NIM : 0801163102
Pertemuan 1
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Surveilans epidemiologi merupakan pekerjaan praktis yang utama dari ahli epidemiologi.
Seperti telah diketahui bahwa metode epidemiologi mula mula digunakan untuk mempelajari
epidemi, lalu meluas mempelajari penyakit infeksi atau penyakit menular, dan kemudian
semakin meluas dengan mempelajari penyakit kronis termasuk penyakit kekurangan gizi, kanker,
kardiovaskular , kecelakaan dll.
Dalam epidemiologi telah lama dipakai istilah surveilans (surveillance) mula-mula arti
yang diberikan kepada surveilans ialah satu macam observasi dari seorang atau orang-orang yang
disangka menderita suatu penyakit menular dengan cara melakukan pengawasan medis, tanpa
membatasi kebebasan bergerak dari orang-orang yang bersangkutan. Observasi ini terutama
dilakukan pada penderita-penderita penyakit menular berbahaya seperti kolera, pes, cacar, dan
sifilis. Lamanya observasi sama dengan masa tunas penyakit yang bersangkutan. Tujuan utama
dari pengamatan ini agar dapat memberi pengobatan dan isolasi terhadap penyakit yang timbul
pada kasus-kasus yang di curigai dengan segera.
Arti dari surveilans berkembang lebih meluas jangkauannya. Mulai tahun 1950 istilah
surveilans dipakai dalam hubungan suatu penyakit seluruhnya dan bukan pada penderita saja
program-program pemberantasan penyakit yang dijalankan pertama kali adalah program untuk
penyakit malaria, cacar dan kusta. Cara untuk mengetahui keberhasilan program-program
tersebut adalah dengan melihat menurunnya jumlah kejadian dan dimana terdapat kejadian
tersebut. Karena surveilans ini memerlukan ilmu epidemiologi, maka kemudian disebut dengan
epidemiological surveillance, yang dalam bahasa indonesia adalah surveilans epidemiologi.
Dengan demikian surveilans epidemiologi mencakup keterangan-keterangan mengenai penderita,
tempat, waktu, keadaan vector, dan faktor-faktor lain yang ada hubungannya dengan penyakit (
S. Notoatmodjo,2003).
Ada beberapa definisi surveilans yang dikemukakan beberapa ahli. Surveilans kesehatan
masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus menurus dan sistematis
yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab
dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Surveilans memantau terus menerus
kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi,
mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, sperti perubahan-perubahan
biologis pada agen, vektor, dan resevoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi
tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan
pengendalian penyakit.
Data yang dikumpulkan berasala dari bermacam macam sumber yang berbeda-beda antara satu
negara dengan negara yang lain. Sumber sumber tersebut disebut dengan unsur-unsur surveilans
epidemiologi. Unsur-unsur surveilans epidemiologi untuk penyakit, khususnya penyakit menular
adalah sebagai berikut (F.J. Nieto, 2002):
Pertemuan 2
EPIDEMIOLOGI
Dari catatan sejarah yang terkumpul menunjukkan bahwa epidemiologi merupakan ilmu
yang telah dikenal sejak zaman dahulu bahkan berkembang bersamaan dengan ilmu
kedokteran karena kedua disiplin ilmu ini berkaitan satu dengan yang lain. Misalnya, studi
epidemiologi bertujuan mengungkapkan penyebab suatu penyakit atau program pencegahan
dan pemberantasan penyakit yang membutuhkan pengetahuan ilmu kedokteran seperti :
a. Ilmu faal
b. Biokimia
c. Patologi
d. Mikrobiologi, dan
e. Genetika
Hasil yang diperoleh dari studi epidemiologi dapat digunakan untuk menentukan pengobatan
suatu penyakit, melakukan pencegahan dan, atau meramalkan hasil pengobatan. Perbedaan
antara ilmu kedokteran dengan ilmu epidemiologi terletak pada cara penanganan masalah
kesehatan. Ilmu kedokteran lebih menekankan pelayanan kasus demi kasus, sedangkan
epidemiologi lebih menekankan pada kelompok individu. Oleh karena itu, pada epidemiologi
1
Ferry Efendi dan Makhfudli, Keperawatan Kesehatan Komunitas , Jakarta; Salemba Medika hal 56
selain membutuhkan ilmu kedokteran juga membutuhkan disiplin ilmulai seperti demografi,
sosiologi, antropologi, geologi, lingkungan fisik, ekonomi, budaya dan statistika.
