Anda di halaman 1dari 62

TIM REDAKSI

Jurnal Forum Kesehatan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

Pembina : Direktur Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Penanggung Jawab : Wakil Direktur I


Wakil Direktur II
Wakil Direktur III
Chief Editor : Noordiati, MPH

Section Editor
1. Reviewer : Itma Annah, M.Kes
2. Editing : Erma Nurjanah Widiastuti, SKM., MPH
3. Editor : M. Syabriannur, SKM
4. Lay Out : Irene Febriani, SKM., MKM
Arif Adiguna, ST
Daniel, A.Md.Kom

Proofreader
1. Kebidanan : Eline Charla Sabatina Bingan, SST., M.Kes
2. Keperawatan : Ns. Fetty Rahmawaty, S.Kep., M.Kep
3. Gizi : Cucu Rahayu, S.Gz

Mitra Bestari
1. Dr. Jusuf Kristianto, MM., MHA, MQIH., PhD.
2. Dr. Tri Johan Agus Yuswanto, S.Kp., M.Kep.
3. Dr. Marselinus Heriteluna, S.Kp., MA.

Distribusi : Arizal, Amd

Alamat Redaksi :
Unit Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Jalan George Obos No. 32 Palangka Raya 73111- Kalimantan Tengah
Telepon/Fax : 0536 – 3221768
Email : j fk@pol t ekkes -pal an gkaraya.ac.i d
Website : www.poltekkes-palangkaraya.ac.id

Terbit 2 (dua) kali setahun


PENGANTAR REDAKSI

Salah satu tugas utama dari lembaga pendidikan tinggi sebagaimana tercantum dalam
Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan penelitian. Agar hasil-hasil penelitian
dan karya ilmiah lainnya yang telah dilakukan oleh civitas akademika Politeknik
Kesehatan Kemenkes Palangka Raya lebih bermanfaat dan dapat dibaca oleh masyarakat,
maka diperlukan suatu media publikasi yang resmi dan berkesinambungan.
Jurnal Forum Kesehatan merupakan Jurnal Ilmiah sebagai Media Informasi yang
menyajikan kajian hasil-hasil penelitian, gagasan dan opini serta komunikasi singkat
maupun informasi lainnya dalam bidang ilmu khususnya keperawatan, kebidanan, gizi, dan
umumnya bidang ilmu yang berhubungan dengan kesehatan.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya
berkat bimbingan dan petunjuk-Nyalah upaya untuk mewujudkan media publikasi ilmiah
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang diberi nama Jurnal Forum
Kesehatan Volume IX Nomor 1, Februari 2019 ini dapat terlaksana. Dengan tekat yang
kuat dan kokoh, kami akan terus lebih memacu diri untuk senantiasa meningkatkan
kualitas tulisan yang akan muncul pada penerbitan – penerbitan selanjutnya.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Palangka Raya sebagai Penanggung Jawab serta Dewan Pembina yang telah memberikan
kepercayaan dan petunjuk kepada redaktur hingga terbitnya Jurnal Forum Kesehatan
Volume IX Nomor 1, Februari 2019 ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga
disampaikan kepada Dewan Redaksi dan Tim Mitra Bestari yang telah meluangkan
waktunya untuk mengkaji kelayakan beberapa naskah hasil penelitian/karya ilmiah
yang telah disampaikan kepada redaksi.
Kepada para penulis yang telah menyampaikan naskah tulisannya disampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya dan selalu diharapkan partisipasinya untuk
mengirimkan naskah tulisannya secara berkala dan berkesinambungan demi lancarnya
penerbitan Jurnal Forum Kesehatan ini selanjutnya.
Akhirnya, semoga artikel-artikel yang dimuat dalam Jurnal Forum Kesehatan
Volume IX Nomor 1, Februari 2019 ini dapat menambah wawasan dan memberikan
pencerahan bagai lentera yang tak kunjung padam. Kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan penerbitan selanjutnya.

Tim Redaksi
DAFTAR ISI

Hal.
Pengaruh Dimensi Mutu dan Peran Kepala Ruangan Rawat Inap Terhadap Kinerja Perawat
Pelaksana RSUD Selasih Pangkalan Kerinci
Ardenny, Rohani …………………………………………………………………………………………. 1

Perbedaan Edukasi/Penyuluhan dengan Penggunaan Media Terhadap Perubahan


Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Konsumsi Sayur dan Buah pada Siswa SMP di Pekanbaru
Fitriani, Yessi Marlina, Roziana ...………………………….…………………………………………. 6

Penganggaran dalam Rencana Pengembangan Program Jamkesda di Kabupaten Banjar


Juni Ramadhani ………………………………….………………………………………………... 12

Potensi Pengembangan Buah Lokal Kalimantan Tengah: Selai Buah Cemot (Passiflora
foetida L.)
Nur Hasanah, Mars Khendra Kusfriyadi, Agnescia Clarissa Sera..………………………………. 24

Pengalaman Keluarga Merawat Lansia Demensia di Wilayah Kerja Puskesmas Menteng


Missesa, Syam’ani ……………………..………………………………………………………………… 30
.
Kepemimpinan Demokratis Dapat Meningkatkan Motivasi dan Kinerja Keperawatan di
Bangsal Rawat Inap di RSUD Ie Moeis Samarinda
Rasmun, Edi Sukamto …………………………………………………………...………………………. 36

Kunjungan ke Empat Pemeriksaan Kehamilan Terhadap Kejadian BBLR di Desa Lok


Baintan Wilayah Kerja Puskesmas Sei Tabuk Kabupaten Banjar Tahun 2017
Tri Tunggal, Hapisah ……...…………………………………………………………..………………... 46

Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Dasar


Wahidah Sukriani, Dani Aturrofikil A’La ………….…………………………………….…...……… 53
Page 1 of 5
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Pengaruh Dimensi Mutu dan Peran Kepala Ruangan Rawat Inap


Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana RSUD Selasih Pangkalan Kerinci
Ardenny1,Rohani2
1,2
Poltekkes Kemenkes Riau
email : ardenny_2010@yahoo.coi.id

Abstract : The quality management system is an order that ensures the achievement of the planned objectives
and quality objectives including in the nursing service. The purpose of this study is to determine the effect of
quality management system and head of the inpatient ward on the performance of nurses in RSUD Selasih
Pangkalan Kerinci. The design of this study using SEM approach with SmartPLS with the specified sample is
all nurses inpatient room is 52 people. The research instrument used questionnaire with data collection
method through secondary data and primary data through interview process and field observation. The result
of research shows that there is influence between variable dimension quality (R square 0,000) and role of
room head (R square 0,038) to nurse performance at RSUD Selasih Pangkalan Kerinci. R Square value of
nurse performance variable equal to 0,259% meaning 25,9% kienrja nurse influenced by dimension of quality
and role of head of room. It is suggested to the hospital to develop the quality of service in the quality
dimension namely the dimension of reliability (reliability) and empathy (empathy) in improving the
performance of nurses in the inpatient ward. While for the role of the head of the room can be improved
through training-related management functions.

Keywords: Dimension of Quality, Performance, Role of Room Head

Abstrak : Sistem manajemen mutu merupakan suatu tatanan yang menjamin tercapainya tujuan dan sasaran
mutu yang direncanakan termasuk di dalam pelayanan keperawatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh sistem manajemen mutu dan kepemimpinan kepala ruangan rawat inap terhadap kinerja
perawat pelaksana di RSUD Selasih Pangkalan Kerinci. Rancangan penelitian ini menggunakan
pendekatan SEM dengan SmartPLS dengan sampel yang ditetapkan adalah seluruh perawat ruangan rawat
inap berjumlah 52 orang. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dengan metode pengumpulan data
melalui data sekunder dan data primer melalui proses wawancara dan oberservasi lapangan. Hasil penelitian
terdapat pengaruh antara variabel dimensi mutu (R square 0,000) dan peran kepala ruangan (R square
0,038) terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Selasih Pangkalan Kerinci. Nilai R
Square variabel kinerja perawat sebesar 0,259% artinya sebesar 25,9% kienrja perawat dipengaruhi oleh
dimensi mutu dan peran kepala ruangan. Disarankan pada pihak Rumah Sakit untuk mengembangkan kualitas
pelayanan dalam dimensi mutu yakni dimensi keandalan (reliability) dan empati (empathy) dalam
meingkatkan kinerja perawat pelaksana di ruangan rawat inap. Sedangkan untk peran kepala ruangan dapat
ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan terkait fungsi manajemen.

Keywords: Dimensi Mutu, Kinerja, Peran Kepala Ruangan

PENDAHULUAN Sistem manajemen mutu merupakan suatu


Mutu pelayanan kesehatan menunjukkan tingkat tatanan yang menjamin tercapainya tujuan
kesempurnaan layanan kesehatan yang dan sasaran mutu yang direncanakan termasuk
menimbulkan kepuasan bagi setiap pasien. di dalam pelayanan keperawatan (Semuel &
Mutu pelayanan yang baik menyebabkan Zulkarnain 2011). Agar penyelenggaraan
pasien puas sehingga bersedia menggunakan jasa pelayanan keperawatan dapat menjacapi tujuan
pelayanannya diwaktu yang akan datang. dan sasaran yang diinginkan, maka pelayanan
Pelayanan yang bermutu sangat diperlukan karena yang diberikan harus sesuai dengan Standar
merupakan hak setiap pelanggan, dan dapat Pelaksanaan Operasional (SPO) yang ditetapk
memberi peluang untuk memenangkan (Kemenkes RI, 2012). Menurut Pratiwi (2016)
persaingan dengan pemberi layanan kesehatan bahwa rendahnya implementasi sistem
lainnya. Kualitas pelayanan dan nilai berdampak manajemen mutu pelayanan keperawatan
langsung terhadap pelanggan (Kemenkes RI, menjadi penyebab utama tidak tercapainya tujuan
2012). yang diharapkan.

1
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Hasil survei pada kegiatan pendampingan perhitungan yang dilakukan dengan


penerapan mutu pelayanan keperawatan dalam menggunakan bantuan software Microsoft Office
pelayanan rawat inap RSUD Selasih ditemukan Excel 2007 dan software program SmartPLS 2.0
kesenjangan peran sebagai kepala ruangan M3.
dalam penerapan manajemen mutu pelayanan
keperawatan yang meliputi fungsi perencanaan, UJI VALIDITAS
pelaksanaan, pemeriksaan, dan perbaikan. Fokus Tabel 1. Hasil Uji Validitas Cross Loading
manajemen mutu pada penelitian ini ditinjau Nilai
dari lima dimensi mutu pelayanan keperawatan Sub Loading Batas/
Variabel Keterangan
Variabel Factor Nilai
yaitu keandalan (reliability), ketanggapan Kritis
(responsiveness), jaminan (aassurance), empati Dimensi
(emphaty), bukti fisik (tanggibles). Penerapan 0,983 0,5 Valid
Mutu
dimensi mutu tersebut dapat ditinjau mulai Peran
0,960 0,5
Valid
dari fungsi perencanaan hingga evaluasi yang Karu
Y1 0,959 0,5 Valid
digunakan untuk perbaikan fungsi manajemen. Y2 0,723 0,5 Valid
Kepala ruangan juga kadang merasa Y3 0,853 0,5 Valid
beban kerja yang sangat tinggi yaitu dengan Kinerja
Y4 0,711 0,5 Valid
seringnya mereka harus mengikuti rapat- rapat Y5 0,778 0,5 Valid
Y6 0,818 0,5 Valid
menejemen, dibebani dengan pembuatan Y7 0,720 0,5 Valid
laporan-laporan menejemen sehingga mereka Y8 0,853 0,5 Valid
merasa tugasnya bertambah seperti tugas
administrasi. Akibat dari keterbatasan
kemampuan kepala ruangan dalam mengelola Uji Reabilitas
unit organisasi maka berdampak buruk terhadap Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Cronbach’s
kinerja perawat sebagai bawahannya. Alpha & Composire Reliability
Penelitian bertujuan Pengaruh Dimensi Cronbach’s Composite
Variabel Keputusan
Mutu dan Peran Kepala Ruangan Rawat Inap Alpha Reliability
terhadap Kinerja Perawat Pelaksana RSUD Kinerja
0,923 0,936 Reliabel
Perawatan
Selasih Pangkalan Kerinci.
Dimensi
0,983 0.983 Reliabel
Mutu
METODE Peran Karu 0,960 0.960 Reliabel
Penelitian ini menggunakan desain
penelitian kuantitatif dengan metode SEM
(Statistic Equation Modeling) dengan Analisis Univariat:
pendekatan Partial Least Square (PLS). 1. Karakteristik
Penelitian ini sebagian besar berusia 30-40
Penelitian ini dilakukan dengan memberikan
tahun yaitu sebanyak 32 orang (61,5%),
intervensi pada kelompok variabel yang diteliti
umumnya responden berjenis kelamin perempuan
yaitu kepala ruangan dan perawat pelaksana
melalui pelatihan dan pendampingan peran yaitu sebanyak 49 (94,3%) dengan tingkat
pendidikan formal sebagian besar responden
sebagai kepala ruangan dan perawat pelaksana di
Diploma III Keperawatan, dan masa kerja lebih
ruang rawat inap. Selengkapnya dapat dilihat
atau sama dengan 5 tahun.
pada skema di bawah ini :
2. Deskripsi Variabel Dimensi Mutu (X1)
Tabel 3. Analisis Deskriptif pada Variabel
Dimensi Mutu

Rata-
No Indikator Rentang Kategori
rata
Keandalan
1 1,79 1-2 Setuju
(reliability)
Daya tanggap
2 1,73 1-2 Setuju
(responsiveness)
HASIL Jaminan
3 1,71 1-2 Setuju
Kuesioner yang digunakan didalam (assurence)
4 Empati (empathy) 1,79 1-2 Setuju
penelitian ini telah melalui rangkaian uji validitas Bukti fisik
dan reabilitas sehingga layak untuk digunakan 5 1,5 1-2 Setuju
(Tangible)
dan dapat dipercaya. Berdasarkan hasil Dimensi Mutu 1,704 1-2 Setuju

2
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

3. Deskripsi Variabel Dimensi Mutu (X2)


Tabel 4. Analisis Deskriptif pada Variabel
Peran Kepala Ruangan

N Rata Rentan Kategor


Indikator
o -rata g i
1 Perencanaan 1,83 1-2 Setuju
2 Pengorganisasia 1,73 1-2 Setuju
n
3 Pengarahan 1,75 1-2 Setuju
4 Pengawasan 1,73 1-2 Setuju
Dimensi Mutu 1,76 1-2 Setuju Gambar Model Diagram PLS (Loading
Factor)
4. Variabel Kinerja Perawat (Y)
Hasil pengujian Hipotesis dengan menggunakan
Tabel 5. Analisis Deskriptif pada Variabel
smartPLS pada penelitian ini dapat dilihat pada
Kinerja Perawat
tabel berikut ini:
Rata-
No Indikator Rentang Kategori Tabel 7. Hasil Pengujian Hipotesis
rata
Origional Sample Standard
1 Pengetahuan 1,54 1-2 Tanpa Variabel Sample mean Deviation
T P
diarahkan Statistics Values
(O) (M) (STDEV)
2 Kualitas kerja 1,63 1-2 Tanpa Dimensi
diarahkan mutu >
0,494 0,510 0,107 4,630 0,000
3 Produktifitas 1,58 1-2 Tanpa kinerja
diarahkan perawat
4 Adaptasi 1,60 1-2 Tanpa Peran
diarahkan Karu-
0,099 0,106 0,113 1,878 0,038
>kinerja
5 Inisiatif 1,56 1-2 Tanpa perawat
pemecahan diarahkan
masalah
6 Kooperatif 1,62 1-2 Tanpa Diperoleh nilai koefisien jalur sebesar
diarahkan 0,494 dengan t statistik 4,630 dan Pvalue
7 Tanggung 1,52 1-2 Tanpa 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa t-
jawab diarahkan statistik (4,630) > t table (1,960) atau Pvalue
8 Komunikasi 1,62 1-2 Tanpa (0,000) < 0,05. Dengan demikian dapat
diarahkan diartikan bahwa Dimensi Mutu berpengaruh
Tanpa
Kinerja Perawat 1,58 1-2 signifikan terhadap kinerja perawat. Diperoleh
diarahkan
nilai koefisien jalur sebesar 0,099 dengan t
statistik 0,878 dan Pvalue 0,380. Hasil tersebut
Hasil SmartPLS
menunjukkan bahwa t-statistik (2,878) > t table
Tabel 6. Hasil Uji Model Struktural
(1,960) atau P value (0,038) > 0,05. Dengan
Model R Square
Struktural
R Square
Adjusted
demikian dapat diartikan bahwa peran kepala
Kinerja Perawat 0,259 0,229 ruangan berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perawat.
Nilai R Square variabel kinerja perawat
sebesar 0,259 Artinya adalah bahwa sebesar PEMBAHASAN
25,6% variabel kinerja perawat dipengaruhi oleh 1. Pengaruh Dimensi Mutu terhadap
dimensi mutu dan peran kepala ruangan. kinerja perawat
Selngkapnya dapat dilihat pada model diagram Berdasarkan hasil analisis dan
PLS berikut ini: pengujian yang dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara
dimensi mutu terhadap kinerja perawat. Hal
ini berarti kinerja perawat akan meningkat
seiiring peningkatan mutu pelayanan di RSUD
Selasih. Hasil pengujian secara parsial
menunjukkan bahwa dimensi mutu berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja perawat.
3
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Pengaruh positif menunjukkan bahwa mutu kepala ruangan terhadap kinerja perawat di
pelayanan searah dengan kinerja perawat, dimana ruang rawat inap RSUD Selasih Pangkalan
semakin meningkatnya kualitas pelayanan maka Kerinci. Hal ini berarti bahwa setiap
akan semakin meningkat juga kinerja perawat, peningkatan upaya dalam penerapan peran
demikian juga sebaliknya semakin kepala ruangan, maka akan meningkatkan
menurunnya mutu pelayanan maka akan semakin kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD
menurun juga kinerja perawat. Pengaruh Selasih Pangkalan Kerinci.
signifikan menunjukan bahwa dimensi mutu
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan SARAN
kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD
Selasih. Disarankan bagi pihak RSUD Selasih
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil Pangkalan Kerinci hendaknya mengembangkan
penelitian Melinda (2011) dan Pratiwi, dkk kualitas pelayanan dalam dimensi mutu yakni
(2016), bahwa dimensi mutu memberikan dimensi keandalan (reliability) dan empati
pengaruh kuat terhadap kinerja perawat di (empathy) serta melibatkan pean kepala ruangan
ruang rawat inap RSUD Selasih terutama pada dalam meingkatkan kinerja perawat pelaksana di
dimensi Keandalan (reliability) dan empati ruangan rawat inap.
(empathy) menjadi indikator yang memberikan
kriteria persepsi tertinggi dibandingkan dengan
indikator-indikator lainnya. DAFTAR PUSTAKA

Abdilah, A.C dan Wajdi, F (2011). Pengaruh


2. Pengaruh Peran Karu terhadap kinerja
Kepemimpinan, stress kerja, disiplin kerja,
perawat
dan kompensasi dengan kinerj pegawai,
Hasil pengujian secara parsial menunjukkan
Jurnal Manajemen Sumber Daya, Vol. 12
bahwa peran kepala ruangan berpengaruh
No. 1 Hal 1-11
positif dan signifikan terhadap kinerja perawat.
Amaliyah, M., (2014). Hubungan Gaya
Pengaruh positif menunjukkan bahwa peran
Kepemimpinan Kepala Ruangan dan
kepala ruangan searah dengan kinerja
Kinerja Perawat Dengan Mutu
perawat, dimana semakin meningkatnya peran
Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit
kepala ruangan maka akan semakin meningkat
Siti Khodijah Sepanjang. Jurnal
juga kinerja perawat, demikian juga sebaliknya
Manajemen Keperawatan, 2 (2) pp. 108-
semakin menurunnya peran kepala ruangan
115.
maka akan semakin menurun juga kinerja
Azwar, A., (2010). Menjaga Mutu Pelayanan
perawat. Pengaruh signifikan menunjukan bahwa
Kesehatan : Aplikasi Prinsip Lingkaran
peran kepala ruangan mempunyai peranan
Pemecahan Masalah, Jakarta: Pustaka
penting dalam meningkatkan kinerja perawat di
Sinar Harapan.
ruang rawat inap RSUD Selasih.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Daisy Debora Grace Pangemanan &
Abdilah, A.C, dan Wajdi, F. (2011) , Yuliana I, Tarore, H., 2013. Faktor-Faktor
dan Ariefiantoro T (2012), Panjaitan, H, (2010) Yang Mempengaruhi Efektivitas
bahwa kinerja perawat pelaksana dipengaruhi Penerapan Sistem Manajemen Mutu
dengan peranan seorang kepala ruangan dalam Iso 9001 : 2008 Pada
menerapkan fungsi manajemen pelayanan Perusahaan Kontraktor Di kota Manado.
keperawatan. Fungsi manajerial yang menangani Jurnal Ilmiah media Engineering,
pelayanan keperawatan di ruang perawatan di 3(1), Jurnal Manajemen
koordinatori oleh kepala ruang. Keperawatan, pp.49–53.
Dhinamita Nivalinda, M.C. Inge Hartini,
KESIMPULAN A.S., 2013. Pengaruh Motivasi
Perawat Dan Gaya Kepemimpinan
1. Terdapat pengaruh antara variabel Kepala Ruang Terhadap Penerapan
dimensi mutu terhadap kinerja perawat di ruang Budaya Keselamatan Pasien Oleh
rawat inap RSUD Selasih Pangkalan Kerinci. Perawat Pelaksana Pada Rumah Sakit
Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan upaya Pemerintah di Semarang. Jurnal
dalam penerapan dimensi mutu, maka akan Manajemen Keperawatan, 1(2),
meningkatkan kinerja perawat di ruang rawat pp.138–145.
inap RSUD Selasih Pangkalan Kerinci. Hidayat. (2009). Metode penelitian
2. Terdapat pengaruh antara variabel peran keperawatan dan teknik analisis data.
4
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam,(2014). Managemen Keperawatan:


Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional, Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan


metodologi penelitian ilmu keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.

Parahita, I.K., (2010). Analisis Kinerja


Kepala Ruang Setelah Mendapat
Pelatihan Manajemen Keperawatan
Menurut Persepsi Staf Keperawatan di
Rumah Sakit Pku Muhammadiyah
Surakarta. Unversitas Muhammadiyah
Surakarta.
Panjaitan, H (2012). Analisis Mutu Pelayanan
Melalui Kepemimpinan dan Kinerja
Paramedis di RSUD Pasuruan Jawa
Timur, PT. Revka Petra Media, Surabaya.
Semuel, H. & Zulkarnain, J., 2011. Pengaruh
Sistem Manajemen Mutu Iso
Terhadap Kinerja Karyawan Melalui
Budaya Kualitas Perusahaan (Studi
Kasus PT. Otsuka Indonesia Malang).
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 13
(2), pp. 162-176.
Setiadi. (2013). Konsep dan Praktek Penulisan
Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Yuliana I. dan Ariefiantoro. T. (2012). Analisis
Pengaruh Kepemimpinan, motivasi dan
disiplin terhadap kinerja karyawan PT
Adira Kredit Cabang Semarang. Q-MAN
Vo.1 No.2 Hal 103-113.

5
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Perbedaan Edukasi/Penyuluhan dengan Penggunaan Media


Terhadap Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Konsumsi
Sayur dan Buah pada Siswa SMP di Pekanbaru

Fitriani1, Yessi Marlina, Roziana


Jurusan Gizi Politeknik Kementerian Kesehatan Riau
Email : fitriani_nani@ymail.com
Abstract : Nutrition is the main component in preparing quality human resources (Director
General of the Health Ministry Republic of Indonesia, 2017). The health condition of
nutrition depends on the level of consumption which is determined by the quality and
quantity of the menu, which means that the menu contains nutrients in the portion that suits
your needs. One of the nutrients needed by the body is vitamins and minerals which are
generally found in vegetables and fruits. Consumption of vegetables and fruits in
adolescents is still a lot that has not met WHO recommendations of 400 grams per day. The
low consumption of fruits and vegetables in adolescents can cause various degenerative
diseases in adulthood and the elderly. The purpose of this study was to determine
differences in counseling with the use of media on changes in knowledge of vegetable and
fruit consumption attitudes and behaviors for junior high school students at Pekanbaru
Hasanah MTs, starting in July. The type of research used is quasi-experimental research
(quasi experimental). The number of samples needed is 18 people per group using the
random sampling method. This study used a t-test to see the differences between the two
groups. The results of this study show that there is no difference between the knowledge,
attitudes and behavior of respondents before and after counseling using video media and
leaflets. It is recommended for the school to be able to provide information on the
consumption of vegetables and fruit and provide food for vegetables and fruit to increase
consumption of vegetables and fruits for students.

Keywords : vegetables and fruit, consumption of vegetables and fruit, teenagers

Abstrak : Gizi merupakan komponen utama dalam penyiapan sumber daya manusia yang
berkualitas (Dirjen Kemenkes RI, 2017). Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat
konsumsi yang ditentukan oleh kualitas serta kuantitas menu, yang berarti menu tersebut
mengandung zat gizi dalam porsi yang sesuai dengan kebutuhan. Salah satu zat gizi yang
diperlukan tubuh adalah vitamin dan mineral yang pada umumnya banyak terdapat dalam
sayur dan buah. Konsumsi sayur dan buah pada remaja masih banyak yang belum
memenuhi rekomendasi WHO sebesar 400 gram perhari. Rendahnya konsumsi buah dan
sayur pada remaja dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif dimasa dewasa dan
lanjut usia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan penyuluhan dengan
penggunaan media terhadap perubahan pengetahuan sikap dan perilaku konsumsi sayuran
dan buah pada siswa SMP di MTs Hasanah Pekanbaru, dimulai pada bulan juli. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental).
Jumlah sampel yang diperlukan yaitu 18 orang per kelompok dengan menggunakan metode
random sampling. Penelitian ini menggunakan uji t-test untuk melihat perbedaan dua
kelompok. Hasil pada penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan antara
pengetahuan, sikap dan perilaku responden sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan
menggunakan media video maupun leaflet. Disarankan untuk pihak sekolah agar dapat
memberikan penyuluhan mengenai konsumsi sayur dan buah serta menyediakan
ketersediaan pangan sayur dan buah untuk meningkatkan asupan konsumsi sayur dan buah
bagi siswa.

