Section Editor
1. Reviewer : Itma Annah, M.Kes
2. Editing : Erma Nurjanah Widiastuti, SKM., MPH
3. Editor : M. Syabriannur, SKM
4. Lay Out : Irene Febriani, SKM., MKM
Arif Adiguna, ST
Daniel, A.Md.Kom
Proofreader
1. Kebidanan : Eline Charla Sabatina Bingan, SST., M.Kes
2. Keperawatan : Ns. Fetty Rahmawaty, S.Kep., M.Kep
3. Gizi : Cucu Rahayu, S.Gz
Mitra Bestari
1. Dr. Jusuf Kristianto, MM., MHA, MQIH., PhD.
2. Dr. Tri Johan Agus Yuswanto, S.Kp., M.Kep.
3. Dr. Marselinus Heriteluna, S.Kp., MA.
Alamat Redaksi :
Unit Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Jalan George Obos No. 32 Palangka Raya 73111- Kalimantan Tengah
Telepon/Fax : 0536 – 3221768
Email : j fk@pol t ekkes -pal an gkaraya.ac.i d
Website : www.poltekkes-palangkaraya.ac.id
Salah satu tugas utama dari lembaga pendidikan tinggi sebagaimana tercantum dalam
Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan penelitian. Agar hasil-hasil penelitian
dan karya ilmiah lainnya yang telah dilakukan oleh civitas akademika Politeknik
Kesehatan Kemenkes Palangka Raya lebih bermanfaat dan dapat dibaca oleh masyarakat,
maka diperlukan suatu media publikasi yang resmi dan berkesinambungan.
Jurnal Forum Kesehatan merupakan Jurnal Ilmiah sebagai Media Informasi yang
menyajikan kajian hasil-hasil penelitian, gagasan dan opini serta komunikasi singkat
maupun informasi lainnya dalam bidang ilmu khususnya keperawatan, kebidanan, gizi, dan
umumnya bidang ilmu yang berhubungan dengan kesehatan.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya
berkat bimbingan dan petunjuk-Nyalah upaya untuk mewujudkan media publikasi ilmiah
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang diberi nama Jurnal Forum
Kesehatan Volume IX Nomor 1, Februari 2019 ini dapat terlaksana. Dengan tekat yang
kuat dan kokoh, kami akan terus lebih memacu diri untuk senantiasa meningkatkan
kualitas tulisan yang akan muncul pada penerbitan – penerbitan selanjutnya.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Palangka Raya sebagai Penanggung Jawab serta Dewan Pembina yang telah memberikan
kepercayaan dan petunjuk kepada redaktur hingga terbitnya Jurnal Forum Kesehatan
Volume IX Nomor 1, Februari 2019 ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga
disampaikan kepada Dewan Redaksi dan Tim Mitra Bestari yang telah meluangkan
waktunya untuk mengkaji kelayakan beberapa naskah hasil penelitian/karya ilmiah
yang telah disampaikan kepada redaksi.
Kepada para penulis yang telah menyampaikan naskah tulisannya disampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya dan selalu diharapkan partisipasinya untuk
mengirimkan naskah tulisannya secara berkala dan berkesinambungan demi lancarnya
penerbitan Jurnal Forum Kesehatan ini selanjutnya.
Akhirnya, semoga artikel-artikel yang dimuat dalam Jurnal Forum Kesehatan
Volume IX Nomor 1, Februari 2019 ini dapat menambah wawasan dan memberikan
pencerahan bagai lentera yang tak kunjung padam. Kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan penerbitan selanjutnya.
Tim Redaksi
DAFTAR ISI
Hal.
Pengaruh Dimensi Mutu dan Peran Kepala Ruangan Rawat Inap Terhadap Kinerja Perawat
Pelaksana RSUD Selasih Pangkalan Kerinci
Ardenny, Rohani …………………………………………………………………………………………. 1
Potensi Pengembangan Buah Lokal Kalimantan Tengah: Selai Buah Cemot (Passiflora
foetida L.)
Nur Hasanah, Mars Khendra Kusfriyadi, Agnescia Clarissa Sera..………………………………. 24
Abstract : The quality management system is an order that ensures the achievement of the planned objectives
and quality objectives including in the nursing service. The purpose of this study is to determine the effect of
quality management system and head of the inpatient ward on the performance of nurses in RSUD Selasih
Pangkalan Kerinci. The design of this study using SEM approach with SmartPLS with the specified sample is
all nurses inpatient room is 52 people. The research instrument used questionnaire with data collection
method through secondary data and primary data through interview process and field observation. The result
of research shows that there is influence between variable dimension quality (R square 0,000) and role of
room head (R square 0,038) to nurse performance at RSUD Selasih Pangkalan Kerinci. R Square value of
nurse performance variable equal to 0,259% meaning 25,9% kienrja nurse influenced by dimension of quality
and role of head of room. It is suggested to the hospital to develop the quality of service in the quality
dimension namely the dimension of reliability (reliability) and empathy (empathy) in improving the
performance of nurses in the inpatient ward. While for the role of the head of the room can be improved
through training-related management functions.
Abstrak : Sistem manajemen mutu merupakan suatu tatanan yang menjamin tercapainya tujuan dan sasaran
mutu yang direncanakan termasuk di dalam pelayanan keperawatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh sistem manajemen mutu dan kepemimpinan kepala ruangan rawat inap terhadap kinerja
perawat pelaksana di RSUD Selasih Pangkalan Kerinci. Rancangan penelitian ini menggunakan
pendekatan SEM dengan SmartPLS dengan sampel yang ditetapkan adalah seluruh perawat ruangan rawat
inap berjumlah 52 orang. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dengan metode pengumpulan data
melalui data sekunder dan data primer melalui proses wawancara dan oberservasi lapangan. Hasil penelitian
terdapat pengaruh antara variabel dimensi mutu (R square 0,000) dan peran kepala ruangan (R square
0,038) terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Selasih Pangkalan Kerinci. Nilai R
Square variabel kinerja perawat sebesar 0,259% artinya sebesar 25,9% kienrja perawat dipengaruhi oleh
dimensi mutu dan peran kepala ruangan. Disarankan pada pihak Rumah Sakit untuk mengembangkan kualitas
pelayanan dalam dimensi mutu yakni dimensi keandalan (reliability) dan empati (empathy) dalam
meingkatkan kinerja perawat pelaksana di ruangan rawat inap. Sedangkan untk peran kepala ruangan dapat
ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan terkait fungsi manajemen.
1
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Rata-
No Indikator Rentang Kategori
rata
Keandalan
1 1,79 1-2 Setuju
(reliability)
Daya tanggap
2 1,73 1-2 Setuju
(responsiveness)
HASIL Jaminan
3 1,71 1-2 Setuju
Kuesioner yang digunakan didalam (assurence)
4 Empati (empathy) 1,79 1-2 Setuju
penelitian ini telah melalui rangkaian uji validitas Bukti fisik
dan reabilitas sehingga layak untuk digunakan 5 1,5 1-2 Setuju
(Tangible)
dan dapat dipercaya. Berdasarkan hasil Dimensi Mutu 1,704 1-2 Setuju
2
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Pengaruh positif menunjukkan bahwa mutu kepala ruangan terhadap kinerja perawat di
pelayanan searah dengan kinerja perawat, dimana ruang rawat inap RSUD Selasih Pangkalan
semakin meningkatnya kualitas pelayanan maka Kerinci. Hal ini berarti bahwa setiap
akan semakin meningkat juga kinerja perawat, peningkatan upaya dalam penerapan peran
demikian juga sebaliknya semakin kepala ruangan, maka akan meningkatkan
menurunnya mutu pelayanan maka akan semakin kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD
menurun juga kinerja perawat. Pengaruh Selasih Pangkalan Kerinci.
signifikan menunjukan bahwa dimensi mutu
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan SARAN
kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD
Selasih. Disarankan bagi pihak RSUD Selasih
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil Pangkalan Kerinci hendaknya mengembangkan
penelitian Melinda (2011) dan Pratiwi, dkk kualitas pelayanan dalam dimensi mutu yakni
(2016), bahwa dimensi mutu memberikan dimensi keandalan (reliability) dan empati
pengaruh kuat terhadap kinerja perawat di (empathy) serta melibatkan pean kepala ruangan
ruang rawat inap RSUD Selasih terutama pada dalam meingkatkan kinerja perawat pelaksana di
dimensi Keandalan (reliability) dan empati ruangan rawat inap.
(empathy) menjadi indikator yang memberikan
kriteria persepsi tertinggi dibandingkan dengan
indikator-indikator lainnya. DAFTAR PUSTAKA
5
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Abstrak : Gizi merupakan komponen utama dalam penyiapan sumber daya manusia yang
berkualitas (Dirjen Kemenkes RI, 2017). Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat
konsumsi yang ditentukan oleh kualitas serta kuantitas menu, yang berarti menu tersebut
mengandung zat gizi dalam porsi yang sesuai dengan kebutuhan. Salah satu zat gizi yang
diperlukan tubuh adalah vitamin dan mineral yang pada umumnya banyak terdapat dalam
sayur dan buah. Konsumsi sayur dan buah pada remaja masih banyak yang belum
memenuhi rekomendasi WHO sebesar 400 gram perhari. Rendahnya konsumsi buah dan
sayur pada remaja dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif dimasa dewasa dan
lanjut usia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan penyuluhan dengan
penggunaan media terhadap perubahan pengetahuan sikap dan perilaku konsumsi sayuran
dan buah pada siswa SMP di MTs Hasanah Pekanbaru, dimulai pada bulan juli. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental).
Jumlah sampel yang diperlukan yaitu 18 orang per kelompok dengan menggunakan metode
random sampling. Penelitian ini menggunakan uji t-test untuk melihat perbedaan dua
kelompok. Hasil pada penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan antara
pengetahuan, sikap dan perilaku responden sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan
menggunakan media video maupun leaflet. Disarankan untuk pihak sekolah agar dapat
memberikan penyuluhan mengenai konsumsi sayur dan buah serta menyediakan
ketersediaan pangan sayur dan buah untuk meningkatkan asupan konsumsi sayur dan buah
bagi siswa.
Kata Kunci : sayur dan buah, konsumsi sayur dan buah, remaja
6
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
7
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
8
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
9
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
10
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
11
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
ABSTRAK
Latar Belakang: Anggaran yang harus disediakan oleh pemerintah Kabupaten Banjar di bidang kesehatan
bertambah besar dengan diterapkannya program pelayanan kesehatan bersubsidi 24 jam (PKDG 24 jam). Pada
tahun 2009 program ini akan dikembangkan menjadi Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) untuk
meningkatkan perlindungan sosial kepada setiap warga masyarakat dan penerapan PP No. 38 tahun 2007 tentang
pembagian fungsi dan wewenang pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penelitian ini untuk mengkaji sistem
penganggaran rencana pengembangan Program Jamkesda, mengidentifikasi tersedia atau tidaknya anggaran yang
berkaitan langsung dengan program Jamkesda di Kabupaten Banjar, dan mengevaluasi penganggaran rencana
program Jamkesda di Kabupaten Banjar. Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus dengan metode
kualitatif. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari anggaran program Jamkesda, kesiapan sumber
daya manusia, kepesertaan program Jamkesda dan persepsi Stkaeholder dengan teknik wawancara mendalam.
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa anggaran program Jamkesda sudah dialokasikan dalam DPA-SKPD
sebesar Rp.3.381.769.000, khusus untuk persiapan pelaksanaan Jamkesda dianggarkan sebesar
Rp.1.014.538.800(30%). Sumberdaya manusia pengelola program Jamkesda masih masih belum siap, terbukti
pengelolaan belum dilakukan. Kepesertaan program Jamkesda adalah masyarakat miskin dan kurang mampu yang
tidak terakomodir oleh program Jamkesmas (Askeskin). Persepsi stakeholder terhadap rencana pengembangan
program Jamkesda di Kabupaten Banjar sangat positif terbukti dengan adanya persiapan baik dari segi anggaran
dan sarana prasana dalam pelaksanaan program Jamkesda tahun 2010. Penganggaran pelaksanaan Jamkesda
belum dianggarkan tersendiri karena masih menyatu dengan anggaran PDKN, yaitu sebesar 30%. Jumlah sasaran
Program Jamkesda di Kabupaten Banjar sebanyak 10.422 orang. Persepsi stakeholder terhadap rencana
pengembangan Jamkesda adalah positif yang ditunjukkan dengan adanya anggaran untuk persiapan pelaksanaan.
Kata Kunci : Penganggaran, Rencana Pengembangan Program Jamkesda, Pelayanan Kesehatan Dasar
Bersubsidi 24 jam.
12
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
ABSTRACT
Background: Budget that has to be provided by Banjar District Government in health sector is increasing in line
with the implementation of 24 hour subsidized health service program (PKDG 24 jam). Budget for PKDG 24 jam
comes from local revenue and expenditure budget and other sources permitted by the regulation. In 2009 the
program was to be developed to Local Health Insurance Program (Jamkesda) to increase better social protection
for every member of the local community and implement Government Regulation No. 38/2007 on the distribution
of function and authority of central and local government. In the process of program development planning there
are two propositions: the development from PKDG to Jamkesda and the development of Jamkesda by sustaining
PKDG program.