2. Pengertian Epidemiologi
Epidemiologi merupakan ilmu yang kompleks dan senantiasa berkembang. Oleh karena itu,
tidak mudah untuk menetukan suatu batasan yang baku. Hal ini tampak dengan berbagai
batasan pengertian yang dinyatakan oleh para ahli epidemiologi sebagai berikut:
1. Epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari distribusi penyakit dan determinan yang
mempengaruhi frekuensi penyakit pada kelompok manusia . (Mac Mahon, B&Pugh,P,F.
1970).
2. Epidemiologi adalah studi tentang faktor yang menentukan frekuensi dan distribusi
penyakit pada populasi manusia (Lowe C.R.&Koestrzewski.J.1974).
3. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi penyakit atau keadaan fisiologis
pada penduduk dan determinan yang mempengaruhi distribusi tersebut (Lilienfeld A.M,
& D.E Lilienfeld, 1980)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari
penyakit, ruda paksa, dan fenomena fisiologis tentang frekuensi distribusi dan determinannya
pada kelompok manusia. Pengetian epidemiologi dapat ditinjau dari berbagai aspek sesuai
dengan tujuan masing-masing yaitu :
a. Aspek Akademik
Secara akademik, epidemiologi berarti analisis data kesehatan, sosial ekonomi, dan
kecenderungan yang terjadi untuk mengadakan identifikasi dan interpretasi
perubahan- perubahan keadaan kesehatan yang terjadi atau akan terjadi dimasyarakat
umum atau kelompok penduduk tertentu.
b. Aspek praktis
Ditinjau dari segi praktis, epidemiologi merupakan ilmu yang ditujukan pada upaya
pencegahan penyebaran penyakit yang menimpa individu, kelompok atau masyarakat
umum. Dalam hal ini penyebab penyakit tidak harus diketahui secara pasti,tetapi
diutamakn pada cara penularan, infektifitas menghindarkan agen yang diduga sebagai
penyebab, toksin atau lingkungan, dan membentuk kekebalan untuk menjamin
kesehatan masyarakat.
c. Aspek klinis
Ditinjau dari aspek klinis, epidemiologi berarti suatu usaha untuk mendeteksi secara
dini perubahan insidensi atau prevalensi melalui penemuan klinis atau laboratoris
pada awal kejadian luar biasa atau timbulnya penyakit baru seperti, karsinoma vagina
pada gajis remaja atau AIDS yang awalnya ditemukan secara klinis.
d. Aspek Administratif
Epidemiologi secara administratif berarti suatu usaha untuk mengetahui status
kesehatan masyarakat disuatu wilayah atau negara agar dapat diberikan pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Usaha ini
membutuhkan data tentang pengalaman petugas kesehatan setempat, data populasi
dan data tentang pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat.
1. Walaupun teknologi kedokteran telah mengalami kemajuan yang sangat pesat, tetapi
masih banyak faktor penyebab penyakit yang belum terungkapkan terutama penyakit-
penyakit kronis, penyakit yang jarang terjadi, atau penyakit baru dan belum pernah
dilaporkan sebelumnya.
2. Keberhasilan percobaan pengobatan atau pencegahan penyakit yang dilakukan di klinik
atau laboratorium masih harus diuji keampuhannya di masyarakat.
3. Frekuensi distribusi penyakit yang diperoleh di rumah sakit harus disesuaikan dengan
kondisi masyarakat
4. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan pelayanan
kesehatan di butuhkan informasi tentang orang yang terkena, jumlah yang terkena,
dimana dan bila mana terkenanya, penyebaran dan penyebabnya. Informasi tersebut dapat
diperoleh melalui studi epidemiologi.
