Anda di halaman 1dari 39

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mencapai kebutuhan hewani dalam negeri permintaan produk

peternakan di Indonesia khususnya daing semakin meningkat.Kambing

merupakan jenis ternak yang memiliki prospek pengembangan yang baik dalam

menyuplaikebutuhan daging di Indonesia, hal ini dikarenakan beternak kambing

lebih ekonomis dibandingkan dengan beternak sapi.

Berdasarkan hasil penelitian Badan Pusat Statistik tahun 2017 populasi

kambing di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2016 sebanyak 631.114 ekor.

Menurut hasil penelitian Badan Statistik Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara

tahun 2017Populasi kambing di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2016

mencapai 8.450 ekor,dan untukpopulasi kambing di Kecamatan Kota Bangun

pada tahun 2016 yaitu sekitar 1778 ekor.

Kambing yang berada di Indonesia sangat berpotensi untuk dibudidayakan

dilihat dari populasi yang cukup tinggi dan tersebar luas.Peternakan kambing

cukup diminati oleh peternak dan telah menyatu dengan masyarakat

Indonesia.Dalam sistem pemeliharaannyakambing memiliki kemampuan mudah

beradaptasi dengan lingkungan yang baru.Peningkatan produktifitas kambing

dapat dilakukan melalui perbaikan pakan serta manajemen pemeliharaan dan yang

paling utama harus dilakukan yaitu peningkatan mutu genetik (mempertahankan

sifat khas) yang dimiliki kambing tersebut.Setiap jenis kambing memiliki

karakteristik yang khas, baik ukuran dan tubuh (Adrianiet al., 2003).

Kambing merupakan komiditas ternak yang lebih ekonomis dibanding

dengan ternak sapi karena mudah dalam pemeliharaan dan mudah beradaptasi
2

terhadap lingkungan sekitar. Usaha penggemukan kambing biasanya

menggunakan kambing jantan bakalan 8-12 bulan yang efektif dan efesien dalam

penggemukan ternak. Wilayah Kabupaten kutai kartanegara merupakan wilayah

yang sangat berpotensi dalam pengembangbiakan ternak kambing.

Menurut (Winardi, 2004) “Motivasi merupakan aspek penentu

keberhasilan dalam usaha peternakan sebagai pendapatan dan pemenuhan

ekonomi untuk kebutuhan keluarga, tinggi atau rendahnya motivasi seseorang

akan berdampak pada skala usaha yang dilakukannya”. Peternak yang memiliki

motivasi yang tinggi akan berusaha untuk mengembangkan usahanya dengan

perubahan tingkah laku, misalnya berupa mempelajari ilmu dan teknologi guna

untuk meningkatkan produktivitas usahanya, sedangkan peternak yang memiliki

motivasi rendah akan lamban mengubah tingkah laku sehingga lamban pula

mempelajari ilmu dan teknologi ketidak seriusan dan kurang terarah dapat

berpengaruh terhadap produktivitas usahanya, sehingga pada usahanya yang

dilakukan secara ekonomis tidak menguntungkan.

Profil peternakan rakyat biasanya memiliki ciri-ciri seperti usaha modal

yang kecil, keterampilan peternak rendah, tatalaksana pemeliharaan sederhana dan

tradisional.Usaha ternak kambing merupakan komoditas tenak yang hampir

seluruhnya merupakan usaha peternakan rakyat yang dikembangkan untuk

menigkatkan pendapatan petani di pedesaan di samping usaha pertanian.

Perbaikan genetik dapat dilihat melalui profil fenotipe sertamelihat

motivasi peternakdan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi peternak

dalambeternak kambing di Kabupaten Kutai Kartanegara khususnyapada

Kecamatan Kota Bangun. Oleh karena itu maka dilakukan penelitian tentang
3

“Profil fenotipe dan motivasi peternak kambing lokal Indonesia di Kecamatan

Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah perkembangan fenotipe kambing lokal Indonesia di Kabupaten

Kutai Kartanegara khususnya di Kecamatan Kota Bangun.

2. Bagaimanakah morfometrik kambing lokal Indonesia berdasarkan(panjang

badan, lingkar dada, tinggi badan dan bobot badan) di Kabupaten Kutai

Kartanegara, khususnya di Kecamatan Kota Bangun.

3. Bagaimanakah motivasi peternakdan sistem pemeliharaan kambing lokal

Indonesia di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara.

C. Tujuan
1. Mengetahui perkembangan fenotipe kambing lokal Indonesia di Kabupaten

Kutai Kartanegara khususnya di Kecamatan Kota Bangun.

2. Mengetahui morfometrik kambing berdasarkan ukuran(panjang badan, lingkar

dada, tinggi badan dan bobot badan) di Kabupaten Kutai

Kertanegarakhususnya di Kecamatan Kota Bangun.

3. Mengetahui motivasi peternak dan sistem pemeliharaan kambing di Kecamatan

Kota BangunKabupaten Kutai Kartanegara.

D. Manfaat
1. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori pengetahuan terutama
yang berhubungan dengan fenotipe dan peternak kambing lokal Kalimantan
Timur.
2. Memberikan informasi kepada pemangku kepentingan (stakeholders)dan

peternak tentang morfometrik kambing lokal Indonesia untuk meningkatkan

produktifitas peternak di Kalimantan Timur.


4

3. Memberikan informasi kepada pemerintah dan masyarakat tentang motivasi

peternak kambing lokal Indonesia di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten

Kutai Kartanegara.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kambing

Kambing merupakan hewan yang dikenal dan sudah dibudidayakan secara

luas oleh masyarakat sebagai ternak yang hidup di daerah tropis seperti di

Indonesia. Kambing memiliki beberapa kebutuhan yaitu sebagai penghasil daging

dan susu, selain itu kulitnya memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi serta

kotorannya dapat digunakan sebagai sumber pupuk organik (Hartatik, 2014).

Hartatik (2014) menyatakan bahwa kambing (Capra aegagrus hircrus)

merupakan jenis ternak yang pertama kali dibudidayakan oleh manusia untuk

keperluan sumber daging, susu, kulit dan bulu. Penjinakan kambing yang

dipelihara (Capra aegagrus hicrus) berasal dari tiga kelompok kambing yaitu

bezoar goat atau kambing liar eropa (Copra aegagrus), kambing liar India (Capra

aegagrus blithy) dan makhor goat di pegunungan himalaya (capra falconer)

terjadi di pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM bahkan sebagaian besar

kambing yang diternakan di Asia dari keturunan bezoar.

Menurut Dwiyanto (2003), kambing secara ilmiah dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae
Subfamili : Caprinae
Genus : Capra
Spesiaes : C. Aegagrus
Subspesies : Copra aegagrus hircus
6

Kambing Kacang merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak

diminati oleh kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (2001)

menyatakan bahwa “kambing kacang merupakan kambing asli Indonesia dan

Malaysia”. Kegunaan umum dari kambing kacang ialah sebagai ternak penghasil

daging. Menurut Pamungkas et al., (2008) “kambing kacang merupakan ras yang

unggul dan pertama kali dikembangkan di Indonesia”. Badan kambing tersebut

kecil tinggi gumba pada kambing jantan 60-65 cm, sedangkan yang betina 56 cm.