Kata Kunci : sayur dan buah, konsumsi sayur dan buah, remaja

Keywords : vegetables and fruit, consumption of vegetables and fruit, teenagers

6
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

PENDAHULUAN diiringi dengan pengetahuan baik yaitu hanya


Gizi merupakan komponen utama dalam 63,1% dan 41,5%. Demikian juga penelitian
penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas sebelumnya pada SMAN 1 di Pekanbaru
(Dirjen Kemenkes RI, 2017). Keadaan kesehatan menunjukkan konsumsi sayur dan buah juga
gizi tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat termasuk dalam kategori kurang yaitu berturut-
konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas turut hanya 64,6% dan 61,5% (Gustiara 2012).
hidangan. Jika susunan hidangan memenuhi Konsumsi sayur dan buah dikategorikan
kebutuhan tubuh, baik dari sudut kualitas kurang apabila konsumsi sayur dan buah kurang
maupun kuantitasnya, maka tubuh akan dari 5 porsi per hari selama 7 hari dalam
mendapat kondisi kesehatan gizi yang sebaik- seminggu. Berdasarkan data Riskedas 2013
baiknya (Sediaoetama 2000). Kualitas gizi menunjukkan tingkat konsumsi sayur dan buah
ditentukan oleh protein, karbohidrat, lemak, penduduk Indonesia pada kelompok usia ≥ 10
vitamin dan mineral yang terkandung pada tahun dikategorikan kurang yaitu sebesar 93,5%.
makanan tersebut. Sedangkan data di Riau menunjukkan 98,8%
Bahan makanan yang memberikan mengkonsumsi sayur dan buah kurang dari 5
kontribusi besar sumber vitamin dan mineral porsi /hari. Demikian juga di kota Pekanbaru
adalah sayur dan buah. Konsumsi sayur dan buah konsumsi sayuran dengan kategori kurang, lebih
pada remaja masih banyak yang belum tinggi dari data nasional yaitu sebesar 98,7%.
memenuhi rekomendasi WHO sebesar 400 gram (Riskesdas, 2013)
perhari. Rendahnya konsumsi buah dansayur Remaja didefinisikan sebagai tahap
pada remaja dapat menyebabkan berbagai perkembangan transisi yang membawa individu
penyakit degeneratif dimasa dewasa dan lanjut dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Remaja
usia. Kurangnya konsumsi sayur dan buah awal dimulai pada usia 12 hingga 14 atau 15
diperkirakan akan menjadi penyebab kanker tahun. Pada usia ini lazimnya remaja tersebut
gastrointestinal sebesar 19%, penyakit jantung pada tingkat pendidikan formal yaitu di Sekolah
iskemik sebesar 31%, dan stroke sebesar 11% di Menengah Pertama (SMP).
seluruh dunia. Setiap tahunnya sekitar 2,7 juta Setelah dilakukan survey pendahuluan,
warga dunia meninggal akibat rendah konsumsi diketahui bahwa Siswa MTS Hasanah belum
sayur dan buah. Rendahnya konsumsi kedua pernah mendapatkan penyuluhan tentang sayur
sumber serat tersebut menjadikannya masuk ke dan buah. Hasil survey tersebut terdapat 40,5%
dalam 10 besar faktor penyebab kematian dunia. siswa tidak mengkonsumsi sayur setiap hari dan
Serat merupakan bahan makanan yang 48% siswa tidak mengkonsumsi buah setiap hari.
banyak mengandung nutrisi,tetapi jarang
dikonsumsi oleh mayoritas penduduk Indonesia
khususnya remajadan dewasa, padahal Indonesia METODE
adalah negara yang sangat kaya dengan buah dan Jenis penelitian yang digunakan adalah
sayur. Apabila kekurangan dalam mengonsumsi penelitian eksperimen (eksperimental). Dengan
buah dan sayur dapat menyebabkan tubuh desain penelitian one group pre-test post-test
kekurangan nutrisi seperti vitamin, mineral, dan design dengan menggunakan randomisasi, pada
tidak seimbangnya asam basa tubuh sehingga penelitian ini dilakukan pengujian pertama (pre-
dapat mengakibatkan berbagai penyakit. test) yang memungkinkan peneliti dapat menguji
Pengetahuan yang dimiliki remaja perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya
sangatlah berperan untuk menghadapi kondisi perlakuan. Pada penelitian ini, peneliti
tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan melakukan perlakuan dengan memberikan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya intervensi berupa penyuluhan dengan
tindakan seseorang. Apabila adopsi perilaku menggunakan media yang berbeda yaitu leaflet
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap dan audio visual terhadap subjek penelitian
positif maka perilaku tersebut akan bersifat kemudian dinilai perbedaannya pada pengujian
langgeng (long lasting) dari pada perilaku yang kedua (post-test), setelah itu dibandingkan
tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo perbedaannya pada dua media yang diberikan.
2007). Penelitian ini dilaksanakan di MTs Hasanah
Hasil penelitian Achmad (2014) pada 2 Pekanbaru.
SMA di Makassar menunjukkan hasil berturut-
turut yaitu konsumsi sayur dan buah dalam
kategori kurang yaitu sebesar 97,3% dan 97,5%

7
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

yang secara bersama-sama membentuk sikap


HASIL DAN PEMBAHASAN yang utuh (total attitude), yaitu:
A. Pengetahuan Responden Terhadap
Konsumsi Sayur dan buah 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, konsep terhadap suatu objek.
dan ini terjadi setelah orang melakukan 2. Kehidupan emosional atau evaluasi
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. terhadap suatu objek.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, 3. Kecenderungan untuk bertindak.
yakni indra penglihatan, pendengaran, Penelitian yang telah dilakukan
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar menunjukkkan hasil sikap responden terhadap
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan sayur dan buah pada kelompok video dapat
telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif dilihat pada Tabel 5.2 sebelum diberikan
merupakan domain yang sangat penting dalam penyuluhan tidak ada responden yang sikapnya
membentuk tindakan seseorang (overt behavior) dalam kategori kurang dan sikap responden lebih
(Notoatmodjo, 2012). banyak yaitu 17 orang (85%) pada kategori
baik, sedangkan pada kategori cukup hanya 3
Penelitian yang telah dilakukan orang (15%), setelah diberikan penyuluhan
menunjukkkan hasil tingkat pengetahuan kategori baik menjadi 19 orang (95%), dan
responden terhadap sayur dan buah pada untuk sikap dengan kategori cukup sisanya
kelompok video sebelum diberikan penyuluhan
menjadi 1 orang (5%). Pada kelompok leaflet
dapat dilihat pada Tabel 5.2, pada kelompok
video tingkat pengetahuan responden terhadap sebelum diberikan penyuluhan terdapat 18
sayur dan buah sebelum penyuluhan yaitu orang (90%) pada kategori baik, dan sisanya
kategori baik 11 orang (55%), kategori cukup responden berada dalam kategori cukup yaitu
yaitu 7 orang (35%) sedangkan pada kategori 2 orang (10%), setelah diberikan penyuluhan
kurang yaitu 2 orang (10%), setelah diberikan pada kategori baik dan sedang berjumlah
penyuluhan tingkat pengetahuan responden tetap tidak mengalami perubahan sama
terhadap konsumsi sayur dan buah pada kategori sekali.
kurang menjadi tidak ada dan kategori cukup Pada data ini dapat dilihat bahwa pada
menjadi 5 orang (25%) dan kategori baik penilaian sikap hanya kelompok video yang
meningkat menjadi 15 orang (75%). Pada mengalami perubahan sedangkan di kelompok
kelompok leaflet responden lebih banyak pada leaflet tidak terjadi perubahan. Perubahan ini
kategori baik yaitu 10 orang (50%) dan kategori terjadi dikarenakan pengetahuan pada kelompok
cukup yaitu 9 orang (45%), sisanya kategori video juga mengalami perubahan, sehingga
kurang yaitu 1 orang (5%), setelah diberikan tingkat pengetahuan seseorang dapat
penyuluhan kategori baik menurun menjadi 9 mempengaruhi perubahan sikap seseorang
orang orang (45%), kategori cukup menjadi 11 seperti kutipan Notoatmodjo (2012) untuk
orang ( 55%) dan kategori kurang menjadi tidak membentuk sebuah sikap yang utuh,
ada. pengetahuan, pikiran keyakinan, dan emosi
Pengetahuan diberikan menggunakan memegang peranan penting.
leaflet dan video yang diberikan kepada C. Perilaku Responden Terhadap Konsumsi
responden. Video dan leaflet berisi tentang Sayur dan Buah
pengertian sayur dan buah, manfaat sayur dan Pendidikan kesehatan seperti penyuluhan
buah, kandungan sayur dan buah, anjuran mempunyai tujuan fokus utama yaitu perubahan
konsumsi sayur dan buah dalam sehari, dampak perilaku, dengan pengetahuan yang benar tentang
tidak mengonsumsi sayur dan buah. Proses kesehatan maka akan mendorong mempunyai
pelaksanaan edukasi video dan leaflet dilakukan sikap positif tentang kesehatan, sehingga
± 15 menit. selanjutnya diharapkan akan terjadi perubahan
B. Sikap Responden Terhadap Konsumsi perilaku (Notoatmodjo, 2012).
Sayur dan buah
Menurut Notoatmodjo (2012) sikap belum Penelitian yang telah dilakukan
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan menunjukkkan hasil perilaku responden terhadap
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu sayur dan buah pada kelompok video dan leaflet
perilaku, sikap memiliki tiga komponen pokok dapat dilihat pada Tabel 5.2, sebelum diberikan
penyuluhan video dan leaflet seluruh responden

8
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

memiliki perilaku tidak mengonsumsi sayur 20 Pengetahuan


orang (100%), setelah diberikan penyuluhan Video 11,35 13,45
0,57 0,099
perilaku responden tetap sama, tidak Leaflet 11,15 12,55
mengonsumsi sayur 20 orang (100%). Perilaku Sikap
responden terhadap asupan buah, responden Video 9,75 10,35
0,239 0,711
Leaflet 10,1 10,35
sebelum mendapatkan penyuluhan menggunakan
Asupan
video pada kategori baik sebanyak 3 orang (15%) sayur
dan pada kategori kurang sebanyak 17 orang Video 51,1 28,25
(85%). Setelah diberikan penyuluhan 0,795 0,329
Leaflet 36,75 13,25
menggunakan video, responden yang Asupan buah
mengonsumsi buah tidak mengalami peningkatan Video 32,5 20,25
0,847 0,498
melainkan mengalami penurunan, dari kategori Leaflet 22,25 17,25
baik menjadi 2 orang (10%) dan kategori kurang
menjadi 18 orang (90%). Pada kelompok leaflet
Berdasarkan hasil tersebut dapat
bahwa responden sebelum diberikan penyuluhan
diketahui p value pengetahuan responden
memiliki perilaku baik mengonsumsi buah yaitu
sebelum diberikan penyuluhan mengenai
1 orang (5%) dan perilaku kurang mengonsumsi
konsumsi sayur dan buah yaitu 0.57 (>0.05)
buah sebanyak 19 orang (95%), setelah diberikan
yang berarti tidak terdapat beda antara
penyuluhan perilaku responden mengalami
pengetahuan melalui media leaflet dan video.
penurunan pada kategori baik menjadi 0 (0%)
Sedangkan untuk p value pengetahuan setelah
yang , dan perilaku mengonsumsi buah menjadi
dilakukan penyuluhan mengenai sayur dan
20 orang (100%). Dalam indikator perilaku ini,
buah yaitu 0.099 (>0.05) yang juga
responden tidak ada yang mengalami
menunjukkan tidak terdapat beda pengetahuan
peningkatan asupan buah maupun sayur.
menggunakan media video dan leaflet setelah
Kurang nya asupan sayur dan buah pada
dilakukan penyuluhan. Meskipun tidak terdapat
responden juga disebabkan oleh kurang nya
beda antara sesudah dan sebelum diberi
ketersediaan pangan, terutama untuk sayur dan
penyuluhan mengenai konsumsi buah dan
buah. Responden seharian berada di sekolah
sayur, tetapi terdapat peningkatan rata-rata
sehingga hanya mendapatkan makanan dari
pengetahuan setelah diberikan penyuluhan.
kantin sekolah atau membawa bekal dari rumah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
Sementara di kantin tidak begitu banyak
telah dilakukan oleh Saputra, MD, dkk (2016)
menyediakan makanan berupa sayuran atau
yang juga mendapatkan hasil bahwa tidak
buah-buahan.
terdapat beda sebelum dilakukan penyuluhan
5.5 Analisa Bivariat
menggunakan video dan leaflet mengenai
Analisa bivariat ini dilakukan dengan
konsumsi sayur dan buah. Pada saat penelitian
menggunakan uji beda dua mean independen
ini dipengaruhi oleh waktu untuk memberikan
(unpaired) maka uji statistik yang dilakukan
pengarahan, karna terbatasnya waktu bagi
adalah uji Mann Whitney (Dahlan, 2008).
peneliti saat melakukan edukasi. Terutama saat
1.5.1 Perbedaan Pengetahuan, Sikap dan
pemutaran video, edukasi yang disampaikan
Perilaku Konsumsi Sayur dan Buah
mendapat gangguan dari lingkungan sehingga
Sebelum dan Setelah Penyuluhan
siswa tidak fokus dalam menyerap pengetahuan
dengan Menggunakan Media Video
yang telah di sampaikan. Pada pemutaran
dan Leaflet.
video dilakukan bersamaan dengan waktu
ekstrakurikuler yang lainnya seperti drumband,
Perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku
silat, pramuka, dan sebagainya yang
konsumsi sayur dan buah sebelum dan setelah
menimbulkan kebisingan.
penyuluhan dapat dilihat pada tabel 1
Setelah dilakukan uji statistik untuk sikap
responden sebelum penyuluhan menggunakan
Tabel 1. Perbedaan Pengetahuan, Sikap
video dan leaflet mengenai konsumsi sayur dan
dan Perilaku Konsumsi Sayur
buah diketahui p value 0.239 (>0.05) yaitu
dan Buah Sebelum dan Setelah
tidak terdapat beda, begitu juga dengan sikap
Penyuluhan
responden setelah dilakukan penyuluhan
Sebelum Sesudah
Variabel P P
diketahui p value 0.711 (>0.05) yang juga
Mean Mean menunjukkan tidak terdapat beda sikap setelah
value value

9
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

dilakukan penyuluhan menggunakan video dan Saran


leaflet. 1. Bagi institusi pendidikan disarankan
Sedangkan untuk uji statistik yang sudah untuk melakukan sosialisasi tentang
dilakukan untuk perilaku responden dalam pentingnya kosumsi sayur dan buah
mengonsumsi asupan sayur dan buah sebelum pada siswa melalui media baik secara
diberi penyuluhan didapatkan p value 0,795 langsung yaitu melalui penyuluhan
(>0.005) untuk asupan sayur dan p value 0.847 kepada siswa saat jam pelajaran atau
(>0.05) untuk asupan buah. Diketahui bahwa diluar jam pelajaran. Kemudian secara
tidak ada beda antara perilaku asupan makan tidak langsung melalui media leflet
sayur dan buah sebelum dilakukan penyuluhan. maupun spanduk dan banner yang di
Untuk uji statistik setelah dilakukan letakkan di lingkungan sekolah.
penyuluhan didapat hasil p value 0.329 (>0.05) 2. Pihak sekolah melakukan advokasi
untuk asupan sayur dan p value 0.498 (>0.05) kepada pedagang makanan di sekolah
untuk asupan buah. Dari hasil tersebut juga tentang pentingnya sayur dan buah bagi
dapat diketahui tidak terdapat beda antara para siswa. Sehingga pihak sekoalh
asupan sayur dan buah setelah dilakukan mengeluarkan aturan tentang
penyuluhan dengan media video dan leaflet. penyediaan sayur dan buah di kantin
sekolah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tidak terdapat perbedaan pengetahuan DAFTAR PUSTAKA
antara setelah dan sebelum pemberian Briawan, D., 2013. Anemia Masalah Gizi Pada
edukasi melalui video dan leaflet. Remaja Wanita, Jakarta: EGC.
Didapatkan hasil p value 0.570 sebelum Dahlan, MS. 2008. Statistik Kesehatan Untuk
dilakukan penyuluhan dan p value 0.099 Kedokteran Deskriptif, Bivariat dan
setelah dilakukan penyuluhan, sehingga Multivariat Dilengkapi Aplikasi dengan
dapat diketahui tidak ada beda Menggunakan SPSS Edisi – 3. Salemba
pengetahuan antara kedua nya. Medika. Jakarta
2. Tidak terdapat perbedaan sikap antara Farida, I., 2010. Faktor-Faktor Yang
setelah dan sebelum pemberian edukasi Berhubungan Dengan Perilaku Konsumsi
melalui video dan leaflet. Didapatkan Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia
hasil p value 0.239 sebelum dilakukan Tahun 2007. UIN Hidayatullah Jakarta.
penyuluhan dan p value 0.711 setelah Farisa, S. (2012). Hubungan Sikap, Pengetahuan,
dilakukan penyuluhan, sehingga dapat Ketersediaan Dan Keterpaparan Media
diketahui tidak ada beda sikap antara Massa Dengan Konsumsi Buah Dan Sayur
kedua nya. Pada Siswa SMPN 8 Depok Tahun 2012.
3. Perilaku asupan buah dan sayur Skripsi. FKM, Gizi, Universitas Indonesia.
responden sebelum dan sesudah Fitriani, S., 2011. Promosi Kesehatan Cetakan
dilakukan penyuluhan menggunakan 1., Yogyakarta: Graha Ilmu.
media video dan leaflet tidak terjadi Graimes, N., Pertiwi, D. & Tevingrum, S., 2004.
peningkatan dalam perilaku, namun Brain Foods For Kids, Jakarta.
mengalami penurunan. Dan didapatkan Gustiara, 2012. Gambaran Konsumsi Sayuran
hasil p value asupan sayur sebelum dan Buah Pada Siswa SMA Negeri 1
dilakukan penyuluhan menggunakan Pekanbaru Tahun 2012.
media video dan leaflet yaitu 0.795 dan Indra, D. & Wulandari, 2013. Prinsip-Prinsip
sesudah dilakukan penyuluhan yaitu Dasar Ahli Gizi, Jakarta: Dunia Cerdas.
0.329. Sehingga dapat diketahui tidak Kapti, R. E. (2010). Efektifitas Audiovisual
ada perbedaan antara kedua nya. Begitu Sebagai Media Penyuluhan Kesehatan
pula dengan p value asupan buah Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan
sebelum dilakukan penyuluhan yaitu Sikap Ibu Dalam Tatalaksana Balita
0.847 dan setelah dilakukan penyuluhan Dengan Diare Di Dua Rumah Sakit Kota
yaitu 0.498, dapat diketahui juga bahwa Malang. Skripsi. FKM, Gizi, Universitas
tidak terdapat beda antara kedua nya. Indonesia.
Khomsan, A., 2010. Pangan dan Gizi Untuk
Kesehatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

10
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Kurniawati, N. (2014). Perbedaan Media Leaflet


Dan Video Terhadap
Pengetahuan Ibu Tentang Cara Mengatasi
Keluhan Pada Masa Kehamilan. Jurnal
Komunikasi Kesehatan. 5(2). Hal: 1 -8.
Lazzeri, G., Pammolli, A., Azzolini, E., Simi, R.,
Meoni, V., de Wet, D. R., & Giacchi, M. V.
(2013). Association Between Fruits And
Vegetables Intake And Frequency Of
Breakfast And Snacks Consumption: A
Cross-Sectional Study. Nutrition Journal.
12(123). Hal: 1-10.
Mitayani & Sartika, 2010. Buku Saku Ilmu Gizi,
Jakarta: Trans Info Media.
Nasir, A., 2011. Metodologi Penelitian
Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika.
Notoatmodjo, S., 2004. Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Notoadmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S., 2012. Promosi Kesehatan dan
Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Parhati, R., 2011. Analisis Perilaku Pembelian
dan Konsumsi Buah di Perdesaan dan
Perkotaan. Institusi Pertanian Bogor.
Putri, A., 2011. Makanan Ringan Ekstrudat.
Universitas Sumatera Utara.
Sediaoetama, A., 2000. Ilmu Gizi, Jakarta Timur:
Dian Rakyat.
Wahmuji, 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama.
Available at:
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.p
hp.
Waruis, Atika, & Punuh, M. I., (2015).Hubungan
Antara Asupan EnergiDengan Status Gizi
Pada Pelajar SMP Negeri 10 Kota Manado.
Jurnal Ilmiah Farmasi. 4(4). Hal: 303-308.
Yatim, F., 2005. Penyakit Kandungan Myoma,
Kista Indung Telur, Kanker Rahim/Leher
Rahim Serta Gangguan Lainnya, Jakarta:
Pustaka Populer Obor.
Yuliarti, N., 2008. Food Supplement: Panduan
Mengonsumsi Makanan Tambahan Untuk
Kesehatan Anda, Yogyakarta: Banyu Media

11
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Penganggaran dalam Rencana Pengembangan


Program Jamkesda di Kabupaten Banjar
Juni Ramadhani1
1
Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Palangka Raya Jl. G. Obos No.32
Email : juni.r.mph@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Anggaran yang harus disediakan oleh pemerintah Kabupaten Banjar di bidang kesehatan
bertambah besar dengan diterapkannya program pelayanan kesehatan bersubsidi 24 jam (PKDG 24 jam). Pada
tahun 2009 program ini akan dikembangkan menjadi Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) untuk
meningkatkan perlindungan sosial kepada setiap warga masyarakat dan penerapan PP No. 38 tahun 2007 tentang
pembagian fungsi dan wewenang pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penelitian ini untuk mengkaji sistem
penganggaran rencana pengembangan Program Jamkesda, mengidentifikasi tersedia atau tidaknya anggaran yang
berkaitan langsung dengan program Jamkesda di Kabupaten Banjar, dan mengevaluasi penganggaran rencana
program Jamkesda di Kabupaten Banjar. Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus dengan metode
kualitatif. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari anggaran program Jamkesda, kesiapan sumber
daya manusia, kepesertaan program Jamkesda dan persepsi Stkaeholder dengan teknik wawancara mendalam.
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa anggaran program Jamkesda sudah dialokasikan dalam DPA-SKPD
sebesar Rp.3.381.769.000, khusus untuk persiapan pelaksanaan Jamkesda dianggarkan sebesar
Rp.1.014.538.800(30%). Sumberdaya manusia pengelola program Jamkesda masih masih belum siap, terbukti
pengelolaan belum dilakukan. Kepesertaan program Jamkesda adalah masyarakat miskin dan kurang mampu yang
tidak terakomodir oleh program Jamkesmas (Askeskin). Persepsi stakeholder terhadap rencana pengembangan
program Jamkesda di Kabupaten Banjar sangat positif terbukti dengan adanya persiapan baik dari segi anggaran
dan sarana prasana dalam pelaksanaan program Jamkesda tahun 2010. Penganggaran pelaksanaan Jamkesda
belum dianggarkan tersendiri karena masih menyatu dengan anggaran PDKN, yaitu sebesar 30%. Jumlah sasaran
Program Jamkesda di Kabupaten Banjar sebanyak 10.422 orang. Persepsi stakeholder terhadap rencana
pengembangan Jamkesda adalah positif yang ditunjukkan dengan adanya anggaran untuk persiapan pelaksanaan.

Kata Kunci : Penganggaran, Rencana Pengembangan Program Jamkesda, Pelayanan Kesehatan Dasar
Bersubsidi 24 jam.

12
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

ABSTRACT

Background: Budget that has to be provided by Banjar District Government in health sector is increasing in line
with the implementation of 24 hour subsidized health service program (PKDG 24 jam). Budget for PKDG 24 jam
comes from local revenue and expenditure budget and other sources permitted by the regulation. In 2009 the
program was to be developed to Local Health Insurance Program (Jamkesda) to increase better social protection
for every member of the local community and implement Government Regulation No. 38/2007 on the distribution
of function and authority of central and local government. In the process of program development planning there
are two propositions: the development from PKDG to Jamkesda and the development of Jamkesda by sustaining
PKDG program.

Objective: The study aimed to evaluate budget proposition of subsidized health service program at District of
Banjar in the development plan of Jamkesda program, identify availability of budget directly related with
Jamkesda program and evaluate budget plan of Jamkesda program at District of Banjar.

Method: The study was descriptive with case study design and qualitative method. Variables of the study were
budget of Jamkesda program, preparedness of human resources, participation in Jamkesda program and perception
of stakeholders. Data were obtained through indepth interview and analyzed using descriptive qualitative
technique.

Result: Budget of Jamkesda program had been allocated in DPA-SKPD as much as Rp 3,381,769,000, especially
for the preparation of Jamkesda implementation the allocation was as much as Rp 1,014,538, 800 (30%). Human
resources that would manage Jamkesda program were not yet prepared since the management was not based on
education and experience. Participants of Jamkesda program were poor communities that were not accommodated
in Jamkesmas (Askeskin) program. Stakeholders had very positive perception about Jamkesda program
development plan either in aspect of budget or facilities for Jamkesda program implementation 2010.

Conclusion: Budget for the implementation of Jamkesda had not been allocated separately, the budget was still
part of (30%) a bigger program. The number of targets of Jamkesda were as many as 10,427 people. Perception
of stakeholders about Jamkesda development plan was positive as reflected from the availability of budget for its
implementation.