4. KONSEP EPIDEMIOLOGI
Konsep studi epidemiologi untuk penyakit menular dapat digunakan untuk penyakit non-
infeksi dan non-penyakit. Konsep penyakit menular ada beberapa hal meliputi:
Selain konsep yang diatas ada dua konsep epidemiologi yang sangat berpengaruh dalam studi
epidemiologi yaitu :
1. Konsep Sehat , konsep sehat secara fisik dan bersifat individu ialah seseorang yang
diatakan sehat apabila semua organ tubuh dapat berfungsi dalam batas normal sesuai
dengan umur dan jenis kelamin. Konsep sehat berdasarkan ekologi ialah sehat berarti
proses penyesuaian antara individu dengan lingkungannya.
2. Konsep Sakit, konsep sakit secara fisik dan bersifat individu ialah seseorang yang
menderita penyakit menahun (kronis) atau gangguan kesehatan lainnya yang
menyebabkan aktivitas / kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (pilek, masuk
angin tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap
tidak sakit).
3. Proses Terjadinya penyakit Infeksi
Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara “Agen” atau faktor
penyebab penyakit, manusia sebagai “pejamu” atau “host”, dan faktor lingkungan yang
mendukung. Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai Trias Penyebab Penyakit.
Proses interaksi ini disebabkan adanya “agen” penyebab penyakit kontak dengan manusia
sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan lingkungan.
a. Faktor Agen
Agen sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang
terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan. Agen berupa unsur hidup
terdiri dari virus, bakteri, jamur, parasit, protozoa, metazoa. Agen berupa unsur mati
seperti fisika;sinar radioaktif, kimia;karbon monoksid, obat-obatan, pestisida,
benturan atau tekanan dan dapat pula Agen berupa unsur pokok kehidupan seperti air
dan udara.
b. Faktor Pejamu
Pejamu ialah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor risiko
untuk terjadinya penyakit
c. Faktor lingkungan
“Lingkungan” merupakan faktor ketiga sebagai penunjang terjadi penyakit. Faktor
lingkungan ini disebut “faktor ekstrinsik”. Faktor lingkungan dapat berupa
lingkungan fisik, lingkungan biologis, atau lingkungan sosial ekonomi.
1. Lingkungan Fisik, yang termasuk lingkungan fisik antara lain geografi dan keadaan
musim. Misalnya negara yang beriklim dingin dan subtropis.
2. Lingkungan Biologis, lingkungan biologis ialah semua makhluk hidup yang berada
di sekitar manusia yaitu flora dan fauna, termasuk manusia. Misalnya wilayah negara
flora yang berbeda akan mempunyai pola penyakit yang berbeda. Faktor lingkungan
biologis ini selain bakteri dan virus patogen, ulah manusia juga mempunyai peran
penting dalam terjadinya penyakit, bahkan dapat dikatakan penyakit timbul karena
ulah manusia.
3. Lingkungan Sosial-Ekonomi, yang termasuk kedalam faktor sosial ekonomi adalah
pekerjaan, urbanisasi, perkembangan ekonomi, dan bencana alam. Selain itu , sifat-
sifat mikroorganisme sebagai agen penyebab penyakit juga merupakan faktor penting
dalam proses timbulnya penyakit infeksi. Sifat-sifat mikroorganisme tersebut antara
lain:
a. Patogenitas
b. Virulensi
c. Tropisme
d. Serangan terhadap pejamu
e. Kecepatan berkembang biak
f. Kemampuan menembus jaringan
g. Kemampuan memproduksi toksin dan
h. Kemampuan menimbulkan kekebalan
Patogenitas
Yang dimaksud dengan petogenitas adalah kemampuan mikroorganisme untuk
menimbulkan penyakit pada pejamu. Dalam rumus dapat dituliskan sebagai
berikut.
Patogenitas = Jumlah kasus penyakit tertentu
Jumlah orang yang terinfeksi
Virulensi
Virulensi adalah kemampuan mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit yang
berat atau fatal. Ini berarti jumlah suatu penyakit dengan kasus yang berat dan
fatal dibagi dengan jumlah semua kasus penyakit tersebut. Dalam rumus dapat di
tuskan sebagai berikut.