Objective: The study aimed to evaluate budget proposition of subsidized health service program at District of
Banjar in the development plan of Jamkesda program, identify availability of budget directly related with
Jamkesda program and evaluate budget plan of Jamkesda program at District of Banjar.
Method: The study was descriptive with case study design and qualitative method. Variables of the study were
budget of Jamkesda program, preparedness of human resources, participation in Jamkesda program and perception
of stakeholders. Data were obtained through indepth interview and analyzed using descriptive qualitative
technique.
Result: Budget of Jamkesda program had been allocated in DPA-SKPD as much as Rp 3,381,769,000, especially
for the preparation of Jamkesda implementation the allocation was as much as Rp 1,014,538, 800 (30%). Human
resources that would manage Jamkesda program were not yet prepared since the management was not based on
education and experience. Participants of Jamkesda program were poor communities that were not accommodated
in Jamkesmas (Askeskin) program. Stakeholders had very positive perception about Jamkesda program
development plan either in aspect of budget or facilities for Jamkesda program implementation 2010.
Conclusion: Budget for the implementation of Jamkesda had not been allocated separately, the budget was still
part of (30%) a bigger program. The number of targets of Jamkesda were as many as 10,427 people. Perception
of stakeholders about Jamkesda development plan was positive as reflected from the availability of budget for its
implementation.
Keywords: health budget, Jamkesda, basic health service, free health service
13
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
14
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
15
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
16
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat pelayanan kesehatan dengan data dan sistem
kesehatan masyarakat yang optimal secara pengelolaan yang lebih baik. Keberadaan
efektif dan efisien. Sedangkan secara khusus, Jamkesmas dengan Askeskin dan Program
tujuan yang ingin dicapai adalah: Pelayanan Kesehatan Dasar Bersubsidi
a. Meningkatnya cakupan masyarakat (PKDB) merupakan cikal bakal dan menjadi
miskin dan tidak mampu yang mendapat inspirasi untuk mengembangkan program
pelayanan kesehatan di Puskesmas serta Jamkesda. Sasaran dan fokus kegiatan
jaringannya dan di Rumah Sakit pelayanan Program Jamkesda sama dengan
b. Meningkatnya kualitas pelayanan PKDB, yang membedakannya adalah dari
kesehatan bagi masyarakat miskin. segi kepesertaan dan cakupan kegiatan.
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan Kepesertaan Jamkesda dikhususkan pada
yang transparan dan akuntabel. masyarakat miskin yang tidak terakomodir
Pelaksanaan jaminan kesehatan di oleh Program Jamkesmas dan cakupan
Kabupaten Banjar dilakukan secara kegiatan selain pelayanan kesehatan dasar,
menyeluruh dengan meningkatkan pelayanan Jamkesda juga memberikan pelayanan
kesehatan dasar bagi masyarakat miskin dan kesehatan lanjutan.
kurang mampu. Berdasarkan data pada tahun Program kegiatan PKDB mencakup
2008, data masyarakat miskin yang belum beberapa Jenis pelayanan dasar sesuai dengan
terakomodir oleh Jamkesmas (Askeskin) Pasal 3 Peraturan Bupati Banjar No. 01 Tahun
masih relatif besar jumlahnya, sekitar 119.309 2008 sebagai berikut:
jiwa. Untuk itulah, pemerintah Kabupaten 1. Konsultasi medis dan penyuluhan
Banjar dalam rencana pengembangan kesehatan
Program Jamkesda akan memfokuskan pada 2. Pemeriksaan fisik
jumlah tersebut dengan memberikan 3. Laboratorium sederhana
pelayanan dasar bersubsidi (PKDB) dan 4. Tindakan medis sederhana
Program Jamkesda. Sebagai upaya 5. Pemeriksaan dan pengobatan gigi
peningkatan pelayanan kesehatan, maka 6. Pemeriksaan ibu hamil/nifas/meyusui,
dirumuskanlah beberapa jenis kegiatan Dinas bayi dan balita
Kesehatan Kabupaten yang dikembangkan 7. Pemberian obat-obatan sesuai ketentuan
menjadi kegiatan Program Jamkesda. 8. Pelayanan KB dan penanganan efek
Rencana pengembangan Program samping
Jamkesda di Kabuaten Banjar tentu bukan 9. Pelayanan gawat darurat
suatu kebijakan yang dibuat tanpa arah dan 10. Paket rawat inap
tujuan. Program ini diorientasikan untuk lebih 11. Pertolongan persalinan
meningkatkan peran masyarakat miskin dan Dari seluruh kegiatan pelayanan
kurang mampu dalam mengakses pelayanan kesehatan dasar tersebut, pemerintah
kesehatan dalam bentuk asuransi. Adanya mengalokasikan anggaran sebesar Rp
sistem jaminan dengan bentuk asuransi ini, 3.058.387.000,00. Anggaran tersebut
akan lebih menumbuhkan kesadaran dialokasikan dalam beberapa kegiatan
masyarakat akan hak-hak mendapatkan sebagai berikut:
Tabel 2. Anggaran Jaminan Kesehatan Dasar Bersubsidi (PKDB) dan Jamkesda di Kabupaten Banjar Tahun
2009
No. Kegiatan Anggaran %
1. Honorarium Petugas Khusus PKD bersubsidi 2.038.565.000,00 66,65%
2. Pelayanan Kesehatan dasar bersubsidi 650.800.000,00 21,28%
3. Jasa sarana PKD bersubsidi 172.000.000,00 5,62%
4. Obat-obatan non standar dan BAKHP 114.166.000,00 3,73%
5. Kelompok Kerja PKD Bersubsidi 76.200.000,00 2,49%
6. Bahan dan alat kesehatan PKD bersubsidi 4.506.000,00 0,15%
habis pakai
7. Belanja alat tulis kantor PKD bersubsidi 2.150.000,00 0,07%
Jumlah 3.058.387.000,00 100%
Sumber: DPA-SKPD Dinkes Kabupaten Banjar Tahun 2009
17
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Terlihat dari data di atas, bahwa kesehatan. Selain itu juga Perlu memperhatikan
anggaran Jaminan Kesehatan Dasar Bersubsidi pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
(PKDB) termasuk anggaran persiapan permintaan masyarakat (Demand-based
pengembangan Program Jamkesda untuk tahun programs) sehingga masyarakat dapat memilih
2009 sebesar Rp 3.058.387.000,00. Khusus layanan kesehatan yang diinginkan. Hal ini
untuk anggaran program Jamkesda sampai saat dilakukan dengan memperhatikan beberapa
ini pemerintah belum mengalokasikan faktor, antara lain (a) penentuan sasaran secara
anggaran tersendiri dikarenakan masih dalam hati-hati; (b) pelibatan rumah sakit, puskesmas
proses persiapan. Namun demikian pemerintah dan pusat layanan kesehatan; (c) penjamin
tetap mengalokasikan anggaran program mutu layanan kesehatan bagi masyarakat
Jamkesda yang masih menyatu dalam alokasi miskin; (d) sosialisasi kepada masyarakat; (e)
anggaran PKDB. Hasil wawancara dengan evaluasi secara kritis terhadap hasil pelayanan
narasumber sebagai berikut: kesehatan.
Cakupan dari anggaran program tersebut
“…dalam penyusunan anggaran yang diajukan terdiri dari kegiatan-kegiatan yang
oleh pemerintah belum secara eksplisit memfokuskan pada memberikan pelayanan
mengalokasikan untuk program Jamkesda, kesehatan masyarakat secara umum, seperti
tetapi sebagian anggaran yang ada dalam Pelayanan Kesehatan Dasar Berdubsidi
PKDB digunakan untuk mempersiapkan (PKDB) dan program Jaminan Kesehatan
pengembangan Program Jamkesda…” (R.5). Daerah (Jamkesda). PKDB yang dijalankan
oleh pemerintah Kabupaten Banjar sebagai
Alokasi anggaran kesehatan pemerintah upaya peningkatan kesehatan untuk seluruh
untuk orang miskin tersebut perlu disesuaikan masyarakat Kabupaten Banjar, sedangkan
dengan kebutuhan masyarakat miskin dan Jamkesda merupakan sebuah program yang
ditekankan pada upaya promotif dan preventif. dilaksanakan pemerintah daerah untuk
Harus ada political will dari pemerintahan, mengantisipasi adanya warga yang tidak
legislatif, swasta, dan masyarakat untuk tercover/masuk dalam program Jamkesmas
menindak-lanjuti pelayanan kesehatan. yang dilaksanakan pemerintah pusat. Tujuan
Pelayanan bersubsidi maupun sistem jaminan program ini untuk meningkatkan kualitas
kesehatan tidak akan secara otomatis kesehatan masyarakat terutama yang masuk
meningkatkan cakupan, karena masih ada biaya dalam kategori keluarga miskin (GAKIN).
diluar biaya pelayanan kesehatan yang harus Pembiayaan kedua program tersebut berasal
ditanggung masyarakat miskin. Pola dari subsidi pemerintah Kabupaten Banjar
pembagian tugas yang jelas antara pusat dan dalam hal ini Dinas Kesehatan.
daerah baik dari sisi demand maupun sisi “…persiapan pelaksanaan Program Jamkesda
supply terutama dalam sharing penganggaran. tahun 2010, memang belum dianggarkan
Pentingnya keterlibatan seluruh pihak atau secara eksplisit dalam DPA-SKPD” tetapi
stakeholder dalam pelaksanaan upaya diambil dari anggaran PKDB sekitar 30%...”.
kesehatan untuk masyarakat miskin. Ada (R. 1)
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
peningkatan pelayanan kesehatan, antara lain Berdasarkan informasi yang diperoleh
adanya pemantapan asuransi kesehatan dari narasumber tersebut, maka anggaran
nasional sebagai bagian dari pelaksanaan persiapan pelaksanaan Jamkesda dapat
Undang-undang Sistem Jaminan Sosial, diketahui sebesar 30% dari total anggaran
sebagai bagian dari peningkatan akses orang PKDB yang dialokasikan dalam DPA-SKPD
miskin terhadap layanan kesehatan, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar. Hal
peningkatan akuntabilitas dalam pelayanan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
18
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Tabel 3. Pembagian Anggaran antara PKDB dan Jamkesda di Kabupaten Banjar Tahun 2009
Persen
Program Anggaran
(%)
PKDB 2.140.870.900 70%
19
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
pemenuhan kewajiban negara pemenuhan hak dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi.
sosial bidang kesehatan, namun lebih karena Sebagai pelaksana pelayanan kesehatan
konsepsi pemenuhan hak-hak sosial bidang pemerintah daerah harus berusaha
kesehatan adalah dengan memandirikan meningkatkan mutu pelayanan, mempermudah
individu. akses pelayanan dengan meningkatkan sarana
dan prasarana penunjang, meningkat-kan
Sumberdaya Manusia Pengelola Jamkesda efisiensi dan meningkatkan sumber daya
Dalam pengelolaan program Jamkesda manusia kesehatan.
sebaiknya ada garis batas yang jelas antara Rencana pengembangan program
fungsi pelaksana dan fungsi regulasi yaitu Jamkesda di Kabupaten Banjar dilakukan oleh
dengan memisahkan badan penyelenggara Satuan Tugas (UPT) di bawah Dinas
jaminan kesehatan, badan regulasi dan badan Kesehatan. UPT ini mempunyai tugas dan
pelaksana pelayanan kesehatan, walaupun fungsi untuk mengelola pelaksanaan program
masih dalam satu koordinasi di tingkat Jamkesda dan tugasnya sesuai dengan SK
kabupaten yaitu Dinas Kesehatan. Hal ini Kepala Dinas Kesehatan yang beranggota staf
dimaksudkan agar mutu pelayanan dan Dinas Kesehatan. Adapun karakteristik dari tim
efektifitas pelaksanaan program jaminan UPT ini sebagai berikut:
kesehatan lebih terjaga, di samping itu berguna
Tabel 4. Karakteristik Tim Pengelola Program Pelayanan Kesehatan Dasar Bersubsidi Kabupaten Banjar
Karakteristik Jumlah Persentase
Jenis Kelamin
- Laki-laki 8 47,05%
- Perempuan
9 52,95%
Jabatan
- Pejabat Struktural 12 70,58%
- Staf
5 29,42%
Pendidikan Akhir
- S2 2 11,76%
- S1
- Akademi 10 58,82%
- Sederajat SLTA 1 5,88%
4 23,54%
Sumber: Dinkes Kabupaten Banjar, 2009
Dari data tersebut di atas terlihat bahwa 55,82%, sedangkan sisanya berlatar belakang
yang menjadi anggota Tim UPT Program pendidikan strata S2, akademi dan SLTA.