Keywords: health budget, Jamkesda, basic health service, free health service

13
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

PENDAHULUAN siapa yang akan diijinkan menjadi provider atau


Terjadi pertentangan dalam mekanisme bukan, menetukan kualifikasinya, menentukan
pembiayaan masyarakat, ada yang mengatakan bagaimana mekanisme delivery layanannya
bahwa mekanisme pembiayaan ini telah serta mengatur kualitas dan kuantitas layanan.
memberikan beban justru kepada mereka yang (2) Negara dapat berperan langsung dalam
sebenarnya kurang mampu membayar (yaitu penyediaan layanan dan benefit, (3) Negara
masyarakat pedesaan yang lebih miskin). Hal ini dapat berperan dalam merencanakan dan
juga dianggap sebagai penyimpangan sebab mengawasi delivery layanan, (4) Negara juga
akibat ketidak-mampuan politik pemerintah dapat berperan dalam memberikan bantuan
untuk memperoleh sumber pembiayaan baru langsung, memberikan dukungan fiskal dan
atau melakukan realokasi sumber daya yang subsidi(1)
tersedia. Meskipun di beberapa kasus Program Jaminan Kesehatan Daerah
mekanisme ini telah berhasil memberikan adalah suatu upaya pemeliharaan kesehatan
kontribusi yang memadai bagi pelayanan yang pembiayaannya dilakukan secara pra-
kesehatan. Pada gilirannya hal ini berarti pula upaya dan dikelola berdasarkan jaminan
sebagai pemenuhan kebutuhan kesehatan, dan pemeliharaan kesehatan masyarakat dan
memang seharusnya dipandang sebagai sumber bermaksud untuk memberikan jaminan
daya pelengkap ketimbang sebagai pengganti penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan
dari sumber daya yang seharusnya disediakan. masyarakat yang pembiayaannya dikelola
Penganggaran program pelayanan secara terpadu. Dalam penyelenggaraannya
kesehatan di Kabupaten Banjar masih ditemukan beberapa masalah(2)
menggunakan prosedur penganggaran Di Kabupaten Banjar, upaya dan
pemerintah yang tidak dapat membantu efisiensi peningkatan kesehatan telah mengalami
manajemen maupun penyediaan informasi yang pergeseran orientasi, sejalan dengan perubahan
diperlukan oleh pembuat kebijaksanaan dan dan perkembangan ilmu pengetahuan,
perancanaan. Kritik utamanya mengenai teknologi, sosial, ekonomi dan budaya. Upaya
prosedur pengganggaran ini berkaitan dengan kesehatan yang semula lebih berfokus pada
berbagai prosedur dalam pelaksanaan dan penyembuhan dan pemulihan penderita (kuratif
struktur anggaran itu sendiri. Akibatnya pada dan rehabilitatif) secara berangsur telah
proses penyusunan anggaran kesehatan masih bergeser dan berkembang ke arah keterpaduan
terbentur dengan perencanaan program upaya kesehatan untuk seluruh penduduk
kesehatan yang akan dilaksanakan. Padahal dengan peran aktif masyarakat menuju
penganggaran program pada dasarnya telah di peningkatan kesehatan (promotif) dan
susun sebagai suatu bentuk pengendalian atas pencegahan penyakit (preventif) tanpa
segala pengeluaran dan juga bagi tujuan mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif.
akuntansi, bukan sebagai pendukung kegiatan Kondisi tersebut dapat terlihat pada data
perencanaan. Ketidak-sinkronan inilah yang kunjungan masyarakat ke Puskesmas. Pada
mengakibatkan penganggaran yang tahun 2007 jumlah kunjungan Puskesmas
‘incremental’ setiap tahunnya memberikan mencapai 440.747 atau rata-rata 64 orang per
tambahan sedikit atau kurang sedikit tanpa puskesmas per hari, sedangkan untuk rawat jalan
memperhitungkan efisiensi dan efektivitas mencapai 399.202 orang atau rata-rata 58 orang
pengeluaran. per puskesmas per hari, lebih baik dibandingkan
Sistem jaminan kesehatan sejak lama tahun 2006 yaitu 52 orang per puskesmas per
sebenarnya sudah menjadi bagian kehidupan hari. Untuk alokasi anggaran Dinas Kesehatan
masyarakat dalam komunitas lokal. Sebagian sebesar Rp. 32.491.704.950,- realisasi 92,69%
besar komunitas masyarakat lokal sudah dan Rumah Sakit Ratu Zalecha sebesar Rp.
mengenal istilah lumbung desa, jimpitan, iuran 48.682.728.420,- realisasi 97,95%.(3)
dan arisan sebagai sebuah cara pengelolaan Pada tahun 2009 pemerintah Kabupaten
jaminan sosial dalam skala kecil. Namun negara Banjar berencana mengembangkan Program
memiliki peran yang sangat besar untuk Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)
mempengaruhi ketersediaan kesejahteraan. bertujuan untuk meningkatkan perlindungan
Peran besar negara ini disebabkan karena: (1) sosial kepada setiap warga masyarakat di daerah
Negara memiliki kapasitas untuk menentukan yang lebih baik dan penerapan PP No. 38 tahun
kebijakan, yang akan mempengaruhi layanan 2007 tentang Pembagian Fungsi dan Wewenang
(kebijakan belanja). Negara bisa memutuskan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

14
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Rencana pengembangannya berupa peningkatan Banjar, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten


cakupan peserta, peningkatan paket layanan Banjar, Kepala Puskesmas, Dokter dan perawat
sampai ke rumah sakit, dan pembentukan badan yang bertugas di Puskesmas yang menjadi
penyelenggara. Dalam proses penyusunan tempat penelitian. Instrumen penelitian ini
perencanaan pengembangan program tersebut adalah wawancara mendalam (indepth
ada dua opsi yang ditawarkan yaitu; interview), check list dokumen, dan data
pengembangan Pelayanan Kesehatan Dasar sekunder agar dapat diperoleh data sistematis
Bersubsidi 24 jam menjadi Jamkesda dan berdasarkan jenis-jenis data yang diperlukan
pengembangan Jamkesda dengan tetap untuk menjawab pertanyaan yang sudah
mempertahankan program Pelayanan Kesehatan dirumuskan. Untuk mempermudah
Dasar Bersubsidi 24 jam. pengumpulan data, tak menutup kemungkinan
Mengingat bahwa anggaran daerah untuk pelaksanaan wawancara dibantu dengan alat
salah satu program kesehatan yang tape recorder, yang dilengkap dengan kamera,
diselenggarakan pemerintah Kabupaten Banjar, alat tulis, dan lain-lain. Analisis data dalam
yaitu program Pelayanan Kesehatan Dasar penelitian ini akan dilakukan secara deskriptif.
Bersubsidi 24 jam saja sudah relatif cukup Analisis, interpretasi, dan penyajian data dalam
menyerap APBD. Maka apakah beban anggaran penelitian kualitatif bertujuan untuk memberi
ini tidak akan bertambah berat dengan rencana makna pada data, mereduksi volume informasi,
pemerintah Kabupaten Banjar untuk tahun mengidentifikasi pola-pola yang bermakna, dan
anggaran 2009 yang akan mengembangkan menyusun kerangka guna mengkonsumsi esensi
program Jaminan Kesehatan Daerah data yang dikumpulkan.
(Jamkesda), dan hal apa yang melatarbelakangi
sehingga pemerintah mencetuskan HASIL DAN PEMBAHASAN
pengembangan program ini, maka perlu Rencana Pengembangan Jamkesda di
dilakukan penelitian tentang penganggaran Kabupaten Banjar
rencana pengembangan Jamkesda di Kabupaten
Banjar. Hal ini dimaksudkan agar ke depannya Mencermati aspek kesehatan dalam arti
nanti penyusunan perencanaan sistem luas, maknanya tidak hanya sehat secara fisik
penganggaran program jaminan kesehatan di namun juga psikis, termasuk di dalamnya
daerah dapat efisien dan efektif, serta reliable kesehatan mental yang direfleksikan dalam
dengan pendekatan kebutuhan biaya pelayanan inidikator kemampuan atau kecerdasan
secara kapitasi. Kebutuhan anggaran yang jelas intelektual, emosional dan spritual. Dalam
akan menentukan pengambilan kebijakan konteks ini jelas, derajat kesehatan dapat
pengembangan program kesehatan termasuk memberikan pengaruh ke berbagai aspek
program jaminan. kehidupan masyarakat. Dan harus diakui,
selama ini masih banyak permasalahan
METODE PENELITIAN kesehatan, seperti masih rendahnya derajat
Jenis penelitian ini adalah penelitian kesehatan dari warga miskin, akibat rendahnya
deskriptif dengan rancangan studi kasus(4). akses terhadap pelayanan kesehatan, minimnya
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dana yang dialokasikan untuk menunjang
artinya data-data penelitian yang digunakan program kesehatan, beberapa penyakit menular,
merupakan data yang yang diperoleh berasal yang dapat menjadi ancaman utama bagi
dari hasil pengumpulan informasi dari berbagai masyarakat.
sumber, baik dokumen maupun narasumber. Hasil penelitian menunjukkan beberapa
Subjek penelitian ini adalah stakeholder yang penyakit yang sering diderita oleh sebagian
berperan dalam pengambilan kebijakan dan besar masyarakat Kabupaten Banjar dapat
terlibat dalam penganggaran program Pelayanan dikelompokkan ke dalam 10 besar penyakit
Kesehatan Dasar Bersubsidi 24 jam dan sebagai berikut :
Jamkesda, yang terdiri dari; Bupati Kabupaten
Tabel 1. Sepuluh Besar Penyakit di Poliklinik Umum di RSU Ratu Zalecha Martapura
Persentase
No. Jenis Penyakit Jumlah Kasus
(%)
01. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) 607 31,53
02. Hipertensi (HT) 468 24,31

15
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

03. Penyakit Kulit 153 7,95


04. Gastritis 150 7,79
05. Diabetes Melitus 91 4,72
06. Dispepsia 91 4,72
07. KP 90 4,67
08. GE 72 3,74
09. Brochitis 68 3,53
10. Myalgia 67 3,48
Jumlah/Total 1925 100,00
Sumber : Rumah Sakit Umum Ratu Zalecha Martapura, 2008

Pada tabel 1 tersebut menunjukkan ini Dinas Kesehatan dalam kerangka


bahwa derajat kesehatan masyarakat di desentralisasi terintegrasi memiliki tugas dan
Kabupaten Banjar masih relatif rendah wewenang sebagai operator baik dalam
diakibatkan karena sulitnya akses terhadap delivery pelayanan kesehatan ataupun
pelayanan kesehatan. Kesulitan akses financing (pembiayaan), stewardship/
pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai regulator yaitu sebagai lembaga yang
faktor seperti tidak adanya kemampuan secara menetapkan kebijakan dan regulator terhadap
ekonomi dikarenakan biaya kesehatan upaya pelayanan kesehatan, serta pelaksanaan
memang mahal. Peningkatan biaya kesehatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti kebijakan. Adanya hal tersebut, Pemerintah
perubahan pola penyakit, perkembangan Kabupaten Banjar terdorong untuk
teknologi kesehatan dan kedokteran, pola mengeluarkan Peraturan Bupati Banjar No. 01
pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan
out of pocket. Derajat kesehatan yang rendah Program Pelayanan Kesehatan Bersubsidi 24
ber-pengaruh terhadap rendahnya Jam sebagai dasar hukum dalam dalam
produktifitas kerja yang pada akhirnya akan menyelenggarakan program Jamkesda
berpengaruh pada meningkatnya masyarakat sebagai pelengkap kebijakan pusat dengan
miskin dan hal tersebut menjadi beban program Askeskin.
masyarakat dan pemerintah. “…masih banyaknya masyarakat
miskin di Kabupaten Banjar,
Adanya Peraturan Pemerintah Nomor pemerintah mengalokasikan anggaran
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan kesehatan dalam bentuk pelayanan
Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, kesehatan bersubsidi dan jaminan
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah kesehatan…” (R.5)
Daerah Kabupaten/Kota merupakan landasan
yuridis untuk pengembangan sistem Jaminan Anggaran kesehatan di Kabupaten
Kesehatan Daerah (Jamkesda). Dalam Banjar pada tahun 2009 mengalami kenaikan
peraturan pemerintah ini tercantum adanya yang relatif besar, namun anggaran ini sudah
kewenangan daerah untuk mengelola dan termasuk dana untuk pelayanan kesehatan
menyelenggarakan jaminan kesehatan daerah. dasar bersubsidi, sehingga kegiatan kuratif
Walaupun secara nasional pemerintah pusat cukup memberikan prosentasi yang cukup
sudah menjamin kesehatan masyarakat besar dalam anggaran kesehatan. Anggaran
miskin melalui Jaminan Kesehatan tersebut dialokasikan untuk program-rpogram
Masyarakat (Jamkesmas), pemerintah daerah pelayanan dan penjaminan kesehatan
dengan menggunakan dana APBD masyarakat, baik itu ke arah promotif maupun
selanjutnya akan menjamin kesehatan preventif. Salah satu program yang sudah
masyarakat miskin yang tidak tertampung direncanakan oleh pemerintah Kabupaten
dalam Jamkesmas dan masyarakat rentan Banjar adalah Program jaminan kesehatan
yang berpenghasilan rendah dan belum (Jamkesda).
memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan Program Jamkesda di Kabupaten
seperti Askes, Jamsostek, Asabri, dan Askes Banjar diluncurkan pada Tahun 2009
Komersial. merupakan pengembangan dari Program
Sesuai tugas dan wewenang Askeskin, dengan tujuan secara umum adalah
Pemerintah Kabupaten dalam Bidang meningkatnya akses dan mutu pelayanan
Kesehatan maka pemerintah daerah dalam hal kesehatan terhadap seluruh masyarakat

16
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat pelayanan kesehatan dengan data dan sistem
kesehatan masyarakat yang optimal secara pengelolaan yang lebih baik. Keberadaan
efektif dan efisien. Sedangkan secara khusus, Jamkesmas dengan Askeskin dan Program
tujuan yang ingin dicapai adalah: Pelayanan Kesehatan Dasar Bersubsidi
a. Meningkatnya cakupan masyarakat (PKDB) merupakan cikal bakal dan menjadi
miskin dan tidak mampu yang mendapat inspirasi untuk mengembangkan program
pelayanan kesehatan di Puskesmas serta Jamkesda. Sasaran dan fokus kegiatan
jaringannya dan di Rumah Sakit pelayanan Program Jamkesda sama dengan
b. Meningkatnya kualitas pelayanan PKDB, yang membedakannya adalah dari
kesehatan bagi masyarakat miskin. segi kepesertaan dan cakupan kegiatan.
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan Kepesertaan Jamkesda dikhususkan pada
yang transparan dan akuntabel. masyarakat miskin yang tidak terakomodir
Pelaksanaan jaminan kesehatan di oleh Program Jamkesmas dan cakupan
Kabupaten Banjar dilakukan secara kegiatan selain pelayanan kesehatan dasar,
menyeluruh dengan meningkatkan pelayanan Jamkesda juga memberikan pelayanan
kesehatan dasar bagi masyarakat miskin dan kesehatan lanjutan.
kurang mampu. Berdasarkan data pada tahun Program kegiatan PKDB mencakup
2008, data masyarakat miskin yang belum beberapa Jenis pelayanan dasar sesuai dengan
terakomodir oleh Jamkesmas (Askeskin) Pasal 3 Peraturan Bupati Banjar No. 01 Tahun
masih relatif besar jumlahnya, sekitar 119.309 2008 sebagai berikut:
jiwa. Untuk itulah, pemerintah Kabupaten 1. Konsultasi medis dan penyuluhan
Banjar dalam rencana pengembangan kesehatan
Program Jamkesda akan memfokuskan pada 2. Pemeriksaan fisik
jumlah tersebut dengan memberikan 3. Laboratorium sederhana
pelayanan dasar bersubsidi (PKDB) dan 4. Tindakan medis sederhana
Program Jamkesda. Sebagai upaya 5. Pemeriksaan dan pengobatan gigi
peningkatan pelayanan kesehatan, maka 6. Pemeriksaan ibu hamil/nifas/meyusui,
dirumuskanlah beberapa jenis kegiatan Dinas bayi dan balita
Kesehatan Kabupaten yang dikembangkan 7. Pemberian obat-obatan sesuai ketentuan
menjadi kegiatan Program Jamkesda. 8. Pelayanan KB dan penanganan efek
Rencana pengembangan Program samping
Jamkesda di Kabuaten Banjar tentu bukan 9. Pelayanan gawat darurat
suatu kebijakan yang dibuat tanpa arah dan 10. Paket rawat inap
tujuan. Program ini diorientasikan untuk lebih 11. Pertolongan persalinan
meningkatkan peran masyarakat miskin dan Dari seluruh kegiatan pelayanan
kurang mampu dalam mengakses pelayanan kesehatan dasar tersebut, pemerintah
kesehatan dalam bentuk asuransi. Adanya mengalokasikan anggaran sebesar Rp
sistem jaminan dengan bentuk asuransi ini, 3.058.387.000,00. Anggaran tersebut
akan lebih menumbuhkan kesadaran dialokasikan dalam beberapa kegiatan
masyarakat akan hak-hak mendapatkan sebagai berikut:

Tabel 2. Anggaran Jaminan Kesehatan Dasar Bersubsidi (PKDB) dan Jamkesda di Kabupaten Banjar Tahun
2009
No. Kegiatan Anggaran %
1. Honorarium Petugas Khusus PKD bersubsidi 2.038.565.000,00 66,65%
2. Pelayanan Kesehatan dasar bersubsidi 650.800.000,00 21,28%
3. Jasa sarana PKD bersubsidi 172.000.000,00 5,62%
4. Obat-obatan non standar dan BAKHP 114.166.000,00 3,73%
5. Kelompok Kerja PKD Bersubsidi 76.200.000,00 2,49%
6. Bahan dan alat kesehatan PKD bersubsidi 4.506.000,00 0,15%
habis pakai
7. Belanja alat tulis kantor PKD bersubsidi 2.150.000,00 0,07%
Jumlah 3.058.387.000,00 100%
Sumber: DPA-SKPD Dinkes Kabupaten Banjar Tahun 2009

17
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Terlihat dari data di atas, bahwa kesehatan. Selain itu juga Perlu memperhatikan
anggaran Jaminan Kesehatan Dasar Bersubsidi pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
(PKDB) termasuk anggaran persiapan permintaan masyarakat (Demand-based
pengembangan Program Jamkesda untuk tahun programs) sehingga masyarakat dapat memilih
2009 sebesar Rp 3.058.387.000,00. Khusus layanan kesehatan yang diinginkan. Hal ini
untuk anggaran program Jamkesda sampai saat dilakukan dengan memperhatikan beberapa
ini pemerintah belum mengalokasikan faktor, antara lain (a) penentuan sasaran secara
anggaran tersendiri dikarenakan masih dalam hati-hati; (b) pelibatan rumah sakit, puskesmas
proses persiapan. Namun demikian pemerintah dan pusat layanan kesehatan; (c) penjamin
tetap mengalokasikan anggaran program mutu layanan kesehatan bagi masyarakat
Jamkesda yang masih menyatu dalam alokasi miskin; (d) sosialisasi kepada masyarakat; (e)
anggaran PKDB. Hasil wawancara dengan evaluasi secara kritis terhadap hasil pelayanan
narasumber sebagai berikut: kesehatan.
Cakupan dari anggaran program tersebut
“…dalam penyusunan anggaran yang diajukan terdiri dari kegiatan-kegiatan yang
oleh pemerintah belum secara eksplisit memfokuskan pada memberikan pelayanan
mengalokasikan untuk program Jamkesda, kesehatan masyarakat secara umum, seperti
tetapi sebagian anggaran yang ada dalam Pelayanan Kesehatan Dasar Berdubsidi
PKDB digunakan untuk mempersiapkan (PKDB) dan program Jaminan Kesehatan
pengembangan Program Jamkesda…” (R.5). Daerah (Jamkesda). PKDB yang dijalankan
oleh pemerintah Kabupaten Banjar sebagai
Alokasi anggaran kesehatan pemerintah upaya peningkatan kesehatan untuk seluruh
untuk orang miskin tersebut perlu disesuaikan masyarakat Kabupaten Banjar, sedangkan
dengan kebutuhan masyarakat miskin dan Jamkesda merupakan sebuah program yang
ditekankan pada upaya promotif dan preventif. dilaksanakan pemerintah daerah untuk
Harus ada political will dari pemerintahan, mengantisipasi adanya warga yang tidak
legislatif, swasta, dan masyarakat untuk tercover/masuk dalam program Jamkesmas
menindak-lanjuti pelayanan kesehatan. yang dilaksanakan pemerintah pusat. Tujuan
Pelayanan bersubsidi maupun sistem jaminan program ini untuk meningkatkan kualitas
kesehatan tidak akan secara otomatis kesehatan masyarakat terutama yang masuk
meningkatkan cakupan, karena masih ada biaya dalam kategori keluarga miskin (GAKIN).
diluar biaya pelayanan kesehatan yang harus Pembiayaan kedua program tersebut berasal
ditanggung masyarakat miskin. Pola dari subsidi pemerintah Kabupaten Banjar
pembagian tugas yang jelas antara pusat dan dalam hal ini Dinas Kesehatan.
daerah baik dari sisi demand maupun sisi “…persiapan pelaksanaan Program Jamkesda
supply terutama dalam sharing penganggaran. tahun 2010, memang belum dianggarkan
Pentingnya keterlibatan seluruh pihak atau secara eksplisit dalam DPA-SKPD” tetapi
stakeholder dalam pelaksanaan upaya diambil dari anggaran PKDB sekitar 30%...”.
kesehatan untuk masyarakat miskin. Ada (R. 1)
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
peningkatan pelayanan kesehatan, antara lain Berdasarkan informasi yang diperoleh
adanya pemantapan asuransi kesehatan dari narasumber tersebut, maka anggaran
nasional sebagai bagian dari pelaksanaan persiapan pelaksanaan Jamkesda dapat
Undang-undang Sistem Jaminan Sosial, diketahui sebesar 30% dari total anggaran
sebagai bagian dari peningkatan akses orang PKDB yang dialokasikan dalam DPA-SKPD
miskin terhadap layanan kesehatan, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar. Hal
peningkatan akuntabilitas dalam pelayanan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

18
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Tabel 3. Pembagian Anggaran antara PKDB dan Jamkesda di Kabupaten Banjar Tahun 2009
Persen
Program Anggaran
(%)
PKDB 2.140.870.900 70%

Jamkesda 917.516.100 30%

Jumlah 3.058.387.000 100%

Sumber: Dinkes Kabupaten Banjar tahun 2009

Pembagian anggaran antara PKDB dan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan


Jamkesda merupakan bentuk dari komitmen yang pengelolaannya dengan mekanisme
pemerintah Kabupaten Banjar untuk pelaksana- asuransi. Hal tersebut didorong dengan biaya
an Jamkesda. Pada tabel di atas terlihat bahwa kesehatan yang terus naik hingga meng-
anggaran untuk PKDB memang cukup besar akibatkan kemampuan publik miskin dan
dibandingkan dengan anggaran Jamkesda paling miskin merosot, pemerintah daerah
dikarenakan PKDB merupakan program harusnya menjadikan program Jamkesda ini
bersubsidi bagi seluruh masyarakat Kabupaten menjadi lebih bermanfaat dan berdaya guna.
Banjar tanpa melihat status dan tingkat Bukannya cenderung berupaya menambah
ekonomi masyarakat, sedangkan Jamkesda porsi keterlibatan publik dalam pembiayaan
merupakan bentuk pengembangan dari pelayanan kesehatan, seraya mengurangi
program-program jaminan kesehatan yang berbagai macam subsidi. Implementasinya
sudah ada, yaitu dalam bentuk penjaminan berupa perubahan status Puskesmas dari
kesehatan masyarakat yang dikhususkan untuk bersubsidi ke Puskesmas swakelola dan
masyarakat miskin dan kurang mampu. swadaya; ataupun metamorfosis status rumah
Anggaran sebesar Rp 917.516.100,00 (30%) sakit pemerintah dari perusahaan daerah
tersebut merupakan anggaran persiapan menjadi perseroan terbatas.
pelaksanaan program Jamkesda yang akan “…pengembangan program Jamkesda ini
dilaksanakan pada tahun 2010. Alokasi diorientasikan untuk mewujudkan Puskesamas
anggaran tersebut digunakan untuk mem- dan Rumah Sakit lebih mandiri karena
persiapkan pelaksanaan Jamkesda, seperti terbatasnya anggaran yang dimiliki oleh
pendataan masyarakat miskin, pembentukan pemerintah…” (R.5)
lembaga pengelola Jamkesda, persiapan
sumberdaya manusia pengelola dan lain Setiap penyelenggaran jaminan sosial
sebagainya. Hal tersebut terungkap dari hasil khususnya bidang kesehatan dasar bertujuan
wawancara sebagai berikut: memberikan jaminan kepada masyarakat
“…program peningkatan kesehatan dengan ekonomi rendah untuk menikmati
masyarakat memang menjadi prioritas Dinas pelayanan kesehatan secara mudah, namun
Kesehatan Kabupaten Banjar dengan semua itu harus ditinjau dari unsur
memberikan pelayanan kesehatan bersubsidi keterjangkauan (affordability). Tentu dalam hal
dan program Jamkesda kepada masyarakat ini harus didukung oleh adanya keterlibatan
miskin dan kurang mampu..” (R-1) pihak-pihak lain selain pemerintah dalam
pembiayaan maupun sarana dan prasarana.
“…pemerintah Kabupaten Banjar Keterlibatan pihak swasta dan pihak
meluncurkan program jaminan kesehatan pada lainnya akan memberikan kekuatan dan
tahun 2009 dalam bentuk program Jamkesda, perkembangan program Jamkesda semakin
tetapi realisasi dari program tersebut baru mandiri dan mampu memberikan pelayanan
akan dilakasanakan pada tahun 2010...”(R-2) kesehatan secara menyeluruh kepada
masyarakat khususnya masyarakat miskin dan
Rencana pengembangan Jamkesda kurang mampu. Dalam proses pergeseran ini,
difokuskan dalam bentuk perlindungan sosial disadari atau tidak, sebagai upaya untuk
kepada setiap warga masyarakat untuk mengurangi subsidi dan menswastakan
mendapatkan pelayanan kesehatan secara puskesmas dan rumah sakit pemerintah. Ini
paripurna dengan meng-gerakkan masyarakat bukan berarti pemerintah tak bicara soal

19
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

pemenuhan kewajiban negara pemenuhan hak dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi.
sosial bidang kesehatan, namun lebih karena Sebagai pelaksana pelayanan kesehatan
konsepsi pemenuhan hak-hak sosial bidang pemerintah daerah harus berusaha
kesehatan adalah dengan memandirikan meningkatkan mutu pelayanan, mempermudah
individu. akses pelayanan dengan meningkatkan sarana
dan prasarana penunjang, meningkat-kan
Sumberdaya Manusia Pengelola Jamkesda efisiensi dan meningkatkan sumber daya
Dalam pengelolaan program Jamkesda manusia kesehatan.
sebaiknya ada garis batas yang jelas antara Rencana pengembangan program
fungsi pelaksana dan fungsi regulasi yaitu Jamkesda di Kabupaten Banjar dilakukan oleh
dengan memisahkan badan penyelenggara Satuan Tugas (UPT) di bawah Dinas
jaminan kesehatan, badan regulasi dan badan Kesehatan. UPT ini mempunyai tugas dan
pelaksana pelayanan kesehatan, walaupun fungsi untuk mengelola pelaksanaan program
masih dalam satu koordinasi di tingkat Jamkesda dan tugasnya sesuai dengan SK
kabupaten yaitu Dinas Kesehatan. Hal ini Kepala Dinas Kesehatan yang beranggota staf
dimaksudkan agar mutu pelayanan dan Dinas Kesehatan. Adapun karakteristik dari tim
efektifitas pelaksanaan program jaminan UPT ini sebagai berikut:
kesehatan lebih terjaga, di samping itu berguna

Tabel 4. Karakteristik Tim Pengelola Program Pelayanan Kesehatan Dasar Bersubsidi Kabupaten Banjar
Karakteristik Jumlah Persentase

Jenis Kelamin
- Laki-laki 8 47,05%
- Perempuan
9 52,95%

Jabatan
- Pejabat Struktural 12 70,58%
- Staf
5 29,42%

Pendidikan Akhir
- S2 2 11,76%
- S1
- Akademi 10 58,82%
- Sederajat SLTA 1 5,88%
4 23,54%
Sumber: Dinkes Kabupaten Banjar, 2009

Dari data tersebut di atas terlihat bahwa 55,82%, sedangkan sisanya berlatar belakang
yang menjadi anggota Tim UPT Program pendidikan strata S2, akademi dan SLTA.
Jamkesda di Kabupaten Banjar 70,58% adalah
menduduki jabatan struktural baik eselon III Kepesertaan Program Jamkesda
maupun eselon IV sehingga dalam hal ini Data peserta masyarakat Kabupaten
terjadap jabatan rangkap, sedangkan yang Banjar yang menjadi sasaran pelayanan
berasal dari staf hanya 29,42%. Untuk latar kesehatan dasar gratis berdasar PKK I sebagai
belakang pendidikan Strata satu sebesar berikut :

20
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Tabel 5. Data Masyarakat Miskin yang menjadi Sasaran Program Jamkesda Kabupaten Banjar Tahun 2008

No. Nama Puskesmas Jumlah Persen


(PKM) Total (%)
01. PKM Karang Intan 2.876 2.41
02. PKM Sungai Alang 2.269 1.90
03. PKM Sungai Pinang 7.711 6.46
04. PKM Simpang Empat 5.863 4.91
05. PKM Sungkai 4.192 3.51
06. PKM Aluh-aluh 11.450 0.96
07. PKM Jambu Burung 5.965 5.00
08. PKM Kertak Hanyar 5.781 4.85
09. PKM Tatah Pemangkih Laut 4.344 3.64
10. PKM Gambut 6.950 0.58
11. PKM Sungai Tabuk 5.627 4.72
12. PKM Lok Baintan 2.812 2.36
13. PKM Sungai Rangas 6.149 5.15
14 PKM Dalam Pagar 7.458 6.25
15. PKM Martapura 10.792 9.05
16. PKM Pasayangan 3.982 3.34
17. PKM Pengaron 4.150 0.35
18. PKM Astambul 9.196 7.71
19. PKM Bawahan Selan 4.953 4.15
20. PKM Aranio 1.990 0.17
21. PKM Sambung Makmur 2.909 2.44
22. PKM Sungai Lulut 1.890 0.16
Jumlah/Total 119.309 100%
Sumber: Program JPK-MM Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, 2008

Dari tabel tersebut diketahui bahwa “…kepesertaan Jamkesda perlu adanya


jumlah masyarakat miskin yang menjadi target evaluasi dan pendataan ulang agar lebih
kepesertaan Jamkesda dari 22 Puskesmas akurat dan mempermudah dalam penghitungan
(PKM) di Kabupaten Banjar sebanyak 119.309 klaim oleh Puskesmas dan rumah sakit…”
orang. Jumlah masyarakat miskin tertinggi (R.3, R.4).
berada pada PKM Aluh Aluh sebesar 9,60%
dengan jumlah warga miskin sebanyak 11.450 Prosedur Klaim Program Jamkesda di
orang, sedangkan jumlah masyarakat terkecil Kabupaten Banjar
dimiliki oleh PKM Sungai Lulut sebesar 0,16% Permasalahan klaim ini memang sangat
dengan warga miskin berjumlah 1.890 orang. erat kaitannya dengan sistem pendataan
Peserta program Jamkesda di Kabupaten kepesertaan, sehingga apabila pada proses
Banjar adalah masyarakat miskin yang tidak pendataan kepesertaan baik, maka pada proses
terakomodir Jamkesmas, dan masyarakat klaim akan berjalan lancar karena berdasarkan
rentan berpenghasilan rendah dan belum data yang sudah ada. Tetapi sebaliknya apabila
memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan pada pendataan terjadi kesalahan dan kurang
seperti Askes, Jamsostek, Asabri, dan Askes akurat maka pada proses klaim akan
Komersial, selanjutnya disebut dengan peserta menghadapi kendala dalam proses pencocokan
Jamkesda Kabupaten Banjar, yang terdaftar dan data peserta yang akan dibayar. Dan biasanya
memiliki kartu Jamkesda dan berhak memang Dinas kesehatan harus berdasarkan
mendapatkan pelayanan kesehatan. Kondisi ini data yang valid dan akurat berdasarkan sistem
memerlukan pendataan yang cukup komplek pendataan yang sudah dilakukan oleh beberapa
karena setiap saat dapat berubah ditambah lagi lembaga lainnya, padahal seringkali hasil dari
dengan karakteristik masyarakat yang kurang pendataan antara lembaga tersebut tidak sama.
respon dalam proses pendataan, sehingga tidak Misalnya antara BPS dengan Askeskin sering
sedikit dalam proses pendataan ini masyarakat terjadi ketidakcocokan data, maka untuk
terdaftar ganda atau dengan data yang sudah menghadapi permasalahan tersebut hasil
tidak akurat. verifikasi menjadi acuan dalam pembayaran
klaim.