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒔𝒖𝒔 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒅𝒂𝒏 𝒇𝒂𝒕𝒂𝒍
= 𝒗𝒊𝒓𝒖𝒍𝒆𝒏𝒔𝒊
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒖𝒔 𝒑𝒆𝒏𝒚𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒕𝒆𝒓𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖
Tropisme
Tropisme adalah pemilihan jaringan atau organ yang diserang. Penyerangan
terhadap jaringan atau organ yang diserang. Penyerangan terhadap jaringan atau
organ yang vital seperti otak atau jantung akan lebih mudah menimbulkan
penyakit yang berat dibandingkan dengan penyerangan terhadap jaringan atau
organ saluran pernapasan , saluran pencernaan atau kulit.
Pejamu yang diserang
Bila suatu mikroorganisme hanya menyerang manusia, dikatakan bahwa
mikroorganisme tersebut mempunyai rentang yang pendek, seperti salmonela
typhi dan para typhi, sebaliknya bila mikroorganisme selain menyerang manusia
juga menyerang hewan dapat dikatakan bahwa mikroorganisme tersebut
mempunyai rentang yang luas.
Kecepatan berkembang biak
Mikroorganisme yang mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat
akan cepat menimbulkan penyakit. Hal ini disebabkan untuk menimbulkan
gejala penyakit dibutuhkan jumlah mikroorganisme yang cukup banyak.
Kemampuan menembus jaringan, memproduksi toksin dan menimbulkan
kekebalan
Kemampuan yang tinggi dari suatu mikroorganisme untuk menembus jaringan
akan makin cepat menimbulkan gejala penyakit. Demikian pula dengan
mikroorganisme yang memperoduksi toksin baik endotoksin maupun eksotoksin
akan lebih mudah menimbulkan penyakit. Sebaliknya, mikroorganisme yang
dapat menimbulkan kekebalan pada manusia maka kekebalan yang dimiliki orang
tersebut dapat menjadi penghalang mikrorganisme untuk menembus jaringan atau
organ yang berarti menyulitkan mikroorganisme tersebut untuk menimbulkan
penyakit.
4. Masa Tunas atau periode inkubasi
Interval waktu antara pejamu (orang) yang terinfeksi oleh agen penyebab penyakit
sampai timbulnya gejala disebut masa tunas (inkubasi. Pada penyakit infeksi, masa
tunas dianggap sebagai waktu yang dibutuhkan mikroorganisme untuk berkembang
biak sampai mencapai jumlah tertentu dan melewati ambang yang dibutuhkan untuk
menimbulkan gejala klinik.
Setiap mikroorganisme mempunyai masa tunas yang berbeda tergantung dari hal-
hal seperti kecepatan berkembang biak, jumlah mikroorganisme, tempat masuknya
mikroorganisme, dan derajat kekebalan pejamu terhadap mikroorganisme. Perbedaan
masa tunas terjadi karena faktor faktor diatas tampak nyata pada epidemi.
Kurva median masa tunas
5. Reservoir
Mikroorganisme patogen membutuhkan tempat bersarang dan berkembang biak
untuk dapat menularkan penyakit. Pada pejamu tempat tersebut dinamakan reservoir.
Jadi reservoir adalah tempat hidup dan berkembang biaknya agen penyebab penyakit.
Yang dapat bertindak sebagai reservoir adalah manusia, hewan, artropoda dll.
6. Karier
Manusia sebagai reservoir dapat berupa penderita atau sebagai pembawa penyakit
(karier). Bila sebagai penderita, berarti telah menimbulkan gejala klinis dan
membutuhkan pengobatan, sedangkan karier adalah orang yang bersangkutan
walaupun telah terinfeksi, tetapi tanpa gejala klinis dan merupakan sumber penularan
yang potensial.
7. Perjalanan Penyakit Alamiah
Setiap orang yang menderita penyakit tertenetu mempunyai riwayat perjalanan
penyakitnya, terutama penyakit kronis yang berlangsung bertahun-tahun.
Riwayat perjalan penyakit alamiah merupakan proses perkembangan suatu penyakit
tanpa adanya intervensi yang dilakukan oleh manusia dengan sengaja dan terencana.