Jamkesda di Kabupaten Banjar 70,58% adalah
menduduki jabatan struktural baik eselon III Kepesertaan Program Jamkesda
maupun eselon IV sehingga dalam hal ini Data peserta masyarakat Kabupaten
terjadap jabatan rangkap, sedangkan yang Banjar yang menjadi sasaran pelayanan
berasal dari staf hanya 29,42%. Untuk latar kesehatan dasar gratis berdasar PKK I sebagai
belakang pendidikan Strata satu sebesar berikut :
20
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Tabel 5. Data Masyarakat Miskin yang menjadi Sasaran Program Jamkesda Kabupaten Banjar Tahun 2008
21
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Pembayaran baru dapat dilakukan dengan ketentuan yang sudah ada. Misalnya
apabila sudah melewati proses verifikasi secara seharusnya pembayaran klaim diberikan tiap
sederhana yang dilakukan oleh tim verifikasi triwulan setelah proses pelayanan selesai
yaitu dengan mencocokan format PKDB 1 dengan pembayaran penuh, tetapi pada
(satu) dengan PKDB 2 (dua) dan dibayar setiap kenyataannya seringkali walaupun dibayarkan
triwulan sesuai dengan sistem anggaran yang per triwulan tapi pembayarannya tidak penuh.
ada. Jumlah yang diterima PPK (khususnya Hal ini sesuai hasil wawancara sebagai berikut:
untuk rawat jalan terlebih dahulu dikurangi “…ketersediaan dana bagi kami yang
sebesar 30% untuk pemda sebagai retribusi masih meragukan, dalam arti kata, ya
daerah dan sisanya dijadikan 100%. Dari 100% jumlahnya tadi. Pelayanan kan berjalan terus,
tersebut dipotong 20% untuk Dinas Kesehatan nah ketersediaannya kami tidak ngerti berapa
sebagai manajemen fee. Hal ini sesuai dengan sih yang disiapkan dana untuk Jamkesda oleh
hasil wawancara sebagai berikut : pemerintah…” (R. 3)
“…dalam pengajuan klaim, kita dari
pihak PPK hanya menerima dana bersih Dari hasil wawancara tersebut,
pelayanan kesehatan setelah dipotong 30% menunjukkan adanya ketidak transparan
oleh pihak Dinas…” (R. 4). pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan atas
anggaran yang disediakan untuk pembayaran
Kebijakan pemotongan sebesar 30% klaim pelayanan program Jamkesda. Sistem
tersebut berdasarkan Perda tarif, bahwa setiap seperti inilah yang akan memunculkan saling
retribusi harus masuk ke kas daerah sebagai curiga antara pihak pemerintah dengan pihak
jasa sarana karena pemda sudah menyediakan penyedia pelayanan, sehingga dikhawatirkan
sarana dan fasilitas, sedangkan 20% untuk pelayanan bagi peserta Jamkesda akan
manajemen fee. kebijakan manajemen fee terganggu. Apalagi program Jamkesda di
diambil berdasarkan SK Bupati tentang tarif Kabupaten Banjar masih relatif baru
Perda pasal 19 yang menyebutkan bahwa 70% dilaksanakan, sehingga dibutuhkan komitmen
dikembalikan ke dinas, antara lain digunakan dan kerjasama yang baik diantara instansi yang
untuk jasa pelayanan, operasional dan terkait dengan program ini. Ketersediaan
pengembangan dan pembinaan sumberdaya anggaran pada pemerintah juga menjadi hal
manusia. Menurut PPK besarnya persentase penting untuk melakukan pengembangan
untuk manajemen fee langsung ditetapkan program Jamkesda, apalagi untuk masa-masa
Dinas Kesehatan hal tersebut tidak menjadi yang akan datang proses pelayanan kesehatan
permasalahan asal ada dasar hukum yang memerlukan saran dan prasaran yang lebih
mengharuskan seperti itu, yang penting fungsi memadai dan berkualitas.
dan tugas PPK adalah memberikan pelayanan.
Hal tersebut sesuai hasil wawancara sebagai KESIMPULAN
berikut: 1. Penganggaran rencana pengembangan
“…RS tidak ada akan menolak pasien, program Jamkesda di Kabupaten Banjar
itu sudah menjadi prinsip kami setiap pasien sudah dialokasikan pada DPA-SKPD
tidak pernah ditolak, tapi loss cost kami harus sebesar Rp 3.058.387.000,- yang termasuk
ada orang yang memeriksa…” (R.3). pada alokasi anggaran peningkatan
kesehatan masyarakat. Besarnya anggaran
“… yang menjadi komitmen kami, untuk program Jamkesda sebesar Rp. 917.
siapapun yang datang ke kami sebagai pasien 516.100,-.
akan selalu diberi pelayanan yang terbaik 2. Kesiapan sumberdaya manusia dalam
sesuai dengan kapasitas kami…” (R.4). rencana pengembangan program Jamkesda
masih perlu dilakukan peningkatan, baik
Sistem pembayaran berdasarkan dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini
pelayanan merupakan sistem yang memang ditunjukkan dengan pelaksanaan program
disukai oleh PPK, karena dinilai lebih obyektif pelayanan kesehatan dasar bersubsidi
dan menguntungkan. Berapapun klaim yang masih dikelola oleh UPT yang berada di
diajukan dan berdasarkan hasil verifikasi tidak bawah Dinas Kesehatan dengan sumber
menjadi masalah karena akan tetap dibayarkan. daya manusia pengelola masih rangkap
Namun permasalahn muncul dari waktu jabatan, baik secara struktural maupun
pembayaran yang kadang-kadang tidak sesuai fungsional.
22
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
3. Sistem kepesertaan program Jamkesda ditingkat PPK. Hal tersebut dapat disusun
dikhususkan bagi masyarakat miskin dan dengan prosedur pencairan biaya klaim
kurang mampu yang tidak terakomodir yang secara bersamaan, antara pemerintah
oleh program jaminan lainnya seperti dengan PPK sebagai penyedia pelayanan
Askeskin. Jumlah sasaran program untuk menentukan standart procedure
Jamkesda di Kabupaten Banjar yang masih yang baku dan dapat dilaksanakan oleh
perlu dilakukan verifikasi kepesertaan semua pihak. Adanya standar prosedur
program sebanyak 10.422 orang. tidak saja untuk efisiensi dana tetapi juga
4. Persepsi stakeholder terhadap rencana untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
pengembangan program Jamkesda adalah ke arah preventif dan promotif sehingga
positif. Hal tersebut ditunjukkan dengan memberikan peluang ke arah efisiensi.
adanya regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah melalui SK Bupati dan Perda DAFTAR PUSTAKA
terhadap pengaturan pelaksanaan program Thabrany, H. (2005), Asuransi Kesehatan
pelayanan kesehatan dasar bersubsidi. Nasional, Jakarta: Pamjaki.
Selain itu juga sudah dibuktikan dengan
dialokasikannya anggaran pada tahun
2009. Mukti; A. G. dan Moertjahjo. (2008). Sistem
Jaminan Kesehatan: Konsep
SARAN Desentralisasi Terintegrasi. Magister
1. Pemda Kabupaten Banjar perlu Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen
mempersiapkan anggaran yang cukup Asuransi/Jaminan Kesehatan. Fakultas
besar untuk membiayai pelaksanaan Kedokteran Universitas Gadjah Mada
program Jamkesda dan pelayanan bekerja sama dengan Asosiasi Jaminan
kesehatan dasar bersubsidi lainnya dengan Sosial Daerah; Yogyakarta.
menggandeng pihak-pihak ketiga yang
menjadi sumber PAD. Selain itu juga perlu Informasi Laporan Penyelenggaraan
adanya sosialisasi bagi masyarakat akan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Tahun
pentingnya berpartisipasi dalam pelayanan 2007, Bagian Humas Pemerintah
kesehatan dengan ikut serta dalam Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
kepesertaan jaminan kesehatan yang di
luncurkan oleh pemerintah.
2. Persiapan sumber daya manusia menjadi Yin, R.K. (2002), Studi Kasus: Desain dan
salah satu hal yang penting untuk Metode (Rev. ed), Jakarta: PT. Raja
pelaksanaan program Jamkesda, baik dari Grafindo Persada.
segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu
juga persiapan lembaga pengelola yang
Departemen Kesehatan, R.I, (2004), Kebijakan
independen perlu dilakukan sesegera
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,
mungkin agar mampu mempersiapkan hal-
Jakarta: Keputusan Menteri Kesehatan
hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
R.I., Nomor 128/SK/II/2004
program, muali dari penyusunan program,
pendataan peserta serta terknis pelaksanaan
program. Mukti, A.G. (2003), Mencari Alternatif Model
3. Sistem pembayaran klaim kepada PPK Sistem Pembiayaan Berbagai Asuransi
perlu dilakukan secara transparan dan Kesehatan Sosial di Era Desentralisasi,
sesuai dengan ketentuan yang sudah Jurnal Manajemen Pelayanan
ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk Kesehatan, 06 (2), pp.45-55.
memperlancar pelayanan kesehatan
23
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Abstract: Cemot (Passiflora foetida L.) is a local fruit can be easily found in bushes and tropical forest of Central
Kalimantan. It is very polular amongst native children and usually eaten in fresh condition. To date no research
has ever done to study its processed product. This experimental research aims to explore the potential of cemot
which is processed into fruit jam by adding 0.25%, 0.75%, 1.25%, 1.75% and 2.25% pectin. Complete randomized
design was employed. Most of panellist confirmed that cemot jam were sweet, has natural aroma, very thick and
dark brown in color. Total dissolved solids in cemot jam with pectin addition of 0.25%; 0.75%; 1.25%; 1.75%;
2.25% were 66.7%; 67.3%; 68.4%; 69.2%; 69.8% brix, respectively. Pectin concentration does not affect the taste
(p=0.244), aroma (p=0.621) and color (p=0.492) of cemot jam but affect its texture (p=0.000) and total dissolved
solid (p=0.000).
Keywords: cemot (Passiflora foetida L.), jam, pectin, organoleptic, total dissolved solids.
Abstrak : Buah cemot (Passiflora foetida L.) merupakan buah lokal yang umum ditemui di semak liar dan hutan
Kalimantan Tengah. Buah ini sangat popular di kalangan anak-anak penduduk setempat dan lazim dikonsumsi
dalam kondisi segar. Sampai saat ini belum ada penelitian yang membahas tentang produk olahan buah cemot.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi buah cemot yang diproses menjadi selai dengan
berbagai variasi penambahan pektin: 0,25%; 0,75%; 1,25%; 1,75% dan 2,25%. Penelitian eksperimental ini
menggunakan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rata-rata panelis menyatakan selai cemot berasa manis,
aroma buah nyata, tekstur sangat kental dan warna sangat coklat. Persen padatan terlarut selai buah cemot untuk
perlakuan 0,25%; 0,75%; 1,25%; 1,75%; 2,25% berturut-turut adalah 66,7%; 67,3%; 68,4%; 69,2%; 69,8% brix.
Konsentrasi pektin tidak mempengaruhi rasa (p=0,244), aroma (p=0,621) dan warna selai (p=0,492). Namun,
mempengaruhi tekstur (p=0,000) dan persen padatan terlarut selai buah cemot (p=0,000).
Kata Kunci: cemot (Passiflora foetida L.), selai, pektin, organoleptik, persen padatan terlarut
Kalimantan Tengah, salah satu provinsi pangan lain. Salah satu teknik pengolahan yang
dengan area hutan hujan tropis terbesar di mungkin dapat diterapkan pada buah cemot
Indonesia memiliki beragam tanaman lokal adalah teknik penggulaan, yaitu mengolah buah
yang belum diteliti secara maksimal. Penduduk menjadi selai. Oleh karena itu, pembuatan selai
aslinya memanfaatkan tanaman lokal ini dengan bahan dasar buah cemot ini pun dapat
sebagai bahan makanan, obat-obatan dan memberikan dampak positif bagi
kosmetik. Salah satu tanaman lokal yang belum pengembangan industri rumah tangga yang ada
banyak dieksplorasi kegunaannya adalah buah di Kalimantan Tengah serta pengembangan
cemot (Passiflora foetida L.). Buah ini umum pengetahuan di bidang teknologi pangan, secara
ditemukan di semak-semak rimbun, padang khusus terkait pengembangan pangan lokal.
rumput dan hutan Kalimantan Tengah. Buah
cemot cukup populer di kalangan anak-anak
Kalimantan Tengah yang masih sering bermain METODE
di alam. Buah ini mempunyai rasa yang manis Pembuatan selai buah cemot dilakukan di
dan kulitnya berwarna kuning (Patil et al., Laboratorium Pangan sedangkan uji
2013). Tidak banyak yang memanfaatkan buah organoleptik dilakukan di Laboratorium
ini padahal menurut penelitian yang dilakukan Organoleptik Jurusan Gizi Poltekkes
oleh Sasikala, Saravana, dan Parimelazhagan Kemenkes Palangka Raya. Rancangan
(2011) tanaman Passiflora foetida L. penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
merupakan sumber antioksidan alami yang Lengkap (RAL) dengan penambahan pektin
sangat baik. sebagai berikut:
Buah cemot umumnya langsung
dikonsumsi dalam kondisi segar dan belum P1 = Selai buah cemot dengan penambahan
diolah dan dikembangkan menjadi produk pektin 0,25%
24
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
25
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Warna
Warna selai buah cemot yang dihasilkan dibagi
menjadi 4 jenis, yaitu berwarna tidak coklat,
agak coklat, coklat, dan sangat coklat. Hasil uji
organoleptik menunjukkan sebagian besar
panelis mengidentifikasi selai cemot berwarna
sangat coklat, dimana selai dengan konsentrasi
penambahan pektin tertinggi (2,25%) memiliki
warna yang lebih gelap dibandingkan dengan
selai cemot lainnya. Uji statistik menunjukkan
bahwa kadar pektin tidak mempengaruhi warna
dari selai buah cemot (p=0,492).