Bobot pada kambing jantan bisa mencapai 25 kg, sedang kambing betina seberat

20 kg. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek, serta kambing betina maupun

yang jantan memiliki dua tanduk yang pendek.

Kambing Etawah berasal dari wilayah Jamnapari (India), sehingga

kambing ini disebut juga sebagai kambing Jamnapari. Kambing Etawah

merupakan kambing yang paling populer di Asia Tenggara. Di negara asalnya

kambing Etawah termasuk kambing tipe dwiguna, yaitu sebagai penghasil susu

dan daging. Kambing Etawah memiliki postur tubuh besar, telinga panjang

menggantung, bentuk muka cembung serta bulu dibagian paha belakang sangat

panjang (Sodiq dan Abidin, 2008).

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara

kambing Etawah dari India dengan kambing kacang yang penampilannya mirip

Etawah tapi lebih kecil. Kambing (PE) memiliki dua kegunaan, yaitu sebagai

penghasil susu (perah) dan kambing potong (Mulyono dan Sarwono, 2005).

B. Karakteristik Fenotipe

Rumpun ternak kambing lokal yang dominan di Indonesia ada dua yaitu

kambing Kacang dan kambing Etawa.Sejatinya dalam perkembangannya di duga


7

karena perkembangan zaman dan dalam kurun waktu yang lama serta pengaruh

kondisi lingkungan serta iklim yang berbeda mengakibatkan penampilan ternak

kambing secaraperlahan-lahan menimbulkan perbedaan akibat penyesuaian

dengan lingkungan setempat, dan akibat persilangan dengan kambing dari luar

(eksotik) menimbulkan fenotip yang bermacam-macam terhadap jenis/bangsa

kambingnya menurut (Pamungkas et al., 2009).

Kurnianto (2010) menjelaskan bahwa “pada fenotip ternak terdapat dua

sifat, yaitu sifat kuantitatif dan kualitatif”. Sifat kuantitatif sifat yang dapat diukur

atau diamati pada seekor ternak dan memiliki ekonomi yang tinggi maka sifat

tersebut lebih penting diperhatikan pada perogram pemulian ternak dibandingkan

sifat kualitatif. Sifat kualitatif dipengaruhi banyaknya gen, sedangkan penampilan

sifat kuantitatif dipengaruhi faktor lingkungan.

1. Sifat Kualitatif

Sifat kualitatif kambing KacangMenurut KEPMENTAN tahun 2012 yaitu

“warna bulu dominasi warna tunggal putih, hitam, cokelat, atau kombinasi

ketiganya, bulu pendek khusus yang jantan berbulu surai panjang dan kasar

sepanjang garis leher sampai ekor, kepala kecil dan ramping dengan profil lurus,

telinga tegak mengarah ke samping, tanduk melengkung ke belakang serta ekor

pendek dan tegak”.

Kambing Peranakan Etawah Menurut (BSN, 2015) mempunyai warna

bulu coklat, putih hitam atau kombinasinya bagian belakang tubuh memiliki

bulurewos/gembyeng/surai, ekor kecil, bentuk kepala dan profil muka cembung,

serta memiliki telinga panjang menggantung terkulai dan memiliki tanduk kecil.
8

2. Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif kambing Peranakan Etawah dapat dilihat pada tabel 1 dan

tabel 2, antara lain:

Tabel 1. Persyaratan Kuantitatif Bakalan Kambing Peranakan Etawah (PE) jantan.

Umur
Parameter Satuan Persyaratan (minimum)
(bulan)
Tinggi Pundak cm 60
Panjang Badan cm 54
8-12 Lingkar Dada cm 60
Panjang Telinga cm 22
Bobot Badan kg 20
Lingkar Scrotum cm 20
Sumber: (Badan Standarisasi Nasional, 7352.1.2015)

Tabel 2. Persyaratan kuantitatif bakalan kambing Peranakan Etawah (PE) betina.


Umur
Parameter Satuan Persyaratan (minimum
(bulan)
Tinggi Pundak cm 56
Panjang Badan cm 51
8-12 Lingkar Dada cm 52
Panjang Telinga cm 22
Bobot Badan kg 19
Sumber: (Badan Standarisasi Nasional, 7352.1.2015)

C. Sistem Pemeliharaan

Susilorini et al., (2009) menyatakan pemeliharaan ternak kambing

merupakan bagian dari usaha tani. Sistem pemeliharaan kambing dibedakan

menjadi tiga, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif.

Sistem pemeliharaan intensif, kambing dikandangkan dan seluruh pakan

disediakan oleh peternak, sedangkan pada sistem pemeliharaan ekstensif semua

aktivitas dilakukan di padang penggembalaan yang sama, sementara sistem


9

pemeliharaan semi intensif adalah memelihara kambing di padang penggembalaan

dan di kandang.

D. Karateristik Peternak

Menurut Mislin (2006) “karakteristik adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang

dimiliki oleh seseorang yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola

tindakan terhadap lingkungannya. Faktor karakteristik tersebut meliputi umur,

pendidikan, pengalaman berternak, dan jumlah kepemilikan ternak”.

Menurut (Dewandini, 2010)“umur merupakan bagian utama karakteristik

individu, umur akan mempengaruhi seseorang dalam belajar, memahami dan

menerima, pembaruan umur juga berpengaruh terhadap peningkatan

produkstivitas kerja yang dilakukan seseorang”.

Hermanto (1996) menambahkan bahwa tingkat produktivitas seseorang

yaitu antara 15 -55 tahun sedangkan umur yang tidak produktif berada di bawah

15 dan diatas 55 tahun, umumnya responden yang berusia produktif memiliki

semangat yang tinggi, termasuk semangat untuk mengembangkan usaha taninya.

Simanjuntak (1982) mengemukakan bahwa hubungan pendidikan dengan

produktivitas kerja akan tercermin dari tingkat pendidikan dan penghasilan yang

tinggi, menyebabkan produktivitas kerja yang lebih baik pula dan penghasilan

yang diperoleh juga tinggi. Tingkat pendidikan yang tinggi, produktivitasnya juga

akan tinggi karena rasional dalam berfikir dibanding dengan yang tingkat

pendidikan rendah karena sulit untuk mengadopsi inovasi baru dan relatif

bimbang dalam mangambil keputusan.

Soekartawi (2005) menyebutkan pengalaman beternak merupakan suatu

hal yang sangat mendasari seseorang dalam mengembangkan usahanya dan sangat
10

berpengaruh terhadap keberhasilan dan cenderung menghasilkan suatu hasil yang

lebih baik daripada peternak yang belum berpengalaman.Peternak yang lebih

berpengalaman akan lebih cepat menyerap inovasi teknologi dibandingkan

dengan peternak yang belum atau kurang berpengalaman.