Perjalanan penyakit alamiah sebenarnya merupakan suatu eksperimen dengan
intervensi yang dilakukan oleh alam. Eksperimen yang dilakukan oleh alam ini tidak
dianggap sebagai suatu eksperimen karena intervensi tidak dilakukan oleh peneliti
secara sengaja dan terencana.
Eksperimen alamiah ini dapat berupa patogenik dan patogresif. Pada keadaan
patogenik, seseorang yang pada mulanya sehat menjadi sakit yang disebabkan
intervensi yang dilakukan oleh alam atau oleh orang yang bersangkutan baik secara
sengaja maupun tidak sengaja. Eksperimen alamiah yang bersifat patogresif
merupakan perjalanan klinis suatu penyakit. Keadaan awal pada patogresif adalah
orang itu sakit dan menunjukkan gejala klinis yang diikuti perkembangannya.2
Pertemuan 3
STANDAR KETENAGAAN SDM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
2
Eko budiarto & Dewi Anggraeni, Pengantar Epidemiologi, Ed.2 penertbit buku kedokteran EGC:Jakarta
Kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan dilaksanakan setiap hari, minggu,
(pengamatan mingguan), maupun bulanan dalam setaip tahunnya (bulan Januari sampai
Desember)tahun berjalan.
D. Sarana yang diperlukan
Sarana yang diperlukan untuk terlaksananya penyelenggaraan sistem surveilan
epidemiologi kesehatan
Administrasi Sarana
Pusat a. Jaringan elektromedia
b. Komunikasi (telepon, faksimili,
SSB dan telekomunikasi lainnya)
c. Komputer dan perlengkapannya
d. Referensi surveilans epidemiologi,
penelitian dan kajian kesehatan
e. Pedoman pelaksanaan surveilans
epidemiologi dan program aplikasi
komputer
f. Peralatan kegiatan surveilans
g. Sarana transportasi
E. Pembiayaan
Sumber biaya penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan terdiri
sumber dana APBN, APBD Kabupaten/Kota , APBD Propinsi, Bantuan Luar Negeri,
Bantuan Nasional dan Daerah, dan swadaya masyarakat.
Pertemuan 4 dan 5
SISTEM PENYELENGGARAAN SURVEILANS
Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisi dan interpretasi data
secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
untuk dapat mengambil tindakan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sutau definisi surveilans
epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan
informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan
data.
Dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2010, manajemen kesehatan membutuhkan informasi
kesehatan yang tersusun dalam sistem Informasi Kesehatan nasional. Sistem surveilans
epidemiologi kesehatan merupakan subsistem dari SIKNAS, yang mempunyai fungsi strategis
sebagai inteligen penyakit dan masalah-masalah kesehatan yang mampu berkontribusi dalam
penyediaan data dan informasi epidemiologi untuk mewujudkan indonesia sehat dalam rangka
ketahanan nasional. Agar penyelnggaraan sistem Surveilans epidemiologi Kesehatan berhasil
berguna dan berdaya guna diperlukan hubungan antara sistemdan subsistem serta komponen
yang ada.
Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagaisebab, oleh karena itu secara operasional
masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri, diperlukan
tata laksana terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasam yang harmonis antar sektor dan antar
program, sehingga perlu dikembangkan subsistem surveilans epidemiologi kesehatan yang terdiri
dari Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, Surveilans Epidemiologi Penyakit tidak
Menular, Surveilans epidemiologi Kesehatan lingkungan dan perilaku, surveilans epidemiologi
masalah kesehatan, surveilans kesehatan Matra.