21
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Pembayaran baru dapat dilakukan dengan ketentuan yang sudah ada. Misalnya
apabila sudah melewati proses verifikasi secara seharusnya pembayaran klaim diberikan tiap
sederhana yang dilakukan oleh tim verifikasi triwulan setelah proses pelayanan selesai
yaitu dengan mencocokan format PKDB 1 dengan pembayaran penuh, tetapi pada
(satu) dengan PKDB 2 (dua) dan dibayar setiap kenyataannya seringkali walaupun dibayarkan
triwulan sesuai dengan sistem anggaran yang per triwulan tapi pembayarannya tidak penuh.
ada. Jumlah yang diterima PPK (khususnya Hal ini sesuai hasil wawancara sebagai berikut:
untuk rawat jalan terlebih dahulu dikurangi “…ketersediaan dana bagi kami yang
sebesar 30% untuk pemda sebagai retribusi masih meragukan, dalam arti kata, ya
daerah dan sisanya dijadikan 100%. Dari 100% jumlahnya tadi. Pelayanan kan berjalan terus,
tersebut dipotong 20% untuk Dinas Kesehatan nah ketersediaannya kami tidak ngerti berapa
sebagai manajemen fee. Hal ini sesuai dengan sih yang disiapkan dana untuk Jamkesda oleh
hasil wawancara sebagai berikut : pemerintah…” (R. 3)
“…dalam pengajuan klaim, kita dari
pihak PPK hanya menerima dana bersih Dari hasil wawancara tersebut,
pelayanan kesehatan setelah dipotong 30% menunjukkan adanya ketidak transparan
oleh pihak Dinas…” (R. 4). pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan atas
anggaran yang disediakan untuk pembayaran
Kebijakan pemotongan sebesar 30% klaim pelayanan program Jamkesda. Sistem
tersebut berdasarkan Perda tarif, bahwa setiap seperti inilah yang akan memunculkan saling
retribusi harus masuk ke kas daerah sebagai curiga antara pihak pemerintah dengan pihak
jasa sarana karena pemda sudah menyediakan penyedia pelayanan, sehingga dikhawatirkan
sarana dan fasilitas, sedangkan 20% untuk pelayanan bagi peserta Jamkesda akan
manajemen fee. kebijakan manajemen fee terganggu. Apalagi program Jamkesda di
diambil berdasarkan SK Bupati tentang tarif Kabupaten Banjar masih relatif baru
Perda pasal 19 yang menyebutkan bahwa 70% dilaksanakan, sehingga dibutuhkan komitmen
dikembalikan ke dinas, antara lain digunakan dan kerjasama yang baik diantara instansi yang
untuk jasa pelayanan, operasional dan terkait dengan program ini. Ketersediaan
pengembangan dan pembinaan sumberdaya anggaran pada pemerintah juga menjadi hal
manusia. Menurut PPK besarnya persentase penting untuk melakukan pengembangan
untuk manajemen fee langsung ditetapkan program Jamkesda, apalagi untuk masa-masa
Dinas Kesehatan hal tersebut tidak menjadi yang akan datang proses pelayanan kesehatan
permasalahan asal ada dasar hukum yang memerlukan saran dan prasaran yang lebih
mengharuskan seperti itu, yang penting fungsi memadai dan berkualitas.
dan tugas PPK adalah memberikan pelayanan.
Hal tersebut sesuai hasil wawancara sebagai KESIMPULAN
berikut: 1. Penganggaran rencana pengembangan
“…RS tidak ada akan menolak pasien, program Jamkesda di Kabupaten Banjar
itu sudah menjadi prinsip kami setiap pasien sudah dialokasikan pada DPA-SKPD
tidak pernah ditolak, tapi loss cost kami harus sebesar Rp 3.058.387.000,- yang termasuk
ada orang yang memeriksa…” (R.3). pada alokasi anggaran peningkatan
kesehatan masyarakat. Besarnya anggaran
“… yang menjadi komitmen kami, untuk program Jamkesda sebesar Rp. 917.
siapapun yang datang ke kami sebagai pasien 516.100,-.
akan selalu diberi pelayanan yang terbaik 2. Kesiapan sumberdaya manusia dalam
sesuai dengan kapasitas kami…” (R.4). rencana pengembangan program Jamkesda
masih perlu dilakukan peningkatan, baik
Sistem pembayaran berdasarkan dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini
pelayanan merupakan sistem yang memang ditunjukkan dengan pelaksanaan program
disukai oleh PPK, karena dinilai lebih obyektif pelayanan kesehatan dasar bersubsidi
dan menguntungkan. Berapapun klaim yang masih dikelola oleh UPT yang berada di
diajukan dan berdasarkan hasil verifikasi tidak bawah Dinas Kesehatan dengan sumber
menjadi masalah karena akan tetap dibayarkan. daya manusia pengelola masih rangkap
Namun permasalahn muncul dari waktu jabatan, baik secara struktural maupun
pembayaran yang kadang-kadang tidak sesuai fungsional.

22
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

3. Sistem kepesertaan program Jamkesda ditingkat PPK. Hal tersebut dapat disusun
dikhususkan bagi masyarakat miskin dan dengan prosedur pencairan biaya klaim
kurang mampu yang tidak terakomodir yang secara bersamaan, antara pemerintah
oleh program jaminan lainnya seperti dengan PPK sebagai penyedia pelayanan
Askeskin. Jumlah sasaran program untuk menentukan standart procedure
Jamkesda di Kabupaten Banjar yang masih yang baku dan dapat dilaksanakan oleh
perlu dilakukan verifikasi kepesertaan semua pihak. Adanya standar prosedur
program sebanyak 10.422 orang. tidak saja untuk efisiensi dana tetapi juga
4. Persepsi stakeholder terhadap rencana untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
pengembangan program Jamkesda adalah ke arah preventif dan promotif sehingga
positif. Hal tersebut ditunjukkan dengan memberikan peluang ke arah efisiensi.
adanya regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah melalui SK Bupati dan Perda DAFTAR PUSTAKA
terhadap pengaturan pelaksanaan program Thabrany, H. (2005), Asuransi Kesehatan
pelayanan kesehatan dasar bersubsidi. Nasional, Jakarta: Pamjaki.
Selain itu juga sudah dibuktikan dengan
dialokasikannya anggaran pada tahun
2009. Mukti; A. G. dan Moertjahjo. (2008). Sistem
Jaminan Kesehatan: Konsep
SARAN Desentralisasi Terintegrasi. Magister
1. Pemda Kabupaten Banjar perlu Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen
mempersiapkan anggaran yang cukup Asuransi/Jaminan Kesehatan. Fakultas
besar untuk membiayai pelaksanaan Kedokteran Universitas Gadjah Mada
program Jamkesda dan pelayanan bekerja sama dengan Asosiasi Jaminan
kesehatan dasar bersubsidi lainnya dengan Sosial Daerah; Yogyakarta.
menggandeng pihak-pihak ketiga yang
menjadi sumber PAD. Selain itu juga perlu Informasi Laporan Penyelenggaraan
adanya sosialisasi bagi masyarakat akan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Tahun
pentingnya berpartisipasi dalam pelayanan 2007, Bagian Humas Pemerintah
kesehatan dengan ikut serta dalam Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
kepesertaan jaminan kesehatan yang di
luncurkan oleh pemerintah.
2. Persiapan sumber daya manusia menjadi Yin, R.K. (2002), Studi Kasus: Desain dan
salah satu hal yang penting untuk Metode (Rev. ed), Jakarta: PT. Raja
pelaksanaan program Jamkesda, baik dari Grafindo Persada.
segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu
juga persiapan lembaga pengelola yang
Departemen Kesehatan, R.I, (2004), Kebijakan
independen perlu dilakukan sesegera
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,
mungkin agar mampu mempersiapkan hal-
Jakarta: Keputusan Menteri Kesehatan
hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
R.I., Nomor 128/SK/II/2004
program, muali dari penyusunan program,
pendataan peserta serta terknis pelaksanaan
program. Mukti, A.G. (2003), Mencari Alternatif Model
3. Sistem pembayaran klaim kepada PPK Sistem Pembiayaan Berbagai Asuransi
perlu dilakukan secara transparan dan Kesehatan Sosial di Era Desentralisasi,
sesuai dengan ketentuan yang sudah Jurnal Manajemen Pelayanan
ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk Kesehatan, 06 (2), pp.45-55.
memperlancar pelayanan kesehatan

23
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Potensi Pengembangan Buah Lokal Kalimantan Tengah: Selai Buah


Cemot (Passiflora foetida L.)
Nur Hasanah1, Mars Khendra Kusfriyadi2, Agnescia Clarissa Sera2
1
Mahasiswa Diploma IV Gizi Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
2
Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Email: agnesciasera@gmail.com

Abstract: Cemot (Passiflora foetida L.) is a local fruit can be easily found in bushes and tropical forest of Central
Kalimantan. It is very polular amongst native children and usually eaten in fresh condition. To date no research
has ever done to study its processed product. This experimental research aims to explore the potential of cemot
which is processed into fruit jam by adding 0.25%, 0.75%, 1.25%, 1.75% and 2.25% pectin. Complete randomized
design was employed. Most of panellist confirmed that cemot jam were sweet, has natural aroma, very thick and
dark brown in color. Total dissolved solids in cemot jam with pectin addition of 0.25%; 0.75%; 1.25%; 1.75%;
2.25% were 66.7%; 67.3%; 68.4%; 69.2%; 69.8% brix, respectively. Pectin concentration does not affect the taste
(p=0.244), aroma (p=0.621) and color (p=0.492) of cemot jam but affect its texture (p=0.000) and total dissolved
solid (p=0.000).
Keywords: cemot (Passiflora foetida L.), jam, pectin, organoleptic, total dissolved solids.
Abstrak : Buah cemot (Passiflora foetida L.) merupakan buah lokal yang umum ditemui di semak liar dan hutan
Kalimantan Tengah. Buah ini sangat popular di kalangan anak-anak penduduk setempat dan lazim dikonsumsi
dalam kondisi segar. Sampai saat ini belum ada penelitian yang membahas tentang produk olahan buah cemot.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi buah cemot yang diproses menjadi selai dengan
berbagai variasi penambahan pektin: 0,25%; 0,75%; 1,25%; 1,75% dan 2,25%. Penelitian eksperimental ini
menggunakan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rata-rata panelis menyatakan selai cemot berasa manis,
aroma buah nyata, tekstur sangat kental dan warna sangat coklat. Persen padatan terlarut selai buah cemot untuk
perlakuan 0,25%; 0,75%; 1,25%; 1,75%; 2,25% berturut-turut adalah 66,7%; 67,3%; 68,4%; 69,2%; 69,8% brix.
Konsentrasi pektin tidak mempengaruhi rasa (p=0,244), aroma (p=0,621) dan warna selai (p=0,492). Namun,
mempengaruhi tekstur (p=0,000) dan persen padatan terlarut selai buah cemot (p=0,000).

Kata Kunci: cemot (Passiflora foetida L.), selai, pektin, organoleptik, persen padatan terlarut

Kalimantan Tengah, salah satu provinsi pangan lain. Salah satu teknik pengolahan yang
dengan area hutan hujan tropis terbesar di mungkin dapat diterapkan pada buah cemot
Indonesia memiliki beragam tanaman lokal adalah teknik penggulaan, yaitu mengolah buah
yang belum diteliti secara maksimal. Penduduk menjadi selai. Oleh karena itu, pembuatan selai
aslinya memanfaatkan tanaman lokal ini dengan bahan dasar buah cemot ini pun dapat
sebagai bahan makanan, obat-obatan dan memberikan dampak positif bagi
kosmetik. Salah satu tanaman lokal yang belum pengembangan industri rumah tangga yang ada
banyak dieksplorasi kegunaannya adalah buah di Kalimantan Tengah serta pengembangan
cemot (Passiflora foetida L.). Buah ini umum pengetahuan di bidang teknologi pangan, secara
ditemukan di semak-semak rimbun, padang khusus terkait pengembangan pangan lokal.
rumput dan hutan Kalimantan Tengah. Buah
cemot cukup populer di kalangan anak-anak
Kalimantan Tengah yang masih sering bermain METODE
di alam. Buah ini mempunyai rasa yang manis Pembuatan selai buah cemot dilakukan di
dan kulitnya berwarna kuning (Patil et al., Laboratorium Pangan sedangkan uji
2013). Tidak banyak yang memanfaatkan buah organoleptik dilakukan di Laboratorium
ini padahal menurut penelitian yang dilakukan Organoleptik Jurusan Gizi Poltekkes
oleh Sasikala, Saravana, dan Parimelazhagan Kemenkes Palangka Raya. Rancangan
(2011) tanaman Passiflora foetida L. penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
merupakan sumber antioksidan alami yang Lengkap (RAL) dengan penambahan pektin
sangat baik. sebagai berikut:
Buah cemot umumnya langsung
dikonsumsi dalam kondisi segar dan belum P1 = Selai buah cemot dengan penambahan
diolah dan dikembangkan menjadi produk pektin 0,25%

24
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

P2 = Selai buah cemot dengan penambahan HASIL


pektin 0,75%
P3 = Selai buah cemot dengan penambahan Rasa
pektin 1,25% Terdapat empat indikator rasa pada produk selai
P4 = Selai buah cemot dengan penambahan buah cemot, yaitu tidak manis, kurang manis,
pektin 1,75% manis dan manis sekali. Secara umum, rata-rata
P5 = Selai buah cemot dengan penambahan panelis menyimpulkan produk selai cemot
pektin 2,25% berasa manis. Hasil uji organoleptik terhadap
rasa selai buah cemot menunjukan bahwa
Alat yang digunakan dalam pembuatan selai
semakin meningkatnya persentase penambahan
buah cemot antara lain kompor, timbangan
pektin, semakin sedikit panelis yang
digital, wajan, sutil kayu, sendok, baskom,
menyatakan selai terasa manis, meskipun
blender, refraktometer dan pH universal. Bahan
pernyataan ini tidak berlaku untuk selai dengan
yang digunakan dalam pembuatan selai antara
penambahan pektin 0,75%, dimana hanya 8%
lain gula, pektin, asam sitrat, air dan buah
panelis menyatakan selai berasa manis dan
cemot dengan kriteria kulit masih baik, tidak
manis sekali. Hasil uji statistik menunjukan
busuk, tidak ada memar dan memiliki tingkat
tidak ada pengaruh antara konsentrasi pektin
kematangan yang cukup (berwarna hijau
dengan rasa manis yang dihasilkan (p=0,244).
kekuningan hingga orange).
Pembuatan selai buah cemot mengikut prosedur
sebagai berikut
1. Kupas buah cemot dan keluarkan daging
buah kemudian masukkan ke dalam
baskom yang sudah disediakan masing-
masing 250 gr.
2. Karena buah cemot mempunyai biji yang
kecil, maka daging buah dihaluskan
menggunakan blender bersamaan dengan
biji buah lalu ditambahkan air sebanyak
10% dari berat bahan.
3. Buah cemot yang telah dihaluskan
dimasukkan ke dalam wajan, kemudian
ditambahkan gula sebanyak 55% dari berat
bahan. Masak pada suhu 100-105 oC Gambar 1 Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa
selama 30 menit hingga mengental dan Selai Buah Cemot
berwarna kecoklatan. Aroma
4. Tambahkan pektin untuk masing-masing
formula sebanyak 0,25%, 0,75%, 1,25%, Dalam penilaian organoleptik aroma selai buah
1,75% dan 2,25% dari berat bahan. cemot, ada empat karakteristik aroma yang
5. Tambahkan asam sitrat 0,02% hingga wajib dipilih panelis, yaitu aroma buah tidak
mencapai pH 3,1 – 3,5. nyata, aroma buah nyata, aroma buah sangat
6. Dinginkan selai dan kemas dalam botol nyata dan aroma khas buah cemot. Gambar 2
yang telah dipasteurisasi menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan
penambahan pektin sebesar 0,25% hingga
Uji organoleptik dilakukan untuk 1,75%, rata-rata panelis menyatakan aroma
mendeskripsikan produk yang telah dibuat. buah nyata dan kurang dari 20% menyatakan
Data yang diperoleh diolah dengan aroma selai khas buah cemot. Namun, pada
menggunakan cara tabulasi dan dianalisis formula selai dengan penambahan pektin
secara deskriptif. Pengaruh penambahan pektin 2,25%, sebagian besar panelis menyatakan
terhadap atribut rasa, aroma, tekstur dan warna aroma buah tidak nyata. Uji statistik
serta persen padatan terlarut dianalisis menyimpulkan bahwa aroma selai tidak
menggunakan uji Kruskal Wallis pada program dipengaruhi oleh konsentrasi pektin (p=0,621).
SPSS 20.

25
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Warna
Warna selai buah cemot yang dihasilkan dibagi
menjadi 4 jenis, yaitu berwarna tidak coklat,
agak coklat, coklat, dan sangat coklat. Hasil uji
organoleptik menunjukkan sebagian besar
panelis mengidentifikasi selai cemot berwarna
sangat coklat, dimana selai dengan konsentrasi
penambahan pektin tertinggi (2,25%) memiliki
warna yang lebih gelap dibandingkan dengan
selai cemot lainnya. Uji statistik menunjukkan
bahwa kadar pektin tidak mempengaruhi warna
dari selai buah cemot (p=0,492).

Gambar 2 Hasil Organoleptik terhadap


Aroma Selai Buah Cemot

Tekstur
Hasil uji organoleptik terhadap tekstur selai
buah cemot menunjukkan bahwa hanya
formula selai dengan konsentrasi penambahan
pektin sebesar 0.25% saja yang menghasilkan
tekstur kental, sedangkan formula lainnya
bertekstur sangat kental. Uji statistik
menyimpulkan bahwa kadar pektin
mempengaruhi tekstur selai buah cemot
Gambar 4 Hasil Organoleptik terhadap Warna Selai
(p=0,000).
Buah Cemot

Padatan Terlarut
Persentase padatan terlarut pada selai buah
cemot semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah pektin yang ditambahkan
dalam formula selai (Gambar 5). Persentase
padatan terlarut berada pada rentang 66,70 –
69,80% Brix untuk penambahan pektin sebesar
0,25 – 2,25%. Uji statistik menunjukkan bahwa
pektin mempengaruhi persen padatan terlarut
selai buah cemot (p=0,000).

Gambar 3 Hasil Organoleptik terhadap


Tekstur Selai Buah Cemot

26
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang


terbentuk dan dikirim melalui syaraf ke pusat
susunan syaraf konsumen. Dengan demikian
penilaian setiap panelis terhadap selai akan
sangat mungkin berbeda-beda karena adanya
peningkatan atau penurunan intensitas rasa
yang dipengaruhi oleh senyawa kimia,
konsentrasi dan interaksi dengan komponen
rasa yang lain serta faktor lingkungan seperti
suhu, waktu saat melakukan penilaian
organoleptik) dan kondisi fisik panelis.
Aroma
Aroma merupakan salah satu faktor penting
bagi konsumen, dengan memiliki produk
pangan yang memiliki aroma khas, akan
mampu menarik konsumen untuk membeli
Gambar 5 Persentase Padatan Terlarut dalam produk tersebut. Penilaian terhadap aroma
Selai Buah Cemot merupakan penilaian organoleptik
menggunakan indera pencium. Hasil uji
organoleptik pada gambar 2 menunjukkan
PEMBAHASAN bahwa aroma buah nyata tercium pada formulai
selai dengan penambahan pektin sebesar 0,25%
Rasa hingga 1,75%. Namun, pada formula selai
Penilaian terhadap rasa merupakan salah satu dengan penambahan pektin 2,25%, sebagian
penilaian organoleptik menggunakan indera besar panelis tidak mendeteksi aroma khas buah
pengecap atau lidah. Rasa yang enak membuat cemot. Menurut Simanjuntak, Sudaryati dan
produk tersebut dapat diterima oleh konsumen, Aritonang (2013), aroma adalah bau yang sulit
begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu, rasa diukur sehingga dapat menimbulkan perbedaan
memiliki peranan yang penting terutama dalam pendapat dalam penilaian kualitas aroma.
pengembangan produk selai cemot. Secara Perbedaan pendapat setiap orang disebabkan
umum, rata-rata panelis menyimpulkan produk adanya perbedaan kepekaan penciuman dan
selai cemot berasa manis. Rasa manis ini perbedaan tingkat selera. Di sisi lain, buah
merupakan kombinasi dari glukosa yang cemot tidak memiliki bau yang kuat, sehingga
terkandung dalam buah maupun sukrosa yang pada saat penambahan gula saat proses
dicampurkan ke dalam selai. Lebih lanjut, hasil pemasakan, bau karamel dari gula pasir yang
uji organoleptik pada gambar 1 menunjukkan ditambahkan pada formula selai akan lebih
bahwa semakin meningkatnya persentase dominan dibandingkan aroma khas buah cemot.
penambahan pektin, semakin sedikit panelis Lebih lanjut, uji statistik juga menyimpulkan
yang menyatakan selai terasa manis. Walaupun bahwa aroma selai tidak dipengaruhi oleh
demikian, pernyataan ini tidak berlaku untuk konsentrasi pektin (p=0,621). Pektin
selai dengan penambahan pektin 0,75%. merupakan serbuk halus pembentuk gel
Inkonsistensi ini dapat dijawab melalui berwarna putih sampai kecoklatan yang hampir
perhitungan statistik yang menunjukan tidak tidak memiliki bau (Suryani, 2014). Dengan
ada pengaruh antara konsentrasi pektin dengan demikian, pektin tidak memberikan
rasa manis yang dihasilkan (p=0,244). Dengan sumbangsih terhadap aroma selai buah cemot.
kata lain, pektin tidak menyumbang rasa manis Tekstur
pada selai. Rasa manis berasal dari glukosa
pada buah dan sukrosa yang digunakan pada Penilaian terhadap tekstur merupakan salah
formula selai. Pektin tidak memiliki rasa yang satu penilaian organoleptik yang menggunakan
tajam dan hanya sebagai pembentuk gel atau indera peraba. Tekstur yang sesuai membuat
pengemulsi (Cahyadi, 2012). Pada prinsipnya, produk tersebut dapat diterima oleh konsumen,
agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, begitu pula sebaliknya. Tekstur yang
senyawa tersebut harus dapat mengadakan diharapkan dari selai adalah tekstur yang kental

27
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

namun tidak terlalu lengket dimana pada Warna


akhirnya tekstur akan sangat mempengaruhi
daya oles dari selai (Ikhwal, Lubis dan Ginting, Rata-rata panelis menilai selai buah cemot
2014). Berdasarkan gambar 3, hanya formula berwarna sangat coklat. Uji statistik
selai dengan penambahan pektin 0,25% saja menunjukkan bahwa kadar pektin tidak
yang memenuhi kriteria tekstur yang mempengaruhi warna dari selai buah cemot.
diharapkan karena formula selai lainnya Buah cemot segar memiliki kulit berwarna
bertekstur sangat kental dan cenderung keras. kuning dengan daging buah berwarna putih
Di sisi lain, uji statistik juga menunjukkan transparan seperti selaput tipis dan biji
bahwa kadar pektin mempengaruhi tekstur dari berwarna hitam. Bagian yang diolah menjadi
selain buah cemot sehingga semakin banyak selai adalah bagian daging dan biji buah.
penambahan pektin akan semakin membuat Dengan demikian, warna coklat gelap ini
tekstur selai menjadi padat. Dengan demikian kemungkinan besar berasal dari campuran
dapat diasumsikan bahwa penambahan pektin warna biji cemot dan warna gula yang telah
maksimal pada formulasi buah cemot adalah mengalami reaksi Maillard saat pemasakan
0.25%. Hal ini sekaligus mengungungkapkan adonan selai. Reaksi Maillard adalah reaksi
bahwa dalam cemot terkandung pektin dalam yang terjadi antara karbohidrat, khususnya gula
jumlah yang tinggi sehingga dengan pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil
penambahan sedikit pektin tekstur selai sudah reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna
menjadi kental. Dengan kata lain, dapat cokelat (Arsa, 2016). Selain itu buah cemot
diasumsikan bahwa dalam pembuatan selai memiliki vitamin C sebesar 1,2% - 2,4%,
buah cemot kemungkinan besar tidak dimana vitamin C merupakan suatu senyawa
memerlukan penambahan pektin untuk reduktor dan juga dapat bertindak sebagai
menghasilkan tekstur selai yang baik. precursor untuk pembentukan warna cokelat
Sayangnya, sampai saat ini, belum ada literatur nonenzimatik. Asam-asam askorbat berada
yang mengungkapkan secara pasti total pektin dalam keseimbangan dengan asam
yang terkandung dalam buah cemot. Di dehidrokaskorbat. Dalam suasana asam, cincin
samping pektin, faktor lain yang lakton asam dehidroaskorbat terurai secara
mempengaruhi pembentukan gel pada selai irreversible dengan membentuk suatu senyawa
adalah pH, suhu, ion kalsium, dan gula diketogulonati kemudian berlangsung reaksi
(Marcella, 2016). Dengan demikian, pada Maillard dan proses pencoklatan (Arsa, 2016).
penelitian berikutnya, faktor-faktor di atas patut Padatan Terlarut
diawasi. Dalam hal ini, penambahan gula
sebanyak 55% dari jumlah bahan penting Menurut Andarwulan, Kusnanda dan Herawati
mendapat perhatian, walaupun secara teoritis (2011), kandungan total padatan terlarut suatu
gula yang ditambahkan pada selai tidak boleh bahan meliputi gula reduksi, gula nonreduksi,
lebih dari 65% agar terbentuknya kristal-kristal asam organik, pektin dan protein. Muchtadi dan
di permukaan gel dapat dicegah (Marcella, Sugiyono (2013) menambahkan, total padatan
2016). Bisa jadi, tekstur yang sangat kental dan terlarut pada suatu bahan makanan sangat
cenderung keras pada selai cemot disebabkan dipengaruhi oleh pektin yang larut. Lebih jauh,
karena penambahan gula yang terlalu banyak. persentase padatan terlarut pada produk selai
Di sisi lain, tekstur yang dihasilkan oleh akan sangat mempengaruhi tekstur dari produk
formula selain dengan penambahan pektin akhir (Fahrizal dan Fadhil, 2014). Persentase
0,75%, 1,25%, 1,75% dan 2,25% lebih padatan terlarut pada selai buah cemot diukur
menyerupai kembang gula dibandingkan menggunakan hand refractometer dan
dengan tekstur selai. Oleh karena itu, sekali menunjukkan hasil dimana jumlahnya semakin
lagi, penambahan jumlah pektin dalam meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
formulasi selai akan sangat ditentukan oleh pektin yang ditambahkan dalam formula selai
kandungan pektin dan persentase gula pasir (Gambar 5). Hal ini diperkuat dengan hasil uji
yang ditambahkan. Tekstur selai yang statistik yang menunjukkan bahwa pektin
dihasilkan tidak memungkinkan untuk mempengaruhi persen padatan terlarut selai
dilanjutkan dengan uji daya oles. buah cemot (p=0,000). Pektin dan sukrosa
diduga sebagai komponen penyusun dari total
padatan terlarut ini. Persentase padatan terlarut
selai cemot berada pada rentang 66,70 –