Peternak yang memiliki ternak lebih banyak akanmemiliki motivasi yang

lebih dibandingkan dengan peternak yang memiliki ternak lebih sedikit.Hal

tersebut dikarenakan peternak yang memiliki ternak lebih sedikit masih sulit

untuk menerima suatu inovasi, sebab semakin luas usaha tani biasanya semakin

cepat mengadopsi, karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik

(Mardikanto, 2009).

E. Motivasi Peternak

Peternak mempunyai motivasi yang berbeda sebagai pendorong dalam

melakukan suatu usaha ternak. Motivasi peternak diartikan sebagai suatu

kondisiyang mendorong seseorang untuk melaksanakan suatu tindakan dalam

rangka mencapai tujuannya (Asmirani et al., 2014).

Menurut (Uno, 2007) motivasi merupakan kekuatan yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Namawi (2003)

menambahkan bahwa motivasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap

perilaku seseorang dalam aktivitas budidaya atau usaha ternak, motif mengandung

makna dorongan atau alasan seseorang melakukan sesuatu.

Rendah atau tingginya motivasi seseorang akan berdampak pada besar

atau kecilnya skala usaha yang sedang dilakukannya. Terdapat tiga aspek dalam

motivasi, yaitu:
11

1. keadaan yang mendorong dan ada dalam organisme yang muncul, karena

adanya kebutuhan tubuh, stimulus lingkungan, atau kejadian mental seperti

berpikir dan ingatan.

2. tingkah laku, yang dibangkitkan dan diarahkan oleh keadaan tadi.

3. tujuan yang menjadi arah dari tingkah laku, maksudnya motif membangkitkan

tingkah laku serta mengarahkannya pada tujuan yang sesuai (Winardi, 2002).

Motivasi Beternak kambing


Dari beberapa kebutuhan peternak terdapat sejumlah dorongan untuk
beternak kambing .Dalam kebutuhan-kebutuhan tersebut ada tiga kebutuhan
menurut Clayton Aldelfer yaitu: kebutuhan akan keberadaan (exictence),
kebutuhan berhubungan (relatedness), kebutuhan untuk berkembang (growth
need) (Mosher, 1991 dalam Hambali, 2005).
Kebutuhan tersebut dikenal sebagai teori ERG yaitu:
1. Kebutuhan akan keberadaan (exictence), yaitu kebuthan peternak untuk
memperoleh pendapatan dari berternak.
2. Kebutuhan berhubungan (relatedness), yaitu kebutuhan peternak untuk di
terima dalam pergaulan lingkungan masyarakat tempat tinggal.
3. Kebutuhan untuk berkembang (growth need), yaitu kebutuhan untuk
meningkatkan skala usaha ternak yang memperoleh penghargaan dan
pengakuan dari masyarakat terhadap keberhasilannya atau usahanya. Hasil
dari Masing-masing kebutuhan tersebut tidak sama tuntutan-tuntutan
pemenuhannya. Tumbuhnya suatu kekuatan yang berbeda Seluruh kebutuhan
tidak akan tumbuh dalam waktu yang bersamaan. Walaupun kadang-kadang
beberapa kebutuhan dapat muncul sekaligus, sehingga seseorang peternak
harus menentukan pilihannya yang mana harus di penuhinya terlebih dahulu.
12

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Beternak Kambing


Menurut Porter dan Miles berpendapat terdapat tiga variable penting yang
dapat mempengaruhi motivasi seseorang, yaitu
(1) karakteristik individu (individual)
(2) karakteristik pekerjaan (job characteristics)
(3) karakteristik situasi kerja (work situasion characteristics) (Wahjosumidjo,
1987 dalam Hambali 2005).
Berdasarkan teori yang di kemukakan oleh Porter dan Miles karakteristik
individu adalah yang paling cocok untuk di teliti. Sedangkan karakteristik
pekerjaan dan karakteristik situasi kerja dikatakan homogen atau data yang di
dapatkan relatif sama yaitu peternak. karakteristik individu ialah salah satu faktor
yang memotivasi peternak. Sebagai seorang individu setiap peternak memliki
hal-hal yang khusus mengenai sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk oleh
lingkungan dan pengalaman yang khusus pula. Hal ini akan menyebabkan
peternak tersebut memiliki motivasi kerja yang berbeda beda anatara satu dengan
yang lainnya. Mereka membawa harapan, kepercayaan, keinginan dan kebutuhan
personalnya kedalam lingkungan kerja sehingga mereka dapat berupaya untuk
memenuhi kebutuhanya dengan melalui berternak kambing.
Karakteristik individu merupakan sifat atau ciri-ciri yang dimiliki
seseorang.terbentuknya Karakteristik karena faktor-faktor biologis dan faktor
sosiopsikologis Menurut,(Suprayitno, 2004).
Dari beberapa penelitian menyimpulkan bahwa adanya keterkaitan antara
karakteristik individu dengan motivasi.Menurut,Winardi (2002) mengatakan
bahwa “ada sejumlah varibel penting dan menarik yang digunakan orang untuk
menerangkan perbedaan motivasi, anatara lain: umur, pendidikan dan latar
belakang keluarga”. Prihatini (2000) yang meneliti tingkat motivasi kerja anggota
Prokersa UPPKS di kota madya bogor, memberikan hasil bahwa karakteristik
individu mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Prihatini menyimpulkan bahwa
“umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga mempunyai kolerasi yang positif
dan siignifikan terhadap motivasi kerja”.Dwijayanti (2003) meneliti tentang
motivasi peternak dalam berusaha ternak domba di Desa Siganten Cianjur, Jawa
Barat.Dalam kesimpulannya, Dwijayanti menyebutkan bahwa “variabel umur,
13

pendidikan, jenis kelamin, dan pekerjaan pokok peternak berhubungan dengan


motivasi”.
Beberapa karakteristik individu dapat dilihat dalam penelitian ini adalah
umur, tingkat pendidikan, pengalaman Beternak, jumlah kepemilikan ternak.
1. Umur

Umur merupakan salah satu karakteristik individu yang memepengaruhi


fungsi biologis dan fisiologis seseorang.Umur dapat mempengaruhi seseorang
dalam belajar, memahami dan menerima pembaharuan.Umur juga berpengaruuh
terhadap peningkatan produkstivitas kerja yang dilakukan seseorang.Menurut
Dewandini (2010) pada umumnya responden yang berusia produktif memiliki
semangat yang tinggi, termasuk semangat untuk mengembangkan usaha taninya.
Menurut Harmanto (1996) tingkat produktivitas seseorang yaitu antara 15
-55 tahun sedangkan umur yang tidak produktif berada di bawah 15 dan diatas 55
tahun. Pada usia sanagt produktif di harapkan mampu mencapai produktivitas
untuk mengembangkan potensi dalam usaha khususnya beternak kambing.
2. Tingkat pendidikan