3
KMK RI NO 1116/MENKES/SK/VIII/2003, TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS
EPIDEMIOLOGI KESEHATAN
PENYELENGGARAAN SISTEM SE KESEHATAN
a. Pengorganisasian
Setiap instansi kesehatan pemerintah, instansi kesehatan propinsi, instansi kesehatan
kabupaten/kota dan lembaga kesehatan masyarakat dan swasta wajib menyelenggarakan
surveilans epidemiologi, baik secara fungsional atau struktural
b. Mekanisme kerja
Kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan
secara terus menerus dan sistematis dengan mekanisme kerja sebagai berikut:
1. Identifikas kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya
2. Perekaman, pelaporan dan pengolahan data
3. Analisis dan interpretasi data
4. Studi epidemiologi
5. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
6. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut
7. Umpan balik
Pelaksanaan surveilans epidemiologi kesehatan dapat menggunakan satu cara atau kombinasi
dari beberapa penyelenggaraan surveilans epidemiologi. Cara cara penyelenggaraan surveilans
epidemiologi dibagi berdasarkan atas metode pelaksannaan, aktifitas pengumpulan data dan pola
pelaksanaannya.
Pertemuan 6
Mekanisme kerja I
Kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan
secara terus menerus dan sistematis dengan mekanisme kerja sebagai berikut:
8. Identifikas kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya
9. Perekaman, pelaporan dan pengolahan data
10. Analisis dan interpretasi data
11. Studi epidemiologi
12. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
13. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut
14. Umpan balik
1. Simplicity (Kesederhanaan)
Surveilans yang sederhana adalah kegiatan surveilans yang memiliki struktur dan
sistem pengoperasian yang sederhana tanpa mengurangi tujuan yang ditetapkan.
Sebaiknya sistem surveilans disusun dengan sifat demikian. Hal ini berkaitan dengan
ketepatan waktu dan dapat mempengaruhi besarnya biaya operasional yang dibutuhkan
untuk melaksanakan sistem tersebut (CDC, 2001). Alur pelaporan : Petugas menyatakan
bahwa alur pelaporan sederhana. Sebuah sistem dapat dikatakan sederhana dimana
definisi kasus mudah diterapkan dan seseorang yang mengidentifikasi kasus adalah orang
yang menganalisis dan menggunakan informasi tersebut, sedangkan sebuah sistem
4
KMK RI NO 1116/MENKES/SK/VIII/2003, TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS
EPIDEMIOLOGI KESEHATAN
dikatakan kompleks bila membutuhkan uji laboratorium untuk konfi rmasi kasusnya,
kontak telepon atau kunjungan rumah oleh petugas untuk mengumpulkan data tambahan,
laporan dengan level yang bertingkat dan/atau banyaknya sumber data. (Romaguera,
German & Klaucke, 2000).
3. Acceptability (akseptabilitas)
Surveilans yang akseptabel adalah kegiatan surveilans yang para pelaksana atau
organisasinya mau secara aktif berpartisipasi untuk mencapai tujuan surveilans yaitu
menghasilkan data/informasi yang akurat, konsisten, lengkap, dan tepat waktu. Beberapa
indikator dapat termasuk jumlah pihak yang berpartisipasi dalam sistem surveilans,
kelengkapan wawancara atau angka penolakan jawaban, kelengkapan laporan, angka
pelaporan dari dokter/laboratorium/rumah sakit/fasilitas kesehatan, dan ketepatan waktu
pelaporan (CDC, 2001). Pihak yang menggunakan hasil dari surveilans di tingkat
puskesmas yaitu lintas program dan lintas sektor. Menurut Murti (2011), manfaat sistem
surveilans ditentukan oleh sejauh mana informasi surveilans digunakan oleh pembuat
kebijakan, pengambil keputusan, serta pemangku surveilans pada berbagai level. Salah
satu cara mengatasi rendahnya pemanfaatan data adalah membangun jejaring dan
komunikasi yang baik antara peneliti, pembuat kebijakan, dan pengambil keputusan.
4. Sensitivity (sensitifitas)
Surveilans yang sensitif adalah kegiatan surveilans yang mampu mendeteksi Kejadian
Luar Biasa (KLB) dengan cepat. Sensitifitas suatu surveilans dapat dinilai pada dua
tingkatan, yaitu pada tingkat pengumpulan data, dan pada tingkat pendeteksian proporsi
suatu 16 kasus penyakit. Beberapa faktor mempengaruhi sensitivitas suatu surveilans,
antara lain: a. Orang-orang yang mencari upaya kesehatan dengan masalah kesehatan
atau penyakit khusus tertentu; b. Penyakit atau keadaan yang akan didiagnosa; dan c.
