HEMOFILIA
Disusun oleh:
Tegar Syaiful Qodar
NIM 152010101049
Dokter Pembimbing:
dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A
dr. B. Gebyar Tri Baskara, Sp.A
dr.Lukman Oktadianto, Sp.A
dr. Ali Shodikin, M.Kes, Sp.A
BAB 1. PENDAHULUAN
tambahan), serotonin, fosfolipid, lipoprotein, dan protein lain yang penting untuk
kaskade koagulasi. Selain sekresi diinduksi, trombosit diaktifkan mengubah
bentuk mereka untuk mengakomodasi pembentukan steker.
3. Untuk memastikan stabilitas plug trombosit awalnya longgar, mesh fibrin (juga
disebut bekuan) bentuk dan menjebak steker. Jika steker hanya berisi trombosit
itu disebut trombus putih, jika sel-sel darah merah yang hadir itu disebut
trombus merah
4. Akhirnya, gumpalan harus dilarutkan dalam rangka untuk aliran darah normal
untuk melanjutkan perbaikan jaringan berikut. Pembubaran bekuan darah terjadi
melalui aksi plasmin
Dua jalur mengarah pada pembentukan bekuan fibrin: jalur intrinsik dan
ekstrinsik. Meskipun mereka diprakarsai oleh mekanisme yang berbeda, dua
bertemu di jalur umum yang mengarah pada pembentukan gumpalan. Kedua jalur
yang kompleks dan melibatkan berbagai protein yang berbeda disebut faktor
pembekuan . Pembentukan bekuan fibrin dalam menanggapi cedera jaringan
adalah acara yang paling klinis yang relevan dari hemostasis dalam kondisi
fisiologis yang normal. Proses ini merupakan hasil dari aktivasi dari jalur
ekstrinsik . Pembentukan trombus merah atau bekuan dalam menanggapi sebuah
dinding pembuluh abnormal pada ketiadaan cedera jaringan adalah hasil darijalur
intrinsik . Jalur intrinsik memiliki signifikansi yang rendah dalam kondisi
fisiologis yang normal. Kebanyakan yang signifikan secara klinis adalah aktivasi
dari jalur intrinsik melalui kontak dinding kapal dengan partikel lipoprotein,
VLDL dan kilomikron. Proses ini jelas menunjukkan peran hiperlipidemia dalam
generasi aterosklerosis. Jalur intrinsik juga dapat diaktifkan oleh kontak dengan
bakteri dinding pembuluh6
Proses Pembekuan Darah melalui 3 fase :
Proses Koagulasi diawali dengan pembentukan trombosiplastin, substansia yang
cepat bertindak terhadap mekanisme pembekuan darah, misalnya jari tangan, luka
kena pisau. Selama darah mengalir dari pembuluh yang tersayat, permukaan
dimana platelet cenderung untuk berkumpul dan dihancurkan dengan
meninggalkan substansi yang dikenal sebagai faktor platelet atau pembeku darah.
6
Dengan adanya ion kalium dan substansi tambahan faktor platelet bereaksi dengan
faktor anti hemofilik membentuk tromboplastin. Sel-sel jaringan tetangganya
yang luka kena pisau juga akan melepaskan substansi tromboplastin.
Fase ke dua dari pembekuan darah melibatkan perubahan protrombin menjadi
trombin. Protrombin ialah salah satu protein plasma biasa, dibentuk di dalam hati
membentuk vitamin K, kekurangan vitamin K ini dapat mengakibatkan
pendarahan, suatu kecenderungan tidak cukup membentuk protrombin.
Protrombin dibentuk di dalam fase untuk membantu memulai merubah
protrombin. Tetapi dengan adanya ion kalsium dan faktor penghambat tertentu
cukup untuk memperlengkap reaksi tersebut.