28
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

69,80% Brix untuk penambahan pektin sebesar 9c33ad.pdf diakses pada tanggal 7
0,25 – 2,25%. Nilai padatan terlarut ini masih Agustus 2017.
berada dalam ambang batas yang dapat
diharapkan pada produk selai, yaitu di rentang Cahyadi, W. 2012. Analisis dan Aspek
65-70% (Yunita dan Achir, 2013; Suryani, Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
2014). Namun, persentase padatan terlarut ini PT Bumi Aksara. Jakarta
dapat dikatakan cukup tinggi untuk selai buah Simanjuntak, R.D, Sudaryati, E., Aritonang, E.
cemot, karena secara fisik, tekstur selai yang 2013. Uji Daya Terima Selai Kulit
dihasilkan sangat kental. Diasumsikan bahwa Jeruk Manis (Citrus Sinensis L) Dan
selai cemot akan memiliki tekstur yang baik Nilai Gizinya. Jurnal Gizi Kesehatan
bila memiliki total padatan terlarut 65%. Reproduksi dan Epidemiologi. Vol.,
SIMPULAN 1. No. 5.
http://download.portalgaruda.org/arti
Secara umum, selai buah cemot memiliki cle.php?article=438179&val=4108&
karakteristik rasa manis, aroma buah nyata, title=UJI%20DAYA%20TERIMA%
tekstur sangat kental dan berwarna sangat 20SELAI%20KULIT%20JERUK%2
coklat. Selai buah cemot dengan konsentrasi 0MANIS%20(Citrus%20sinensis%2
penambahan pektin sebesar 0,25% merupakan 0L)%20DAN%20NILAI%20GIZIN
formulasi terbaik, terutama ditinjau dari atribut YA diakses pada tanggal 29 Mei
teksturnya. Persen padatan terlarut selai buah 2018.
cemot semakin meningkat seiring dengan
penambahan jumlah pektin. Konsentrasi pektin Suryani, A. 2014. Membuat Aneka Selai.
tidak mempengaruhi rasa, aroma dan warna Swadaya. Jakarta
selai namun mempengaruhi tekstur dan persen Ikhwal, P.A, Lubis, Z dan Ginting, S. 2014.
padatan terlarut selai buah cemot. Pengaruh Konsentrasi Pektin dan
SARAN Lama Penyimpanan Mutu Selai
Nanas Lembaran. Jurnal Rekayasa
Perlu dilakukan analisis kadar pektin dalam Pangan. Vol. 2, No. 4.
buah cemot untuk mengetahui persentase ideal https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jrp
pektin yang dapat ditambahan dalam selai buah p/article/viewFile/Ahmad%20Ikhwal
cemot. Di sisi lain, perlu dipertimbangkan /pdf diakses pada tanggal 19 Juli
untuk menggunakan kulit buah cemot pada 2017.
proses pengolahan selai agar warna selai yang
dihasilkan tidak terlalu gelap. Marcella, Bunga. 2016. Studi Aktivitas
Antioksidan Dan Karakteristik
DAFTAR PUSTAKA Fisikokimia Selai Buah Dari Varietas
Apel (Malus Sylvestris Mill) dan
Patil et. al., 2013. Passiflora foetida linn: A Penambahan Ekstrak Pektin Daun
Complete Morpholgical and Cincau Hijau (Premna oblongifolia.
Phytopharmalogical Review, Merr). Universitas Muhammadyah
International Journal of Pharma and Malang. Malang.
Bio Sciences Arsa, Made. 2016. Proses Pencoklatan
http://imsear.li.mahidol.ac.th/bitstrea (Browning Process) pada Bahan
m/123456789/150792/1/japs2011v1n Pangan. Universitas Udayana.
4p89.pdf diakses pada tanggal 7 Denpasar.
Agustus 2017. Andarwulan, N., Kusnanda, F., Herawati, D.
Sasikala V, et al., 2011. Evaluation Of 2011. Analisis Pangan. PT. Dian
Antioxidant Potential Of Different Rakyat. Jakarta
Parts of Wild Edible Plant Passiflora Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 2013. Prinsip
foetida L. Journal of Applied dan Proses Teknologi Pangan.
Pharmaceutical Science Alfabeta. Bandung.
https://pdfs.semanticscholar.org/64d
4/6feaaf0ac3ba27c2ef8c9d47ae987a Fahrizal, Fadhil, R. 2014, Kajian Fisiko Kimia
Dan Daya Terima Organoleptik Selai

29
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Nenas yang Menggunakan Pektin


Dari Limbah Kulit Kakao, Jurnal
Teknologi dan Industri Pertanian
Indonesia.
Yunita, S dan Achir, S. 2013. Pengaruh Jumlah
Pektin dan Gula Terhadap Sifat
Organoleptik Jam Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus). Universitas
Negeri Surabaya. Surabaya.
https://www.google.co.id/url?sa=t&r
ct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=
3&ved=0ahUKEwi9xNjQyJnVAhU
GE5QKHRbxDZkQFgg6MAI&url=
http%3A%2F%2Fjurnalmahasiswa.u
nesa.ac.id%2Farticle%2F5986%2F4
8%2Farticle.pdf&usg=AFQjCNHn6
Ua8ekH_RM8iLBwoYK1eO_gw6A
diakses pada tanggal 19 Juli 2017.

30
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Pengalaman Keluarga Merawat Lansia Demensia


di Wilayah Kerja Puskesmas Menteng
1
Missesa, 2Syam’ani
1,2
Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Email : missesa80@gmail.com

Abstract : The WHO study results (2013) indicate that the increase in cases of dementia in the Southeast Asian
region including Indonesia is highest at the age of 75 - 79 years with an estimated prevalence of 6.4% (including
international standards as high as 6 - 9%). Research Objectives: Gain a deep understanding of the meaning of
family experience about the burden and source of support in treating elderly with dementia in the Working Area
of Menteng Community Health Center. Method of Research: The design of this study using qualitative research
methods of phenomenology studies. The samples in this research are 5 elderly’s family with dementia in area of
Puskesmas Menteng Kota Palangka Raya. Data collection strategies are interviews, observations and field notes.
This study takes into account the ethical principles during the research conducted. The research finds 7 themes:
1) Family Knowledge about elderly dementia, 2) elderly condition of dementia, 3) family burden of dementia, 4)
family strategy in caring for elderly, 5) Caregiver Coupling Management, 6) Source of Family Support in caring
for elderly Dementia and 7) Elderly care that is affordable and cost efficient. Recommendation: Nurses with
other health workers support the family's active participation in caring for elderly dementia at home through
affordable health care both in terms of service and cost .

Keywords : dementia, family, elderly

Abstrak : Hasil penelitian WHO (2013) menunjukkan bahwa peningkatan kasus demensia di wilayah Asia
tenggara termasuk Indonesia tertinggi pada usia 75 – 79 tahun dengan estimasi prevalensi 6,4 % (termasuk tinggi
sesuai standar internasional 6 – 9 %). Mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang makna pengalaman
keluarga tentang beban dan sumber dukungan dalam merawat lansia demensia di Wilayah Kerja Puskesmas
Menteng. Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi fenomenologi. Sampel dalam
penelitian ini adalah keluarga lansia dengan demensia di wilayah kerja Puskesmas Menteng Kota Palangka Raya
sebanyak 5 partisipan. Strategi pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan catatan lapangan. Penelitian
ini memperhatikan prinsip etik selama penelitian dilakukan. Hasil Penelitian menemukan 7 tema yaitu 1)
Pengetahuan Keluarga tentang lansia demensia, 2) Kondisi lansia yang demensia, 3)Beban keluarga yang
demensia, 4)Strategi keluarga dalam merawat lansia, 5)Manajemen Koping Caregiver, 6) Sumber Dukungan
Keluarga dalam merawat lansia demensia dan 7)Perawatan lansia yang terjangkau dan biaya efisien. Perawat
bersama tenaga kesehatan lainnya mendukung partisipasi aktif keluarga dalam merawat lansia demensia di
rumah melalui pelayanan kesehatan yang terjangkau baik dari segi tempat layanan maupun biaya.

Kata kunci : demensia, keluarga, lansia

PENDAHULUAN pada tahun 2030 dan 115.400.000 pada tahun


Demensia merupakan salah satu gangguan 2050, dengan demikian diproyeksikan
mental emosional yang sering terjadi pada meningkat menjadi 71 % pada tahun 2050
lansia selain depresi dan ansietas (WHO, (WHO, 2013).
2014). Demensia merupakan suatu sindroma Demensia di Indonesia tidak dijabarkan
klinis yang menggambarkan kerusakan fungsi secara langsung tetapi diidentifikasikan
kognitif secara global yang biasanya bersifat sebagai salah satu masalah gangguan mental
progresif dan mempengaruhi aktivitas sosial emosional yang dialami dengan prevalensi
dan aktivitas pekerjaan sehari-hari (Bowers, secara nasional berdasarkan hasil Riset
2008). Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013
Lansia yang mengalami demensia di adalah 6,0% dengan peningkatan kejadian
seluruh dunia pada tahun 2010 diperkirakan meningkat seiring usia lanjut tepatnya tertinggi
mencapai 35,6 juta dan diperkirakan hampir dialami usia 75 tahun ke atas. (Badan
dua kali lipat setiap 20 tahun menjadi 65,7 juta
31
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Penelitian dan Pengembangan Kementerian Tujuan umum penelitian ini adalah


Kesehatan, 2013). Mendapatkan pemahaman yang mendalam
tentang makna pengalaman keluarga tentang
Tanda dan gejala demensia menurut beban dan sumber dukungan dalam merawat
Stuart (2013) yaitu onset bertahap, klien lansia demensia di Wilayah Kerja Puskesmas
mengalami disorientasi, bingung, afek labil Menteng. Adapun tujuan khususnya yaitu :
kemudian apatis pada tahap lanjut,daya ingat a. Menguraikan pengetahuan keluarga
mengalami ganggaun terutama kejadian yang tentang lansia demensia.
baru terjadi, gangguan penalaran dan b. Menguraikan dampak yang dirasakan
berhitung, keluyuran, perilaku sosial yang selama merawat lansia.
tidak pantas, penampilan secara konsisten c. Menggambarkan cara keluarga
buruk. Hilangnya ingatan yang menonjol pada mengatasi beban selama merawat lansia.
lansia demensia mengakibatkan mereka d. Menggambarkan sumber dukungan
mengalami keterbatasan dalam melakukan keluarga melakukan perawatan lansia
aktivitas sehari-hari. Dampak demensia demensia di rumah.
diantaranya yaitu kesulitan dalam memori, e. Menggambarkan pelayanan kesehatan
bereaksi, membuat rencana dan melakukan untuk perawatan lansia dari persepektif
perawatan diri secara mandiri (Steele, 2010). keluarga.
Keluarga memiliki peran perawatan
anggota keluarga yang mengalami gangguan METODOLOGI PENELITIAN
jiwa seperti demensia, menurut Pitoyo (2012) Desain penelitian ini menggunakan
ada 8 peran keluarga merawat anggota metode penelitian kualitatif yaitu suatu desain
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa penelitian yang bermaksud untuk memahami
yaitu menyadari masa transisi adaptasi fenomena tentang apa yang dialami oleh
keluarga, memantau terapi farmakologis, peka subyek penelitian. Kriteria sampel dalam
terhadap reaksi emosional penderita,garda penelitian kualitatif ini antara lain: anggota
terdepan dan menumbuhkan keterbukaan, keluarga yang tinggal serumah dan berperan
terbuka terhadap lingkungan sosial, penting dalam perawatan lansia, usia 18 – 59
memberikan harapan yang tahun, mampu berkomunikasi dengan baik,
realistis,mempelajari pengetahuan yang baru bersedia menjadi partisipan dengan
dan meningkatkan partisipasi anggota keluarga memberikan persetujuan atau informed
yang lain. consent. Sampel dalam penelitian ini terdiri
Keluarga memegang peranan dalam dari 5 partisipan. Penelitian ini dilakukan pada
perawatan demensia, sekitar 70% lansia bulan Mei– Desember 2016 yaitu pada
dirawat dirumah dan menimbulkan keluarga yang merawat lansia dengan
permasalahan pada keluarga seperti isolasi demensia. Penelitian dilakukan di wilayah
sosial, keletihan dan masalah keuangan serta kerja Puskesmas Menteng Kota Palangka
banyak menghabiskan waktu mereka (Stanley Raya.
& Beare, 2006). Beban keluarga atau disebut Pertimbangan etik yang digunakan
juga family burden digunakan untuk peneliti untuk menjelaskan kepada partisipan
mengidentifikasi kesulitan keluarga secara adalah menghormati harkat martabat manusia
subjektif sehubungan dengan adanya anggota dan bebas paksaan (autonomy), berbuat baik
keluarga mengalami gangguan mental dalam (beneficence), dan keadilan (justice) atau
jangka waktu yang lama (Magliano, 2008). berbuat adil (Polit & Beck 2008). Strategi
pengumpulan data yang digunakan pada riset
Mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan kualitatif ini adalah wawancara, observasi dan
dukungan keluarga yang efektif karena catatan lapangan.
berpengaruh besar pada kesehatan jiwa lansia.
Dukungan keluarga yang positif akan sangat HASIL PENELITIAN
membantu meningkatkan pemulihan kesehatan 1. Pengetahuan Keluarga tentang Demensia
anggota keluarga sehingga lansia dapat
sejahtera dalam keluarga. Pengetahuan keluarga tentang demensia dari
hasil penelitian meliputi pengertian, penyebab.
a. Pengetahuan tentang Pengertian Demensia
32
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Semua partisipan menyampaikan bahwa Jangankan orang, cucu ja sekarang ni bisa


demensia lebih dikenal dengan istilah pikun lupa...”(P5)
atau bahasa dayaknya “Ngalilu” yaitu penyakit Dua partisipan menyampaikan bahwa
mudah lupa. kondisi kognitif lansia demensia yaitu
“Kalau pikun itu lupa”(P1) lansia tampak bingung.
Biasanya bingung naruh barang, ... (P1).
“Anu...Ngalilu te bisa lupa”(P2) Cari pinang, bingung kesana kemari
“Oh, Banyak atau suka lupa”(P3) ...........(P3)
“orang yang sudah tua dan sering lupa”(P4)
b. Kondisi Perilaku lansia yang dirawat
“Pikun itu lupa ingatannya ‘(P5) keluarga
Kondisi Perilaku lansia yang
mengalami demensia berdasarkan
b. Pengetahuan tentang Penyebab Demensia
pernyataan dua partisipan yaitu Perilaku
Empat partisipan menyampaikan bahwa
sulit diatur.
penyebab demensia yaitu adanya penuaan.
“...bisa kesal kalau tidak dituruti
“.. saat tua munculnya...”(P1)
keinginannya atau tidak sesuai dengan mau
“....Karena tua, ..”(P3)
nya....” (P1).
“....dialami semua orang yang sudah menjadi
“...sulit diatur...”(P4)
tua....”(P5)
“....orang yang sudah tua...(P4)
Dua partisipan menyampaikan bahwa
Satu partisipan menyampaikan bahwa
kondisi perilaku lansia demensia yaitu
demensia disebabkan oleh masalah pada
kebersihan diri kurang.
kepala.
“..sering baju yang seharusnya dicuci tapi
“...masalah di kepala... (P2)
dipakai lagi...”(P1).
“....Begini juga perilaku bapak sering
1. Kondisi Lansia Demensia yang Dirawat
menggunakan pakaian yang itu-itu saja,
Keluarga
belum dicuci tapi dijemur nanti dipakai
a. Kondisi Kognitif Lansia Demensia Yang
lagi...(P2).
Dirawat Keluarga
Kondisi kognitif lansia yang mengalami
Empat partisipan menyampaikan bahwa
demensia berdasarkan pernyataan 2 (dua)
kondisi perilaku lansia demensia yaitu sulit
partisipan yaitu adanya gangguan orientasi
melakukan aktivitas sehari-hari.
waktu.
“...panci gosong saat ia memanaskan bubur
“...hampir tiap hari bapak nanya hari. Apa hari
kacang hijau..”(P1).
ini nah?...” (P1).
“Bapak itu baru saja makan, tidak lama satu
“...Iyalah kata bapak, kukira hari ini katanya...”
jam ia bilang lapar karena belum
(P5)
makan...”(P2).
Dua partisipan menyampaikan bahwa kondisi
“....kukasih tahu “kenapa mandi, maka tadi
kognitif lansia demensia yaitu adanya
sudah.” (P5).
gangguan orientasi tempat.
“...bisa balik lagi ke kamar mandi karena ia
“...Alamat rumah bisa bapak lupa...”(P1).
bilang belum mandi.....”(P3)
“...Ia bilang”kenapa pas ke jalan ke depan
rumah saya bingung alamat rumah” jadi ia
Dua partisipan menyampaikan bahwa
balik lagi...”(P4).
kondisi perilaku lansia demensia yaitu
kehilangan barang miliknya.
Tiga partisipan menyampaikan bahwa
“...karena pikunnya kartu BPJS dan KTP
kondisi kognitif lansia demensia yaitu
nya hilang....”(P3).
adanya gangguan orientasi orang.
“...Tapi ini bisa besok begitu lagi, ada yang
kalo cucu-cucunya kadang bisa lupa...”(P1).
hilang lagi kata bapak...”(P5).
Ada tamu datang, tanya orang...ini siapa,
masuk rumah sebentar...nanti keluar lagi
Tiga partisipan menyampaikan bahwa
tanya..ini siapa... lebih 3 kali ...”(P2).
kondisi perilaku lansia demensia yaitu
berperilaku seperti anak kecil.
33
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

“...Padahal kenyataannya ia yang seperti Cerewet cari sesuatu, yang paling sering
anak kecil...”(P1). duitnya....”(P5).
‘...kelakukan orantua ini kayaknya anak e. Faktor Risiko lansia demensia yang
kecil juga....”(P5) dirawat keluarga
Kelakuan seperti anak kecil...”(P4) Tiga partisipan menyampaikan tentang
riwayat kesehatan lansia demensia yaitu
Tiga partisipan menyampaikan bahwa adanya penyakit fisik.
kondisi perilaku lansia demensia yaitu Sakitnya tekanan darah...(P1)
pelupa. Penyakit Maag...”(P2)
“...kesal karena belum dikasih uang untuk Ada tensinya naik, mulainya sekitar empat
belanja di warung, padahal sudah tahun....(P5.
dikasih....”(P1).
“Sehari bisa satu sampai dua kali ada saja Satu partisipan menyampaikan bahwa
barang yang hilang...”(P2). faktor risiko demensia yaitu adanya trauma
“...sering lupanya....lebihlah dari lima kali kepala.
sehari...”(P3). “...Pas rumah di kampung kan ada
“...baru tanya sesuatu nanti lupa..tanya lagi, lotengnya, ia jatuh dari tangga dan kepala
dua tiga kali...”(P4). terbentur meja...hampir ja meninggal...(P4).
“....Ada juga tiga Tahun yang lalu pas saya
Dua partisipan menyampaikan bahwa bonceng naik sepeda, ia duduk di belakang
kondisi perilaku lansia demensia yaitu dan jatuh..ampun, hampir ja. Kemungkinan
mengulang pembicaraan. bisa itulah.... (P4).
“...sekali nanya sesuatu tidak masalah tapi
ini sampai sepuluh kali rasanya...”(P2) 2. Beban keluarga selama merawat lansia
“Suka bertanya sesuatu ulang-ulang Beban keluarga selama merawat lansia
terus...”(P3) terdiri dari beban psikologis, beban sosial,
beban fisik dan beban ekonomi, yaitu
Dua partisipan menyampaikan bahwa sebagai berikut :
kondisi perilaku lansia demensia yaitu
mondar-mandir. a. Beban psikologis
“Bapak itu,maunya jalan sana..jalan sini Beban psikologis pada keluarga lansia
tapi tidak ada ja dikerjakan...(P5). demensia yaitu malu, kuatir dan marah
“...bingung kesana kemari ....”(P3). Satu partisipan menyampaikan beban
psikologis pada keluarga lansia demensia
c. Kondisi Sosial lansia yang dirawat yaitu malu.
keluarga “....bikin kita malu ja....”(P5).
Dua partisipan menyampaikan bahwa
kondisi sosial lansia demensia yaitu konflik Satu partisipan menyampaikan beban
dengan orang lain. psikologis pada keluarga lansia demensia yaitu
“....anak saya jujur ngaku, eh malah kuatir.
dimarahin bapak karena makan mangga “Was..was, bisa pas pulang tinggal baju di
punyanya....”(P1). badan. Baju sampai pakaian dalam tidak ada”.
“...menyalahkan orang lain...(P2). (P2).

d. Kondisi Afektif lansia yang dirawat Dua partisipan menyampaikan beban


keluarga psikologis pada keluarga lansia demensia yaitu
Dua partisipan menyampaikan bahwa marah.
kondisi afektif lansia demensia yaitu marah. “.........sambil mengomel..” (P1).
“...marah karena cari buah mangga.....”(P1). “Pernah juga saya marah dengan umai.....”
“..malah ia marah ....”(P2). (P3).

Satu partisipan menyampaikan bahwa b. Beban sosial


kondisi afektif lansia demensia yaitu Beban sosial yang dialami keluarga yang
cerewet. merawat lansia di rumah adalah keluarga
34
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

membatasi hubungan sosial disampaikan oleh “Saya telp dari kantor pas ingatkan sesuatu,
salah satu partisipan. melalui pengasuh anak saya...”(P1).
“....jadi sekarang saya jarang lagi keluar rumah “Untung ja ada tetangga,sudah seperti keluarga
dan ikut acara keluarga atau acara jadi kalau memang penting. Saya titip bapak ke
orang....”(P2). mereka tuk dilihat-lihat..”.(P2).
“....jalan menteng antar ke dokter untuk
c. Beban Fisik berobat...”(P4).
Beban fisik yang dialami keluarga yang
merawat lansia di rumah adalah disampaikan Tiga partisipan menyatakan Strategi keluarga
empat partisipan. dalam merawat lansia yaitu membantu lansia
“Sakit kepala kita... tidak ketemu....” (P1). dalam aktivitas sehari-hari.
“Kadang bisa terganggu istirahat....” (P2). “Aktivitas sehari-hari saya bantu...”(P2).
‘...sampai sakit kepala.. “ (3). “Saya bantu aktivitas ibu sehari-hari di
“Sampai tidak bisa tidur, pernah aku baru tidur rumah...”.(P4).
jam 12 malam...” (P4).
Tiga partisipan menyatakan strategi keluarga
d. Beban ekonomi dalam merawat lansia yaitu dengan penagturan
Beban ekonomi yang dialami keluarga yang jadwal.
merawat lansia di rumah disampaikan oleh tiga “...bersama adik saya yang kerja, jadi kami
partisipan. atur jadwal kerja bergantian dan kasih tahu
“Lupa taruh duit .........kita kasih saja duitnya pimpinan” (P3).
daripada cari sambil mengomel” (P1). “Bergantian ja kami...” (P4).
“Untung ada tetangga yang mencium bau “Gantian ja dengan suami, .....”(P4).
gosong dan terbakar...”(P2).
“Uangnya tadi hilang...”(P3). 4. Manajamen Koping Caregiver
“Bisa sampai tidak bekerja...”(P4). Manajemen Koping Caregiver lansia demensia
terdiri dari koping positif dan koping negatif
e. Beban spiritual yaitu sebagai berikut :
Beban spiritual dialami keluarga yang a. Koping Positif
merawat lansia di rumah disampaikan oleh satu Koping positif responden yaitu homor,
partisipan spiritual, pengelolaan emosi, pengalihan
“Jadi kepikiran bisa dosa kalau melawan pikiran negatif dan berpikir positif.
orangtua, istilahnya durhaka. Apalagi kalau ia Dua responden memiliki koping positif yaitu
ngomel begini”Bisa juga kalian ini nanti..., humor.
kalau ngomong kasar dengan orangtua.” (P3). “..ha..ha (tertawa kecil) saat bapak itu tanya
kacamata malah ada di atas kepala
3. Strategi keluarga dalam merawat sendiri...”(P1).
lansia “Bisa tertawa sendiri...”(P3).
Strategi keluarga dalam merawat lansia yaitu
memberikan peringatan, bekerjasama, Dua responden memiliki koping positif yaitu
membantu lansia dalam aktivitas sehari-hari spiritual.
dan pengaturan jadwal. “Pas baca Firman Tuhan, hormatilah ayah dan
ibu supaya lanjut umurmu...sabar lagi...”(P1).
Dua partisipan menyatakan Strategi keluarga “Sabar sabar ja, ...oh Tuhan. Doa ja supaya
dalam merawat lansia yaitu dengan tenang....”(P3).
memberikan peringatan.
“....saya ingatkan uangnya dijaga supaya tidak Tiga responden memiliki koping positif yaitu
hilang...”(P1). pengelolaan emosi.
“...kami ingatkan jangan jauh-jauhlah nanti “Tidak mau ikut-ikut, berusaha paham dan
sesat...”(P2). sabar...”(P3).
“Benar-benar sabar..”(P5).
Tiga partisipan menyatakan Strategi keluarga “.....jaga perasaan saya sendiri supaya tidak
dalam merawat lansia yaitu bekerjasama. ikut kesal juga...(P1).