Berpendidikan yang tinggi identik dengan orang yang berilmu pengetahuan,


dan orang yang berilmu mempuyai pola pikir dan wawasan yang tinggi. Ilmu
pengetahuan, keterampilan biasanya daya fikir serta produktivitas seseorang
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dilalui, karena tingkat pendidikan yang
rendah merupakan faktor penghambat kemajuan seseorang, semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang tentunya akan semakin tinggi pula daya serap
teknologi dan semakin cepat seseoraang untuk menerima inovasi yang datang dari
luar. Menurut Simanjuntak (1982) hubungan pendidikan dengan produktivitas
kerja akan tercermin dari tingkat pendidikan dan penghasilan yang tinggi,
menyebabkan produktivitas kerja yang lebih baik pula dan penghasilan yang
diperoleh juga tinggi. Secara umum tingkat pendidikan tinggi, produktivitasnya
juga akan tinggi karena rasional dalam berfikir dibanding dengan yang tingkat
pendidikan rendah sulit untuk mengadopsi inovasi baru dan relatif bimbang dalam
mangambil keputusan.
14

3. Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak merupakan suatu yang sangat mendasari seseorang


dalam mengembangkan usahanya dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
usaha peternakan. Peternak yang berpengalaman berternak akan lebih terampil
cenderung menghasilkan suatu hasil yang baik. Peternak yang belummempunyai
pengalaman. berternak yang lebih akan cepat menyerap inovasi teknologi
dibandingkan dengan peternak yang belum atau kurang berpengalaman Menurut
(Soekartawi, 2005).

4. Jumlah kepemilikan

Peternak yang memiliki ternak lebih banyak akan memiliki termotivasi di


bandingkan dengan peternak yang memiliki ternak lebih sedikit. karena peternak
yang memiliki ternak lebih sedikit masih sulit untuk menerima suatu inovasi. Hal
ini sesuai dengan pendapat Mardikanto (2009), bahawa “semakin luas usaha
biasanya semakin cepat mengadopsi, karena memiliki kemampuan ekonomi yang
lebih baik”.
15

III. KERANGKA PEMIKIRAN

A. Kerangka Pemikiran

Menurut Badan Statistik Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2017

populasi kambing di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2016 mencapai

8.450 ekor, dan untuk populasi kambing di Kecamatan Kota Bangun pada tahun

2016 yaitu sekitar 1778 ekor.

Keberhasilan usaha peternakan kambing dipengaruhi sifat-sifat fenotipe

pada kambing dan karateristik peternak tersebut.Fenotip kambing terdiri dari sifat

kualitatif dan kuantitatif, pada sifat kualitatif dilihat melalui warna bulu, bentuk

telinga, serta tanduk sedangkan untuk sifat kuantitatif dilakukan pengukuran

seperti tinggi gumba, panjang badan, lingkar dada dan bobot badan.

Faktor yang mempengaruhi motivasi berusaha ternak dalam penelitian ini

adalah karakteritk individual yang terdiri dari: umur, tingkat pendidikan,

Pengalaman beternak, dan jumlah kepemilikan ternak.Motivasi merupakan kunci

pendorong moral, kedisiplinan dan prestasi kerja dalam berusaha, serta tingkat

motivasi diantara peternak berbeda-beda.

Profil fenotipe dan motivasi peternak kambing lokal Indonesia di

Kecamatan Kota Bangun diperlukan untuk mengetahui perkembangan berternak

kambing sudah sejauh mana ditingkat peternak, adapun parameter penelitian

melalui fenotip kambing yang terdiri sifat kuantitatif, karateristik peternak dan

motivasi peternak tersebut.


16

Adapun bentuk alur kerangka pemikiran penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Peternakan Kambing
di Kecamatan Kota Bangun
Kabupaten Kutai
Kartanegara

Kambing Peternak

Karateristik Peternak
1. Umur
Profil Fenotipe 2. Tingkat Pendidikan
3. Pengalaman Peternak
4. Jumlah Kepemilikan

Motivasi Beternak
1. Kebutuhan Keberadaan
Kualitatif & Kuantitatif 2. Kebutuhan Berhubungan
3. Kebutuhan Berkembang

Analisis Data
&
Analisis Deskriptif

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran


17

IV. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

1. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2018

2. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai

Kartanegara, Kalimantan Timur.

B. Bahan dan Alat

Penelitian ini mengunakan kambing dan peternak, kambing diperoleh dari

peternak di Kecamatan Kota Bangun. Peralatan yang digunakan adalah kuesioner,

alat tulis, pita ukur, timbangan dan kamera.

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder:

1. Data primer diperoleh secara langsung dilapangan, dari wawancara langsung

dengan peternak maupun dengan melakukan pengamatan dan pengukuran

ternak.

2. Data sekunder diperoleh dari dinas peternak yang berada di Kecamatan Kota

Bangun.

D. Metode Pengambilan Sampel

Metode penelitian mengunakan metode survei wawancara secara langsung

dengan peternak yang berada di Kecamatan Kota Bangun.

Kecamatan Kota Bangun memiliki 21 desa, maka untuk menetukan lokasi

penelitian menggunakan purposive sampling, dimana desa yang terpilih


18

berdasarkan kriteria dan pertimbangan dengan memiliki populasi kambing yang

ada di Kecamatan Kota Bangun.

Penelitian dilaksanakan dengan tahapan pengumpulan data yang

mengunakan metode survai dan dibantu dengan kuesioner. Survai awal akan

dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi kambing.

Adapun populasi kambing di Kecamatan Kota Bangun dapat dilihat pada table 3:

Tabel 3.Populasi Kambing Menurut Desa di Kecamatan Kota Bangun Tahun 2016
Populasi (ekor)
No Desa Induk Anak
♀ ♂ ♀ ♂
1. Kota Bangun Ulu - - - -
2. Kota Bangun Ilir - - - -
3. Kedang Murung - - - -
4. Kota Bangun Seberang - - - -
5. Kota Bangun I 38 78 54 56
6 Kota Bangun II 115 272 137 335
7. Kota Bangun III 21 43 56 68
8. Sumber Sari 52 81 46 55
9. Sari Nadi 33 26 - 4
10. Suka Bumi 8 1 6 10
11. Wono Sari 9 31 14 25
12. Kedang Ipil 0 0 0 0
13. Sedulang 0 0 0 0
14. Pela 0 0 0 0
15. Liang Ulu 6 21 2 5
16. Lilang Ilir 0 0 0 0
17. Loleng 31 73 58 49
18. Benua Baru 0 0 0 0
19. Muhuran 0 0 0 0
20 Sebelimbingan 1 7 0 2
21 Sangkuliman 0 0 0 0
Jumlah 316 633 373 609
Sumber: UPT Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kecamatan Kota Bangun, 2016

Untuk Penentuan desa pada tabel populasi kambing di Kecamatan Kota

Bangun pada tahun 2016, ada empat desa yang akan menjadi lokasi penelitian

yaitu: Kota Bangun II, Kota Bangun I, Sumber Sari dan Loleng. Penentuan
19

sampel kambing dan peternak dapat dilihat sebagai berikut:

1. Penentuan sampel ternak kambing menggunakan proposional sampling

dengan kriteria 2 ekor kambing pejantan atau betina dengan umur 8-12 bulan

dan Pengambilan besar sampel ternak yang akan digunakan dalam penelitian

mengunakan rumus slovin Menurut(Darmawan, 2013)dengan taraf segnifikan

15% populasi sebagai berikut:


𝑁
n= 1+𝑁(𝑒)2

Keterangan:

n = besaran sampel
N =besaran populasi
e = presentasi kelonggaran(15%)
740
n= 2
1+740 (0,0225)

740
n=
17,65

n = 42

Berdasarkan perhitungan rumus slovin, maka besaran sampel ternak

Kambing yang di dapat yaitu 42 populasi kambing dari keseluruhan tempat

lokasi penelitian.

