Gerakan Sayang Ibu
Gerakan Sayang Ibu
A. PENGERTIAN
Gerakan sayang Ibu (GSI) adalah gerakan yang mengembangkan kualitas
perempuan utamanya melalui percepatan penurunan angka kematian ibu yang
dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan
sumber daya manusia dengan meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian
dalam upaya integrative dan sinergis.
GSI didukung pula oleh Aliansi Pita Putih (White Ribbon Alliance) yaitu suatu
aliansi yang ditujukan untuk mengenang semua wanita yang meninggal karena kehamilan
dan melahirkan. Pita putih merupakan symbol kepedulian terhadap keselamatan ibu yang
menyatukan individu, organisasi dan masyarakat yang bekerjasama untuk mengupayakan
kehamilan dan persalinan yang aman bagi setiap wanita.
GSI diharapkan dapat menggerakkan masyarakat untuk aktif terlibat dalam kegiatan
seperti membuat tabulin, pemetaan bumil dn donor darah serta ambulan desa. Untuk
mendukung GSI, dikembangkan juga program suami SIAGA dimana suami sudah
menyiapkan biaya pemeriksaan dan persalinan, siap mengantar istri ke tempat
pemeriksaan dan tempt persalinan serta siap menjaga dan menunggui saat istri melahirkan.
sur Opersional
an advokasi dan KIE
mbangan pesan advokasi dan KIE GSI
c. Pemberdayaan dalm keluarga, masyarakat dan tempat pelayanan kesehatan
d. Memadukan kegiatan GSI, pondok bersalin dan posyandu
sur Pendukung
tasi dan penelitian
taan, pemantauan, pemetaan bumil, bulin, bufas dan bayi
mbangan tata cara rujukan
ukung upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
gkatan peran bidan
Hambatan
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah baik dengan GSI ataupun Safe Motherhood telah
memungkinkan ditambahnya sarana dan prasarana untuk mengajak ibu hamil dan
melahirkan makin dekat pada pelayanan medis yang bermutu.
Akan tetapi GSI juga menemui hambatan dalam pelaksanaannya, antara lain :
1. Secara Struktural
Berbagai program tersebut masih sangat birokratis sehingga orientasi yang terbentuk
semata-mata dilaksanakan karena ia adalah program wajib yang harus dilaksanakan
berdasarkan SK (Surat Keputusan).
2. Secara Kultural
Masih kuatnya anggapan/pandangan masyarakat bahwa kehamilan dan persalinan
hanyalah persoalan wanita.
Kehamilan dan persalinan merupakan suatu proses normal., alamiah dan sehat. Sebagai
bidan kita harus mendukung dan melindungi proses persalinan. Sebagai bidan kita yakin
bahwa model asuhan kebidanan, mendukung dan melindungi proses persalinan normal dan
merupakan cara yang paling sesuai bagi mayoritas kaum ibu selama kehamilan dan
persalinan.
Jika layanan diberikan dengan penuh hormat dan rasa peduli yang peka sesuai kebutuhan
ibu serta memberikan rasa percaya yang besar, maka ibu akan lebih memilih asuhan yang
seperti ini dan merekomendasikan hal ini pada ibu-ibu yang lain.
Badan Coalition for Improving Maternity Services (CIMS) melahirkan Safe Motherhood
Initiative pada tahun 1987. Badan ini terdiri dari sejumlah individu dan organisasi nasional
yang misiny untuk mempromosikn kesempurnaan model asuhan persalinan yang dapat
meningkatkan hasil kelhiran serta menghemat biaya. Misi ini berdasarkan penelitian,
saying ibu, bayi dan kelurganya dan memfokuskan pada pencegahan dan kesempurnaan
sebagai alternative untuk penapisan, diagnosa dan program perawatan yang berbiaya tinggi.
Salah satu prinsip yang mendasari pemikiran ini ialah bahwa “model asuhan kebidanan ini,
yang mendukung dan melindungi proses kelahiran normal, merupakan langkah yang paling
sesuai untuk mayoritas ibu selama masa kehamilan dan melahirkan”. Badan ini
merumuskan 10 langkah bagi rumah sakit/pusat pelayanan persalinan/rumah-rumah biasa
yang harus diikuti agar supaya bisa mendapatkan predikat “sayang ibu”. Sebagaimana
dikutip dari bahan CIMS dalam bacaan tersebut, kesepuluh langkah tersebut ialah :
1. Menawarkan suatu askes kepada semua ibu yang sedang melahirkan untuk mendapatkan
seseorang yang akan menemani (suami,anak-anak,teman) menurut pilihannya dan
mendapatkan dukungan emosional serta fisik secara berkesinambungan.
2. Memberi informasi kepada public mengenai praktek-praktek tersebut, termasuk intervensi-
intervensi dan hasil asuhannya.
3. Memberikan asuhan yang sifatnyapeka dan responsive bertalian dengan kepercayaan, nilai
dan adat istiadat yang dianut ibu.
4. Memberi kebebasan bagi ibu yang akan melahirkan untuk berjalan-jalan, bergerak
kemanapun ia suka dan mengambil posisi pilihannya serta menasehati agar tidak
mengambil posisi lithotomi (kecuali jika komplikasi yang dialami mengharuskan demikian).