35
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Satu responden memiliki koping positif yaitu “....saya sering itu menghubungi kaka ....”(P4).
pengalihan pikiran negatif . “Ada, diurus sama ade saya dan dikasih kartu
“...tidak mau dipikir terus..., kalau ada anak kesehatan...”(P5).
datang...”(P2).
b. Sumber dukungan eksternal keluarga
Satu responden memiliki koping positif Sumber dukungan internal keluarga terdiri dari
berpikir positif. dukungan dari tetangga disampaikan dua
“Gantian ja, sudah di asuh dulu kita nakal partisipan.
mungkin pas kecil,tapi sekarang gantian “....Untung ada tetangga yang mencium bau
ngasuh orangtua....”(P1) gosong dan terbakar....”(P2).”
“Tetangga sini dekat, jadi ngobrol ja dengan
b. Koping negatif mereka...”(P4).
Koping negatif keluarga dalam merawat lansia
demensia yaitu diam dan marah. 6. Perawatan Kesehatan Lansia
Dua partisipan memiliki koping negatif yaitu terjangkau dan biaya efisien
diam. Perawatan Kesehatan Lansia terjangkau dan
“saya diam saja...”(P1) biaya efisien menunjukkan empat subtema
“....ya nyarenan ih (ditahan saja).....”(P3). yaitu perawatan ke rumah, pendidikan
kesehatan, tindakan pencegahan dan pelayanan
Tiga partisipan memiliki koping negatif yaitu kesehatan dengan biaya terjangkau.
marah.
“...bisa dibilang kesal lah..”(P1) Tiga partisipan mengharapkan perawatan
“......Saya omelin.....(P2) lansia ke rumah.
“....bisa juga ikutan ngomel....”(P5) “Maunya ada perawat yang bantu kita merawat
orangtua di rumah, kan pasti lebih tahu caranya
5. Sumber dukungan keluarga dalam dan pasti sabar tanpa konflik
merawat lansia demensia perawatan...”(P1).
Sumber dukungan keluarga dalam merawat “Kalau sudah tua susah kesana-kemari,jadi
lansia demensia terdiri dari dukungan internal maunya orang kesehatan datang ke
keluarga dan dukungan eksternal keluarga. rumah...”(P2).
“Bagus lagi ada kunjungan ke rumah, perawat
a. Sumber dukungan internal keluarga dan dokternya...”(P3).
Sumber dukungan internal keluarga terdiri dari
dukungan dari pasangan, anak dan saudara. Satu partisipan membutuhkan pendidikan
Dua partisipan menyampaikan dukungan kesehatan tentang perawatan demensia.
internal keluarga adalah dukungan dari “Kita diberi penjelasan, cara merawat orang
pasangan. pikun....”(P5).
“.....Yang tadinya kesal mau menjawab kasar
tidak jadi lah, sama lah dengan suami sabar Dua partisipan menyatakan ingin adanya
juga...” (P1). tindakan pencegahan.
“Suami saya tidak banyak bicara, mungkin “...Bisa sesekali perawat datang periksa
paham ja dengan kondisi orangtua......”(P4). kesehatan dan bantu merawat....”(P4).
“....mencegah pikunnya bertambah berat, kami
Dua partisipan menyampaikan dukungan mau ja....”(P1).
internal keluarga adalah dukungan dari anak.
“Saya punya tiga orang anak, yang bisa Semua partisipan membutuhkan pelayanan
diharap yang paling tua. Ia sudah kelas lima kesehatan dengan biaya terjangkau.
Sekolah Dasar. Bisa menelpon kalau ada “..Tapi bayarnya jangan mahal, mau nya
sesuatu....”(P4). gratis...”(P2).
“Syukurnya, bisa ja dua anak saya saya suruh “Kalau ada kegiatan kesehatan ikut ja, kalau
bantu bue nya.....”(P5). gratis apalagi dekat rumah...”(P3).
Dua partisipan menyampaikan dukungan “...Kalau ada obat, tapi jangan mahal-
internal keluarga adalah dukungan dari mahal....”(P5).
saudara.
36
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

“Kami berharap ada pelayanan kesehatan yang gangguan orientasi, penurunan daya ingat,
murah,bagus lagi gratis...”(P4). perilaku yang tidak terkoordinasi,
“Diberi pelayanan kesehatan gratis...”(P1). terganggunya aktivitas sehari-hari,
kebingungan dan kurang harmonisnya
PEMBAHASAN hubungan sosial.
1) Pengetahuan tentang Demensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gangguan orientasi waktu dialami semua
istilah demensia masih asing di dengar oleh lansia, adanya gangguan orientasi tempat pada
partisipan, semua partisipan menyampaikan dua lansia adanya gangguan orientasi orang
bahwa demensia lebih dikenal dengan istilah pada tiga lansia. Menonjolnya masalah
pikun atau bahasa dayaknya “Ngalilu” yaitu orientasi waktu, karena orientasi waktu
penyakit mudah lupa. Hal ini karena kentalnya melibatkan fungsi eksekutif dalam
bahasa daerah yang digunakan, selain itu mengurutkan waktu secara kontinyu. Hal
istilah tersebut kurang populer walaupun penelitian ini relevan dengan teori yang
penyakitnya tersebut banyak dialami lansia disampaikan Stuart (2013) bahwa adanya tanda
usia lanjut. Pengetahuan seseorang dipengaruhi dan gejala disorientasi dan bingung pada lansia
oleh informasi yang ia dapatkan, kondisi inilah yang mengalami demensia. Disorientasi ini
yang dialami karena kurangnya informasinya timbul sebagai akibat menurunnya kemampuan
yang didaptkan maka keluarga belum memiliki memori pada lansia, sehingga keluarga
pengetahuan yang adekuat tentang penyakit dibutuhkan untuk melakukan pendampingan
demensia. sebagai bagian pendukung lansia yang
terdekat.
Pemahaman penyakit demensia menurut
persepsi keluarga dimana demesia merupakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penyakit dengan penurunan daya ingat, hal ini perilaku lansia yang mengalami demensia
disampaikan oleh partisipan. Partisipan dalam yaitu perilaku sulit diatur, kebersihan diri
penelitian ini berjumlah 5 (Lima) partisipan kurang, sulit melakukan aktivitas sehari-hari,
utama, semua menyampaikan bahwa penyebab kehilangan barang miliknya, dan berperilaku
demensia yaitu adanya penuaan. Hasil seperti anak kecil. Kondisi tersebut terkait
penelitian ini sejalan dengan pernyataan dengan kemampuan lansia dalam melakukan
Stanley dan Beare (2006) yang menyatakan aktivitas motorik secara utuh dan kurangnya
bahwa Korteks serebral pada lansia adalah melakukan aktivitas terorganisir sesuai dengan
daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh pernyataan, hal ini senada dengan pernyataan
neuron, adanya penurunan aliran darah Steele (2010) dan hasil penelitian Missesa,
serebral, penyusutan neuron potensial 10%, Helena dan Putri (2014) bahwa lansia
distribusi neuron kolinergik, norepinefrin dan demensia akan mengalami kehidupannya
dopamin yang tidak seimbang dikompensasi sehari-sehari seperti defisit perawatan diri
oleh hilangnya sel-sel yang pada akhirnya karena kurang kemampuan perawatan mandiri,
penurunan intelektual seperti daya ingat. kesulitan bereaksi terhadap situasi yang
Penuaan bukan satu-satunya penyebab tetapi dihadapi dan membuat rencana.
akan diperberat dengan adanya masalah pada
kepala, dimana salah satu partisipan Hubungan sosial lansia yang mengalami
menyampaikan bahwa demensia disebabkan demensia kurang terjalin dengan baik dengan
oleh masalah pada kepala akibat benturan saat keluarga atau orang lain sehingga terpicunya
terjatuh. konflik, hal diperburuk dengan kondisi afektif
lansia yaitu marah dan cerewet. Hasil
2) Kondisi Lansia Demensia penelitian ini selaras dengan teori yang
Hasil penelitiaan terkait kondisi lansia disampaikan oleh Stuart (2013) bahwa lansia
menunjukkan 4 (empat) aspek yaitu gangguan memiliki perilaku sosial yang tidak pantas.
fungsi kognitif, gangguan perilaku, gangguan Perilaku yang ditampilkan lansia sering tidak
sosial dan gangguan afektif. Hal ini relevan sinkron dengan situasi dan bertentangan
dengan tanda dan gejala demensia menurut dengan orang lain.
DSM-IV (2000) dalam Videbeck (2011) yaitu
adanya kerusakan memori sehingga terjadi
37
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

koping caregiver terdiri dari koping adaptif dan


3) Beban Care Giver dalam Merawat maladaftif. Koping negatif diartikan sebagai
Lansia Demensia bagian dari koping maladaptif, dan koping
Keluarga sebagai caregiver lansia positif diartikan sebagai koping adaptif.
demensia berperan penting dalam memberikan Koping positif yang adaptif lebih banyak
perawatan di rumah yang siap sedia memenuhi digunakan oleh keluarga dibanding yang
kebutuhan dan memfasilitasi lansia yang negatif atau maladaptif, hal ini menunjukkan
kesulitan dalam berbagai aktivitas hariannya. bahwa kemampuan dalam manajemen stress
Hasil penelitian menemukan 4 subtema dalam pada seluruh partisipan lebih baik.
penelitian terkait beban keluarga sebagai
caregiver yang merawat lansia demensia yaitu Manajemen koping positif caregiver
beban psikologis, beban fisik, beban sosial, secara tidak langsung memberikan dukungan
beban ekonomi, beban spiritual. Hasil yang posotif untuk kesejahteraan lansia, hal ini
penelitian ini sama dengan penelitian yang mengacu pada peran keluarga yang
dilakukan Widyastuti (2011) yang menemukan disampaikan oleh Pitoyo (2012) dan dukungan
empat tema yang sama yaitu beban psikologis, keluarga yang dimaksud oleh Kuntjoro (2012)
beban fisik, beban sosial, beban ekonomi. dimana adanya penerimaan keluarga melalui
Subtema yang berbeda adalah terkait beban pengelolaan koping terhadap lansia yang
spiritual. Hal ini karena keluarga memegang menderita sakit demensia.
teguh kenyakinannya
6) Sumber Dukungan Keluarga dalam
4) Strategi Caregiver dalam merawat merawat lansia demensia
lansia Demensia Sumber dukungan keluarga dalam
Strategi keluarga dalam merawat lansia merawat lansia demensia adalah dukungan
berdasarkan hasil penelitiaan yaitu internal keluarga berasal dari anggota keluarga
memberikan peringatan, hal ini sejalan dengan ada 3 partisipan dan dukungan eksternal dari
teori Friedman, Bowden dan Jones (2003) tetangga dua partisipan. Dukungan penting ini
yaitu sebagai wujud fungsi perlindungan sangat diperlukan untuk meningkatkan peran
dimana keluarga memenuhi kebutuhan rasa keluarga sebagai caregiver. Hasil penelitian
aman anggota keluarga, misalnya ada sesuai dengan hasil poenelitian yang
ungkapan dari keluarga yang kuatir bahaya dilaksnakan oleh Widyastuti (2011)
fisik pada lansia maupun anggota kesehatan menemukan 2 subtema terkait sumber
lainnya akibat kelalaian lansia saat memasak. dukungan pada keluarga dari internal keluarga
dan dari eksternal keluarga. Dukungan ini
Strategi keluarga dalam merawat lansia dapat memberikan kemampuan melakukan
berdasarkan hasil penelitiaan lainnya yaitu perawata yang optimal pada lansia ya
bekerjasama dan membantu lansia dalam demensia di rumah.
aktivitas sehari-hari, dan pengaturan jadwal.
Hal tersebut merupakan upaya yang dilakukan Hasil penelitian tentang tema Sumber
keluarga sebagi caregiver untuk mendukung dukungan Keluarga juga relevan dengan
perawatan lansia di rumah sesuai dengan pernyataan Purnawan dalam Rahayu (2008)
fungsi keluarga yang disampaikan oleh yaitu dipengaruhi faktor internal dan eksternal,
Kaakinen, Hanson dan Denham (2010) yaitu namun dalam hal ini lebih difokuskan tentang
memelihara perawatan atau pemeliharaan dukungan dalam internal keluarga. Dukungan
kesehatan, yaitu berfungsi mempertahankan internal keluarga berasal dari pasangan
keadaan kesehatan lansia secara optimal caregiver, anak dan saudara ini tentunya
selaras dengan teori yang disampaikan oleh
5) Manajemen koping Caregiver Pitoyo (2012) bahwa salah satu peran keluarga
Manajemen koping keluarga selaku adalah meningkatkan partisipasi anggota
caregiver mengatasi beban yang dirasakannya keluarga yang lain, dimana dalam hal ini
terdiri dari koping positif dan koping negatif, adalah keluarga yang tinggal serumah dengan
hasil penelitian ini relevan dengan hasil lansia yang mengalmi demensia.
penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti,
Sahar, Permatasari (2011) yaitu mekanisme
38
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

7) Pelayanan kesehatan terjangkau dan aktivitas sehari-hari dan pengaturan


efisien jadwal.
Tiga partisipan mengharapkan perawatan 5) Koping keluarga dalam merawat lansia
lansia ke rumah, satu partisipan membutuhkan terdiri dari koping positif dan negatif
pendidikan kesehatan, dua partisipan 6) Sumber dukungan keluarga dalam
menyatakan ingin adanya tindakan pencegahan merawat lansia demensia adalah
dan semua partisipan membutuhkan pelayanan dukungan internal keluarga dan eksternal
kesehatan dengan biaya terjangkau. Lansia keluarga.
memiliki keterbatasan sehingga membutuhkan 7) Lansia memiliki keterbatasan sehingga
poelayanan yang mudah dan murah membutuhkan poelayanan yang mudah
mengingatkan keterbatasan ekonomi. Hasil dan murah mengingatkan keterbatasan
penelitian ini relevan ini sesuai penelitian ekonomi.
Widyastuti (2011) menemukan tema yaitu
pelayanan kesehatan yang bebas biaya, hal ini SARAN
tentunya diharapakan menjadi bahan masukan Diharapkan adanya ketersediaan
untuk pelayanan kesehatan selanjutnya. pelayanan kesehatan yang pada lansia
demensia dan keluarga seperti pendidikan
Fokus perawatan kesehatan yang kesehatan tentang demensia, pemeriksaan dini
ditujukan kepada lansia demensia di rumah, masalah kognitif di Posyandu lansia dan
tidak hanya secara individu, tetapi akan lebih Homevisit lansia demensia.
baik ditujukan juga kepada keluarga selaku Perawat memberikan dukungan pada
caregiver, mengingat teori yang telah keluarga untuk melakukan perawatan pada
disampaikan oleh Stanley dan Beare (2006) lansia yang demensia di rumah dengan
terkait beban keluarga lebih banyak pada saat pelayanan yang terjangkau baik dari dari segi
merawat lansia di rumah. Dukungan layanan tempat maupun biaya yang seefisien mungkin.
kesehatan yang terjangkau tentunya
memudahkan keluarga dalam mobilisasi lansia
yang memiliki keterbatasan fisik dan status DAFTAR PUSTAKA
sosial ekonomi yang masih rendah. Dengan
demikian akan tercapaian pemerataan layanan Badan Penelitian dan Pengembangan
kesehatan yang optimal pada lansia dan Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset
keluarganya. Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
Jakarta : Kementerian Kesehatan
KESIMPULAN Republik Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian dan Friedman, M., Bowden, V.R., Jones, E.G.
pembahasan disimpulkan sebagai berikut : 2003. Family Nursing Research, Teory
1) Pemahaman penyakit demensia menurut and Practice. New Jersey : Prentice Hall.
persepsi keluarga dimana demesia Kementerian Kesehatan R.I. 2013. Buletin
merupakan penyakit dengan penurunan Jendela Semester I 2013 : Topik Utama
daya ingat. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di
2) Kondisi lansia demesia menunjukkan 4 Indonesia. Jakarta : Pusat Data dan
(empat) aspek yaitu gangguan fungsi Informasi Kesehatan Kementerian
kognitif, gangguan perilaku, gangguan Kesehatan R.I
sosial dan gangguan afektif. Pitoyo. 2012. Peran Keluarga dalam
3) Keluarga sebagai caregiver lansia Perawatan Anggota Keluarga Gangguan
demensia berperan penting dalam Jiwa. Feb 20,2013. http://www.poltekkes-
memberikan perawatan di rumah yang malang.ac.id/artikel-216
siap sedia memenuhi kebutuhan dan Polit dan Beck. 2008. Nursing research :
memfasilitasi lansia yang kesulitan dalam Metods, appraisal and utilization (5th ed).
berbagai aktivitas hariannya. Philadelphia : Lippincott Williamms &
4) Strategi keluarga dalam merawat lansia Wilkins.
yaitu dengan memberikan peringatan, Missesa, Daulima, N.H., Putri, Y.S.E. 2013.
bekerjasama, membantu lansia dalam Manajemen kasus spesialis keperawatan
Jiwa pada lansia demensia dengan
39
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

konfusi kronis menggunakan pendekatan Videbeck, S.L. 2011. Psychiatric Mental


adaptasi Roy di Ruang Saraswati Rumah Health Nursing. (5th edition).
Sakit dr. Marzoeki Mahdi Kota Bogor. Philadhelpia: Lippincott. Williams &
Karya Ilmiah Akhir. Jakarta : Program Wilkins.
Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Word Health Organization (WHO). 2013.
Universitas Indonesia. Demensia : A Public Health Priority.
Stanley, M. dan Beare, P.G. 2006. Buku Ajar Http://site.ebrary.com/id/10718026?ppg=
Keperawatan Gerontik Edisi 2. Alih 1
bahasa : Juniarti N., Kurnianingsih, S. Word Health Organization (WHO). (2014).
Editor :Meylin E., Ester M. Jakarta : Mental Health Action Plan 2013-2014..
EGC. Http://site.ebrary.com/id/10265303?ppg=
Steele, C. 2010. Nurse to Nures Demensia 6
Care : Expert Intervention. USA: The
McGraw-Hill Companies.
Stuart, G.W., 2013. Principles and practice of
psychiatric nursing. (Tenth Edition). St
Louis: Elsevier Mosby.

40
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Kepemimpinan Demokratis Dapat Meningkatkan Motivasi dan Kinerja


Keperawatan di Bangsal Rawat Inap di RSUD Ie Moeis Samarinda
Rasmun1, Edi Sukamto2
1,2)
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim
Jl Wolter Monginsidi N0 38 Samarinda 75123

Abstract : The leadership style will influence the performance of staff and nursing staff which
provides direct services to patients., Nurses, as executors, and managers should be able to assign
and manage human resources, implement standards, as well as achieve the goals of nursing
services effectively and efficiently. The purposes of this study were to determine relationship
between democratic leadership style and nurse practitioners’ performances. This research was
conducted at IA. Moeis Hospital, Samarinda in August 2018 using a descriptive analytic method
with a cross-sectional approach. The results showed that of the 44 who had democratic leadership
style there were 20 nurses with good performances (45.5%) while in a very good democratic
leadership there were 30 nurses (66.7%). From the results of the statistical test, a p-value of 0.044
(p value <α) with alpha (α) of 0.05 was stated that there was a relationship between democratic
leadership style and nurse performances with OR (Odds Ratio) at 0.417 (95% CI: 0.177 - 0.983).
This means that nurses who worked with good democratic leaders have 2.4 times of good
performances compared to those working with less democratic leaders.

Keywords : leadership, democratic leadership, nurse performance, hospital

Abstrak : Gaya kepemimpinan akan berpengaruh terhadap kinerja staf dan tenaga keperawatan
itu sendiri yaitu tenaga profesi yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat, perawat
sebagai pelaksana maupun manajer harus mampu mempergunakan dan mengelola sumber sumber
daya manusia dengan baik, menerapkan standar serta mencapai tujuan pelayanan keperawatan
dengan efektif dan efisien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan gaya kepemimpinan
demokratis dengan kinerja perawat pelaksana. Penelitian ini dilakukan di RSUD IA. Moeis
Samarinda Bulan Agustus 2018 menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan
potong lintang. Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 44 yang memiliki gaya kepemimpinan
yang demokratis terdapat 20 perawat berkinerja baik atau sebesar 45,5%, sedangkan pada gaya
kepemimpinan yang sangat demokratis terdapat 30 orang perawat berkinerja baik atau sebesar
66,7%. Dari hasil uji statistik, didapatkan nilai p sebesar 0,044 (p value < α) dengan alpha (α)
sebesar 0,05 dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan demokratis dengan
kinerja perawat.Nilai OR (Odds Ratio) didapatkan sebesar 0,417 (95% CI: 0,177 – 0,983) yang
berarti bahwa pada ruang rawat yang kepala ruangannya memiliki gaya kepemimpinan yang
sangat demokratis memiliki odd sebesar 2,4 kali lebih besar perawat pelaksananya memiliki
kinerja yang baik dibandingkan dengan ruangan yang gaya kepemimpinannya demokratis.

Kata Kunci : gaya kepemimpinan, demokratis, kinerja perawat

Gaya kepemimpinan akan berpengaruh daya tenaga keperawatan dan lainya dalam
terhadap kinerja tenaga keperawatan itu sendiri yaitu memberikan pelayanan keperawatan yang
tanaga profesiyang memberikan pelayanan lansung berkualitas. Fenomena umum yang sedang
kepada masyarakat, perawat sebagai pelaksana dihadapi oleh manajer rumah sakit baik milik
maupun manajer harus mampu mempergunakan dan pemerintah mau pun swasta saat ini adalah
mengelola sumber sumber daya manusia dengan tentang kualitas sumber daya manusia yang
baik. Memberikan pelayanan yang berorientasi pada jika tidak dilakukan penataan ulang akan
hasil dan kualitas, menerapkan standar serta merupakan kendala dalam mengembangkan
mencapai tujuan pelayanan keperawatan dengan pelayanan yang berkualitas. Masalah
efektif dan efisien. kepemimpinan, penurunan disiplin kerja,
Untuk dapat melaksanakan hal ini diperlukan prestasi kerja, motivasi kerja, kepuasan kerja
kepemimpinan keperawatan yang efektif dan dan kinerja adalah alarming bagi manejemen
profesional sehingga dapat mempengaruhi sumber

41
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

organisasi rumah sakit (Depkes 1993.,Ilyas 1999). memiliki Visi Menjadi RS unggulan pilihan
Selanjut nya disebutkan bahwa adanya masyarakat dan Misi 1) Meningkatkan
keluhan klien dan tenaga keperawatan merupakan kwalitas dan kwantitas sumber daya RS, 2)
indikator bahwa adanya masalah kepemimpinan Meningkatkan Sarana dan prasarana RS 3)
dalam keperawatan. Faktor lain yang mempengaruhi Menigkatkan sistem manejemenRS dan 4)
mutu pelayanan terdiri dari unsur input (masukan) Meningkatkan status RS menjadi kelas B,
tenaga, dana dan sarana , unsur lingkungan meliputi pendidikan dan rujukan provinsi Kaltim.
kebijakan , organisiasi dan manajemen, unsur proses
meliputi tindakan medis dan tindakan non medis B. Analisis Univariat
(Azwar, 1996). Dalam unsur tenaga terdapar hal Analisa ini bertujuan untuk melihat gambaran
yang penting yaitu kepemimpinan. umum tentang karakteristik responden, berupa
Gaya kepemimpinan kepala ruangan adalah usia, jenis kelamin, pendidikan dan pelatihan,
salah satu hal yang penting yang dapat digunakan ruang perawatan, dan lama kerja, serta kinerja
untuk mengatasi masalah mutu pelayanan melalui perawat pelaksana.
perbaikan kepemipinan. Selajutnya kepemimpinan
kepala ruangan yang efektif akan memepengaruhi Tabel 1. Distribusi Frekwensi Responden
dan menggerakkan perawat dalam lingkupa berdasarkan Karakteristik Ibu dan Keluarga di
Wilayah Kerja RSUD IE MOEIS Samarina tahun
kewenanganya untuk meningkatkan kinerja perawat, 2018
motivasi kerja perawat, dan kepuasan kerja perawat
yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu Variabel n %
pelayanan rumah sakit. Usia
a. 21 – 25 tahun 17 19,1
Rumah sakit umum IE MOEIS Samarinda
b. 26 – 30 tahun 28 31,5
adalah rumah sakit milik pemerintah kota yang c. 31 – 35 tahun 34 38,2
bertujuan memberikan pelayanan rujukan pertama d. 36 – 40 tahun 10 11,2
kepada masyarakat kotamadya samarinda, yang Jenis kelamin
fungsi utama memberikan pelayanan umum, a. Laki-laki 23 25,8
b. Perempuan 66 74,2
spesialis dan rujukan tingkat pertama. Hingga saat
Tingkat Pendidikan
ini rumah sakit umum daerah ini terus meningkatkan a. D3 Perawat 73 82
pelayanan dengan cara membenahi sumber daya b. D4/ S1 16 18
manusia khususnya tenaga keperawatan pemberi Keperawatan
pelayanan langsung kepada masyarakat. Pelatihan
a. Tidak Pernah 9 10,1
Penelitian berjudul Pengaruh gaya b. Pernah 1 kali 61 68,5
kepempininan kepala ruangan terhadap kinerja c. Pernah 2 kali 18 20,2
perawat pelaksana ini akan dilaksanakan di rumah d. Pernah 3 kali 1 1,1
sakit umum daerah IE MOEIS Samarinda, adalah Ruang Perawatan
salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas a. Mahakam 12 13,5
b. Hemodialisa 6 6,7
pelayanan keperawatan. c. Intensive Care 15 16,9
Unit 30 33,7
METODE d. Karang Asam 26 29,2
e. Karang Mumus
Penelitian ini merupakan penelitian Lama Bekerja
diskriptif corellasi yaitu penelitian yang berttujuan a. Kurang dari 1 6 6,7
tahun 31 34,8
menggambarkan peristiwa atau kejadian dalam b. 1 – 5 tahun 47 52,8
periode tertentu, dan menghubungkan dengan sebab c. 6 – 10 tahun 5 5,6
akibat kejadian tersebut dalam hal ini adalah d. 11 – 15 tahun
hubungan model kepemimpinan kepala ruangan Kinerja Perawat
a. Baik 44 49,4
denagn kinerja perawat pelaksana di ruang rawat
b. Sangat Baik 45 50,6
inap RSUD IE Moeis Samarinda. Total 89 100

HASIL Berdasarkan tabel 1, didapatkan bahwa


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian dari 89 perawat yang menjadi responden,yang
Rumah Sakit Umum Daerah IE Moeis terletak di terbanyak berusia 31 – 35 tahun sejumlah 34
Jl. Rifadin Kec Samarinda Sebrang berdiri sejak orang (38,2%) dan paling sedikit berusia 36 –
tahun 2007 merupakan rumah sakit milik pemerintah 40 tahun sejumlah 10 orang (11,2%).
kotamadya Samarida. Rumah Sakit Type C ini Sebagian besar (74,2%) berjenis kelamin