2. Penentuan peternak mengunakan purposive sampling dengan 30 responden


Menurut Sugiyono(2011) Penelitian menggunakan 30 sebagai responden

yang menyebutkan untuk penelitian metode deskriptif, minimal 10%

populasi, untuk populasi yang relatif kecil minimal 20%, sedangkan untuk

penelitian ini diperlukan sampel sebesar 30 responden.


20

E. Definisi Variabel

Definisi variabel diamati melalui pengamatan langsung dan wawancara

terhadap responden yang terdiri dari:

1. Kambing meliputi: pengamatan fenotif sifat kuantitatif meliputi pengukuran

panjang badan (PB), lingkar dada (LD), tinggi gumba (TG) dan bobot badan

(BB):

a) Panjang badan dilakukan dari dada bagian depan sampai pangkal ekor

dengan menggunakan pita ukur, dalam satuan cm(Permatasari et al., 2013).

b) Lingkar dada dilakukan dari bagian punggung sampai bagian dada

dibelakang siku dengan cara melingkar pita ukur, dalam satuan

cm(Permatasari et al., 2013).

c) Tinggi gumba dalam cm, diukur dengat tongat ukur, pengukuran tinggi

badan dilakukan dari dasar tanah sampai tinggi pundak pada ruas punggung

awal sebagai patokan tinggi badan kambing.

d) Bobot badan dilakukan dengan menggunakan timbangan dalam satuan

kg(Prahadian, 2011).

2. Karateristik Peternak meliputi: identitas responden, umur, lama berternak,

pendidikan, dan jumlah kepemilikan ternak.

a) Umur peternak, di kelompokan menjadi 3 kelompok yaitu belum

produktif(kurang dari 15 tahun),produktif (15-50) dan tidak produktif

(diatas 50 tahun).

b) Tingkat pendidikan, adalah pendidikan formal yang diselesaikan responden,

meliputi SD, SLTP dan SLTA-perguruan tinggi.


21

c) Pengalaman beternak, dihitung berdasarkan lamanya responden berternak

kambing.

d) Pekerjaan Pokok, adalah pekerjaan yang merupakan usaha pokok

responden.

e) Motivasi, dalam beternak kambing dan keikut pesertaan peternak dalam

progam pemuliaan dinilai berdasarkan jawaban responden terhadap

pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.

F. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan, dikelompokan kemudian digunakan analisis

deskriptif untuk melihat keragaman fenotipe sifat kuantitatif kambing dan

motivasi peternak tersebut. Analisis deskriptif berbentuk data yang diperoleh

darimorfometrik (panjang badan, lingkar dada, tinggi badan dan bobot badan)

kambingdan responden (peternak rakyat), adapun parameter yang diukur:

1. Mengetahui fenotipe sifat kuantitatif kambing diukur melalui panjang badan,

lingkar dada, dan bobot badanyang kemudian data tersebut disajikan dalam

bentuk tabel dan dianalisis statistik yang dilakukan dengan menghitung nilai

rataan. Adapun menghitung nilai rataan sebagai berikut:

𝛴𝑥𝑖
𝑋̅ =
𝑛

Keterangan:
X = Nilai rata-rata sampel
Σ = Penjumlahan
i = Nilai pengamatan sampel
n = Jumlah sampel
22

2. Mengetahui sejauh mana pengaruh karakteristik peternak terhadap motivasi

berternak kambing diukur dengan menggunakan skala sikap positif

(ketentuan pertanyaan positif) model Likert (Black dan Champion, 1992).

Penggunaan rumus skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan

menjadi indikator yang dapat diukur berupa pernyataan atau pertanyaan yang

perlu dijawab oleh responden. Jawaban berupa pemberian skor/pembobotan

sebagai berikut:

Pertanyaan Positif (+)

 Skor 1. Sangat Tidak Setuju

 Skor 2. Tidak Setuju

Untuk mengetahui tingkat motivasi peternak dengan deskripsi

variabelpenelitian,maka dilakukan penilaian dan perhitungan skor sebagai berikut:

Nilai tertinggi = skor tertinggi x jumlah pertanyaan

4 X 15 = 60

Nilai terendah = skor terendah x jumlah pertanyaan

1 X 15 = 15

Interval kelas = angka tertinggi – angka terendah


Jumlah kelas
60– 15 = 11,25
4

Hasil perhitungan diatas, digunakan untuk membuat kategori tingkat


motivasi peternak, berikut kriteria interpretasi skornya berdasarkan interval kelas
tingkat motivasi pada tabel 4.
23

Tabel 4. Kelas Interval Tingkat Motivasi Peternak


No Interval Kelas Kelas Tingkat Motivasi
.
1 60-51 Sangat Setuju Tinggi
2 50-39 Setuju Sedang
3 38-27 Kurang Setuju Rendah
4 26-15 Tidak Setuju Sangat Rendah
24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1. Keadaan Geografis
Kecamatan Kota Bangun merupakan salah satu kecamatan yang terletak di

wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Secara

geografis, Kecamatan Kota Bangun terletak antara 116º27’–116º46’ Bujur Timur

dan 0º07’– 0º36’ Lintang Selatan dengan luas wilayah mencapai 897.9 km2 .

Secara administratif, Kecamatan Kota Bangun berbatasan dengan:

Sebelah utara : Kecamatan Muara Kaman dan Kecamatan Kenohan

Sebelah timur : Kecamatan Muara Kaman dan Kecamatan Sebulu

Sebelah selatan : Kecamatan Loa Kulu dan Kecamatan Kenohan

Sebelah barat : Kecamatan Muara Wis

Wilayah Kecamatan Kota Bangun terdiri dari 21 desa, diantaranya Desa

Kota Bangun III, Desa Kota Bangun II, Desa Kota Bangun I, Desa Wonosari,

Desa Kedang Ipil, Desa Benua Baru, Desa Sedulang, Desa Sukabumi, Desa

Sarinadi, Desa Sumber Sari, Desa Kota Bangun Ulu, Desa Loleng, Desa Liang

Ilir, Desa Kota Bangun Ilir, Desa Pela, Desa Muhuran, Desa Kota Bangun

Seberang, Kedang Murung, Desa Liang Ulu, Desa Sebelimbingan dan Desa

Sangkuliman.