5. Merumuskan kebijakan dan prosedur yang jelas untuk pemberian asuhan yang
berkesinambungan (yakni, berkomunikasi dengan pemberi asuhan sebelumnya rujukan
sudah terjadi, dan menghubungkan ibu dengan narasumber masyarakat yang mungkin ia
perlukan, misalnya konseling pemberian ASI/keluarga berencana.
6. Tidak rutin menggunakan praktek-praktek dan prosedur yang tidak didukung oleh
penelitian ilmiah tentang manfaatnya, termasuk dan tidak terbatas pada :
Pencukuran
Enema
IV (Intravena)
Menunda kebutuhan gizi
Merobek selaput ketuban secara dini
Pemantauan janin secara elektronik
Dan juga agar membatasi penggunaan oxytocin, episiotomi dan bedah Caesar dengan
menetapkan tujuan dan mengembangkan cara mencapai tujuan tersebut.
7. Mengajarkan petugas pemberi asuhan dalam metoda meringankan rasa nyeri
tanpa penggunaan obat-obatan.
8. mendorong semua ibu (dan keluarganya), termasuk mereka yang bayinya
sakit dan kurang bulan, agar mengelus, mendekap, memberi ASI dan mengasuh
bayinya sendiri sedapat mungkin.
9. Menganjurkan agar jangan menyunat bayi baru lahir jika bukan karena
kewajiban agama.
10. Berupaya untuk mencapai ketentuan WHO-UNICEF mengeni “Sepuluh
Langkah Sayang Bayi Prakarsa RS” untuk mempromosikan pemberia ASI yang baik.
CIMS menyatakan bahwa lndasan filosofis dari suhan saying ibu adalah sebagai berikut :
1. Kelahiran adalah suatu proses alamiah
Kelahiran adalah suatu proses normal, alamiah dan sehat. Sebagai bidan, kita harus
mendukung dan melindungi proses kelahiran tersebut. Sebgai bidn kita percaya bahwa
model asuhan kebidanan yang mendukung dan melindungi proses normal dari kelahiran,
adalah yang paling sesuai bagi sebagian besar wanita selama masa kehamilan dan
kelahiran.
2. Pemberdayaan
Ibu-ibu beserta keluarganya memiliki kearifan dan lebih memahami apa yang mereka
perlukan untuk bisa melahirkan. Keyakinan dan kemampuan seorang wanita untuk
melahirkan dan mengasuh bayinya akan diperkuat atau diperlemah oleh setiap orang yang
turut memberi asuhan, serta oleh lingkungan dimana ia melahirkan.
Jika kita bersifat negative dan megeritik, hal itu akan dapat mempengaruhi sorang ibu.
Bahkan dapat juga mempengaruhi lamanya proses persalinan tersebut. Sebagai bidan kita
harus mendukung wanita yang sedang melahirkan dan bukan untuk mengendalikan proses
kelahiran tersebut. Kita harus menghormati bahwa ibu tersebut merupakan actor utama
dan bahwa si pemberi asuhan merupakan actor pendukung Selma proses persalinan
tersebut.
3. Otonomi
Ibu beserta keluarganya memerlukan informasi agar supya mereka bisa membuat
keputusan yang sesuai dengan keinginannnya. Kita harus mengetahui dan menjelaskan
informsi secara benar tentang resiko dan keuntungan dari semua prosedur, obat-obtan, dan
tes. Kita juga harus mendukung ibu untuk membuat keputusan sesuai pilihannya sendiri
mengenai apa yang terbaik baginya dan bayinya berdasarkan nilai-nilai dan kepercayaan
yang dianutnya (termasuk kepercayaan adat dan agamanya.
4. Jangan Menimbulkan Penderitaan
Intervensi sebaiknya tidak dilakukan sebagai sesuatu yang rutin, kecuali ada indikasi kearah
itu. Pengobatan dalam kehamilan, melahirkan atau pada masa postpartum dengan
pengujian dan obat-obatan serta prosedur secara rutin dapat menimbulkan resiko, baikbagi
ibu mupn bayinya. Contoh-contoh dari prosedur semacam itu yng sudah terbukti tidak ada
mnfaat nyata adalah meliputi episiotomi rutin bagi para primipara, enema, dan
penghisapan lender bagi semua bayi baru lahir. Bidan yang terampil perlu memahami
kapan untuk tidak melakukan apapun. Asuhan selama kehamilan, melahirkan dan masa
postpartum, dan juga pengobatan untukkomplikasi harus didasari bukti ilmiah.
5. Tanggung Jawab
Setiap pemberi asuhan bertabggung jawab atas kualitas yang diberikannya. Praktek suhan
persalinan seharusnya tidak didasari pada kebutuhan si pemberi asuhan tetapi semata-
mata untuk kebutuhan ibu dan bayi. Asuhan berkualitas tinggi yang berfokus pada klien,
dan bersifat saying ibu yang berdasarkan pada penelitian ilmiah merupakan tanggung jawb
dari setiap bidan.