Tekstur
Hasil uji organoleptik terhadap tekstur selai
buah cemot menunjukkan bahwa hanya
formula selai dengan konsentrasi penambahan
pektin sebesar 0.25% saja yang menghasilkan
tekstur kental, sedangkan formula lainnya
bertekstur sangat kental. Uji statistik
menyimpulkan bahwa kadar pektin
mempengaruhi tekstur selai buah cemot
Gambar 4 Hasil Organoleptik terhadap Warna Selai
(p=0,000).
Buah Cemot
Padatan Terlarut
Persentase padatan terlarut pada selai buah
cemot semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah pektin yang ditambahkan
dalam formula selai (Gambar 5). Persentase
padatan terlarut berada pada rentang 66,70 –
69,80% Brix untuk penambahan pektin sebesar
0,25 – 2,25%. Uji statistik menunjukkan bahwa
pektin mempengaruhi persen padatan terlarut
selai buah cemot (p=0,000).
26
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
27
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
28
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
69,80% Brix untuk penambahan pektin sebesar 9c33ad.pdf diakses pada tanggal 7
0,25 – 2,25%. Nilai padatan terlarut ini masih Agustus 2017.
berada dalam ambang batas yang dapat
diharapkan pada produk selai, yaitu di rentang Cahyadi, W. 2012. Analisis dan Aspek
65-70% (Yunita dan Achir, 2013; Suryani, Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
2014). Namun, persentase padatan terlarut ini PT Bumi Aksara. Jakarta
dapat dikatakan cukup tinggi untuk selai buah Simanjuntak, R.D, Sudaryati, E., Aritonang, E.
cemot, karena secara fisik, tekstur selai yang 2013. Uji Daya Terima Selai Kulit
dihasilkan sangat kental. Diasumsikan bahwa Jeruk Manis (Citrus Sinensis L) Dan
selai cemot akan memiliki tekstur yang baik Nilai Gizinya. Jurnal Gizi Kesehatan
bila memiliki total padatan terlarut 65%. Reproduksi dan Epidemiologi. Vol.,
SIMPULAN 1. No. 5.
http://download.portalgaruda.org/arti
Secara umum, selai buah cemot memiliki cle.php?article=438179&val=4108&
karakteristik rasa manis, aroma buah nyata, title=UJI%20DAYA%20TERIMA%
tekstur sangat kental dan berwarna sangat 20SELAI%20KULIT%20JERUK%2
coklat. Selai buah cemot dengan konsentrasi 0MANIS%20(Citrus%20sinensis%2
penambahan pektin sebesar 0,25% merupakan 0L)%20DAN%20NILAI%20GIZIN
formulasi terbaik, terutama ditinjau dari atribut YA diakses pada tanggal 29 Mei
teksturnya. Persen padatan terlarut selai buah 2018.
cemot semakin meningkat seiring dengan
penambahan jumlah pektin. Konsentrasi pektin Suryani, A. 2014. Membuat Aneka Selai.
tidak mempengaruhi rasa, aroma dan warna Swadaya. Jakarta
selai namun mempengaruhi tekstur dan persen Ikhwal, P.A, Lubis, Z dan Ginting, S. 2014.
padatan terlarut selai buah cemot. Pengaruh Konsentrasi Pektin dan
SARAN Lama Penyimpanan Mutu Selai
Nanas Lembaran. Jurnal Rekayasa
Perlu dilakukan analisis kadar pektin dalam Pangan. Vol. 2, No. 4.
buah cemot untuk mengetahui persentase ideal https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jrp
pektin yang dapat ditambahan dalam selai buah p/article/viewFile/Ahmad%20Ikhwal
cemot. Di sisi lain, perlu dipertimbangkan /pdf diakses pada tanggal 19 Juli
untuk menggunakan kulit buah cemot pada 2017.
proses pengolahan selai agar warna selai yang
dihasilkan tidak terlalu gelap. Marcella, Bunga. 2016. Studi Aktivitas
Antioksidan Dan Karakteristik
DAFTAR PUSTAKA Fisikokimia Selai Buah Dari Varietas
Apel (Malus Sylvestris Mill) dan
Patil et. al., 2013. Passiflora foetida linn: A Penambahan Ekstrak Pektin Daun
Complete Morpholgical and Cincau Hijau (Premna oblongifolia.
Phytopharmalogical Review, Merr). Universitas Muhammadyah
International Journal of Pharma and Malang. Malang.
Bio Sciences Arsa, Made. 2016. Proses Pencoklatan
http://imsear.li.mahidol.ac.th/bitstrea (Browning Process) pada Bahan
m/123456789/150792/1/japs2011v1n Pangan. Universitas Udayana.
4p89.pdf diakses pada tanggal 7 Denpasar.
Agustus 2017. Andarwulan, N., Kusnanda, F., Herawati, D.
Sasikala V, et al., 2011. Evaluation Of 2011. Analisis Pangan. PT. Dian
Antioxidant Potential Of Different Rakyat. Jakarta
Parts of Wild Edible Plant Passiflora Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 2013. Prinsip
foetida L. Journal of Applied dan Proses Teknologi Pangan.
Pharmaceutical Science Alfabeta. Bandung.
https://pdfs.semanticscholar.org/64d
4/6feaaf0ac3ba27c2ef8c9d47ae987a Fahrizal, Fadhil, R. 2014, Kajian Fisiko Kimia
Dan Daya Terima Organoleptik Selai
29
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
30
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Abstract : The WHO study results (2013) indicate that the increase in cases of dementia in the Southeast Asian
region including Indonesia is highest at the age of 75 - 79 years with an estimated prevalence of 6.4% (including
international standards as high as 6 - 9%). Research Objectives: Gain a deep understanding of the meaning of
family experience about the burden and source of support in treating elderly with dementia in the Working Area
of Menteng Community Health Center. Method of Research: The design of this study using qualitative research
methods of phenomenology studies. The samples in this research are 5 elderly’s family with dementia in area of
Puskesmas Menteng Kota Palangka Raya. Data collection strategies are interviews, observations and field notes.
This study takes into account the ethical principles during the research conducted. The research finds 7 themes:
1) Family Knowledge about elderly dementia, 2) elderly condition of dementia, 3) family burden of dementia, 4)
family strategy in caring for elderly, 5) Caregiver Coupling Management, 6) Source of Family Support in caring
for elderly Dementia and 7) Elderly care that is affordable and cost efficient. Recommendation: Nurses with
other health workers support the family's active participation in caring for elderly dementia at home through
affordable health care both in terms of service and cost .
Abstrak : Hasil penelitian WHO (2013) menunjukkan bahwa peningkatan kasus demensia di wilayah Asia
tenggara termasuk Indonesia tertinggi pada usia 75 – 79 tahun dengan estimasi prevalensi 6,4 % (termasuk tinggi
sesuai standar internasional 6 – 9 %). Mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang makna pengalaman
keluarga tentang beban dan sumber dukungan dalam merawat lansia demensia di Wilayah Kerja Puskesmas
Menteng. Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi fenomenologi. Sampel dalam
penelitian ini adalah keluarga lansia dengan demensia di wilayah kerja Puskesmas Menteng Kota Palangka Raya
sebanyak 5 partisipan. Strategi pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan catatan lapangan. Penelitian
ini memperhatikan prinsip etik selama penelitian dilakukan. Hasil Penelitian menemukan 7 tema yaitu 1)
Pengetahuan Keluarga tentang lansia demensia, 2) Kondisi lansia yang demensia, 3)Beban keluarga yang
demensia, 4)Strategi keluarga dalam merawat lansia, 5)Manajemen Koping Caregiver, 6) Sumber Dukungan
Keluarga dalam merawat lansia demensia dan 7)Perawatan lansia yang terjangkau dan biaya efisien. Perawat
bersama tenaga kesehatan lainnya mendukung partisipasi aktif keluarga dalam merawat lansia demensia di
rumah melalui pelayanan kesehatan yang terjangkau baik dari segi tempat layanan maupun biaya.
“...Padahal kenyataannya ia yang seperti Cerewet cari sesuatu, yang paling sering
anak kecil...”(P1). duitnya....”(P5).
‘...kelakukan orantua ini kayaknya anak e. Faktor Risiko lansia demensia yang
kecil juga....”(P5) dirawat keluarga
Kelakuan seperti anak kecil...”(P4) Tiga partisipan menyampaikan tentang
riwayat kesehatan lansia demensia yaitu
Tiga partisipan menyampaikan bahwa adanya penyakit fisik.
kondisi perilaku lansia demensia yaitu Sakitnya tekanan darah...(P1)
pelupa. Penyakit Maag...”(P2)
“...kesal karena belum dikasih uang untuk Ada tensinya naik, mulainya sekitar empat
belanja di warung, padahal sudah tahun....(P5.
dikasih....”(P1).
“Sehari bisa satu sampai dua kali ada saja Satu partisipan menyampaikan bahwa
barang yang hilang...”(P2). faktor risiko demensia yaitu adanya trauma
“...sering lupanya....lebihlah dari lima kali kepala.
sehari...”(P3). “...Pas rumah di kampung kan ada
“...baru tanya sesuatu nanti lupa..tanya lagi, lotengnya, ia jatuh dari tangga dan kepala
dua tiga kali...”(P4). terbentur meja...hampir ja meninggal...(P4).
“....Ada juga tiga Tahun yang lalu pas saya
Dua partisipan menyampaikan bahwa bonceng naik sepeda, ia duduk di belakang
kondisi perilaku lansia demensia yaitu dan jatuh..ampun, hampir ja. Kemungkinan
mengulang pembicaraan. bisa itulah.... (P4).
“...sekali nanya sesuatu tidak masalah tapi
ini sampai sepuluh kali rasanya...”(P2) 2. Beban keluarga selama merawat lansia
“Suka bertanya sesuatu ulang-ulang Beban keluarga selama merawat lansia
terus...”(P3) terdiri dari beban psikologis, beban sosial,
beban fisik dan beban ekonomi, yaitu
Dua partisipan menyampaikan bahwa sebagai berikut :
kondisi perilaku lansia demensia yaitu
mondar-mandir. a. Beban psikologis
“Bapak itu,maunya jalan sana..jalan sini Beban psikologis pada keluarga lansia
tapi tidak ada ja dikerjakan...(P5). demensia yaitu malu, kuatir dan marah
“...bingung kesana kemari ....”(P3). Satu partisipan menyampaikan beban
psikologis pada keluarga lansia demensia
c. Kondisi Sosial lansia yang dirawat yaitu malu.
keluarga “....bikin kita malu ja....”(P5).
Dua partisipan menyampaikan bahwa
kondisi sosial lansia demensia yaitu konflik Satu partisipan menyampaikan beban
dengan orang lain. psikologis pada keluarga lansia demensia yaitu
“....anak saya jujur ngaku, eh malah kuatir.
dimarahin bapak karena makan mangga “Was..was, bisa pas pulang tinggal baju di
punyanya....”(P1). badan. Baju sampai pakaian dalam tidak ada”.
“...menyalahkan orang lain...(P2). (P2).
membatasi hubungan sosial disampaikan oleh “Saya telp dari kantor pas ingatkan sesuatu,
salah satu partisipan. melalui pengasuh anak saya...”(P1).
“....jadi sekarang saya jarang lagi keluar rumah “Untung ja ada tetangga,sudah seperti keluarga
dan ikut acara keluarga atau acara jadi kalau memang penting. Saya titip bapak ke
orang....”(P2). mereka tuk dilihat-lihat..”.(P2).
“....jalan menteng antar ke dokter untuk
c. Beban Fisik berobat...”(P4).
Beban fisik yang dialami keluarga yang
merawat lansia di rumah adalah disampaikan Tiga partisipan menyatakan Strategi keluarga
empat partisipan. dalam merawat lansia yaitu membantu lansia
“Sakit kepala kita... tidak ketemu....” (P1). dalam aktivitas sehari-hari.
“Kadang bisa terganggu istirahat....” (P2). “Aktivitas sehari-hari saya bantu...”(P2).
‘...sampai sakit kepala.. “ (3). “Saya bantu aktivitas ibu sehari-hari di
“Sampai tidak bisa tidur, pernah aku baru tidur rumah...”.(P4).
jam 12 malam...” (P4).
