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Manuaba, C. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri-Ginekologi


Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC

Manuaba, Ida Ayu Candranita. (2008). Buku Ajar Patologi Obstetri untuk
Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : EGC

Manuaba, Ida Bagus Gde. (2001). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. (2001). Sinopsis Obstetri Operatif danObstetri Sosial. Jakarta :


EGC

Morgan, Geri dan Carol Hamilton. (2009). Obstetri dan Ginekologi : Panduan
Praktik. Jakarta : EGC

Nugroho, Taufan. (2010). Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.


Jogjakarta : Nuha Medika

Oxorn, H. 2003. Fisiologi dan Patologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia


Medica

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Saifuddin, A.B. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Saifuddin, Abdul Bari. (2006). Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBPSP

Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan KebidananKehamilan. Jakarta: Salemba Medika

Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan : Volume 1. Jakarta: EGC


Varney, H. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC

Wheeler, Linda. 2004. Buku Saku Asuhan Pranatal dan Pascapartum. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC.

Wiknjosasro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Winkjosastro, Hanifa.(2005). Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta : YBP-SP

Yulaikhah, Lily. (2008). Kehamilan. Jakarta : EGC

Yuliyanti, Devi. (2006). Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan


Persalinan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai