BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Sedangkan menurut Smeltzer (2005)
fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang
diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi jaringan
dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah. Organ tubuh
dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau gerakan
a. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan
mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi
oleh arah, kecepatan, kekuatan dari tenaga yang melawan tulang, usia penderita
dan kelenturan tulang. Tulang yang rapuh karena osteoporosis dapat mengalami
patah tulang.
a. Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi
normal.
c. Fraktur tertutup
Patah tulang yang tidak menyebabkan robekan pada kulit. Patah tulang tertutup
adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
Patah tulang dengan luka pada pada kulit dan atau membran mukosa sampai
patahan tulang.
2) Grade II : fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan extensif
sekitarnya.
Menurut Feldman (1999), fraktur terbuka grade III dibagi lagi menjadi:
a) Grade IIIA: terjadi kerusakan soft tissue pada bagian tulang yang
terbuka
1) Greenstick: salah satu sisi tulang patah dan sisi lainnya membengkok.
tengkorak)
Osteosarcoma.
10
2) Fraktur humerus
5) Fraktur colles
6) Fraktur metacarpal
2) Fraktur femur
4) Fraktur patella
6) Fraktur cruris
7) Fraktur ankle
8) Fraktur metatarsal
2005).
11
a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi.
c. Pemendekan tulang yang disebabkan karena kontraksi otot yang melekat diatas
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai akibat trauma
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar X.
menyadari adanya fraktur, serta berusaha berjalan dengan tungkai yang patah
(Brunner & Suddarth, 2005). Nyeri berhubungan dengan fraktur sangat berat dan
dapat dikurangi dengan menghindari gerakan antar fragmen tulang dan sendi
disekitar fraktur.
Menurut Brunner & Suddarth (2005) selama pengkajian primer dan resusitasi,
a. Reduksi fraktur
rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi
tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
1) Reduksi tertutup
2) Reduksi terbuka
bedah dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
3) Traksi
menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada traksi
b. Imobilisasi fraktur
Fiksasi eksterna dapat menggunakan pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin
Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Komplikasi awal
1) Syok
yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar
sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur
pelvis.
2) Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin
3) Compartment Syndrome
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh
intravaskular.
b. Komplikasi lambat
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati.
Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan
struktural.
15
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada
disekitar alat.
pertolongan pertama pada cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang
harus diketahui oleh dokter, perawat, atau orang yang akan memberikan
mengalami cedera dan melindungi dari cedera yang lebih lanjut, mengurangi nyeri
pembidaian pada pasien rawat jalan termasuk didalamnya fraktur, dislokasi dan
sprain otot. Stabilisasi dari ektremitas yang patah tulang dengan pembidaian
Menurut Saleh (2006), bidai dapat kaku atau lunak. Ada bidai buatan pabrik untuk
penggunaan pada tempat tertentu pada tubuh kita dan ada pula bidai yang dapat
dibuat dengan melakukan improvisasi dari barang atau benda yang sudah ada
disekitar kita.
a. Untuk mencegah gerakan (imobilisasi) fragmen patah tulang atau sendi yang
mengalami dislokasi.
Fitch (2008) menyatakan bahwa meskipun tidak ada kontraindikasi absolut dalam
beberapa hal unik harus diperhatikan. Pembengkakan alami akan terjadi sesudah
terjadi cedera dapat menjadi hambatan dari keamanan metode dari imobilisasi.
17
Prinsip dasar pembidaian ini harus selalu diingat sebelum kita melakukan
b. Jangan melepaskan stabilisasi manual pada tulang yang cedera sampai kita
c. Jangan mereposisi atau menekan fragmen tulang yang keluar kembali ketempat
semula
d. Buka pakaian yang menutupi tulang yang patah sebelum memasang bidai
f. Bidai harus melewati sendi proksimal dan sendi distal dari tulang yang patah
g. Bila persendian yang mengalami cedera, lakukan juga imobilisasi pada tulang
h. Berikan bantalan atau padding untuk mencegah penekanan pada bagian tulang
gerakan dan rasa /sensasi pada bagian distal dari tempat yang fraktur atau
cedera
sederhana bisa dibuat dari kayu dan papan. Bidai ini juga bisa dibuat dari
plastik, aluminium, fiberglass dan gips back slab. Gips back slab ini dibentuk
dan diberi nama sesuai peruntukannya untuk area trauma yang dipasang bidai.
Gips back slab merupakan alat pembidaian yang lebih baik dan lebih tepat
digunakan pada ekstremitas atas dan bawah serta digunakan untuk imobilisasi
Bidai ini digunakan pada trauma yang spesifik seperti bidai udara. Bidai
Bidai dengan tarikan merupakan alat mekanik yang mampu melakukan traksi
pada bidai. Bidai dengan tarikan ini biasanya digunakan untuk trauma pada
a. Pengertian
New Zealand Orthopaedic Organization (2010), menyatakan bahwa back slab cast
digunakan untuk stabilisasi dari bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya dan
digunakan untuk mengurangi oedema (swelling) sebagai bidai. Gips ini mudah
dilepaskan bila diperlukan pemeriksaan inspeksi pada bagian tubuh yang ditutupi.
Miranda (2010), menyatakan bahwa back slab cast adalah gips sementara yang
digunakan pada penanganan pertama trauma seperti patah tulang ankle. Back slab
cast ini terdiri dari plaster yang menjaga tendon achiles dan digunakan pada
tradisional dapat menekan aliran darah, meningkatkan rasa nyeri dan ketidak
nyamanan. Back slab cast ini dapat membantu mengurangi nyeri, pembengkakan,
spasme otot yang terjadi ketika trauma patah tulang. Sedangkan menurut Koval &
Zukerman (2006), back slab cast ini menjaga tulang yang patah pada kesejajaran
selama proses penyembuhan. Back slab cast ini dipasang mengikuti daerah
tonjolan tulang.
b. Cara pembuatan
bagian tonjolan tulang atau bagian tubuh yang mengalami iritasi. Ukur panjang
pembidaian yang diperlukan yaitu melewati dua sendi. Gunakan 3 lembar dari
20
gips untuk ekstremitas atas dan 6 lembar untuk ekstremitas bawah untuk
air yang sudah disiapkan, diamkan beberapa saat sampai mengenai seluruh gips,
kemudian angkat, pegang secara vertikal dan gunakan dua jari menurunkan sisa
padding. Letakkan dibawah ekstremitas yang akan dibidai sesuai posisi anatomis.
Gunakan perban elastis untuk memegang posisi dari back slab cast yang dibuat
dari bagian terjauh dari tubuh ke bagian yang lebih dekat dari pusat tubuh.
Gunakan telapak tangan pada saat pemasangan back slab cast. Setelah kering
periksa kembali adekuat tidaknya imobilisasi yang dilakukan, posisi anatomis dan
kenyamanan pasien.
Brunner & Suddarth (2005), menyatakan bahwa gips akan mengalami kristalisasi
Brunner & Suddarth (2005), menyatakan bahwa pasien yang menderita masalah
tulang dan sendi sering mengalami nyeri yang sangat berat. Nyeri dapat timbul
misalnya; tekanan pada tonjolan tulang akibat dari pembidaian, spasme otot dan
menyebabkan rasa terbakar. Menurut Miranda (2010) back slab cast ini dapat
trauma pada kasus patah tulang. Back slab cast ini terdiri dari plaster yang
menjaga tendon dan digunakan pada bagian yang terjadi pembengkakan tanpa
pembidaian dengan back slab cast sangat minimal, sehingga dapat mencegah
Koval & Zukerman (2006), menyatakan bahwa back slab cast menjaga tulang
yang patah pada kesejajaran selama proses penyembuhan. Back slab cast ini
Orthopaedic Organization (2010), back slab cast digunakan untuk stabilisasi dari
bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya dan digunakan untuk mengurangi
oedema (swelling) sebagai bidai. Gips ini sangat mudah dilepaskan bila
Saleh (2006) menyatakan bahwa komplikasi pembidaian biasanya timbul bila kita
a. Bisa menekan jaringan saraf, pembuluh darah atau jaringan dibawah bidai yang
bisa memperparah cedera yang sudah ada, bila dipasang terlalu ketat.
b. Bila bidai terlalu longgar bisa menimbulkan kerusakan pada saraf perifer,
c. Menghambat aliran darah bila terlalu ketat bisa menyebabkan iskemi jaringan.
a. Kerusakan kulit
Penekanan pada kulit dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada kulit
keadaan bersih. Pasir dan kotoran dapat menjadi titik tekanan pada kulit.
b. Compartment syndrome
c. Infeksi
d. Kerusakan saraf
penting yang harus dimiliki oleh seorang perawat. Menurut Judge (2007)
dari ekstremitas yang mengalami cedera. Pengkajian difokuskan pada tanda dan
neurovaskuler dengan akurat serta pelaporan yang cepat dan tepat dilakukan untuk
tersebut.
pasien yang dilakukan pemasangan gips, pasca operasi orthopedik dan kasus
neurovaskular meliputi:
a. Warna
menggambarkan suplai arteri dan vena lancar ke area yang cedera. Warna pucat
b. Suhu
hangat dari ekstremitas yang tidak mengalami cedera kemungkinan terdapat stasis
vena.
c. Pergerakan/movement
sesuai dengan toleransi. Jika pasien tidak bisa melakukan secara aktif, maka
Dilakukan dengan menekan ujung jari pada kuku dan melihat pengembalian
warna sehingga menjadi normal. Tekan ujung jari kuku selama 2-3 detik sampai
berwarna pucat kemudian lepas tekanan dan observasi waktu sampai warna kuku
e. Sensasi
f. Nadi
g. Nyeri
Pasien yang mengalami iskemia karena vaskularisasi yang buruk akan mengalami
Nyeri merupakan gejala penting yang timbul pertama kali saat terjadi
kompartemen sindrom (Davis dan Lukas, 2005 dalam Judge, 2007). Bagian
pertama dari observasi neurovaskular adalah menentukan level dari rasa nyeri
yang dialami pasien. Alat pengkajian nyeri harus memberikan pilihan sesuai
kondisi pasien. Berbagai macam alat pengkajian nyeri dapat digunakan dan
penting alat pengkajian nyeri harus sama digunakan oleh satu team yang
rata- rata dari tingkat rasa nyeri dengan menggunakan skala dari angka satu
sampai sepuluh sangat berguna. Respon non verbal seperti mengepalkan tangan,
Nyeri dapat timbul secara primer baik karena masalah muskuloskeletal maupun
Pasien dengan fraktur terjadi kerusakan fragmen tulang dan jaringan sekitar.
keluarnya mediator kimia yaitu bradikinin, histamin dan kalium yang bergabung
dengan lokasi reseptor di nosiseptor untuk memulai transmisi neural (Clancy dan
Mc Vicar, 1992 dalam Potter dan Perry, 2005). Bradikinin dilepas dari plasma
yang keluar dari pembuluh darah di jaringan sekitar pada lokasi cedera jaringan.
Bradikinin juga terikat dengan sel-sel yang menyebabkan reaksi rantai yang
Rangsangan nyeri ini menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen yang
terdiri atas serabut A delta yang bermielin menghantarkan impuls secara lebih
cepat daripada serabut C yang tidak bermielin. Transmisi stimulus nyeri berakhir
thalamus, kortek sensori dan kortek asosiasi sehingga nyeri dapat dipersepsikan
Menurut International Association for Study of Pain (IASP) yang dikutif dari
Lestari (2010) nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak
pembedahan.
HCl lambung, ATP, bradikinin, prostaglandin dari sel yang rusak, serotonin,
asetilkolin, asam laktat. Zat-zat ini akan menimbulkan rasa nyeri bila keluar
a. Nyeri akut
Nyeri akut disebabkan oleh injuri pada tubuh. Nyeri ini merupakan peringatan
diperintahkan oleh otak. Nyeri dapat berkembang secara cepat ataupun perlahan.
Nyeri dikatakan akut jika berlangsung paling lama 6 bulan sejak terjadinya injuri
pada tubuh.
28
b. Nyeri kronis
Nyeri yang berlangsung lebih dari enam bulan biasanya diklasifikasikan sebagai
nyeri kronis. Nyeri kronis biasanya akibat terjadinya penurunan fungsi tubuh.
Mubarak dan Chayatin (2008), menyatakan bahwa ada tiga jenis nyeri yaitu:
a. Nyeri perifer
1) Superficial pain, nyeri pada kulit, mukosa terasa tajam atau seperti
2) Deep pain (nyeri dalam), nyeri pada daerah viscera, sendi pleura,
peritoneum
3) Referred (menjalar), kejang otot didaerah lain, nyeri dirasakan pada daerah
yang jauh dari sumber rangsangan, sering terjadi pada deep pain.
b. Nyeri sentral (central pain), akibat rangsangan pada tulang belakang, batang
c. Nyeri psikogenik, keluhan nyeri tanpa adanya kerusakan di organ tempat dan
faktor fisiologis.
Murdianto (2009), menyatakan reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi
untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor
29
nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus
kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor,
secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga
tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), dalam (deep somatic), dan pada daerah, karena
letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang
berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang
berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
a. Reseptor A delta
b. Serabut C
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit
dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang,
pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
yang menjadi anoksia. Spasme otot juga dapat berakibat anoksia. Pembengkakan
Impuls nyeri dialirkan ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yaitu
serabut- serabut yang bermielin rapat disebut serabut A-delta dan serabut lamban
yang disebutb serabut C. Menurut Long (1997) terdapat beberapa teori tentang
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang
terdapat pada akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan
Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis melalui kornu
dorsalis yang bersinap didaerah posterior, kemudian naik ke traktus lissur dan
Karakteristik nyeri meliputi letak atau lokasi, durasi, irama dan kualitas (Brunner
& Suddarth, 2005). Nyeri merupakan kejadian yang bersifat individu. Untuk
S: Severity (keparahan)
Untuk mengetahui suatu tindakan terhadap nyeri berhasil atau tidak, maka perlu
adanya suatu alat ukur. Menurut AHCPR (Agency for Health care policy and
research, 1992 dalam Lestari, 2010) ada beberapa metode pengukuran tingkat
Skala analog visual (Visual Analog Scale) adalah suatu garis lurus yang mewakili
intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.
nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih karena klien
dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu
Tidak Nyeri
nyeri sangat
hebat
Gambar 1. Visual analog scale
Skala penilaian NPRS (Numerical Pain Rating Scales) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji
1992).
33
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri sedang Nyeri
nyeri hebat
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
7-9 : Nyeri berat: secara obyektif klien tidak dapat mengikuti perintah tapi
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3. Bourbanis scale
34
Secara objektif respon nyeri dapat diamati berupa tanda dan gejala fisiknya.
Menurut Potter & Perry (2006) berupa respon fisiologis dan respon prilaku
sebagai berikut:
Respon prilaku terhadap nyeri meliputi pernyataan verbal, prilaku vokal, ekspresi
wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dan perubahan respon terhadap lingkungan,
seperti:
1) Menangis
2) Merintih
3) Mendesis
4) Merenggut
7) Mengepalkan tangan
8) Menarik diri
Pada nyeri akut akan terjadi akan terjadi perubahan fisiologis yang dianggap
3) Pucat
4) Berkeringat.
35
Prohealth (2009), menyatakan bahwa nyeri yang dialami pasien dipengaruhi oleh
a. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
b. Makna nyeri
c. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, lebih dipengaruhi budaya contoh: tidak pantas kalau
d. Kultur
nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah
akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak
e. Perhatian
f. Ansietas
seseorang cemas.
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri
yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
mengatasi nyeri.
h. Pola koping
nyeri.
i. Support keluarga
d. Distraksi
f. Imaginasi terbimbing
g. Hypnosis