Tiga partisipan menyatakan strategi keluarga
d. Beban ekonomi dalam merawat lansia yaitu dengan penagturan
Beban ekonomi yang dialami keluarga yang jadwal.
merawat lansia di rumah disampaikan oleh tiga “...bersama adik saya yang kerja, jadi kami
partisipan. atur jadwal kerja bergantian dan kasih tahu
“Lupa taruh duit .........kita kasih saja duitnya pimpinan” (P3).
daripada cari sambil mengomel” (P1). “Bergantian ja kami...” (P4).
“Untung ada tetangga yang mencium bau “Gantian ja dengan suami, .....”(P4).
gosong dan terbakar...”(P2).
“Uangnya tadi hilang...”(P3). 4. Manajamen Koping Caregiver
“Bisa sampai tidak bekerja...”(P4). Manajemen Koping Caregiver lansia demensia
terdiri dari koping positif dan koping negatif
e. Beban spiritual yaitu sebagai berikut :
Beban spiritual dialami keluarga yang a. Koping Positif
merawat lansia di rumah disampaikan oleh satu Koping positif responden yaitu homor,
partisipan spiritual, pengelolaan emosi, pengalihan
“Jadi kepikiran bisa dosa kalau melawan pikiran negatif dan berpikir positif.
orangtua, istilahnya durhaka. Apalagi kalau ia Dua responden memiliki koping positif yaitu
ngomel begini”Bisa juga kalian ini nanti..., humor.
kalau ngomong kasar dengan orangtua.” (P3). “..ha..ha (tertawa kecil) saat bapak itu tanya
kacamata malah ada di atas kepala
3. Strategi keluarga dalam merawat sendiri...”(P1).
lansia “Bisa tertawa sendiri...”(P3).
Strategi keluarga dalam merawat lansia yaitu
memberikan peringatan, bekerjasama, Dua responden memiliki koping positif yaitu
membantu lansia dalam aktivitas sehari-hari spiritual.
dan pengaturan jadwal. “Pas baca Firman Tuhan, hormatilah ayah dan
ibu supaya lanjut umurmu...sabar lagi...”(P1).
Dua partisipan menyatakan Strategi keluarga “Sabar sabar ja, ...oh Tuhan. Doa ja supaya
dalam merawat lansia yaitu dengan tenang....”(P3).
memberikan peringatan.
“....saya ingatkan uangnya dijaga supaya tidak Tiga responden memiliki koping positif yaitu
hilang...”(P1). pengelolaan emosi.
“...kami ingatkan jangan jauh-jauhlah nanti “Tidak mau ikut-ikut, berusaha paham dan
sesat...”(P2). sabar...”(P3).
“Benar-benar sabar..”(P5).
Tiga partisipan menyatakan Strategi keluarga “.....jaga perasaan saya sendiri supaya tidak
dalam merawat lansia yaitu bekerjasama. ikut kesal juga...(P1).
35
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Satu responden memiliki koping positif yaitu “....saya sering itu menghubungi kaka ....”(P4).
pengalihan pikiran negatif . “Ada, diurus sama ade saya dan dikasih kartu
“...tidak mau dipikir terus..., kalau ada anak kesehatan...”(P5).
datang...”(P2).
b. Sumber dukungan eksternal keluarga
Satu responden memiliki koping positif Sumber dukungan internal keluarga terdiri dari
berpikir positif. dukungan dari tetangga disampaikan dua
“Gantian ja, sudah di asuh dulu kita nakal partisipan.
mungkin pas kecil,tapi sekarang gantian “....Untung ada tetangga yang mencium bau
ngasuh orangtua....”(P1) gosong dan terbakar....”(P2).”
“Tetangga sini dekat, jadi ngobrol ja dengan
b. Koping negatif mereka...”(P4).
Koping negatif keluarga dalam merawat lansia
demensia yaitu diam dan marah. 6. Perawatan Kesehatan Lansia
Dua partisipan memiliki koping negatif yaitu terjangkau dan biaya efisien
diam. Perawatan Kesehatan Lansia terjangkau dan
“saya diam saja...”(P1) biaya efisien menunjukkan empat subtema
“....ya nyarenan ih (ditahan saja).....”(P3). yaitu perawatan ke rumah, pendidikan
kesehatan, tindakan pencegahan dan pelayanan
Tiga partisipan memiliki koping negatif yaitu kesehatan dengan biaya terjangkau.
marah.
“...bisa dibilang kesal lah..”(P1) Tiga partisipan mengharapkan perawatan
“......Saya omelin.....(P2) lansia ke rumah.
“....bisa juga ikutan ngomel....”(P5) “Maunya ada perawat yang bantu kita merawat
orangtua di rumah, kan pasti lebih tahu caranya
5. Sumber dukungan keluarga dalam dan pasti sabar tanpa konflik
merawat lansia demensia perawatan...”(P1).
Sumber dukungan keluarga dalam merawat “Kalau sudah tua susah kesana-kemari,jadi
lansia demensia terdiri dari dukungan internal maunya orang kesehatan datang ke
keluarga dan dukungan eksternal keluarga. rumah...”(P2).
“Bagus lagi ada kunjungan ke rumah, perawat
a. Sumber dukungan internal keluarga dan dokternya...”(P3).
Sumber dukungan internal keluarga terdiri dari
dukungan dari pasangan, anak dan saudara. Satu partisipan membutuhkan pendidikan
Dua partisipan menyampaikan dukungan kesehatan tentang perawatan demensia.
internal keluarga adalah dukungan dari “Kita diberi penjelasan, cara merawat orang
pasangan. pikun....”(P5).
“.....Yang tadinya kesal mau menjawab kasar
tidak jadi lah, sama lah dengan suami sabar Dua partisipan menyatakan ingin adanya
juga...” (P1). tindakan pencegahan.
“Suami saya tidak banyak bicara, mungkin “...Bisa sesekali perawat datang periksa
paham ja dengan kondisi orangtua......”(P4). kesehatan dan bantu merawat....”(P4).
“....mencegah pikunnya bertambah berat, kami
Dua partisipan menyampaikan dukungan mau ja....”(P1).
internal keluarga adalah dukungan dari anak.
“Saya punya tiga orang anak, yang bisa Semua partisipan membutuhkan pelayanan
diharap yang paling tua. Ia sudah kelas lima kesehatan dengan biaya terjangkau.
Sekolah Dasar. Bisa menelpon kalau ada “..Tapi bayarnya jangan mahal, mau nya
sesuatu....”(P4). gratis...”(P2).
“Syukurnya, bisa ja dua anak saya saya suruh “Kalau ada kegiatan kesehatan ikut ja, kalau
bantu bue nya.....”(P5). gratis apalagi dekat rumah...”(P3).
Dua partisipan menyampaikan dukungan “...Kalau ada obat, tapi jangan mahal-
internal keluarga adalah dukungan dari mahal....”(P5).
saudara.
36
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
“Kami berharap ada pelayanan kesehatan yang gangguan orientasi, penurunan daya ingat,
murah,bagus lagi gratis...”(P4). perilaku yang tidak terkoordinasi,
“Diberi pelayanan kesehatan gratis...”(P1). terganggunya aktivitas sehari-hari,
kebingungan dan kurang harmonisnya
PEMBAHASAN hubungan sosial.
1) Pengetahuan tentang Demensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gangguan orientasi waktu dialami semua
istilah demensia masih asing di dengar oleh lansia, adanya gangguan orientasi tempat pada
partisipan, semua partisipan menyampaikan dua lansia adanya gangguan orientasi orang
bahwa demensia lebih dikenal dengan istilah pada tiga lansia. Menonjolnya masalah
pikun atau bahasa dayaknya “Ngalilu” yaitu orientasi waktu, karena orientasi waktu
penyakit mudah lupa. Hal ini karena kentalnya melibatkan fungsi eksekutif dalam
bahasa daerah yang digunakan, selain itu mengurutkan waktu secara kontinyu. Hal
istilah tersebut kurang populer walaupun penelitian ini relevan dengan teori yang
penyakitnya tersebut banyak dialami lansia disampaikan Stuart (2013) bahwa adanya tanda
usia lanjut. Pengetahuan seseorang dipengaruhi dan gejala disorientasi dan bingung pada lansia
oleh informasi yang ia dapatkan, kondisi inilah yang mengalami demensia. Disorientasi ini
yang dialami karena kurangnya informasinya timbul sebagai akibat menurunnya kemampuan
yang didaptkan maka keluarga belum memiliki memori pada lansia, sehingga keluarga
pengetahuan yang adekuat tentang penyakit dibutuhkan untuk melakukan pendampingan
demensia. sebagai bagian pendukung lansia yang
terdekat.
Pemahaman penyakit demensia menurut
persepsi keluarga dimana demesia merupakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penyakit dengan penurunan daya ingat, hal ini perilaku lansia yang mengalami demensia
disampaikan oleh partisipan. Partisipan dalam yaitu perilaku sulit diatur, kebersihan diri
penelitian ini berjumlah 5 (Lima) partisipan kurang, sulit melakukan aktivitas sehari-hari,
utama, semua menyampaikan bahwa penyebab kehilangan barang miliknya, dan berperilaku
demensia yaitu adanya penuaan. Hasil seperti anak kecil. Kondisi tersebut terkait
penelitian ini sejalan dengan pernyataan dengan kemampuan lansia dalam melakukan
Stanley dan Beare (2006) yang menyatakan aktivitas motorik secara utuh dan kurangnya
bahwa Korteks serebral pada lansia adalah melakukan aktivitas terorganisir sesuai dengan
daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh pernyataan, hal ini senada dengan pernyataan
neuron, adanya penurunan aliran darah Steele (2010) dan hasil penelitian Missesa,
serebral, penyusutan neuron potensial 10%, Helena dan Putri (2014) bahwa lansia
distribusi neuron kolinergik, norepinefrin dan demensia akan mengalami kehidupannya
dopamin yang tidak seimbang dikompensasi sehari-sehari seperti defisit perawatan diri
oleh hilangnya sel-sel yang pada akhirnya karena kurang kemampuan perawatan mandiri,
penurunan intelektual seperti daya ingat. kesulitan bereaksi terhadap situasi yang
Penuaan bukan satu-satunya penyebab tetapi dihadapi dan membuat rencana.
akan diperberat dengan adanya masalah pada
kepala, dimana salah satu partisipan Hubungan sosial lansia yang mengalami
menyampaikan bahwa demensia disebabkan demensia kurang terjalin dengan baik dengan
oleh masalah pada kepala akibat benturan saat keluarga atau orang lain sehingga terpicunya
terjatuh. konflik, hal diperburuk dengan kondisi afektif
lansia yaitu marah dan cerewet. Hasil
2) Kondisi Lansia Demensia penelitian ini selaras dengan teori yang
Hasil penelitiaan terkait kondisi lansia disampaikan oleh Stuart (2013) bahwa lansia
menunjukkan 4 (empat) aspek yaitu gangguan memiliki perilaku sosial yang tidak pantas.
fungsi kognitif, gangguan perilaku, gangguan Perilaku yang ditampilkan lansia sering tidak
sosial dan gangguan afektif. Hal ini relevan sinkron dengan situasi dan bertentangan
dengan tanda dan gejala demensia menurut dengan orang lain.
DSM-IV (2000) dalam Videbeck (2011) yaitu
adanya kerusakan memori sehingga terjadi
37
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
40
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Abstract : The leadership style will influence the performance of staff and nursing staff which
provides direct services to patients., Nurses, as executors, and managers should be able to assign
and manage human resources, implement standards, as well as achieve the goals of nursing
services effectively and efficiently. The purposes of this study were to determine relationship
between democratic leadership style and nurse practitioners’ performances. This research was
conducted at IA. Moeis Hospital, Samarinda in August 2018 using a descriptive analytic method
with a cross-sectional approach. The results showed that of the 44 who had democratic leadership
style there were 20 nurses with good performances (45.5%) while in a very good democratic
leadership there were 30 nurses (66.7%). From the results of the statistical test, a p-value of 0.044
(p value <α) with alpha (α) of 0.05 was stated that there was a relationship between democratic
leadership style and nurse performances with OR (Odds Ratio) at 0.417 (95% CI: 0.177 - 0.983).
This means that nurses who worked with good democratic leaders have 2.4 times of good
performances compared to those working with less democratic leaders.
Abstrak : Gaya kepemimpinan akan berpengaruh terhadap kinerja staf dan tenaga keperawatan
itu sendiri yaitu tenaga profesi yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat, perawat
sebagai pelaksana maupun manajer harus mampu mempergunakan dan mengelola sumber sumber
daya manusia dengan baik, menerapkan standar serta mencapai tujuan pelayanan keperawatan
dengan efektif dan efisien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan gaya kepemimpinan
demokratis dengan kinerja perawat pelaksana. Penelitian ini dilakukan di RSUD IA. Moeis
Samarinda Bulan Agustus 2018 menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan
potong lintang. Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 44 yang memiliki gaya kepemimpinan
yang demokratis terdapat 20 perawat berkinerja baik atau sebesar 45,5%, sedangkan pada gaya
kepemimpinan yang sangat demokratis terdapat 30 orang perawat berkinerja baik atau sebesar
66,7%. Dari hasil uji statistik, didapatkan nilai p sebesar 0,044 (p value < α) dengan alpha (α)
sebesar 0,05 dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan demokratis dengan
kinerja perawat.Nilai OR (Odds Ratio) didapatkan sebesar 0,417 (95% CI: 0,177 – 0,983) yang
berarti bahwa pada ruang rawat yang kepala ruangannya memiliki gaya kepemimpinan yang
sangat demokratis memiliki odd sebesar 2,4 kali lebih besar perawat pelaksananya memiliki
kinerja yang baik dibandingkan dengan ruangan yang gaya kepemimpinannya demokratis.