Fase ketiga proses pembekuan darah melibatkan aksi trombin di dalam merubah
Fibrinogen yang dapat larut menjadi fibrin yang tidak dapat larut. Fibrinogen
adalah plasma lain yang dihasilkan oleh hati dan ditemukan di dalam sirkulasi
plasma. Mula-mula fibrin keluar sebagai jaringan-jaringan dari benang yang cepat
menjadi padat, membentuk bekuan eritrosit. Eritrosit terperangkap di dalam
perangkap fibrin, tetapi sel-sel darah ini tidak tahu apa yang dilakukannya dengan
pembekuan itu. Selama bekuan menyusut, tampak cairan berwarna kuning bening
keluar, cairan ini disebut serum, sama dengan plasma kecuali tanpa fibrinogen dan
unsur pembeku lainnya yang telah digunakan di dalam proses pembekuan darah.6
Faktor-Faktor Pembekuan Darah
Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma dan
diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan
masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.
Faktor II
Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah
menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan
faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian
memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan
hypoprothrombinemia.
Faktor III
7
Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang
berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting
dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur
koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.
Faktor IV
Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan
darah.
Faktor V
Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas,
yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik
dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan
prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal,
mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut
parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator
globulin.
Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi
tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas
dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak
dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X.
Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau
diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam
kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor
akselerator dan stabil.
Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil
dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser
dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X.
8
2.3. Etiologi
Hemofilia A dan B diturunkan secara sex-linked recessive sedangkan hemofilia C
diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q351.
2.4. Klasifikasi
Hemofilia diklasifikasikan menjadi 3 tipe :
10
1. Hemofilia A
Terjadi karena kekurangan faktor pembekuan VIII. Hemofilia A
merupakan jenis yang paling banyak dijumpai.
2. Hemofilia B
Terjadi karena kekurangan faktor pembekuan IX.
3. Hemofilia C
Terjadi karena kekurangan faktor pembekuan XI.
Hemofilia A, B maupun C tidak dapat dibedakan secara klinis, karena memiliki
manifestasi klinis yang sama1.
Berdasarkan tingkat keparahannya, maka hemofilia A, B dan C dibedakan lagi :
Hemofilia A dan Hemofilia B1,2,5
Berat : Kadar Faktor VIII atau Faktor IX <1%
Sedang : Kadar Faktor VIII atau Faktor IX <5-10%
Ringan : Kadar Faktor VIII atau Faktor IX <15-10%
A. Periode neonatal
Periode neonatal ialah rentang waktu sejak kelahiran sampai 28 hari post natal.
Perdarahan intrakranial (intracranial hemorrhage, ICH) biasanya merupakan
tanda pertama yang dapat ditemukan pada periode ini. Riwayat hemofilia dalam
keluarga merupakan hal penting dalam menentukan teknik persalinan untuk
2
mengurangi risiko trauma persalinan.
B. Periode infant, toddler dan child
Periode infant dimulai setelah neo-natal sampai usia 1 tahun, kemudian beralih ke
periode toddler sampai usia 2 tahun, selanjutnya periode child sampai usia 10
tahun. Pada periode infant dan toddler, risiko terjadinya perdarahan menjadi lebih
tinggi seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan bayi yaitu mulai belajar
untuk duduk, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari. Hematom dan hemartrosis
mulai ditemukan pada periode ini. Selain itu, pemberian imunisasi juga
11
Periode adolescent ialah rentang waktu usia 10-19 tahun, dan selanjutnya adult
sampai usia 64 tahun. Pada periode adolescent, amigdala yang bertanggung jawab
terhadap perilaku instingtual berkembang pesat sedangkan lobus frontal yang
berfungsi dalam reasoning, yaitu perilaku untuk berpikir dahulu sebelum
bertindak belum berkembang sempurna.Olah raga dan permainan yang memacu
adrenalin biasanya menjadi bagian dari kehidupan anak yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya perdarahan baik internal maupun eksternal. Pada periode adult,
fungsi lobus frontalis dalam hal reasoning sudah berkembang baik. Pasien
hemofilia sudah cukup dewasa untuk menyesuaikan diri sehingga umumnya risiko
terjadinya per-darahan atau komplikasi lainnya dapat dihindari2.
Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada
kasus hemofilia. Perdarahan bergantung pada beratnya hemofilia. pAda hemofilia
berat, perdarahan dapat terjadi secara spontan ataupun akibat trauma yang tidak
berarti. Pada hemofilia sedang, perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat;
sedangkan pada hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien menjalani
trauma yang cukup beratseperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh
terbentur1.
1. Hemartosis1
12
Perdarahan yang paling sering ditemukan (85%). Sendi engsel lebih sering
mengalami hemartrosis dibandingkan sendi peluru karena
ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat
gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu
menahan beban tersebut.
2. Hematoma intramuskular 1
Terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada otot betis, otot-otot
region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini
sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindroma
kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot.
3. Perdarahan intrakranial 1
Merupakan penyebab utama kematian. Perdarahan lain yang mengancam
jiwa adalah perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal.
4. Perdarahan pasca operasi sering berlanjut selama beberapa jam sampai
beberapa hari yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buruk1.
5. Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal
tetapi tidak mengancam kehidupan1.
Tabel 2.1. Hubungan Aktivitas Faktor VIII dan Faktor IX dengan manifestasi
klinis perdarahan1
Hemofilia B (%)
Usia Awitan < 1 tahun 1-2 tahun1>2
tahun
Gejala neonatus Sering post Sering post Tak pernah post
circumsisional circumsisional circumsisional
bleeding bleeding bleeding
Perdarahan Tanpa trauma Trauma ringan Trauma cukup
otot/sendi kuat
Perdarahan SSP Risiko tinggi Risiko sedang Jarang
Perdarahan Post Sering dan fatal Sering Hanya pada
Operasi operasi besar
Perdarahan Oral Sering terjadi Dapat terjadi Kadang terjadi
(trauma cabut
gigi)
2.8. Diagnosis
Diagnosis Banding 1
2.9. Penatalaksanaan
Terapi Suportif
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormal kan kadar faktor anti
hemofilia yang kurang. Namu ada beerapa hal yang harus diperhatikan1 :
- Melakukan pencegahan luka/benturan
15
Selain untuk pengobatan, Faktor VIII dan Faktor IX juga diberikan untuk
persiapan operasi. Lama Pemberian bergantung pada beratnya perdarahan atau
jenis tindakan. Misalkan untuk epistaksis 2 – 5 hari dan pencabutan gigi 7 -14
hari. 5
Berikut merupakan guideline pemberian jumlah unit FVIII/F IX 3
17
Tabel 2.3. Level Faktor Plasma yang direkomendasikan pada perdarahan yang
tidak diketahui sumbernya
18
Tabel 2.4. Level Faktor Plasma Puncak yang dianjurkan pada perdarahan yang
diketahui sumbernya
Terapi lain
Kriopresipitat AHF
Kriopresipitat AHF adalah salah satu komponen darah non selular yang
merupakan konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen,
faktor von Willebrand. Dapat diberikan apabila konsentrat F VIII tidak
19
Antifibrinolitik
Untuk menghentikan perdarahan dapat diberikan Epsilon aminocaproic acid
(EACA) maupun asam traneksamat dengan dosis 25 mg/kgBB1.
tidak lengkap, dan sesudah itu tidak menetralisasi dirinya sehingga masih
mempunyai kemampuan untuk menetralisasi faktor VIII dari replacement therapy
berikutnya. Inhibitor tipe 2 lebih umum ditemukan pada autoantibodi daripada
aloantibodi.
BAB 3. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
4. Yantie, V.K. dan Ariawati K. 2012. Inhibitor pada Hemofilia. Medicina 43(1) :
31-36.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2006. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI. ISBN 979-8421-20-5