2. Letak, Batas dan Luas Kecamatan Kota Bangun


Kota Bangun terletak antara 1160 27 ’BT - 1160 46’BT dan 0 0 07’ LS - 0 0

36 LS dengan batas : utara : Kecamatan Muarakaman dan Kecamatan Kenohan,


25

batas Timur: Kecamatan Muara Kaman dan Kecamatan Sebulu, batas Selatan:

Kecamatan Loa Kulu dan Kecamatan Kenohan, batas Barat: Kecamatan

Muarawis. Dengan luas wilayah mencapai 897.9 km2 .

3. Keadaan Penduduk
Penduduk Kecamatan Kota Bangun pada tahun 2017 tercatat sebanyak 37.555

orang yang terdiri dari 19.250 laki-laki (52%) dan 18.035 perempuan (48%) yang

tersebar di 21 desa. Data jumlah penduduk ini merupakan hasil registrasi

penduduk yang dilakukan oleh aparat desa yang bersangkutan. Persebaran

penduduk antar desa tidak merata. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Desa

Kota Bangun Ulu dengan jumlah penduduk mencapai 5.747 orang (16,85%),

kemudian di Desa Kota Bangun Ilir dengan jumlah penduduk sebanyak 3425

orang (10,04%), sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah Desa Benua

Baru dengan jumlah penduduk sebanyak 318 orang (0,93%) dapat dilihat pada

Tabel
No Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Kota Bangun III 1541 1428 2969
2 Kota Bangun II 1261 1177 2438
3 Kota Bangun I 605 545 1150
4 Wonosari 288 232 520
5 Kedang Ipil 763 655 1418
6 Benua Baru 173 145 318
7 Sedulang 203 164 367
8 Suka Bumi 710 671 1381
9 Sarinadi 873 781 1654
10 Sumber Sari 722 644 1366
11 Kota Bangun Ulu 2907 2840 5747
12 Loleng 1168 1071 2239
13 Liang 1213 1133 2346
14 Kota Bangun Ilir 1772 1653 3425
15 Pela 294 262 556
16 Muhuran 355 312 667
17 Kota Bangun Sebrang 1308 1230 2538
18 Kedang Murung 1349 1286 2635
19 Liang Ulu 1240 1113 2353
20 Sebelimbingan 295 288 583
21 Sangkuliman 480 405 885
Sumber: Kantor Camat Kota Bangun

4. Pendidikan
Untuk menyukseskan program wajib belajar 12 tahun seperti yang

dicanangkan pemerintah, kini telah dibangun sarana pendidikan dari tingkat

sekolah dasar sampai dengan tingkat menengah atas. Sarana pendidikan di

Kecamatan Kota Bangun sebagian sudah menjangkau di beberapa desa dan

sebagian lagi belum merata ke seluruh desa. Pada tahun 2017, di Kecamatan Kota
27

Bangun terdapat 38 taman kanak-kanak (TK) yang tersebar di hampir semua desa.

Jumlah sekolah dasar (SD) negeri mencapai 36 buah yang tersebar di seluruh

desa. Untuk madrasah ibtidaiyah (MI) negeri, jumlahnya hanya ada satu yang

terletak di Desa Kota Bangun Ulu, sedangkan terdapat 1 unit SD swasta. MI

swasta, di Kecamatan Kota Bangun belum ada hingga tahun 2017.

Selain itu, di Kecamatan Kota Bangun terdapat 8 sekolah menengah

pertama (SMP) negeri, 1 SMP swasta dan 1 madrasah tsanawiyah (MTs) negeri.

SMP Negeri terdapat di Desa Kota Bangun II, Sukabumi, Sarinadi, Kota Bangun

Ulu, Loleng, dan Liang Ulu. SMP swasta terletak di Desa Kedang Ipil, dan Desa

Kota Bangun Seberang, sedangkan MTs negeri hanya terdapat di Desa Kota

Bangun Ulu.

Sekolah menengah atas (SMA) negeri di Kecamatan Kota Bangun ada dua

yang terletak di Desa Kota Bangun III dan Kota Bangun Ulu. Selain itu, terdapat

pula madrasah aliyah (MA) negeri di Desa Kota Bangun Ulu sebanyak satu

sekolah, sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri di Desa Kota Bangun I

sebanyak satu sekolah, dan SMK swasta di Desa Kota Bangun Ulu sebanyak satu

sekolah.

II. KEADAAN UMUM RESPONDEN

1. Umur Responden

Umur responden merupakan usia responden pada saat dilakukan penelitian

yang di hitung dalam satuan tahun. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi produktifitas seseorang dalam melakukan aktivitas. Tingkat umur

seseorang akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam mengerjakan

pekerjaan yang berat, karena terjadi peningkatan kemampuan fisik seiring dengan
28

meningkatnya umur dan pada umur tertentu akan terjadi penurunan produktivitas.

Menurut badan pusat statistik (BPS), berdasarkan komposisi penduduk, usia

penduduk dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

a. Usia 0-14 tahun dinamakan usia muda/usia belum produktif.

b. Usia 15-55 tahun dinamakan usia dewasa usia produktif.

c. Usia ≥56 tahun dinamakan usia tua/usia tidak produktif

Adapun klasifikasi responden berdasarkan umur di Kecamatan Kota Bangun

dapat dilihat pada tabel Dibawah ini:

Tabel. Kalsifikasi responden berdasarkan umur di Kecamatan Kota Bangun.


No Umur (Tahun) Jumlah(orang) Presentase(%)
1 15-55 32 76.2
2 ≥56 10 23.8
Jumlah 42 100

Berdasarkan Tabel (). maka dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

berumur 15-55 tahun, sebanyak 31 orang (77,5%). Hal ini menunjukan bahwa

mayoritas responden di Kecamatan Kota Bangun masih berada pada kelompok usia

produktif. Sesuai dengan pendapat Kasim dan Sirajuddin (2008), usia non produktif

berada pada rentan umur 0 - 14 tahun, usia produktif 15 – 55 tahun dan usia lanjut 56

Dengan ini sesuia pendapat Kasim dan Sirajuddin (2008), Semakin tinggi umur

seseorang maka akan lebih cenderung untuk berpikir lebih matang dan bertindak

lebih bijaksana. Secara fisik akan mempengaruhi produktifitas usaha ternak, dimana

semakin tinggi umur peternak maka kemampuan kerjanya relatif menurun.

2. Tingkat Pendidikan

Dalam melakukan usaha peternakan faktor pendidikan sangat di harapkan dapat

membantu masyarakat dalam upaya peningkatan produksi ternak yang dipelihara.