Gaya kepemimpinan akan berpengaruh daya tenaga keperawatan dan lainya dalam
terhadap kinerja tenaga keperawatan itu sendiri yaitu memberikan pelayanan keperawatan yang
tanaga profesiyang memberikan pelayanan lansung berkualitas. Fenomena umum yang sedang
kepada masyarakat, perawat sebagai pelaksana dihadapi oleh manajer rumah sakit baik milik
maupun manajer harus mampu mempergunakan dan pemerintah mau pun swasta saat ini adalah
mengelola sumber sumber daya manusia dengan tentang kualitas sumber daya manusia yang
baik. Memberikan pelayanan yang berorientasi pada jika tidak dilakukan penataan ulang akan
hasil dan kualitas, menerapkan standar serta merupakan kendala dalam mengembangkan
mencapai tujuan pelayanan keperawatan dengan pelayanan yang berkualitas. Masalah
efektif dan efisien. kepemimpinan, penurunan disiplin kerja,
Untuk dapat melaksanakan hal ini diperlukan prestasi kerja, motivasi kerja, kepuasan kerja
kepemimpinan keperawatan yang efektif dan dan kinerja adalah alarming bagi manejemen
profesional sehingga dapat mempengaruhi sumber
41
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
organisasi rumah sakit (Depkes 1993.,Ilyas 1999). memiliki Visi Menjadi RS unggulan pilihan
Selanjut nya disebutkan bahwa adanya masyarakat dan Misi 1) Meningkatkan
keluhan klien dan tenaga keperawatan merupakan kwalitas dan kwantitas sumber daya RS, 2)
indikator bahwa adanya masalah kepemimpinan Meningkatkan Sarana dan prasarana RS 3)
dalam keperawatan. Faktor lain yang mempengaruhi Menigkatkan sistem manejemenRS dan 4)
mutu pelayanan terdiri dari unsur input (masukan) Meningkatkan status RS menjadi kelas B,
tenaga, dana dan sarana , unsur lingkungan meliputi pendidikan dan rujukan provinsi Kaltim.
kebijakan , organisiasi dan manajemen, unsur proses
meliputi tindakan medis dan tindakan non medis B. Analisis Univariat
(Azwar, 1996). Dalam unsur tenaga terdapar hal Analisa ini bertujuan untuk melihat gambaran
yang penting yaitu kepemimpinan. umum tentang karakteristik responden, berupa
Gaya kepemimpinan kepala ruangan adalah usia, jenis kelamin, pendidikan dan pelatihan,
salah satu hal yang penting yang dapat digunakan ruang perawatan, dan lama kerja, serta kinerja
untuk mengatasi masalah mutu pelayanan melalui perawat pelaksana.
perbaikan kepemipinan. Selajutnya kepemimpinan
kepala ruangan yang efektif akan memepengaruhi Tabel 1. Distribusi Frekwensi Responden
dan menggerakkan perawat dalam lingkupa berdasarkan Karakteristik Ibu dan Keluarga di
Wilayah Kerja RSUD IE MOEIS Samarina tahun
kewenanganya untuk meningkatkan kinerja perawat, 2018
motivasi kerja perawat, dan kepuasan kerja perawat
yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu Variabel n %
pelayanan rumah sakit. Usia
a. 21 – 25 tahun 17 19,1
Rumah sakit umum IE MOEIS Samarinda
b. 26 – 30 tahun 28 31,5
adalah rumah sakit milik pemerintah kota yang c. 31 – 35 tahun 34 38,2
bertujuan memberikan pelayanan rujukan pertama d. 36 – 40 tahun 10 11,2
kepada masyarakat kotamadya samarinda, yang Jenis kelamin
fungsi utama memberikan pelayanan umum, a. Laki-laki 23 25,8
b. Perempuan 66 74,2
spesialis dan rujukan tingkat pertama. Hingga saat
Tingkat Pendidikan
ini rumah sakit umum daerah ini terus meningkatkan a. D3 Perawat 73 82
pelayanan dengan cara membenahi sumber daya b. D4/ S1 16 18
manusia khususnya tenaga keperawatan pemberi Keperawatan
pelayanan langsung kepada masyarakat. Pelatihan
a. Tidak Pernah 9 10,1
Penelitian berjudul Pengaruh gaya b. Pernah 1 kali 61 68,5
kepempininan kepala ruangan terhadap kinerja c. Pernah 2 kali 18 20,2
perawat pelaksana ini akan dilaksanakan di rumah d. Pernah 3 kali 1 1,1
sakit umum daerah IE MOEIS Samarinda, adalah Ruang Perawatan
salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas a. Mahakam 12 13,5
b. Hemodialisa 6 6,7
pelayanan keperawatan. c. Intensive Care 15 16,9
Unit 30 33,7
METODE d. Karang Asam 26 29,2
e. Karang Mumus
Penelitian ini merupakan penelitian Lama Bekerja
diskriptif corellasi yaitu penelitian yang berttujuan a. Kurang dari 1 6 6,7
tahun 31 34,8
menggambarkan peristiwa atau kejadian dalam b. 1 – 5 tahun 47 52,8
periode tertentu, dan menghubungkan dengan sebab c. 6 – 10 tahun 5 5,6
akibat kejadian tersebut dalam hal ini adalah d. 11 – 15 tahun
hubungan model kepemimpinan kepala ruangan Kinerja Perawat
a. Baik 44 49,4
denagn kinerja perawat pelaksana di ruang rawat
b. Sangat Baik 45 50,6
inap RSUD IE Moeis Samarinda. Total 89 100
42
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
43
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
variabel-variabel yang berperan sebagai confounder penelitian terhadap kinerja perawat pelaksana
antara lain: ruang rawat, dan usia. diperoleh gambaran bahwa 50,6% perawat
pelaksana berkinerjka sangat baik. Dan
Tabel 4. Model Akhir Sebanyak 40,6% perawat yang berkinerja
Variabel Nilai B Nilai p baik.
Gaya Hasil uji statistic corellasi didapatkan
Kepemimpinan nilai p sebesar 0,044 (p value < α) dengan
Demokratis - 0,002 alpha (α) sebesar 0,05 dinyatakan bahwa
Sangat Demokratis 2,8
terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan
Ruang Rawat
Mahakam - 0,055 demokratis dengan kinerja perawat.
Hemodialisa - 2,139 0,080
ICU 1,038 0,138 PEMBAHASAN
Karang Asam 0 0,020 Penelitian ini sejalan dengan teori
Karang Mumus - 2,177 0,018
Usia
kepemipinan demokratis Didin Kurniadin dan
Kurang dari 1 tahun - 0,135 Imam Machali (2014), Kepemimpinan
1 – 5 tahun 0,783 0,305 demokratis berorientasi pada manusia dam
6 – 10 tahun 1,624 0,029 memberikan bimbingan yang efisien kepada
11 – 15 tahun 1,484 0,118
pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan
pada semua bawahan, dengan penekanan rasa
Nilai OR dapat dilihat pada Exp(B), dimana tanggungjawab internal (pada dirinya sendiri)
didapatkan bahwa nilai OR1 sebesar 0,061, artinya dan kerjasama yang baik, kepemimpinan
bahwa perawat yang berkerja pada ruang perawatan demokratis ini dapat meningkatkan
yang memiliki gaya kepemimpinan yang SANGAT memotivasi kerja dan akhirnya dapat
DEMOKRATIS memiliki odd sebesar 16,4 kali meningkatkan kinerja staf kepeeawatan dan
lebih besar untuk berkinerja BAIK dibandingkan meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit
dengan perawat yang bekerja pada ruang perawatan Hasil penelitian ini sesuai dengan
yang kepala ruangannya memiliki gaya penelitian I Kadek Agus Adi Putra 2014 di
kepemimpinan yang DEMOKRATIS, setelah RSUD RAA Soewondo 2014, Hubungan
dikontrol oleh variabel usia dan ruang perawatan. kepemipminan dengan kinerja perawat
Dari uji statistik secara multivariabel pelaksana hasil penelitian ; Ruangan
didapatkan bahwa nilai p sebesar 0,002, dengan keperawatan yang dipimpin oleh kapala
demikian H0 ditolak, artinya secara statistik terdapat ruangan yang menerapkan kepemimpinan
hubungan antara gaya kepemimpinan kepala demokratis mayoritas perawat pelaksana ber
ruangan dengan kinerja perawat pelaksana, setelah kinerja baik 52 perawat (76,5% ). Uji
dikontrol oleh variabel usia dan ruang perawatan. statistic correlasi menunjukan terdapat
Nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,247, hubungan antara kepemimpinan demokratis
artinya variabel kinerja perawat dapat dijelaskan dengan kinerja perawat pelaksana.
oleh model ini sebesar 24,7 % saja, selebihnya
mungkin dapat dijelaskan oleh variabel lain yang SIMPULAN
tidak dikontrol dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
Dari hasil penelitian didapatkan data kepemimpinan demokratis dapat
karakteristik responden umur responden perawat meningkatkan efek positif pada staf perawat
mayoritas adalah antara umur 26-40 tahun, pelaksana, sehingga dapat meningkatkan
sedangkan jenis kelamin perawat yang bekerja di motivasi kerja, meningkatkan kinerja dan
ruang rawat inap adalah mayoritas perawat dapat meningkatkan kualitas pelayana rumah
perempuan yaitu (74%) dari sebagian besar perawat sakit secara keseluruhan dan berdampak
berpendidikan D3 keperawatan yaitu 83%, dan meningkatkan kepuasan pasien,
sudah pernah mendapatkan pelatihan teknik
keterampilan yaitu antara 1-2 kali, dan sebagian
SARAN
besar mereka telah bekerja di rumah sakit RSUD
IE Moeis antara 5-15 tahun. Diharapkan upaya pembinaan yang
Penelitian terhadap kepemimpnan kepala terus menerus dari pihak menenjemen Rumah
ruangan mayoritas menunjukan hail bahwa kepala Sakit agar momentum kinerja yang sudah baik
tuangan selama ini menerapkan gaya kepemimpinan ini dapat di pertahankan dan di tingkatkan
yang sangat demokratis, selanjutnya dari hasil lagi.
44
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
45
Page 46 of 7
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Abstract:: Low birth weight infant has higher risk of death, illness and disability babies are at high risk of
death, illness and disability . The risk of death is 20 times higher than that of a normal baby born. According
to Banjar Regency's Health Profile in 2015 of BBLR increase and K4’s visit did not meet the target. The
purpose of the research was to correlation visits to four pregnancy against the occurence of low birth weight
and normal baby born in the work area of Puskesmas Sungai Tabuk. This research is an observational
research with case control study design. The instrument used was a questionnaire containing a list of
questions and a mother and baby cohort card. The population was all infants born recorded in the maternal
cohort in Lok Baintan Village Puskesmas Sei Tabuk Banjar Regency in March 2016 until March 2017,
while the sample case and control in the ratio 1 : 1 . Bivariate analysis was using chi square statistical test
and multivariate analysis using test statistic logistic regression. The result of the research was 80
respondents (32.0%) did not visit K4 and most of them had BBLR of 27 people (67,5%), with OR value
14,5There was a significant association between visits to four pregnancy checkups with low birth weight
infants, with p = 0,000.
Abstrak: Bayi berat lahir rendah berisiko tinggi mengalami kematian, kesakitan dan kecacatan. Risiko
kematian 20 kali lebih tinggi dibandingkan bayi berat lahir normal. Menurut Profil Kesehatan Kabupaten
Banjar pada tahun 2015 jumlah bayi lahir dengan BBLR meningkat dan kunjungan K4 tidak memenuhi
target. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan kunjungan ke empat pemeriksaan kehamilan dengan
bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir cukup berdasarkan kunjungan ke empat di Lok Baintan Wilayah
Kerja Puskesmas Sei Tabuk. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan case
control study. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner berisi daftar pertanyaan dan kartu kohort ibu dan
bayi. Populasi penelitian adalah seluruh bayi yang lahir yang tercatat di kohort ibu di Desa Lok Baintan
Puskesmas Sei Tabuk Kabupaten Banjar pada bulan Maret 2016 sampai dengan Maret 2017, Sampel kasus
dan control dengan perbandingan 1 : 1. Analisis bivariat menggunakan uji statistic chi square dan analisis
multivariat menggunkan uji statistic regresi logistik. Hasil Penelitian di dapatkan sebanyak 80 responden
sebanyak 32 orang (40,0%) tidak melakukan kunjungan K4 dan sebagian besar mengalami BBLR sebanyak
27 orang (67,5%),dengan nilai OR sebesar 14,5. yaitu ada hubungan yang bermakna antara kunjungan ke
empat pemeriksaan kehamilan dengan kejadian bayi berat lahir rendah, dengan nilai p = 0,000.
46
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Hasil Declaration United Nation session kunjungan antenatal. Jika Kesenjangan kecil
on children (2002) diantaranya adalah maka hampir semua ibu hamil yang melakukan
menurunkan kejadian bayi berat lahir rendah kunjungan antenatal pertama meneruskan
paling sedikit sepertiga pada tahun 2000 sampai kunjungan pada triwulan 3 sehingga
2010 dan upaya pencegahan bayi berat lahir kehamilannya dapat terus dipantau oleh petugas
rendah dengan asuhan/pelayanan antenatal kesehatan. (Kementrian Kesehatan, 2011).
(UNICEF & WHO, 2004). Pemanfaatan asuhan Upaya pemerintah untuk menurunkan
antenatal dini sangat membantu memperbaiki angka kesakitan dan kematian bayi adalah
kesehatan ibu dan janin (Cunningham, 2005). dengan cara meningkatkan akses dan cakupan
Kondisi ibu selama hamil berpengaruh pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang
terhadap keberlangsungan kehamilan dan berkualitas, membangun kemitraan melalui
pertumbuhan janin, mulai dari konsepsi sampai kerjasama dengan petugas kesehatan,
sebelum kelahiran. Asuhan antenatal sangat mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga
membantu melihat kehamilan sebagai proses melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku
fisiologis, psikologis, deteksi dini kelainan atau hidup sehat, dan mendorong keterlibatan
komplikasi kehamilan yang dapat berdampak masyarakat dalam menjamin pelayanan dan
buruk pada ibu dan janin (McKinley Health manfaat pelayanan antenatal dalam kunjungan
Center, 2005) pemeriksaan kehamilan sebaiknya kehamilan keempat (DepKes, 2010).
sebelum usia kehamilan 12 minggu untuk Pada umumnya kehamilan berkembang
meminimalkan outcome buruk (Adekanle & dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi
Isawumi, 2008). sehat, cukup bulan melalui jalan lahir, namun
Risiko kelahiran bayi berat lahir rendah terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan,
dapat dikurangi dengan pemeriksaan kehamilan Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan
lebih awal melalui deteksi dini faktor resiko, akan menjadi suatu masalah, oleh karena itu
pengobatan penyakit dan rujukan dalam upaya pelayanan atau asuhan antenatal kunjungan
penatalaksanaan lebih lanjut (Alexander & keempat merupakan cara penting untuk
Korenbrot, 1995; McCormick & Siegel, 2001) memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil
serta mengidentifikasi perilaku ibu yang dapat normal, agar bisa mencegah terjadinya berbagai
merugikan kondisi ibu dan janin sehingga dapat gangguan kesehatan pada ibu dan bayi yang
dilakukan koreksi segera (Kogan et al., 1998). dikandungnya, seperti prematur, IUGR dan
Dan dilanjutkan dengan kunjungan keempat BBLR (Hani, 2010).
sehingga, diagnosis lebih awal, pengobatan dan Selain beberapa hal diatas, yang tak kalah
pencegahan lebih awal merupakan langkah penting dalam pelayanan asuhan antenatal
terpenting dalam penurunan risiko kelahiran kunjungan kehamilan keempat adalah
bayi berat lahir rendah (Saili, 2008). memberikan informasi tentang kondisi
Kunjungan empat (K4) adalah kontak ibu kehamilan ibu,berhubungan dengan tumbuh
hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat kembang bayi, hal ini dimaksudkan agar jika
atau lebih, untuk mendapatkan pelayanan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan ibu bisa
antenatal sesuai standar yang ditetapkan, ditangani dengan secepatnya. (Sulistyawati A,
(Saifuddin, 2007) 2009).
Data tentang cakupan pelayanan antenatal Kunjungan keempat (K4) kehamilan
selama masa kehamilan menunjukkan bahwa sangat membantu mengidentifikasi kondisi ibu
cakupan K 1 (kunjungan pertama ibu hamil pada sebagai persiapan outcome kehamilan yang baik.
triwulan 1) selama tahun 2004 – 2010, Pemeriksaan kehamilan yang tidak adekuat
meningkat dari 88,9% menjadi 95,26%, meningkatkan risiko kejadian bayi berat lahir
sedangkan cakupan K 4 (kunjungan ibu hamil rendah (Goldani, et.al…2004). Pemeriksaan
pada triwulan 3) dari 77% tahun 2014 menjadi kehamilan yang tidak adekuat berisiko untuk
85,56% tahun 2010, dari angka tersebut melahirkan bayi berat lahir rendah 1,4 kali,
diketahui adanya kesenjangan antara cakupan K dibandingkan ibu yang memeriksakan
1 dan K4, tahun 2010, yaitu sebesar 9%, hal ini kehamilan adekuat. (Heaman et al..2018).
menunjukkan angka drop out K 1 dan K 4. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016,
Kesenjangan demikian tidak akan terjadi jika menyebutkan data kunjungan ibu hamil di
adanya peran serta masyarakat atau partisipasi Kalimantan Selatan dari 83.758 ibu hamil yang
yang tinggi dari ibu hamil untuk terus melakukan kunjungan kesatu (K1) adalah
memeriksakan kehamilannya atau melakukan
47
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
48
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Kualitas pelayanan
antenatal care Tabel 4. Menunjukan hasil Uji Chi-Square
Terpenuhi 19(47,5%) 7(17,5%) menunjukkan kualitas pelayanan antenatal juga
1,53- memberikan pengaruh terhadap pemanfaatan
0,009 4,3
Tidak 21(52,5%) 33(82,5%) 11,88 pelayanan untuk kesehatan ibu dan anak.
Terpenuhi
Pekerjaan ibu Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Logistik
Bekerja 25(62,5%) 15(37,5%) Hubungan Kunjungan K4 Pemeriksaan
1,13-
Tidak 15(37,5%) 25(62,5%) 0,044 2,8 Kehamilan, Kualitas Pelayanan ANC,
6,86
Bekerja Pekerjaan Ibu, dan Sosial Ekonomi di
Sosial ekonomi Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Tabuk 2
Rendah 24(60,0%) 13(32,5%) Kabupaten Banjar Tahun 2017
1,24-
0,025 3,1
Cukup 16(40,0%) 27(67,5%) 7,78
Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Kunjungan K4
pemeriksaan kehamilan
Melakukan K4 33,4 39,2 42,7 33,4
Tidak (35,8- (42,1- (46,1- (35,76-
Melakukan K4 2,34) 2,9) 3,42) 2,34)
Tabel 3. Hubungan Kejadian BBLR dengan Kualitas pelayanan
Kunjungan K4 Pemeriksaan Kehamilan di antenatal care
Terpenuhi 4,7 7,72
Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Tabuk 2
Tidak (5,09- (8,36-
Kabupaten Banjar Tahun 2017 0,34) 0,64)
Terpenuhi
Pekerjaan ibu
Berat Badan Lahir Bekerja 7,6
Kunjungan Total
8,1
BBLR BBLC % Tidak Bekerja (8,1-
K4 (8,8-0,63)
f % f % 0,64)
Tidak 27 67,5 5 12,5 32 40 Sosial ekonomi
Melakukan Rendah 3,9
K4 Cukup (4,17-
Melakukan 13 32,5 3 87,5 48 160 0,24)
K4 5 N 80 80 80 80
Total 40 100, 4 100,0 80 100.
0 0 0
Continuity Correction ρ= 0.000
α= 0,05 Tabel 5. menunjukkan hubungan
Odds Ratio 14,5 antara kunjungan K4 pemeriksaan kehamilan
Berdasarkan tabel 3. menyajikan data terhadap kejadian bayi berat lahir rendah
dari 40 orang yang melahirkan bayi berat lahir mempunyai hubungan yang bermakna baik
rendah sebanyak 27 orang (67,5%) yang tidak sebelum maupun setelah ada variabel luar.
melakukan kunjungan K4 dan 13 orang (32,5%) Kualitas pelayanan antenatal, pekerjaan, dan
yang melakukan kunjungan K4. tingkat social ekonomi faktor yang berpengaruh
Berdasarkan analisa data dengan uji terhadap kejadian bayi berat lahir rendah namun
statistik chi-square diketahui nilai ρ=0,000 ≤ α= bukan sebagai variabel confounding.
0.05, yaitu artinya bahwa jika nilai signifikan
berada di bawah atau sama dengan 0.05 maka
hipotesa diterima, kesimpulan secara statistik PEMBAHASAN
ada hubungan antara kejadian BBLR dengan
Kunjungan K4 Pemeriksaan Kehamilan. Penelitian dilakukan untuk melihat
proporsi kejadian bayi berat lahir rendah dan
kejadian bayi berat lahir cukup berdasarkan
Tabel 4. Hubungan Kejadian BBLR dengan kunjungan K4 pemeriksaan kehamilan diantara
Kunjungan K4 Pemeriksaan Kehamilan di ibu yang melakukan antenatal. Hasil Penelitian
49
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
menunjukan dari 80 responden sebanyak 32 terpenuhi 4,3 kali ditemukan pada kelompok
orang (40,0%) tidak melakukan kunjungan K4 bayi berat lahir rendah.
dan sebagian besar mengalami BBLR sebanyak Hal ini disebabkan secara kuntitas
27 orang (67,5%). Riwayat kunjungan K4 pelayanan terpenuhi namun belum maksimal
terpenuhi akan memberi peluang 14,5 kali sesuai standar yang diharapkan. Penilaian
terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. kualitas antenatal dengan pemanfaatan
Kunjungan keempat (K4) kehamilan pelayanan (tempat pemeriksaan, inisiasi dan
sangat membantu mengidentifikasi kondisi ibu frekuensi antenatal), tehnik kompetensi
sebagai persiapan outcome kehamilan yang baik. (pengukuran tekanan darah, berat badan,
Pemeriksaan kehamilan yang tidak adekuat pemeriksaan darah, pemeriksaan urin,
meningkatkan risiko kejadian bayi berat lahir pemeriksaan abdomen, tetanus toxoid,
rendah (Goldani, et.al…2004). Pemeriksaan pemberian tablet Fe/asam folat, informasi) dan
kehamilan yang tidak adekuat berisiko untuk hubungan interpersonal antara provider-klien
melahirkan bayi berat lahir rendah 1,4 kali, (Hancock, 2007).
dibandingkan ibu yang memeriksakan Penelitian ini menunjukan dari 80
kehamilan adekuat. (Heaman et al..2018). responden ada 40 orang (50,0 %) yang berkerja
Pada umumnya kehamilan berkembang selain rutinitas ibu rumah tangga sebagian besar
dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi melahirkan BBLR sebanyak 25 orang (62,5%).
sehat, cukup bulan melalui jalan lahir, namun Status pekerjaan ibu berpengaruh terhadap
terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan, kejadian bayi berat lahir rendah. Pada ibu yang
Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan bekerja mempunyai peluang sebesar 2,8 kali
akan menjadi suatu masalah, oleh karena itu untuk mengalami bayi berat lahir rendah.
pelayanan atau asuhan antenatal kunjungan Peningkatan insiden kejadian janin bayi
keempat merupakan cara penting untuk berat lahir rendah sebesar tujuh kali lipat pada
memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil wanita yang bekerja di ladang. Hasil penelitian
normal, agar bisa mencegah terjadinya berbagai menunjukkan wanita hamil yang melakukan
gangguan kesehatan pada ibu dan bayi yang pekerjaan yang mengharuskan berdiri lama
dikandungnya, seperti prematur, IUGR dan berisiko lebih besar mengalami kelahiran
BBLR (Hani, 2010). prematur tetapi tidak terdapat efek pada
Faktor utama penyebab bayi berat lahir pertumbuhan janin. Penelitian Mozurkewich et
rendah yaitu faktor janin, faktor plasenta dan al. Meneliti 160.000 ibu hamil dihubungkan
faktor ibu. Faktor janin (kelainan kongenital, pekerjaan selama hamil. Hasil penelitian
kelainan kromosom dan jenis kelamin janin) menunjukkan pekerjaan dengan kegiatan fisik
sedangkan faktor plasenta disebabkan karena berat memberi kontribusi 20-60% terjadinya
insufiensi plasenta. Faktor ibu lebih banyak kelahiran prematur, gangguan pertumbuhan
disebabkan faktor demografi, sosial ekonomi janin dan hipertensi (Cunningham, 2005). Setiap
merupakan determinan utama kejadian bayi aktivitas yang menyebabkan ibu hamil
berat lahir rendah karena sangat berdampak pada mengalami tekanan fisik berat dan kelelahan
kemampuan asupan nutrisi, gaya hidup, harus dibatasi atau dihindari, diupayakan ada
pemanfaatan pelayanan kesehatan, kualitas periode istirahat yang cukup selama kerja.