42
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

perempuan yaitu sejumlah 66 orang. Tingkat variabel dependennya merupakan data


pendidikan perawat sebagian besar (82 %) kategorik dengan dua kategori (dikotom).
merupakan lulusan D3 Perawat, sebanyak 9 orang Sebelum dilakukan analisa
belum pernah mengikuti pelatihan, lebih dari multivariabel, terlebih dahulu dilakukan
sebagian (52,8%) bekerja selama 6 – 10 tahun, seleksi bivariabel untuk menentukan variabel
dengan ruang perawatan terbanyak yaitu di ruang apa saja yang mungkin berperan sebagai
Karang Asam sejumlah 30 orang (33,7%). variabel confounder dengan cara melakukan
Berdasarkan kinerja perawat didapatkan analisa bivariabel dengan analisa regresi
data bahwa sebanyak 44 orang (49,4%) perawat logistik sederhana. Seteah dilakukan,
berkinerja baik, dan 45 orang (50,6%) berkinerja didapatkan hasil:
sangat baik.
Tabel 3. Hasil Seleksi Bivariabel
C. Analisa Bivariabel Variabel p-value Kandidat multivariabel
Analisa bivariabel dilakukan untuk melihat Ruang Rawat 0,023 Kandidat
hubungan antara variabel independen (faktor resiko) Usia 0,155 Kandidat
dengan variabel dependen (efek). Jenis Kelamin 0,154 Kandidat
Tabel 2. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan Pendidikan 0,269 Tidak kandidat
Demokratisdengan Kinerja Perawat di Pelatihan 0,426 Tidak kandidat
RSUD IE MOEIS Samarinda Tahun 2018 Lama Kerja 0,048 Kandidat
Kinerja
Perawat Total OR
Variabel P value Dari tabel 3 didapatkan, variabel-
Baik Sangat (%) (95% CI)
(%) Baik (%) variabel yang memenuhi syarat (nilai p <
Gaya
Kepemimpinan 0,25) untuk dianalisa lebih lanjut dengan
20 24 44 analisa multivariabel adalah: Ruang rawat,
Demokratis 0,417
(45,5) (54,5) (100)
 Demokratis 0,044 (0,177 – usia, jenis kelamin, dan lama kerja. Variabel
30 15 45
 Sangat 0,983)
Demokratis
(66,7) (33,3) (100) pendidikan dan pelatihan tidak terpilih
sebagai kandidat multivariabel, namun karena
pendidikan dianggap penting secara substansi
Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa dari 44 yang dalam mempengaruhi kinerja, maka variabel
memiliki gaya kepemimpinan yang demokratis pendidikan tetap diikutsertakan dalam analisa
terdapat 20 perawat berkinerja baik atau sebesar multivariabel.
45,5%, sedangkan pada gaya kepemimpinan yang Selanjutnya variabel independen utama
sangat demokratis terdapat 30 orang perawat dan variabel confounder di analisa secara
berkinerja baik atau sebesar 66,7%. Dari hasil uji bersama-sama untuk melihat hubungannya
statistik, didapatkan nilai p sebesar 0,044 (p value < dengan variabel dependen. Selain itu diuji
α) dengan alpha (α) sebesar 0,05 dinyatakan bahwa juga adanya interaksi antara variabel
terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan independen utama dengan variabel lain jika
demokratis dengan kinerja perawat. diduga adanya interaksi.
Nilai OR (Odds Ratio) didapatkan sebesar Setelah dilakukan uji interaksi antara
0,417 (95% CI: 0,177 – 0,983) yang berarti bahwa gaya kepemimpinan dengan umur dan gaya
pada ruang rawat yang kepala ruangannya memiliki kepemimpinan dengan ruang rawat,
gaya kepemimpinan yang sangat demokratis didapatkan bahwa secara statistik tidak ada
memiliki odd sebesar 2,4 kali lebih besar perawat interaksi antara gaya kepemimpinan dengan
pelaksananya memiliki kinerja yang baik umur dan gaya kepemimpinan dengan ruang
dibandingkan dengan ruangan yang gaya rawat.
kepemimpinannya demokratis. Kemudian, dilakukan uji confounder,
dengan mengeluarkan variabel confounder
D. Analisa Multivariabel yang memiliki nilai p di atas 0,05 satu persatu
Analisa multivariabel digunakan untuk dimulai dari variabel dengan nilai p terbesar.
melihat hubungan antara variabel independen utama Setelah dikeluarkan dilihat perubahan OR
(gaya kepemimpinan) dengan variabel dependen pada variabel independen utama, jika
(kinerja perawat) setelah dikontrol oleh variabel lain. perubahan OR lebih dari 10 % maka variabel
Analisa multivariabel yang digunakan adalah analisa tersebut dimasukkan kembali ke dalam model.
regresi logistik berganda model faktor resiko, karena Setelah dilakukan uji confounder didapatkan

43
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

variabel-variabel yang berperan sebagai confounder penelitian terhadap kinerja perawat pelaksana
antara lain: ruang rawat, dan usia. diperoleh gambaran bahwa 50,6% perawat
pelaksana berkinerjka sangat baik. Dan
Tabel 4. Model Akhir Sebanyak 40,6% perawat yang berkinerja
Variabel Nilai B Nilai p baik.
Gaya Hasil uji statistic corellasi didapatkan
Kepemimpinan nilai p sebesar 0,044 (p value < α) dengan
Demokratis - 0,002 alpha (α) sebesar 0,05 dinyatakan bahwa
Sangat Demokratis 2,8
terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan
Ruang Rawat
Mahakam - 0,055 demokratis dengan kinerja perawat.
Hemodialisa - 2,139 0,080
ICU 1,038 0,138 PEMBAHASAN
Karang Asam 0 0,020 Penelitian ini sejalan dengan teori
Karang Mumus - 2,177 0,018
Usia
kepemipinan demokratis Didin Kurniadin dan
Kurang dari 1 tahun - 0,135 Imam Machali (2014), Kepemimpinan
1 – 5 tahun 0,783 0,305 demokratis berorientasi pada manusia dam
6 – 10 tahun 1,624 0,029 memberikan bimbingan yang efisien kepada
11 – 15 tahun 1,484 0,118
pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan
pada semua bawahan, dengan penekanan rasa
Nilai OR dapat dilihat pada Exp(B), dimana tanggungjawab internal (pada dirinya sendiri)
didapatkan bahwa nilai OR1 sebesar 0,061, artinya dan kerjasama yang baik, kepemimpinan
bahwa perawat yang berkerja pada ruang perawatan demokratis ini dapat meningkatkan
yang memiliki gaya kepemimpinan yang SANGAT memotivasi kerja dan akhirnya dapat
DEMOKRATIS memiliki odd sebesar 16,4 kali meningkatkan kinerja staf kepeeawatan dan
lebih besar untuk berkinerja BAIK dibandingkan meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit
dengan perawat yang bekerja pada ruang perawatan Hasil penelitian ini sesuai dengan
yang kepala ruangannya memiliki gaya penelitian I Kadek Agus Adi Putra 2014 di
kepemimpinan yang DEMOKRATIS, setelah RSUD RAA Soewondo 2014, Hubungan
dikontrol oleh variabel usia dan ruang perawatan. kepemipminan dengan kinerja perawat
Dari uji statistik secara multivariabel pelaksana hasil penelitian ; Ruangan
didapatkan bahwa nilai p sebesar 0,002, dengan keperawatan yang dipimpin oleh kapala
demikian H0 ditolak, artinya secara statistik terdapat ruangan yang menerapkan kepemimpinan
hubungan antara gaya kepemimpinan kepala demokratis mayoritas perawat pelaksana ber
ruangan dengan kinerja perawat pelaksana, setelah kinerja baik 52 perawat (76,5% ). Uji
dikontrol oleh variabel usia dan ruang perawatan. statistic correlasi menunjukan terdapat
Nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,247, hubungan antara kepemimpinan demokratis
artinya variabel kinerja perawat dapat dijelaskan dengan kinerja perawat pelaksana.
oleh model ini sebesar 24,7 % saja, selebihnya
mungkin dapat dijelaskan oleh variabel lain yang SIMPULAN
tidak dikontrol dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
Dari hasil penelitian didapatkan data kepemimpinan demokratis dapat
karakteristik responden umur responden perawat meningkatkan efek positif pada staf perawat
mayoritas adalah antara umur 26-40 tahun, pelaksana, sehingga dapat meningkatkan
sedangkan jenis kelamin perawat yang bekerja di motivasi kerja, meningkatkan kinerja dan
ruang rawat inap adalah mayoritas perawat dapat meningkatkan kualitas pelayana rumah
perempuan yaitu (74%) dari sebagian besar perawat sakit secara keseluruhan dan berdampak
berpendidikan D3 keperawatan yaitu 83%, dan meningkatkan kepuasan pasien,
sudah pernah mendapatkan pelatihan teknik
keterampilan yaitu antara 1-2 kali, dan sebagian
SARAN
besar mereka telah bekerja di rumah sakit RSUD
IE Moeis antara 5-15 tahun. Diharapkan upaya pembinaan yang
Penelitian terhadap kepemimpnan kepala terus menerus dari pihak menenjemen Rumah
ruangan mayoritas menunjukan hail bahwa kepala Sakit agar momentum kinerja yang sudah baik
tuangan selama ini menerapkan gaya kepemimpinan ini dapat di pertahankan dan di tingkatkan
yang sangat demokratis, selanjutnya dari hasil lagi.

44
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

UCAPAN TERIMA KASIH manusia Bandung ; Rosda


Pada kesempatan ini kami tim peneliti Rasmun (2002) Tesismagister Analisisi
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak hubungan karakteristik perawat dn
yang terlibat dalam penelitian ini, terutama kepada iklim kerja dengan disiplin kerja
bapak direktur RSUD IE MOEIS Samarinda dan staf perawat pelaksana di RSUD Banyumas
kepada kepala bidang keperawatan, kepada para Jawa tengah; Pasca Sarjana UI
enumerator penelitian semoga sumbangsihnya Ratanto (2013) Tesis magister keperawatan
mendapat manfaat bagi perkembangan keperawatan. hubungan faktor iternal dan ekternal
dengan kinerja perawat pelaksna di
Ruang intalasi rawat inap RSAWS
DAFTAR PUSTAKA Samarinda; Pasca sarjana UI
Makali Imam dkk (2014) Manajemen
Azwar, Asrul. (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Pendidikan konsep dan prinsip
Kesehatan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. pengelolaan pendidikan.,Arruzal
Hasibuan (1996) organisasi dan motivai cet 1., Jogjakarta
Jakarta Gunung Agung
Ilyas (1999) Kinerja Jakarta Pusat kajian ekonomi
kesehatan FKM UI
I Kadek Agus AAP,dkk (2014) Hubungan gaya
kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja
perawat pelaksana di RSUD RAA Soewondo
Pati
Mangkunegara A.P (200) Manajemen sumberdaya

45
Page 46 of 7
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Kunjungan ke Empat Pemeriksaan Kehamilan Terhadap Kejadian BBLR


di Desa Lok Baintan Wilayah Kerja Puskesmas Sei Tabuk Kabupaten
Banjar Tahun 2017

Tri Tunggal1, Hapisah2


1
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Banjarmasin
2
Puskesmas Sei Tabuk Kabupaten Banjar
Email: trijurbid.bjm@gmail.com

Abstract:: Low birth weight infant has higher risk of death, illness and disability babies are at high risk of
death, illness and disability . The risk of death is 20 times higher than that of a normal baby born. According
to Banjar Regency's Health Profile in 2015 of BBLR increase and K4’s visit did not meet the target. The
purpose of the research was to correlation visits to four pregnancy against the occurence of low birth weight
and normal baby born in the work area of Puskesmas Sungai Tabuk. This research is an observational
research with case control study design. The instrument used was a questionnaire containing a list of
questions and a mother and baby cohort card. The population was all infants born recorded in the maternal
cohort in Lok Baintan Village Puskesmas Sei Tabuk Banjar Regency in March 2016 until March 2017,
while the sample case and control in the ratio 1 : 1 . Bivariate analysis was using chi square statistical test
and multivariate analysis using test statistic logistic regression. The result of the research was 80
respondents (32.0%) did not visit K4 and most of them had BBLR of 27 people (67,5%), with OR value
14,5There was a significant association between visits to four pregnancy checkups with low birth weight
infants, with p = 0,000.

Keywords : fourth visit , pregnancy examination, LBW infants

Abstrak: Bayi berat lahir rendah berisiko tinggi mengalami kematian, kesakitan dan kecacatan. Risiko
kematian 20 kali lebih tinggi dibandingkan bayi berat lahir normal. Menurut Profil Kesehatan Kabupaten
Banjar pada tahun 2015 jumlah bayi lahir dengan BBLR meningkat dan kunjungan K4 tidak memenuhi
target. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan kunjungan ke empat pemeriksaan kehamilan dengan
bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir cukup berdasarkan kunjungan ke empat di Lok Baintan Wilayah
Kerja Puskesmas Sei Tabuk. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan case
control study. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner berisi daftar pertanyaan dan kartu kohort ibu dan
bayi. Populasi penelitian adalah seluruh bayi yang lahir yang tercatat di kohort ibu di Desa Lok Baintan
Puskesmas Sei Tabuk Kabupaten Banjar pada bulan Maret 2016 sampai dengan Maret 2017, Sampel kasus
dan control dengan perbandingan 1 : 1. Analisis bivariat menggunakan uji statistic chi square dan analisis
multivariat menggunkan uji statistic regresi logistik. Hasil Penelitian di dapatkan sebanyak 80 responden
sebanyak 32 orang (40,0%) tidak melakukan kunjungan K4 dan sebagian besar mengalami BBLR sebanyak
27 orang (67,5%),dengan nilai OR sebesar 14,5. yaitu ada hubungan yang bermakna antara kunjungan ke
empat pemeriksaan kehamilan dengan kejadian bayi berat lahir rendah, dengan nilai p = 0,000.

Kata Kunci : Kunjungan Ke Empat Pemeriksaan Kehamilan, BBLR

PENDAHULUAN gangguan pernafasan, hiperbilirubinemia,


Bayi berat lahir rendah berisiko tinggi pneumonia aspirasi (Barros & Diaz, 2007;
mengalami kematian, kesakitan dan kecacatan. UNICEF & WHO, 2004; Saifuddin, 2001).
Risiko kematian 20 kali lebih tinggi Kejadian bayi berat lahir rendah tanpa
dibandingkan bayi berat lahir normal. Risiko melihat usia kehamilan diperkirakan 16% terjadi
kesakitan dan kecacatan akan berdampak pada di seluruh dunia, 19% terjadi di negara
pertumbuhan, perkembangan dan kualitas hidup berkembang dan 7% terjadi di negara maju.
di masa mendatang misalnya penurunan IQ, Kejadian bayi berat lahir rendah karena IUGR
penyakit degeneratif (penyakit jantung, diabetes (intra uterine growth retardation) diperkirakan
mellitus, stroke dan hipertensi). Kondisi lebih banyak terjadi di negara berkembang
berbahaya yang dapat terjadi saat kelahiran dibanding negara maju dengan prevalensi 75%
diantaranya asfiksia, hipotermi, infeksi, di negara Asia, 20% di bagian Afrika dan 5% di
perdarahan spontan pada ventrikel lateralis otak, Amerika (Badshah et al., 2008).

46
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Hasil Declaration United Nation session kunjungan antenatal. Jika Kesenjangan kecil
on children (2002) diantaranya adalah maka hampir semua ibu hamil yang melakukan
menurunkan kejadian bayi berat lahir rendah kunjungan antenatal pertama meneruskan
paling sedikit sepertiga pada tahun 2000 sampai kunjungan pada triwulan 3 sehingga
2010 dan upaya pencegahan bayi berat lahir kehamilannya dapat terus dipantau oleh petugas
rendah dengan asuhan/pelayanan antenatal kesehatan. (Kementrian Kesehatan, 2011).
(UNICEF & WHO, 2004). Pemanfaatan asuhan Upaya pemerintah untuk menurunkan
antenatal dini sangat membantu memperbaiki angka kesakitan dan kematian bayi adalah
kesehatan ibu dan janin (Cunningham, 2005). dengan cara meningkatkan akses dan cakupan
Kondisi ibu selama hamil berpengaruh pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang
terhadap keberlangsungan kehamilan dan berkualitas, membangun kemitraan melalui
pertumbuhan janin, mulai dari konsepsi sampai kerjasama dengan petugas kesehatan,
sebelum kelahiran. Asuhan antenatal sangat mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga
membantu melihat kehamilan sebagai proses melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku
fisiologis, psikologis, deteksi dini kelainan atau hidup sehat, dan mendorong keterlibatan
komplikasi kehamilan yang dapat berdampak masyarakat dalam menjamin pelayanan dan
buruk pada ibu dan janin (McKinley Health manfaat pelayanan antenatal dalam kunjungan
Center, 2005) pemeriksaan kehamilan sebaiknya kehamilan keempat (DepKes, 2010).
sebelum usia kehamilan 12 minggu untuk Pada umumnya kehamilan berkembang
meminimalkan outcome buruk (Adekanle & dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi
Isawumi, 2008). sehat, cukup bulan melalui jalan lahir, namun
Risiko kelahiran bayi berat lahir rendah terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan,
dapat dikurangi dengan pemeriksaan kehamilan Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan
lebih awal melalui deteksi dini faktor resiko, akan menjadi suatu masalah, oleh karena itu
pengobatan penyakit dan rujukan dalam upaya pelayanan atau asuhan antenatal kunjungan
penatalaksanaan lebih lanjut (Alexander & keempat merupakan cara penting untuk
Korenbrot, 1995; McCormick & Siegel, 2001) memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil
serta mengidentifikasi perilaku ibu yang dapat normal, agar bisa mencegah terjadinya berbagai
merugikan kondisi ibu dan janin sehingga dapat gangguan kesehatan pada ibu dan bayi yang
dilakukan koreksi segera (Kogan et al., 1998). dikandungnya, seperti prematur, IUGR dan
Dan dilanjutkan dengan kunjungan keempat BBLR (Hani, 2010).
sehingga, diagnosis lebih awal, pengobatan dan Selain beberapa hal diatas, yang tak kalah
pencegahan lebih awal merupakan langkah penting dalam pelayanan asuhan antenatal
terpenting dalam penurunan risiko kelahiran kunjungan kehamilan keempat adalah
bayi berat lahir rendah (Saili, 2008). memberikan informasi tentang kondisi
Kunjungan empat (K4) adalah kontak ibu kehamilan ibu,berhubungan dengan tumbuh
hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat kembang bayi, hal ini dimaksudkan agar jika
atau lebih, untuk mendapatkan pelayanan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan ibu bisa
antenatal sesuai standar yang ditetapkan, ditangani dengan secepatnya. (Sulistyawati A,
(Saifuddin, 2007) 2009).
Data tentang cakupan pelayanan antenatal Kunjungan keempat (K4) kehamilan
selama masa kehamilan menunjukkan bahwa sangat membantu mengidentifikasi kondisi ibu
cakupan K 1 (kunjungan pertama ibu hamil pada sebagai persiapan outcome kehamilan yang baik.
triwulan 1) selama tahun 2004 – 2010, Pemeriksaan kehamilan yang tidak adekuat
meningkat dari 88,9% menjadi 95,26%, meningkatkan risiko kejadian bayi berat lahir
sedangkan cakupan K 4 (kunjungan ibu hamil rendah (Goldani, et.al…2004). Pemeriksaan
pada triwulan 3) dari 77% tahun 2014 menjadi kehamilan yang tidak adekuat berisiko untuk
85,56% tahun 2010, dari angka tersebut melahirkan bayi berat lahir rendah 1,4 kali,
diketahui adanya kesenjangan antara cakupan K dibandingkan ibu yang memeriksakan
1 dan K4, tahun 2010, yaitu sebesar 9%, hal ini kehamilan adekuat. (Heaman et al..2018).
menunjukkan angka drop out K 1 dan K 4. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016,
Kesenjangan demikian tidak akan terjadi jika menyebutkan data kunjungan ibu hamil di
adanya peran serta masyarakat atau partisipasi Kalimantan Selatan dari 83.758 ibu hamil yang
yang tinggi dari ibu hamil untuk terus melakukan kunjungan kesatu (K1) adalah
memeriksakan kehamilannya atau melakukan

47
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

83.257 (99,40%) dan kujungan keempat 67.857 Instrumen penelitian menggunakan


(81,02%). kuesioner Pengumpulan data dari pencatatan
Sedangkan menurut Profil Kesehatan Puskesmas PWS (Pemantauan Wilayah
Kabupaten Banjar pada tahun 2015 dari 10.815 Setempat) KIA puskesmas, buku/kartu KIA
jumlah bayi lahir hidup terdapat 465 BBLR responden, KMS bayi. Data primer diperoleh
(4,3%), dan untuk Puskesmas Sei Tabuk 1, bayi dari responden melalui wawancara
baru lahir berjumlah 607, bayi lahir dengan menggunakan kuesioner. Analisis yang
berat lahir rendah berjumlah 31 (5.1%). digunakan analisis univariabel, analisis
Data kunjungan ibu hamil ke empat di bivariabel dengan uji statistik menggunakan chi-
Puskesmas Sungai Tabuk tahun 2015 khusus square dan analisis multivariabel dengan uji
kunjungan K4 565 (84,6%) sedangkan untuk statistik menggunakan logistic regression
desa Lok Baintan untuk untuk kunjungan K4 analysis
tahun 2015 dari 213 ibu hamil yang melakukan
kunjungan K4 68,5%, , padahal dari target
ditetapkan kunjugan K4 adalah 80%.. HASIL
Berdasarkan hasil studi pendahuluan kepada 6
orang ibu hamil didapatkan kunjungan keempat Hasil penelitian dapat dilihat secara rinci
masih di bawah target, disebabkan karena disajikan pada tabel 1 dibawah ini :
ketidaktahuan ibu tentang manfaat pemeriksaan
kehamilan dan merasa tidak ada keluhan, Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian Bayi
sehingga tidak perlu melakukan pemeriksaan Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja
lanjutan, hal ini ditambah lagi dengan kondisi Puskesmas Sungai Tabuk 2 Kabupaten Banjar
geografis desa berada di pinggiran aliran sungai Tahun 2017
Martapura dan akses jalan menuju ke fasilitas
BBL Frekuensi %
kesehatan yang paling mudah adalah dengan
transportasi air, sehingga ini juga merupakan BBLR 40 50
salah satu faktor peyebab ibu hamil tidak BBLC 40 50
melakukan melakukan pemeriksaan kehamilan Total 80 100,0
keempat. Sumber : Data Sekunder dan Primer
Berdasarkan itulah maka peneliti tertarik
untuk menelaah lebih jauh kunjungan keempat
pemeriksaan kehamilan terhadap kejadian bayi Tabel 1 menunjukan bahwa jumlah responden
berat lahir rendah di desa Lok Baintan wilayah penelitian sebanyak 80 sesuai perhitungan besar
kerja Puskesmas Sei Tabuk Kabupaten Banjar sampel terdiri dari 40 kasus dan 40 kontrol.
Tahun 2016. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pemeriksaan
Kehamilan Berdasarkan Kunjungan K4 di
Kunjungan K4 Frekuensi %
METODE
Tidak 32 40
Rancangan penelitian menggunakan Melakukan K4
case control Penelitian dilaksanakan di desa Lok Melakukan K4 48 60
Baintan wilayah kerja Puskesmas Sei Tabuk Total 80 100,0
Kabupaten Banjar Tahun 2017. Populasi dalam Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Tabuk 2
penelian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan Kabupaten Banjar Tahun 2017
periode Januari sampai dengan Desember 2016
di desa Lok Baintan wilayah kerja Puskesmas Sumber : Data Sekunder dan Primer
Sei Tabuk Kabupaten Banjar Tahun 2016 yang
berjumlah 229 orang. Sampel dengan Tabel 2 menunjukan bahwa dari 80 ibu yang
perbandingan antara kasus dan kontrol 1 : 1. paling banyak yang melakukan kunjungan K4
Pengambilan sampel untuk kontrol yaitu sebesar 48 orang (60%).
menggunakan random sampel secara acak
sistematis (Systematic Random Sampling) yaitu
sebanyak 40 orang. Jadi sampel dalam penelitian
ini adalah 80 orang.

48
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Tabuk 2


Karakteristik BBLR BBLC P OR 95% Kabupaten Banjar Tahun 2017
Responden n = 40(%) n = 40(%) CI

Kualitas pelayanan
antenatal care Tabel 4. Menunjukan hasil Uji Chi-Square
Terpenuhi 19(47,5%) 7(17,5%) menunjukkan kualitas pelayanan antenatal juga
1,53- memberikan pengaruh terhadap pemanfaatan
0,009 4,3
Tidak 21(52,5%) 33(82,5%) 11,88 pelayanan untuk kesehatan ibu dan anak.
Terpenuhi
Pekerjaan ibu Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Logistik
Bekerja 25(62,5%) 15(37,5%) Hubungan Kunjungan K4 Pemeriksaan
1,13-
Tidak 15(37,5%) 25(62,5%) 0,044 2,8 Kehamilan, Kualitas Pelayanan ANC,
6,86
Bekerja Pekerjaan Ibu, dan Sosial Ekonomi di
Sosial ekonomi Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Tabuk 2
Rendah 24(60,0%) 13(32,5%) Kabupaten Banjar Tahun 2017
1,24-
0,025 3,1
Cukup 16(40,0%) 27(67,5%) 7,78
Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Kunjungan K4
pemeriksaan kehamilan
Melakukan K4 33,4 39,2 42,7 33,4
Tidak (35,8- (42,1- (46,1- (35,76-
Melakukan K4 2,34) 2,9) 3,42) 2,34)
Tabel 3. Hubungan Kejadian BBLR dengan Kualitas pelayanan
Kunjungan K4 Pemeriksaan Kehamilan di antenatal care
Terpenuhi 4,7 7,72
Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Tabuk 2
Tidak (5,09- (8,36-
Kabupaten Banjar Tahun 2017 0,34) 0,64)
Terpenuhi
Pekerjaan ibu
Berat Badan Lahir Bekerja 7,6
Kunjungan Total
8,1
BBLR BBLC % Tidak Bekerja (8,1-
K4 (8,8-0,63)
f % f % 0,64)
Tidak 27 67,5 5 12,5 32 40 Sosial ekonomi
Melakukan Rendah 3,9
K4 Cukup (4,17-
Melakukan 13 32,5 3 87,5 48 160 0,24)
K4 5 N 80 80 80 80
Total 40 100, 4 100,0 80 100.
0 0 0
Continuity Correction ρ= 0.000
α= 0,05 Tabel 5. menunjukkan hubungan
Odds Ratio 14,5 antara kunjungan K4 pemeriksaan kehamilan
Berdasarkan tabel 3. menyajikan data terhadap kejadian bayi berat lahir rendah
dari 40 orang yang melahirkan bayi berat lahir mempunyai hubungan yang bermakna baik
rendah sebanyak 27 orang (67,5%) yang tidak sebelum maupun setelah ada variabel luar.
melakukan kunjungan K4 dan 13 orang (32,5%) Kualitas pelayanan antenatal, pekerjaan, dan
yang melakukan kunjungan K4. tingkat social ekonomi faktor yang berpengaruh
Berdasarkan analisa data dengan uji terhadap kejadian bayi berat lahir rendah namun
statistik chi-square diketahui nilai ρ=0,000 ≤ α= bukan sebagai variabel confounding.
0.05, yaitu artinya bahwa jika nilai signifikan
berada di bawah atau sama dengan 0.05 maka
hipotesa diterima, kesimpulan secara statistik PEMBAHASAN
ada hubungan antara kejadian BBLR dengan
Kunjungan K4 Pemeriksaan Kehamilan. Penelitian dilakukan untuk melihat
proporsi kejadian bayi berat lahir rendah dan
kejadian bayi berat lahir cukup berdasarkan
Tabel 4. Hubungan Kejadian BBLR dengan kunjungan K4 pemeriksaan kehamilan diantara
Kunjungan K4 Pemeriksaan Kehamilan di ibu yang melakukan antenatal. Hasil Penelitian