Kasus yang akan dilaporkan dalam sistem, untuk diagnosis tertentu. Menurut Romaguera,
dkk (2000), pengukuran sensitivitas memerlukan validitas dari data yang telah
dikumpulkan. Menurut Nelson dan Sifakis (2007), sebuah sistem surveilans yang
memiliki sensitivitas baik sangat penting untuk mengontrol terjadinya KLB atau untuk
mengevaluasi sebuah intervensi tidak hanya untuk memonitor tren penyakit.
5. Predictive value positif (memiliki nilai prediksi positif)
Surveilans yang memiliki nilai prediktif positif adalah kegiatan surveilans yang
mampu mengidentifikasi suatu populasi (sebagai kasus) yang kenyataannya memang
kasus. Kesalahan dalam mengidentifikasi KLB disebabkan oleh kegiatan surveilans yang
memiliki predictive value positif (PVP) rendah. Suatu sistem surveilans dengan NPP
rendah, akan banyak menjaring dan melaporkan kasus dengan “positif palsu” dan hal ini
merupakan pemborosan sumber daya, baik untuk penemuan kasus maupun untuk
pengobatan (Noor, 2008).
6. Representativeness (Keterwakilan)
8. Kualitas Data
Kualitas data menggambarkan kelengkapan dan validitas data yang terekam pada
sistem surveilans. Hal tersebut diukur dengan mengetahui persentase data yang unknown
(tidak jelas) dan data yang blank (tidak lengkap) yang ada pada form surveilans. Sebuah
sistem surveilans yang memiliki data dengan kualitas tinggi, sistem tersebut dapat
diterima oleh pihak yang berpartisipasi di dalamnya. Sistem juga dapat dengan akurat
mewakili kejadian-kejadian kesehatan dibawah surveilans. (CDC, 2001). Hal tersebut
karena surveilans bertujuan memberikan informasi mengenai masalah kesehatan pada
sebuah populasi dengan tepat waktu, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi
dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif (Murti, 2011).
9. Stabilitas
7. Ketepatan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Propinsi ke Ditjen PPM&PL Depkes
sebesar 90%;
8. Distribusi data dan informasi bulanan Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional sebesar
100%;
9. Umpan balik laporan bulanan Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional sebesar 100%;
11. Penerbitan buletin epidemiologi di Propinsi dan Nasional adalah sebesar 12 kali
setahun; 19
12. Penerbitan profil tahunan atau buku data surveilans epidemiologi Kabupaten/Kota,
Propinsi dan Nasional adalah satu kali setahun.5
KONSEP ELEMEN SE
Kegiatan SE melalui kerjasama antara bidang epidemiologi dan semua sektor dalam
sistem kesehatan dalam sistem kesehatan termasuk sektor ekonomi. Terdapat 3 elemen
dasar program SE :
1. Pengumpulan data
2. Analisis
3. Feedback atau diseminasi
5
Maharani & Arief. 2014. Measles Surveillance Attributes Assessment Based on The Puskesmas Surveilance Offi
cers’ Perception in Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol. 2, No. 2 Mei 2014: 171 – 183.
Pertemuan 7
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis data Surveilans
Kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor risiko.
Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain individu, Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, unit statistik dan demografi, dan sebagainya.
2. Pengolahan data
Sebelum data diolah dilakukan pembersihan koreksi dan cek ulang, selanjutnya
data diolah dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean, alih bentuk (transform)
dan pengelompokan berdasarkan variabel tempat, waktu, dan orang.
Hasil pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut variabel
golongan umur, jenis kelamin, tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu.
Setiap variabel tersebut disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate,
rasio dan proporsi).
Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik suatu penyakit
dan atau masalah kesehatan. Selanjutnya adalah penyajian hasil olahan data dalam bentuk
yang informatif, dan menarik. Hal ini akan membantu pengguna data untuk memahami
keadaan yang disajikan.
3. Analisis data
4. Diseminasi informasi.
Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas surveilans secara aktif
terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program kesehatan,
dengan menyampaikan hasil analisis.
c. memberikan umpan balik kepada sumber data dalam rangka perbaikan kualitas data.6