pelayanan selama kehamilan dan status Pekerjaan yang berlebihan dapat memperburuk
reproduksi (UNICEF & WHO, 2004; McCarthy kesehatan ibu hamil. Suplai darah secara
& Maine, 1997; Shah & Ohlsson, 2002). dramatis meningkat selama kehamilan dan
Kualitas pelayanan antenatal sebagian besar difungsikan untuk mendukung
berpengaruh terhadap kejadian bayi berat lahir perkembangan janin. Stres fisik atau mental
rendah dan kualitas pelayanan yang diperoleh dapat mempengaruhi suplai dan asupan energi
dari ibu pada kunjungan K4 pemeriksaan yang dibutuhkan janin. Jika janin tidak
kehamilan yang bernilai positif karena sebagian mendapatkan nutrisi dan aliran darah yang
besar telah memenuhi aspek klinik dan aspek cukup dapat menyebabkan kelahiran prematur
hubungan interpersonal. Satu hal yang mendapat atau gangguan pertumbuhan janin (Senturia,
perhatian ada 26 orang (32,5%) kualitas 1997).
pelayanan antenatal tidak terpenuhi sebagian Mayoritas tingkat social ekonomi
besar mengalami BBLR sebanyak 19 orang responden berada dalam kategori rendah yaitu
(47,5 %) dengan Kualitas antenatal yang tidak dari 80 responden masih ada 37 orang (46,3%)
dan ini berpengaruh pada kejadian BBLR
50
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
sebesar 24 orang (60,0%). Kondisi sosial Birth Weight. Future Child 5(1):103–
ekonomi rendah mempunyai risiko 3,1 20.
mengalami bayi berat lahir rendah di bandingkan
ibu dengan status ekonomi cukup. Ariawan, I. (2006) Indeks sosio-ekonomi
Hasil penelitian Torres-Arreola et al. menggunakan principal component
(2005) bahwa faktor sosial ekonomi memberi analysis. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
kontribusi besar dalam pemenuhan gizi dan 1(2),hal.83-7.
perawatan kesehatan termasuk pengawasan
antenatal. Wanita dengan sosial ekonomi rendah Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi
mempunyai risiko 2,2 kali mengalami bayi berat Keluarga Berencana Nasional,
lahir rendah dibandingkan wanita dengan status Departemen Kesehatan & ORC Macro
ekonomi menengah atau tinggi. Penelitian (2003) Survei demografi dan kesehatan
Nobile et al. (2006) salah satu hambatan yang Indonesia 2002-2003. Jakarta: BPS dan
menyebabkan perawatan antenatal tidak optimal ORC Macro.
adalah status ekonomi, status sosial ekonomi dan
pendidikan rendah akan berisiko mendapatkan Badshah, S., Mason, L., McKelvie, K., Payne, R.
perawatan kehamilan yang kurang. & Lisboa, P. (2008) Risk factor for
lowbirthweight in the public-hospital at
Peshawar, NWFPPakistan. BMC Public
SIMPULAN Health, Jun 4;8:197.
Terdapat hubungan yang bermakna Barros, F.C. & Diaz, R.J. (2007) Essential care
antara kunjungan K4 pemeriksaan kehamilan of low birthweight neonates. Am J
terhadap kejadian BBLR dari ρ=0,000≤ α= 0.05. Pediatr, 45(2):13-15.
Hubungan antara kunjungan K4 pemeriksaan Cunningham, F.G. (2005) Obstetrik williams
kehamilan terhadap kejadian bayi berat lahir 21st ed . Hartanto, H., Suyono, J.,
rendah mempunyai hubungan yang bermakna Yusna, D., Kosasih, A.A. Prawira. J. &
baik sebelum maupun setelah ada variabel luar. Cendika. R. ed. Jakarta: EGC.
Kualitas pelayanan antenatal, pekerjaan, dan
tingkat social ekonomi faktor yang berpengaruh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
terhadap kejadian bayi berat lahir rendah namun (2004) Pedoman pemantauan wilayah
bukan sebagai variabel confounding. setempat kesehatan ibu dan anak (PWS-
KIA). Jakarta: Direktorat jenderal bina
kesehatan masyarakat & Direktorat
SARAN kesehatan keluarga..
51
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Negi, K.S., Kandpal, S.D. & Kukreti, M. (2006) Shah, P. & Ohlsson, A. (2002) Literature review
Epidemiological factors low birth of low birthweight including small for
weight. J Med Educ, Jan-Mar;8(1):31-4. gestational age and preterm birth.
Toronto: public health Toronto.
Nobile, C.G., Raffaele, G., Altomare, C. &
Pavia, M. (2006) Influence of maternal Smith, G.C., Pell, J.P. & Dobbie, R. (2003)
and social factors as predictors of low Interpregnancy interval and risk of
birthweight. BMC Public Health, Aug preterm birth and neonatal death :
3;7(192):1471-79. retrospective cohort study. BMJ, Aug
9;327-13.
Saifuddin, A.B. (2001) Acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta: Yayasan bina pustaka .
Sarwono Prawirohardjo.
52
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
Abstrak: Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk faktor yang
berhubungan dengan status imunisasi dasar diwilayah kerja Puskesmas Pahandut Kota
Palangka Raya. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan
cross- sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi usia > 11 bulan
di wilayah kerja Puskesmas Pahandut Kota Palangka Raya. Instrumen yang digunakan berupa
lembar isian. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat hubungan dukungan keluarga dan pendapatan keluarga dengan status Imunisasi Dasar
Pada Bayi.
Kata Kunci: Bayi, Dukungan Keluarga, Pendapatan Keluarga, Status Imunisasi Dasar.
53
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
terendah pada tahun 2015 yaitu sebesar 31,7% Pendidikan Dasar 42 43,3
(Dinkes Kota Palangka Raya, 2016). Penelitian Pendidikan Menegah keatas 55 56,7
Pekerjaan Ibu
ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang Tidak Bekerja 75 77,3
berhubungan dengan status Imunisasi Dasar di Bekerja 22 22,7
wilayah kerja Puskesmas Pahandut Kota Dukungan Keluarga
Palangka Raya. Tidak Mendukung 5 5,2
Mendukung 92 94,8
Pendapatan keluarga
METODE <UMR 37 38,1
≥ UMR 60 61,9
Penelitian ini merupakan penelitian
analitik observasional dengan rancangan cross-
sectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa
90,7% bayi telah mendapatkan imunisasi dasar
kerja Puskesmas Pahandut Kota Palangka
lengkap, usia ibu bayi sebagian besar ≤25 tahun
Raya pada bulan Februari-April 2017.
(59,8%), pendidikan ibu sebagian besar
Populasi pada penelitian ini adalah Bayi menengah ke atas (56,7%), sebagian besar ibu
usia > 11 bulan yang datang ke Puskesmas bayi tidak bekerja (77,3%), sebagian besar
Panarung periode februari-April 2018. keluarga mendukung dilakukannya imunisasi
Perhitungan jumlah sampel yang diperlukan pada bayi (94,8)dan pendapatan keluarga
menggunakan rumus Lemeshow sehingga sebagian besar ≥ UMR (61,9%)
jumah sampel yang diperlukan adalah 97 bayi. Untuk mengetahui hubungan antar variable
Pengambilan sampel akan dilakukan dengan dilakukan analisis bivariat. Hasil analisis dapat
teknik consecutive sampling yaitu semua bayi > dilihat pada tabel dibawah ini:
11 bulan yang datang melakukan pemeriksaan Tabel 2. Hubungan usia ibu, gravida,
di Puskesmas Panarung yang memenuhi pendidikan ibu, pekerjaan Ibu,
kriteria inklusi. dukungan keluarga, pendapatan
dengan status Imunisasi dasar di
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah Puskesmas Pahandut Kota
bayi berdomisili di wilayah Puskesmas Palangka Raya Tahun 2018
Panarung, bayi yang diantar langsung oleh
ibunya ke puskesmas dan ibu bayi membawa Variabel Status Imunisasi Dasar Nilai OR CI
buku KIA/ KMS bayi. Kriteria eksklusi adalah p
Responden atau wali yang tidak bersedia Tidak Lengkap
berpartisipasi dalam penelitian. Lengkap
n % n %
Instrument yang digunakan pada Usia Ibu
penelitian ini adalah format isian. Analisis ≤ 25 Tahun 8 8,2 50 51,5 0,060 6,080 0,729–
dilakukan dengan uji chi square dan uji fisher > 26 Tahun 1 1,1 38 39,2 50,715
Exact (untuk data yang tidak memenuhi Pendidikan
Ibu 5 5,2 37 38,1 0,436 1,723 0,433 –
ketentuan uji chi square) Pendidikan 4 4,1 51 52,6 6,827
Dasar
Pendidikan
HASIL Menegah
Hasil analisis univariat dapat dilihat pada table keatas
distribusi frekuensi dibawah ini: Pekerjaan
Ibu 9 9,3 66 68,0 0,088 0,880 0,809 –
Tabel 1. Distribusi Frekuensi faktor yang
Tidak 0 0 22 22,7 0,957
berhubungan dengan Status Bekerja
Imunisasi Dasar di wilayah kerja Bekerja
Puskesmas Pahandut Dukungan
Variabel n % Keluarga 5 5,2 0 0 0,000 23,000 8,820 –
Tidak 4 4,1 88 90,7 59, 975
Status Imunisasi dasar Mendukung
Tidak Lengkap 9 9,3 Mendukung
Lengkap 88 90,7
Pendapatan
Usia Ibu keluarga 7 7,2 30 30,9 0,010 6,767 1,323 –
≤ 25 Tahun 58 59,8 <UMR 2 2,1 58 59,8 34,609
> 25 Tahun 39 40,2 ≥ UMR
Pendidikan
54
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
55
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
tentang imunisai maupun faktor lain seperti kemampuan seseorang membiayai pelayanan
dukungan keluarga. kesehatan. Seseorang mungkin tahu akan
pentingnya kesehatan namun karena terkendala
Hubungan dukungan keluarga dengan biaya orang tersebut memutuskan untuk tidak
status imunisasi dasar memperoleh pelayanan kesehatan yang
Hasil analisis menunjukkan pada bayi dibutuhkannya. Pendapatan keluarga yang
dengan imunisasi dasar lengkap seluruhnya rendah akan menjadi pertimbangan ibu untuk
mendapatkan dukungan keluarga sedangkan tidak mengimunisasikan anaknya (Mulyanti,
pada bayi dengan imunisasi dasar tidak lengkap 2013)
sebagian besar tidak mendapat dukungan Imunisasi dasar sudah menjadi
keluarga. Hasil uji statistic menunjukkan program pemerintah dengan biaya gratis,
adanya hubungan dukungan keluarga dengan Sehingga seharusnya faktor pendapatan
status imunisasi dasar. Bayi yang mendapatkan keluarga tidak menjadi penghalang untuk bayi
dukungan keluarga berpeluang 23 kali lebih untuk mendapatkan imunisasi lengkap. Masih
besar untuk mendapatkan imunisasi lengkap adanya bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
Hasil ini sejalan dengan penelitian lengkap pada keluarga dengan pendapatan <
Lumangkun (2014) yang menyatakan terdapat UMR dimungkinkan karena kurangnya
hubungan dukungan keluarga dengan status informasi, kurangnya dukungan keluarga dan
imunisasi dasar. Penelitian lain oleh Istriyani hal-hal lain.
(2011) menunjukan bahwa ibu yang tidak
mendapat dukungan keluarga berisiko 5, 714 SIMPULAN
kali untuk tidak mengimunisasikan anaknya Dukungan Keluarga dan penghasilan
secara lengkap. Untuk mewujudkan sikap keluarga menjadi faktor yang berhubungan
menjadi perilaku diperlukan faktor pendukung. dengan status imunisasi dasar pada bayi di
Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi tidak wilayah kerja Puskesmas Pahandut Kota
serta merta menjadikan ibu membayi bayi Palangka Raya. Bayi yang mendapatkan
melakukan imunisasi jika tidak mendapat dukungan keluarga untuk melakukan imunisasi
dukungan dari pihak lain terutama keluarga dasar serta berasal dari keluarga dengan
dekat. penghasilan ≥UMR memiliki peluang lebir
Ahmad dkk (2010) mengungkapkan besar untuk mendapatkan imunisasi dasar
hal yang sama yaitu terdapat pengaruh lengkap.
dukungan keluarga terhadap kelengkapan
imunisasi. Mengingat tingginya hubungan SARAN
dukungan keluarga terhadap kepatuhan Diperlukan sosialisasi lebih lanjut
melakukan imunisasi, maka sosialisasi mengenai imunisasi dasar kepada seluruh
mengenai risiko penyakit yang dapat dilakukan keluarga bayi agar mendukung
tidak hanya kepada ibu tapi kepada seluruh dilaksanakannya imunisasi dasar pada bayi
keluarga bayi seperti ayah dan nenek bayi Sehingga diharapkan seluruh bayi
(Ahmad dkk, 2010) mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
56
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. IX No.1 Februari 2019
57