49
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

menunjukan dari 80 responden sebanyak 32 terpenuhi 4,3 kali ditemukan pada kelompok
orang (40,0%) tidak melakukan kunjungan K4 bayi berat lahir rendah.
dan sebagian besar mengalami BBLR sebanyak Hal ini disebabkan secara kuntitas
27 orang (67,5%). Riwayat kunjungan K4 pelayanan terpenuhi namun belum maksimal
terpenuhi akan memberi peluang 14,5 kali sesuai standar yang diharapkan. Penilaian
terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. kualitas antenatal dengan pemanfaatan
Kunjungan keempat (K4) kehamilan pelayanan (tempat pemeriksaan, inisiasi dan
sangat membantu mengidentifikasi kondisi ibu frekuensi antenatal), tehnik kompetensi
sebagai persiapan outcome kehamilan yang baik. (pengukuran tekanan darah, berat badan,
Pemeriksaan kehamilan yang tidak adekuat pemeriksaan darah, pemeriksaan urin,
meningkatkan risiko kejadian bayi berat lahir pemeriksaan abdomen, tetanus toxoid,
rendah (Goldani, et.al…2004). Pemeriksaan pemberian tablet Fe/asam folat, informasi) dan
kehamilan yang tidak adekuat berisiko untuk hubungan interpersonal antara provider-klien
melahirkan bayi berat lahir rendah 1,4 kali, (Hancock, 2007).
dibandingkan ibu yang memeriksakan Penelitian ini menunjukan dari 80
kehamilan adekuat. (Heaman et al..2018). responden ada 40 orang (50,0 %) yang berkerja
Pada umumnya kehamilan berkembang selain rutinitas ibu rumah tangga sebagian besar
dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi melahirkan BBLR sebanyak 25 orang (62,5%).
sehat, cukup bulan melalui jalan lahir, namun Status pekerjaan ibu berpengaruh terhadap
terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan, kejadian bayi berat lahir rendah. Pada ibu yang
Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan bekerja mempunyai peluang sebesar 2,8 kali
akan menjadi suatu masalah, oleh karena itu untuk mengalami bayi berat lahir rendah.
pelayanan atau asuhan antenatal kunjungan Peningkatan insiden kejadian janin bayi
keempat merupakan cara penting untuk berat lahir rendah sebesar tujuh kali lipat pada
memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil wanita yang bekerja di ladang. Hasil penelitian
normal, agar bisa mencegah terjadinya berbagai menunjukkan wanita hamil yang melakukan
gangguan kesehatan pada ibu dan bayi yang pekerjaan yang mengharuskan berdiri lama
dikandungnya, seperti prematur, IUGR dan berisiko lebih besar mengalami kelahiran
BBLR (Hani, 2010). prematur tetapi tidak terdapat efek pada
Faktor utama penyebab bayi berat lahir pertumbuhan janin. Penelitian Mozurkewich et
rendah yaitu faktor janin, faktor plasenta dan al. Meneliti 160.000 ibu hamil dihubungkan
faktor ibu. Faktor janin (kelainan kongenital, pekerjaan selama hamil. Hasil penelitian
kelainan kromosom dan jenis kelamin janin) menunjukkan pekerjaan dengan kegiatan fisik
sedangkan faktor plasenta disebabkan karena berat memberi kontribusi 20-60% terjadinya
insufiensi plasenta. Faktor ibu lebih banyak kelahiran prematur, gangguan pertumbuhan
disebabkan faktor demografi, sosial ekonomi janin dan hipertensi (Cunningham, 2005). Setiap
merupakan determinan utama kejadian bayi aktivitas yang menyebabkan ibu hamil
berat lahir rendah karena sangat berdampak pada mengalami tekanan fisik berat dan kelelahan
kemampuan asupan nutrisi, gaya hidup, harus dibatasi atau dihindari, diupayakan ada
pemanfaatan pelayanan kesehatan, kualitas periode istirahat yang cukup selama kerja.
pelayanan selama kehamilan dan status Pekerjaan yang berlebihan dapat memperburuk
reproduksi (UNICEF & WHO, 2004; McCarthy kesehatan ibu hamil. Suplai darah secara
& Maine, 1997; Shah & Ohlsson, 2002). dramatis meningkat selama kehamilan dan
Kualitas pelayanan antenatal sebagian besar difungsikan untuk mendukung
berpengaruh terhadap kejadian bayi berat lahir perkembangan janin. Stres fisik atau mental
rendah dan kualitas pelayanan yang diperoleh dapat mempengaruhi suplai dan asupan energi
dari ibu pada kunjungan K4 pemeriksaan yang dibutuhkan janin. Jika janin tidak
kehamilan yang bernilai positif karena sebagian mendapatkan nutrisi dan aliran darah yang
besar telah memenuhi aspek klinik dan aspek cukup dapat menyebabkan kelahiran prematur
hubungan interpersonal. Satu hal yang mendapat atau gangguan pertumbuhan janin (Senturia,
perhatian ada 26 orang (32,5%) kualitas 1997).
pelayanan antenatal tidak terpenuhi sebagian Mayoritas tingkat social ekonomi
besar mengalami BBLR sebanyak 19 orang responden berada dalam kategori rendah yaitu
(47,5 %) dengan Kualitas antenatal yang tidak dari 80 responden masih ada 37 orang (46,3%)
dan ini berpengaruh pada kejadian BBLR

50
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

sebesar 24 orang (60,0%). Kondisi sosial Birth Weight. Future Child 5(1):103–
ekonomi rendah mempunyai risiko 3,1 20.
mengalami bayi berat lahir rendah di bandingkan
ibu dengan status ekonomi cukup. Ariawan, I. (2006) Indeks sosio-ekonomi
Hasil penelitian Torres-Arreola et al. menggunakan principal component
(2005) bahwa faktor sosial ekonomi memberi analysis. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
kontribusi besar dalam pemenuhan gizi dan 1(2),hal.83-7.
perawatan kesehatan termasuk pengawasan
antenatal. Wanita dengan sosial ekonomi rendah Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi
mempunyai risiko 2,2 kali mengalami bayi berat Keluarga Berencana Nasional,
lahir rendah dibandingkan wanita dengan status Departemen Kesehatan & ORC Macro
ekonomi menengah atau tinggi. Penelitian (2003) Survei demografi dan kesehatan
Nobile et al. (2006) salah satu hambatan yang Indonesia 2002-2003. Jakarta: BPS dan
menyebabkan perawatan antenatal tidak optimal ORC Macro.
adalah status ekonomi, status sosial ekonomi dan
pendidikan rendah akan berisiko mendapatkan Badshah, S., Mason, L., McKelvie, K., Payne, R.
perawatan kehamilan yang kurang. & Lisboa, P. (2008) Risk factor for
lowbirthweight in the public-hospital at
Peshawar, NWFPPakistan. BMC Public
SIMPULAN Health, Jun 4;8:197.

Terdapat hubungan yang bermakna Barros, F.C. & Diaz, R.J. (2007) Essential care
antara kunjungan K4 pemeriksaan kehamilan of low birthweight neonates. Am J
terhadap kejadian BBLR dari ρ=0,000≤ α= 0.05. Pediatr, 45(2):13-15.
Hubungan antara kunjungan K4 pemeriksaan Cunningham, F.G. (2005) Obstetrik williams
kehamilan terhadap kejadian bayi berat lahir 21st ed . Hartanto, H., Suyono, J.,
rendah mempunyai hubungan yang bermakna Yusna, D., Kosasih, A.A. Prawira. J. &
baik sebelum maupun setelah ada variabel luar. Cendika. R. ed. Jakarta: EGC.
Kualitas pelayanan antenatal, pekerjaan, dan
tingkat social ekonomi faktor yang berpengaruh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
terhadap kejadian bayi berat lahir rendah namun (2004) Pedoman pemantauan wilayah
bukan sebagai variabel confounding. setempat kesehatan ibu dan anak (PWS-
KIA). Jakarta: Direktorat jenderal bina
kesehatan masyarakat & Direktorat
SARAN kesehatan keluarga..

Bagi petugas puskesmas lebih BMC Pregnancy Childbirth, May


mendekatkan pelayanan antenatal ke masyarakat 1;8(15):1471-77. Khatun, S. & Rahman,
dengan mengutamakan kualitas pelayanan dan M. (2008) Socioeconomic determinants
meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya of low birth weight in Bangladesh: a
melakukan Kunjungan K4 untuk mencegah multivariate approach. Bangladesh Med
komplikasi yang mungkin terjadi pada saat Res Counc Bull, 34:81-86.
persalinan.
Ministry of Health and Population (2005) Basic
essential obstetric care: ptotocols for
DAFTAR PUSTAKA physicans in standards of practice for
integrated MCH/RH Services 1st ed.
Adekanle, D.A. & Isawumi, A.L. (2008) Late chaps 5&6. Cairo.
antenatal care booking and its predictor
among pregnant women in South Muninjaya, A.A.G. (2004) Manajemen
Western Nigeria. Ojhas, Jan- Kesehatan. Edisi kedua. Jakarta: EGC.
Mar;7(1):1-6.
Murti, B. (2003) Mengembangkan indikator
Alexander, G. R. & Korenbrot, C.C. (1995) The kualitas pelayanan kesehatan. Jurnal
Role of Prenatal Care in Preventing Low

51
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

manajemen pelayanan kesehatan,


6(2):51-62. Saili, A. (2008) Essential care of low birth
weight neonates. J Indian Pediatr,
Musbikin, Imam. (2005) Panduan bagi ibu Jan;45(1):13-5.
hamil dan melahirkan. Jakarta: Mitra
Pustaka. Senturia, K.D. (1997) A woman’s work is never
done: woman’s work and pregnancy
National Collaborating Centre (2003) Antenatal outcome in Albania. Medical
care routine for the healthy pregnant Anthropology Quarterly, Mar;(11): 375-
woman. Clinical guideline. 395.

Negi, K.S., Kandpal, S.D. & Kukreti, M. (2006) Shah, P. & Ohlsson, A. (2002) Literature review
Epidemiological factors low birth of low birthweight including small for
weight. J Med Educ, Jan-Mar;8(1):31-4. gestational age and preterm birth.
Toronto: public health Toronto.
Nobile, C.G., Raffaele, G., Altomare, C. &
Pavia, M. (2006) Influence of maternal Smith, G.C., Pell, J.P. & Dobbie, R. (2003)
and social factors as predictors of low Interpregnancy interval and risk of
birthweight. BMC Public Health, Aug preterm birth and neonatal death :
3;7(192):1471-79. retrospective cohort study. BMJ, Aug
9;327-13.
Saifuddin, A.B. (2001) Acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta: Yayasan bina pustaka .
Sarwono Prawirohardjo.

52
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Faktor yang Berhubungan dengan Status


Imunisasi Dasar
Wahidah Sukriani1, Dani Aturrofikil A’La2
1,2
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Email: wahidahsukriani@gmail.com

Abstract: Immunization is an attempt to actively raise or enhance one's immunity against an


illness. This study aimed at factors related to basic immunization status in the work area of
Pahandut Community Health Center, Palangka Raya City. This study was an observational
analytic study with a cross-sectional design. The sample in this study were mothers who had
babies aged> 11 months in the working area of Pahandut Community Health Center, Palangka
Raya. The instrument used is in the form of a fill sheet. Data analysis using chi-square test.
The results showed that there was a relationship between family support and family income
with Basic Immunization status in Infants.

Keywords : baby, family support, family income, basic immunization status

Abstrak: Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk faktor yang
berhubungan dengan status imunisasi dasar diwilayah kerja Puskesmas Pahandut Kota
Palangka Raya. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan
cross- sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi usia > 11 bulan
di wilayah kerja Puskesmas Pahandut Kota Palangka Raya. Instrumen yang digunakan berupa
lembar isian. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat hubungan dukungan keluarga dan pendapatan keluarga dengan status Imunisasi Dasar
Pada Bayi.

Kata Kunci: Bayi, Dukungan Keluarga, Pendapatan Keluarga, Status Imunisasi Dasar.

Pendahuluan ukurmelalui indikator imunisasi dasar lengkap.


Imunisasi merupakan salah satu Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian
intervensi kesehatan yang paling efektif biaya. Kesehatan, Target imunisasi Nasional 2015-
Imunisasi telah mencegah 2-3 juta kematian per 2019 yaitu, tercapainya cakupan Imunisasi
tahun. Vaksinasi tidak hanya mencegah Dasar Lengkap kepada 93% bayi 0-11 bulan
penderitaan dan kematian yang terkait dengan (Kemenkes RI, 2015) Pada kurun waktu tahun
penyakit menular seperti tuberkulosis, diare, 2014-2016, masih terdapat 1.716.659 anak
campak, pneumonia (infeksi paru-paru), polio yang belum mendapat imunisasi dan
dan batuk rejan, tetapi juga membantu imunisasinya tidak lengkap (IDAI, 2018)
mendukung prioritas nasional seperti Capaian indikator Imunisasi Dasar
pendidikan dan pembangunan ekonomi Lengkap di provinsi KalimantanTengah pada
(WHO,2018) tahun 2015 hanya mencapai 64,76% dan kota
Data WHO dan UNICEF palangka raya menempati urutan ke empat
memperkirakan 1 dari 10 bayi didunia masih terendah dari kabupaten/kota se Kalimantan
belum mendapatkan imunisasi lengkap (WHO, Tengah dengan dengan cakupan imunisasi
2016). Di Indonesia, program imunisasi pada dasar lengkap hanya 61,04% cakupan tersebut
bayi mengharapkan agar setiap bayi masih belum mencapai target minimal yaitu
mendapatkan kelima jenis imunisasi dasar sebesar 80%. Di Kota Palangka Raya
lengkap. Keberhasilan seorang bayi dalam Puskesmas Pahandut menjadi puskesmas
mendapatkan 5 jenis imunisasi dasar tersebut di dengan capaian imunisasi dasar lengkap

53
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

terendah pada tahun 2015 yaitu sebesar 31,7% Pendidikan Dasar 42 43,3
(Dinkes Kota Palangka Raya, 2016). Penelitian Pendidikan Menegah keatas 55 56,7
Pekerjaan Ibu
ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang Tidak Bekerja 75 77,3
berhubungan dengan status Imunisasi Dasar di Bekerja 22 22,7
wilayah kerja Puskesmas Pahandut Kota Dukungan Keluarga
Palangka Raya. Tidak Mendukung 5 5,2
Mendukung 92 94,8
Pendapatan keluarga
METODE <UMR 37 38,1
≥ UMR 60 61,9
Penelitian ini merupakan penelitian
analitik observasional dengan rancangan cross-
sectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa
90,7% bayi telah mendapatkan imunisasi dasar
kerja Puskesmas Pahandut Kota Palangka
lengkap, usia ibu bayi sebagian besar ≤25 tahun
Raya pada bulan Februari-April 2017.
(59,8%), pendidikan ibu sebagian besar
Populasi pada penelitian ini adalah Bayi menengah ke atas (56,7%), sebagian besar ibu
usia > 11 bulan yang datang ke Puskesmas bayi tidak bekerja (77,3%), sebagian besar
Panarung periode februari-April 2018. keluarga mendukung dilakukannya imunisasi
Perhitungan jumlah sampel yang diperlukan pada bayi (94,8)dan pendapatan keluarga
menggunakan rumus Lemeshow sehingga sebagian besar ≥ UMR (61,9%)
jumah sampel yang diperlukan adalah 97 bayi. Untuk mengetahui hubungan antar variable
Pengambilan sampel akan dilakukan dengan dilakukan analisis bivariat. Hasil analisis dapat
teknik consecutive sampling yaitu semua bayi > dilihat pada tabel dibawah ini:
11 bulan yang datang melakukan pemeriksaan Tabel 2. Hubungan usia ibu, gravida,
di Puskesmas Panarung yang memenuhi pendidikan ibu, pekerjaan Ibu,
kriteria inklusi. dukungan keluarga, pendapatan
dengan status Imunisasi dasar di
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah Puskesmas Pahandut Kota
bayi berdomisili di wilayah Puskesmas Palangka Raya Tahun 2018
Panarung, bayi yang diantar langsung oleh
ibunya ke puskesmas dan ibu bayi membawa Variabel Status Imunisasi Dasar Nilai OR CI
buku KIA/ KMS bayi. Kriteria eksklusi adalah p
Responden atau wali yang tidak bersedia Tidak Lengkap
berpartisipasi dalam penelitian. Lengkap
n % n %
Instrument yang digunakan pada Usia Ibu
penelitian ini adalah format isian. Analisis ≤ 25 Tahun 8 8,2 50 51,5 0,060 6,080 0,729–
dilakukan dengan uji chi square dan uji fisher > 26 Tahun 1 1,1 38 39,2 50,715
Exact (untuk data yang tidak memenuhi Pendidikan
Ibu 5 5,2 37 38,1 0,436 1,723 0,433 –
ketentuan uji chi square) Pendidikan 4 4,1 51 52,6 6,827
Dasar
Pendidikan
HASIL Menegah
Hasil analisis univariat dapat dilihat pada table keatas
distribusi frekuensi dibawah ini: Pekerjaan
Ibu 9 9,3 66 68,0 0,088 0,880 0,809 –
Tabel 1. Distribusi Frekuensi faktor yang
Tidak 0 0 22 22,7 0,957
berhubungan dengan Status Bekerja
Imunisasi Dasar di wilayah kerja Bekerja
Puskesmas Pahandut Dukungan
Variabel n % Keluarga 5 5,2 0 0 0,000 23,000 8,820 –
Tidak 4 4,1 88 90,7 59, 975
Status Imunisasi dasar Mendukung
Tidak Lengkap 9 9,3 Mendukung
Lengkap 88 90,7
Pendapatan
Usia Ibu keluarga 7 7,2 30 30,9 0,010 6,767 1,323 –
≤ 25 Tahun 58 59,8 <UMR 2 2,1 58 59,8 34,609
> 25 Tahun 39 40,2 ≥ UMR
Pendidikan

54
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

Berdasarkan tabel diatas diketahui hubungan yang bermakna antara tingkat


bahwa variable usia ibu, pendidikan ibu dan pendidikan orang tua dengan pemberian
pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan status imunisasi dasar lengkap pada bayi. Namun,
imunisasi dasar pada bayi (p>0,05). Variabel terdapat hubungan pengetahuan terhadap status
dukungan keluarga dan pendapatan keluarga imunisasi dasar. Pengetahuan dapat
memiliki hubungan dengan status imunisai mempengaruhi persepsi seseorang terhadap
dasar pada bayi (P<0,05). Bayi yang suatu penyakit yang pada akhirnya dapat
mendapatkan dukungan keluarga untuk mempengaruhi perilaku seseorang (Azwar,
diimunisasi memiliki peluang 23 kali lebih 2013)
besar untuk memiliki status imunisasi lengkap Pendidikan menjadi hal yang sangat
dan bayi dengan pendapatan keluarga ≥ UMR penting dalam mempengaruhi pengetahuan.
memiliki peluang 6,767 kali lebih besar Individu yang mempunyai tingkat pendidikan
memiliki status imunisasi lengkap. tinggi cenderung lebih mudah menerima
informasi bagitu juga dengan masalah
PEMBAHASAN informasi tentang imunisasi yang diberikan
Hubungan usia ibu dengan status imunisasi oleh petugas kesehatan, sebaliknya ibu yang
dasar tingkat pendidikannya rendah akan mendapat
Hasil analisis menunjukkan bahwa kesulitan untuk menerima informasi yang ada
baik pada bayi dengan status imunisasi dasar sehingga mereka kurang memahami tentang
tidak lengkap maupun lengkap sebagian kelengkapan imunisasi. Pendidikan juga akan
sebagian besar ibunya memiliki usia ≥ 25 mempengaruhi seseorang dalam pengambilan
Tahun, sehingga hasil uji statistic menyatakan keputusan, pada ibu yang berpendidikan tinggi
tidak ada hubungan usia ibu dengan status lebih mudah menerima suatu ide baru
imunisasi dasar. dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah
Hasil ini sejalan dengan penelitian sehingga informasi lebih mudah dapat diterima
Nugroho dkk (2012 ) yang menyatakan tidak dan dilaksanakan (Rahmawati, 2013). Pada
ada hubungan usia ibu dengan status imunisasi penelitian ini tidak ada hubungan pendidikan
dasar bayi. Program imunisasi merupakan dengan status imunisasi dasar dimungkinkan
program pemerintah yang mana tidak oleh faktor lain selain pendidikan seperti
memberikan perbedaan dalam mendapatkan dukungan keluarga.
pelayanan imunisasi bagi bayinya.
Ibu yang berusia lebih muda dan baru Hubungan Pekerjaan ibu dengan status
memiliki anak biasanya cenderung untuk imunisasi dasar
memberikan perhatian yang lebih akan Hasil analisis menunjukkan pada bayi
kesehatan anaknya, termasuk pemberian dengan imunisasi dasar lengkap sebagian besar
imunisasi, Namun, Semakin dewasa usia merupakan ibu tidak bekerja dan pada bayi
seseorang, tingkat berpikirnya akan semakin dengan imunisasi tidak lengkap seluruhnya
matang. Semakin matang seseorang, maka memiliki ibu yang tidak bekerja. Hasil uji
semakin banyak pula pengalaman tentang statistik menunjukkan tidak ada hubungan
imunisasi (Hariyanto, 2016). Sehingga baik pekerjaan ibu dengan status imunisasi dasar
berusia muda maupun semakin menua bayi.
memiliki perhatian yang sama terhadap Hasil penelitian ini sejalan dengan
imunisasi. penelitian Triana (2015) yang menyatakan
tidak ada hubungan pekerjaan dengan status
Hubungan Pendidikan ibu dengan status imunisasi dasar bayi. Ibu yang tidak bekerja
imunisasi dasar memiliki waktu yang lebih banyak untuk
Hasil analisis menunjukkan baik pada mengantarkan bayinya ke fasilitas pelayanan
bayi yang memiliki status imunisasi dasar kesehatan untuk mendapatkan imunisasi.
lengkap maupu tidak sebagian besar memiliki Menurut Istriyani (2011) pada ibu yang bekerja
ibu dengan pendidikan menengah maka kesempatan untuk membawa bayinya
keatas,Sehingga hasil uji statistic menunjukkan imunisasi berkurang. Pada penelitian ini ibu
tidak ada hubungan pendidikan ibu dengan bayi dengan status imunisasi dasar tidak
status imunisasi dasar. lengkap seluruh nya memiliki ibu yang tidak
Hasil penelitian ini sejalan dengan bekerja, hal ini dapat dimungkinkan karena
penelitian Triana (2015) bahwa tidak terdapat kurangnya informasi yang didapatkan oleh ibu

55
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

tentang imunisai maupun faktor lain seperti kemampuan seseorang membiayai pelayanan
dukungan keluarga. kesehatan. Seseorang mungkin tahu akan
pentingnya kesehatan namun karena terkendala
Hubungan dukungan keluarga dengan biaya orang tersebut memutuskan untuk tidak
status imunisasi dasar memperoleh pelayanan kesehatan yang
Hasil analisis menunjukkan pada bayi dibutuhkannya. Pendapatan keluarga yang
dengan imunisasi dasar lengkap seluruhnya rendah akan menjadi pertimbangan ibu untuk
mendapatkan dukungan keluarga sedangkan tidak mengimunisasikan anaknya (Mulyanti,
pada bayi dengan imunisasi dasar tidak lengkap 2013)
sebagian besar tidak mendapat dukungan Imunisasi dasar sudah menjadi
keluarga. Hasil uji statistic menunjukkan program pemerintah dengan biaya gratis,
adanya hubungan dukungan keluarga dengan Sehingga seharusnya faktor pendapatan
status imunisasi dasar. Bayi yang mendapatkan keluarga tidak menjadi penghalang untuk bayi
dukungan keluarga berpeluang 23 kali lebih untuk mendapatkan imunisasi lengkap. Masih
besar untuk mendapatkan imunisasi lengkap adanya bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
Hasil ini sejalan dengan penelitian lengkap pada keluarga dengan pendapatan <
Lumangkun (2014) yang menyatakan terdapat UMR dimungkinkan karena kurangnya
hubungan dukungan keluarga dengan status informasi, kurangnya dukungan keluarga dan
imunisasi dasar. Penelitian lain oleh Istriyani hal-hal lain.
(2011) menunjukan bahwa ibu yang tidak
mendapat dukungan keluarga berisiko 5, 714 SIMPULAN
kali untuk tidak mengimunisasikan anaknya Dukungan Keluarga dan penghasilan
secara lengkap. Untuk mewujudkan sikap keluarga menjadi faktor yang berhubungan
menjadi perilaku diperlukan faktor pendukung. dengan status imunisasi dasar pada bayi di
Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi tidak wilayah kerja Puskesmas Pahandut Kota
serta merta menjadikan ibu membayi bayi Palangka Raya. Bayi yang mendapatkan
melakukan imunisasi jika tidak mendapat dukungan keluarga untuk melakukan imunisasi
dukungan dari pihak lain terutama keluarga dasar serta berasal dari keluarga dengan
dekat. penghasilan ≥UMR memiliki peluang lebir
Ahmad dkk (2010) mengungkapkan besar untuk mendapatkan imunisasi dasar
hal yang sama yaitu terdapat pengaruh lengkap.
dukungan keluarga terhadap kelengkapan
imunisasi. Mengingat tingginya hubungan SARAN
dukungan keluarga terhadap kepatuhan Diperlukan sosialisasi lebih lanjut
melakukan imunisasi, maka sosialisasi mengenai imunisasi dasar kepada seluruh
mengenai risiko penyakit yang dapat dilakukan keluarga bayi agar mendukung
tidak hanya kepada ibu tapi kepada seluruh dilaksanakannya imunisasi dasar pada bayi
keluarga bayi seperti ayah dan nenek bayi Sehingga diharapkan seluruh bayi
(Ahmad dkk, 2010) mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

Hubungan pendapatan keluarga dengan DAFTAR PUSTAKA


status imunisasi dasar Ahmad, J., Hazra, A., Khan, ME. 2010.
Hasil analisis menunjukkan bahwa Increasing Complete Immunization in
sebagian besar ibu dengan imunisasi dasar Rural Uttar Pradesh. The Journal of
lengkap merupakan bayi dengan pendapatan Family Walfare. Vol 56.
keluarga ≥ UMR. Hasil uji statistic menyatakan Azwar, S. 2013. Sikap Manusia Teori dan
ada hubungan pendapatan keluarga dengan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
status imunisasi dasar. Bayi dengan pendapatan Belajar.
keluarga ≥ UMR berpeluang 6,767 kali untuk Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah,
mendapatkan imunisasi dasar lengkap. 2016, Profil Kesehatan 2015 Provinsi
Hasil penelitian ini sejalan dengan Kalimantan Tengah, Dinas Kesehatan
penelitian Rahmawati (2014) bahwa terdapat Provinsi, Kalimantan Tengah
hubungan pendapatan keluarga dengan Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya, 2016,
kelengkapan status imunisasi anak. Tingkat Profil Kesehatan Kota
ekonomi seseorang berhubungan pada

56
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019

PalangkarayaTahun 2015, Dinas Nugroho, PJ, Kusumawati P, Raharjo, B. 2012.


Kesehatan Kota, Palangkaraya Hubungan Tingkat Pengetahuan, Usia
Hariyanto, M.W, 2016, Hubungan Tingkat Dan Pekerjaan Ibu Dengan Status
Pendidikan Ibu dengan Status Imunisasi Dasar Bayi Di Desa Japanan
Kelengkapan Imunisasi Balita Umur 1- Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten
5 Tahun di Desa Gatak Sukoharjo, Tahun 2012. Prodi Kesehatan
Stikes Kusuma Husada, Surakarta Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2018, Seputar Universitas Muhammadiyah Surakarta:
Pekan Imunisasi Dunia 2018, Naskah Publikasi
[online]dari: Rahmawati AI. Faktor Yang Mempengaruhi
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/im Kelengkapan Imunisasi Dasar Di
unisasi/seputar-pekan-imunisasidunia- Kelurahan Krembangan Utara. FKM
2018 tanggal 31 Juli 2018. Unair. 2013.
Istriyati, E, 2011, Faktor-Faktor Yang Triana, V. 2016. Faktor Yang Berhubungan
Berhubungan Dengan Kelengkapan Dengan Pemberian Imunisasi Dasar
Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Desa Lengkap Pada Bayi Tahun 2015. Jurnal
Kumpulrejo Kecamatan Argomulyo Kesehatan Masyarakat Andalas. Vol.
Kota Salatiga, Universitas Negeri 10 (2)
Semarang, Semarang. World Health Organization. 10 facts on
Kementerian Kesehatan RI.2015. Rencana immunization. Diakses
Strategis Kementerian Kesehatan dari http://www.who.int/features/factfi
Tahun 2015-2019. les/immunization/en/ pada tanggal 1
Jakarta:Kementerian Kesehatan RI September 2018
Lumangkun,K., Ratag, BT., Tumbol, RA. World Health Organization. 1 in 10 infants
2014. Faktor-Faktor Yang worldwide did not receive any
Berhubungan Dengan Status Imunisasi vaccinations in 2016. Diakses dari:
Dasar Anak Berumur Tiga Tahun Di https://www.who.int/news-
Wilayah Kerja Puskesmas Kombos room/detail/17-07-2017-1-in-10-
Kota Manado. Fakultas Kesehatan infants-worldwide-did-not-receive-
Masyarakat Universitas Sam any-vaccinations-in-2016 tanggal 1
Ratulangi: Skripsi september 2018

57

Anda mungkin juga menyukai