29

Tingkat pendidikan tentunya akan berdampak terhadap manajemen usaha peternakan

yang digeluti. Adapun tingkat pendidikan peternak yang ada di Kecamatan Kota

Bangun dapat dilihat pada Tabel ():

Tabel(), Klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan


Kota Bangun
NO Tingkat Pendidikan Jumlah(orang) Prentase(%)
1 SD 22 52.4
2 SLTP 15 35.7
3 SLTA 5 11.9
Jumlah 42 100

Berdasarkan Tabel (), dapat dilihat sebagian besar ternak memiliki tingkat

pendidikan formal setingkat SD sebanyak 22 orang dengan presentase 52,38%

dan SLTP sebanyak 15 dengan presentase 35,71% sedangkan SLTA 5 orang

dengan presentase 11,90% dimana tingkat pendidikan SD dan SMP ini merupakan

tingkat penndidikan yang masih rendah. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat

tingkat pendidikan responden sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang

rendah dan relatif sama. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh

responden sangat berpengaruh dengan tingkat kemampuan dan cara berfikir yang

mereka miliki hal ini sesuai dengan pendapat Lestraningsih dan Basuki (2006)

yang menyatakan bahwa, tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan

peternak dalam penerapan teknologi, disamping itu tingkat pendidikan dapat

digunakan sebagai tolak ukur terhadap kemapuan berfikir seorang dalam

menghadapi masalah dan dapat segera diatasi. Apabila pendidikan rendah maka

daya pikirnya sempit maka kemampuan menalarkan suatu inovasi baru akan

terbatas, sehingga wawasan untuk maju lebih rendah dibanding dengan peternak

yang berpendidikan tinggi. Peternak yang mempunyai daya pikir lebih tinggi dan

fleksibel dalam menanggapi suatu masalah, mereka akan selalu berusaha untuk
30

memperbaiki tingkat kehidupan yang lebih baik.

3. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan merupakan salah satu menentukan untuk mendapat pendapatan.

Jenis pekerjaan responden yang berada di Kecamatan kota Bangun dapat dilihat

pada Tabel()

No Jenis pekerjaan Jumlah responden Presentase (%)


(orang)
1 Petani/Peternak 18 42.86
2 Wiraswasta 21 50.00
3 Pns 1 2.38
4 Swasta 2 4.76
42 100

Dari hasil peneltian di Kecamatan Kota bangun memiliki berbagai jenis

pekerjaan yang beragam dari pekerjaan petani atau peternak, wiraswasta,pns dan

swasta. Dapat dilihat bahwa pekerjaan yang banyak diminati oleh responden yang

berada di Kecamatan kota Bangun yaitu wiraswata yang terdapat 21 responden

lebih banyak dengan tingkat presentase 50.00% dikarenakan Pekerjaan di

Kecamatan Kota Bangun mayoritas lebih banyak menjadi tukang buruh.

4. Pengalaman Beternak

Pengalaman merupakan guru yang paling baik, Semakin banyak pengalaman

yang dimiliki oleh peternak maka akan semakin terampil dalam mengelola suatu

usaha peternakan. Pengalaman beternak akan diperoleh seseorang berdasarkan

lama mereka bergelut dalam suatu usaha peternakan. Pengalamann beternak

merupakan faktor yang paling penting yang harus dimiliki oleh seseorang

peternak dalam meningkatkan produktifitas dan kemampuan kerjanya dalam

usaha peternakan. lamanya beternak responden di Kecamatan Kota Bangun


31

dapat dilihat pada Tabel () berikut :

Tabel(). Klasifikasi responden berdasarkan pengalaman berternak di Kecamatan


Kota Bangun
No Pengalaman Berternak Jumlah Presentase
(Tahun) (Orang) (%)
1 1–7 20 47.6
2 8 – 14 13 31.0
3 15 – 20 9 21.4
Jumlah 42 100

Berdasarkan Tabel (). dapat dilihat bahwa pengalaman beternak yang

dimiliki masyarakat di Kecamatan Kota Bangun, bisa di katakan rendah. Hal ini

ditunjukkan oleh jumlah peternak yang memiliki pengalaman beternak 1-7

tahun adalah yang terbanyak yaitu 20 dengan persentase 47%. Hal ini

menujukkan bahwa mayoritas responden yang ada tersebut belum memiliki

cukup pengalaman dan pengetahuan yang ditunjukkan dengan lamanya mereka

menjadi peternak, menurut Mastuti dan Hidayat (2008) menyatakan bahwa,

semakin Pengalaman Beternak diharapkan pengetahuan yang didapat semakin

banyak sehingga ketrampilan dalam menjalankan usaha peternakan semakin

meningkat.

5. Jumlah Kepemilikan Ternak

Jumlah kepemilikan ternak menunjukkan banyaknya ternak kambing yang

dimiliki oleh responden. Jumlah kepemilikan ternak pada tiap responden berbeda-

beda tergantung kondisi usaha. Adapun klasifikasi responden berdasarkan

kepemilikan ternak yang ada di Kecamatan Kota Bangun dapat dilihat pada Tabel

() berikut :
32

Tabel (), klasifikasi jumlah Kepemilikan ternak di Kecamatan Kota Bangun


No Kepemilikan ternak Jumlah (Ekor) Presentase (%)
1 1–4 9 21.40
2 5–8 21 50
3 9 – 13 12 28.60
Jumlah 42 100

Pada Tabel (). menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan ternak responden

di Kecamatan Kota Bangun adalah peternakan rakyat. Hal ini terlihat dari jumlah

kepemilikan ternak terbanyak adalah responden memiliki 1-8 ekor ternak sapi

sebanyak 21 orang (50%). jumlah kepemilikan ternak di Kecamatan Kota Bangun

disebabkan karena sebagian besar peternak juga memiliki usaha pertanian

sehingga peternak memilih untuk memilihara ternak kambing lebih sedikit

sehingga mereka memiliki waktu untuk pertanian mereka. Hal ini sesuai dengan

pendapat Prawirokusumo (1990) yang menyatakan bahwa Ketersediaan waktu

yang banyak serta di dukung oleh produktivitas kerja yang tinggi akan

berpengaruh terhadap skala kepemilikan ternak yang dimiliki oleh peternak.

III. Manajeman Pemeliharaan

1. Sistem Pemeliharaan

Meningkatkan produktivitas ternak yang baik dilakukan melalui berbagai

cara selain memberikan pakan ternyata teknik pemeliharaan juga dapat pengaruh

dalam peningkatan kualitas ternak.

Lingkungan sangat berpengaruh dominan dalam mencangkup manajemen

pemeliharaan dan kesehatan ternak. Adapun sistem pemeliharaan ternak kambing

yang berada di Kecamatan Kota Bangun dapat dilihat pada tabel (..)
33

Tabel (..), sistem pemeliharaan Kambing di Kecamatan Kota Bangun

No sistem Pemeliharaan Jumlah Presentase(%)

1 Intensif 42 100
2 Ekstensif 0 0
3 Semi intensif 0 0
Jumlah 42 100

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa peternakan di Kecamatan Kota Bangun

sistem pemeliharaanya dengan cara intensif, dikarenakan peternak di kota Bangun

sangat meminimalisir waktu dalam Pemeliharaan ternak, akan tetapi jika sistem

pemeliharaanya kurang diperhatikan akan sangat berpengaruh terhadap

perkembangan ternak.

2. Morfometrik Kambing

Dari penelitian morfometrik yang di lakukan terhadap 87 ekor Ternak

Kambing Kacang Betina maka di peroleh hasil rata-rata penelitian berdasarkan

parameter yang diukur. Hasil rata-rata tersebut dapat dilihat pada Tabel () berikut

ini :

Tabel (). Panjang Badan, Tinggi Pundak,dan Lingkar Dada kambing kacang

Hasil Pengukuran Panjang Tinggi


Lingkar Dada
Kambing Jantan Badan Pundak
----------------------------cm-------------------------------
60.15 62.91 66.64
Rata-Rata
5.71 3.47 4.37
Standar deviasi

A. Panjang Badan

Sebaran data panjang badan dapat dilihat pada Tabel () dibawah ini :
Tabel (). Panjang badan Kambing Kacang (Cm)
34

Jumlah ternak
Kelas Panjang Badan
Ekor %
64-70 27 31.03
57-63 39 44.83
50-56 20 22.99
< 49 1 1.15
Total 87 100

Dapat dilihat bahwa panjang badan kambing Kacang di Kecamatan Kota bangun

adalah 57-63 cm dengan presentase tertinggi 44.83% daro populasi teknik

pengukuran panjang badan pada penelitian dapat dilihat pada lampiran.

Menurut subandriyo(1995) Hasil dari rata-rata ini lebih kecil hal ini

disebabkan oleh banyak faktor diantaranya iklim, pakan dan lingkungan. Sistem

pemeliharaan yang dilakukan secara intensif, ternak hanya diberi pakan hijauan

sementara pakan tambahn yang diberikan tidak mencukupi untuk pertumbuhan ternak

tersebut.

B. Lingkar dada

Sebaran data lingkar dada dapat dilihat pada Tabel () dibawah ini

Tabel (). Lingkar dada Kambing Kacang

Jumlah ternak
Kelas Lingkar dada
Ekor %
77-85 1 1.15
68-76 40 45.98
59-67 44 50.57
< 58 2 2.30
Total 87 100.00

Dari hasil tabel diatas lingkar dada pada kambing kacang di Kecamatan Kota
35

Bangun adalah 59cm-67cm (50,57) teknik pengukuran lingkar dada pada saat
penelitian dapat dilihat pada lampiran.

C. Tinggi pundak

Sebaran data tinggi pundak dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini:

Tabel 6. Tinggi pundak Kambing Kacang

Jumlah ternak
Kelas Tinggi Pundak
Ekor %
64-69 36 41.38
59-63 46 52.87
53-58 3 3.45
< 52 2 2.30
Total 87 100.00

Hasil pengukuran tinggi pundak pada kambing kacang yang berada di Kota

Bangun adalah 59cm-63 (52.87 Dari populasi) taknik pengukuran tinggi pundak

saat penelitian dapat dilihat pada lampiran.


36

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, W. Manalu, A. Sudono, T. Sutardi, dan I-K.Sutama.2003. Optimalisasi


Produksi Anak dan Susu Kambing Peranakan Etawah dengan Superovulasi
dan Suplementasi Seng.Jurnal Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,
Universitas Jedeneral Soedirman. Purwokerto.
Asmirani, Alam, S. Dwijatmiko dan W. Sumekar. 2014. Motivasi Peternak
terhadap Aktivitas Budidaya Ternak Sapi Potong Di Kabupaten Buru
Provinsi Maluku.Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Black, J. A. dan D. J. Champion. 1992. Metode dan Masalah PenelitianSosial. PT
Eresco. Bandung.
BPS.2017. Badan Pusat Statistik Indonesia 2017. Badan Pusat Statistik.
BPS Kabupaten Kutai Kartanegara. 2017. Statistik Daerah Kutai Kartanegara
Dalam Angka 2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Kartanegara.
BSN.2015. Standar Nasional Indonesia Bibit kambing: Peranakan Etawah. Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta.
Darmawan, D.R.D, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Davendra, C. dan M. Burns.2001. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit
ITB, Bandung. hlm : 12-35.
Dewandini, S. K. 2010. Motivasi petani dalam budidaya tanaman mending di
KecamatanMinggir Kabupaten Sleman.Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Dwiyanto,M. 2003. Budidaya Ternak Kambing. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hartatik, T. 2014. Analisis Genetik Ternak Lokal. Gadjah Mada University


Press.Yogyakarta.
Hermanto, F. 1996. Ilmu Usahatani. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bogor.
37

KEPMENTAN. 2012. Keputusan Menteri Pertanian Nomor


2840/Kpts/LB.430/8/2012 tentang Penetapan Rumpun Kambing Kacang.
Menteri Pertanian. Jakarta.
Kurnianto, Edy. 2010. Ilmu Pemuliaan Ternak. Lembaga Pengembangan dan
Penjaminan Mutu Pendidikan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Mardikanto, T. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Lembaga Pengembangan
Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS
Press): Surakarta.
Mislin.2006. Analisis Jaringan Komunikasi pada Kelompok Swadaya Masyarakat.
Kasus KSM di Desa Taman Sari Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mulyono, S dan B. Sarwono. 2005. Penggemukan Kambing Potong.
Cetakankedua. Penebar Swadaya, Jakarta.
Namawi, H. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang
Kompetitif.Jurnal Riset Daerah.Cetakan kelima. Gadjah MadaUniversity
Press, Yogyakarta.
Pamungkas FA, BatubaraA, Dolokpasaribu M, Sihite E. 2008. Petunjuk Teknis
Potensi Plasma Nutfah Kambing lokal Indonesia. Bogor: Puslitbangnak.
Permatasari, T., E. Kurnianto, dan E. Purbowati. 2013. Hubungan ukuran-ukuran
tubuh denga bobot badan pada Kambing Kacang jantan di Kabupaten
Grobogan, Jawa Tengah. Animal Agriculture Journal. 2(1): 28-34.
Prahadian, Y. 2011. Karateristik Ukuran dan Tubuh Domba Ekor Tipis melalui
Analisis Komponen Utama di UP3J Peternakan Tawakal dan Mitra Tni.
Program Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Simanjuntak, J.P. 1982. Sumberdaya Manusia, Kesempatan Kerja dan
Pembangunan Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta
Sodiq, A. dan Abidin, Z. 2008.Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan
Ettawa.Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan.
Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.

Sugiyono,2011. Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif dan R dan B,


Bandung:Alfabeta.

Susilorini, E. T, Manik Eirry Sawitri dan Muharlien. 2009. Budidaya 22 Ternak


Potong. Penebar Swadaya. Bogor.

Uno, H. B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya; Analisis di Bidang


38

Pendidikan.Jurnal Riset Daerah.Cetakan pertama. PT Bumi Aksara,Jakarta.


Winardi, J. 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Winardi, J. 2004. Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen. Rajagrafindo
Persada.Cetakan Ketiga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai