Anda di halaman 1dari 4

Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas penderita sirosis

awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus hepatitis

atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan minum alkohol ataupun

obesitas. Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi

parasit (schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel

bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi

inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis

A), dan kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.3 Berdasarkan hasil

penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis

hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus,

sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus

bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin

kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat

alkohol.1 Pada kasus ini, kemungkinan yang menjadi penyebab sirosis adalah

perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh alkoholik. Pasien

mengaku gemar mengkonsumsi arak tradisional sejak muda, 2-3 kali tiap minggu, tiap

kali minum biasanya 1-2 gelas. Alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

sirosis hepatis karena menyebabkan hepatitis alkoholik yang kemudian dapat

berkembang menjadi sirosis hepatis.

Patofisiologi Dan Mekanisme Terjadinya Asites Pada Sirosis Hepatis. Fibrosis hampir terjadi
pada semua jenis penyakit liver kronis dan akhirnya berkembang menjadi sirosis dengan
pembentukan nodul. Pusat perkembangan fibrosis adalah aktivasi sel ito, sumber utama
matriks ekstraselular.

AKtifitas sel ito menyebabkan akumulasi kolagen tipe I dan III di parenkim hati dan ruang
Disse. Hasil deposisi kolagen dalam ruang Disse ini disebut kapilarisasi sinusoid, yaitu
sebuah proses di mana sinusoid hati kehilangan karakteristik nya, sehingga mengubah
pertukaran antara hepatosit dan plasma.
Dengan aktifitas tersebut, sel ito juga menjadi lebih kontraktil yang menjadi penentu utama
peningkatan tekanan tinggi vena portal selama fibrosis. Tekanan darah tinggi dalam vena
portal menyebabkan asites (penumpukan cairan dalam rongga peritoneal).

Asites juga disebabkan oleh produksi albumin terhambat dan tekanan osmotik menurun
sehingga mencegah kembalinya cairan ke jaringan. Kondisi ini menyebabkan tekanan dalam
perut, perut terisi cairan dan membuat sesak nafas.

Mekanisme terjadinya asites

Teori arteri perifer vasodilatasi mengatakan, hipertensi portal menyebabkan penurunan


sirkulasi dan volume darah di arteri secara dramatis.

Selama penyakit berlangsung, eksitasi neurohumoral meningkat, ginjal mempertahankan


natrium, dan volume plasma mengembang. Hal ini menyebabkan meluapnya cairan ke dalam
rongga peritoneum (perut)

Asites adalah akumulasi cairan dari seluruh tubuh yaitu cairan natrium, protein (albumin) dan
air ke rongga perut yang secara umum disebabkan oleh hipertensi portal, selebihnya akibat
infeksi, inflamasi dan infiltrasi.

Pada sirosis hepatis, kebocoran cairan asites mulai dari permukaan hati, lalu ke usus dan
kemudian terakumulasi dalam rongga peritoneal.

Faktor-faktor kebocoran ini disebabkan oleh kombinasi; hipertensi portal, retensi cairan oleh
ginjal, perubahan berbagai hormon dan bahan kimia yang mengatur cairan tubuh; termasuk,
kebocoran albumin dari pembuluh darah ke dalam perut.

Albumin adalah protein utama dalam darah yang bertugas membantu menjaga cairan agar
tidak bocor keluar dari pembuluh. Namun, ketika albumin mengalami kebocoran dari
pembuluh darah, cairan juga ikut bocor keluar.

Gejala Asites

Sejumlah kecil cairan asites dalam perut biasanya tidak menimbulkan gejala. Jumlah cairan
sedang dapat meningkatkan ukuran pinggang seseorang dan menyebabkan penambahan berat
badan.

Cairan asites dalam jumlah besar dapat menyebabkan pembengkakan perut (distensi) dan
ketidaknyamanan, perut terasa kencang, dan pusar terdorong keluar.

Perut bengkak menempatkan tekanan pada perut, kadang-kadang menyebabkan hilangnya


nafsu makan, dan tekanan pada paru-paru, kadang-kadang menyebabkan sesak napas.

Pada beberapa orang dengan asites, pergelangan kaki membengkak karena kelebihan cairan
menumpuk di sana ( edema).
Edema perifer

Edema pada sirosis hepatis ditandai pembengkakan pada kaki yang berisi cairan, dan sering
terjadi bersamaan dengan asites, dikenal sebagai edema perifer.

Edema pada sirosis hepatis disebabkan oleh hipoalbuminemia dan sebagai akibat dari ginjal
yang menahan garam dan air.

Adanya atau tidak adanya edema pada penderita sirosis hepatis yang memiliki asites
merupakan pertimbangan penting dalam pengobatan asites.

Pada pasien asites tanpa edema, diuretik harus diberikan dengan ekstra hati-hati. Diuresis
(ekskresi urin yang diinduksi diuretik) yang terlalu agresif atau terlalu cepat dapat
menyebabkan volume darah rendah (hipovolemia), berdampak menyebabkan gagal ginjal dan
gagal hati.

Sebaliknya, untuk penderita sirosis hepatis dengan edema dan asites, ketika pasien
mengalami diuresis, cairan edema di ruang interstisial berfungsi sebagai penyangga terhadap
pengembangan volume darah rendah.

Pembatasan garam dan penggunaan diuretik dapat digunakan untuk mengurangi gangguan
mekanis dan meningkatkan kenyamanan pasien.

Tujuan terapi ini adalah untuk mengembalikan keseimbangan garam dan air pada penderita
sirosis yang memiliki asites dan edema.

HB

Hati merupakan organ padat terbesar yang terletak di rongga perut bagian kanan atas. Organ
ini sangat penting karena memiliki berbagai fungsi, seperti : sebagai regulator dari semua
metabolisme (karbohidrat, protein dan lipid), tempat sintesis dari berbagai komponen (asam
amino, albumin, zat besi, pembekuan darah, kolesterol dan ureum, dan zat lainnya), tempat
pembentukan dan penyaluran asam empedu, pusat pendetoksifikasi racun, serta tempat
penghancuran (degradasi) selsel darah dan hormon-hormon steroid (estrogen) (Wijaya, S.
2007). Ketika Seseorang mengalami gangguan fungsi hati maka ia tidak dapat melakukan
aktifitasnya dengan maksimal. Jika gangguan fungsi hati ini disebabkan oleh sudah
banyaknya sel hati yang rusak dan hati tidak mampu bertahan untuk tetap menjalankan
fungsinya maka orang tersebut akan mengalami gejala-gejala akibat kegagalan fungsi hati
(Zubairi, 2011). Lee dkk melaporkan, 75% penderita penyakit hati yang telah berat
mengalami anemia. Arekul dkk menemukan, ada 77% dari 31 pasien gangguan fungsi hati
berat mengalami anemia dan Hb rata-rata yang dijumpai adalah 9,95 gr/dL (Gultom, N.I.
2003). Anemia paling sering dijumpai pada sirosis hati berat dan terbanyak disebabkan oleh
defisiensi besi. Sekitar 40% berhubungan dengan perdarahan kronis dari saluran cerna,
kemudian diikuti oleh anemia hemolitik, penyakit kronis dan megaloblastik. Banyak faktor
yang dapat menyebabkan anemia pada

gangguan fungsi hati, masing-masing dapat berdiri sendiri atau bersamaan, diantaranya
karena defisiensi (asam folat, besi), hemolisis, hipersplenisme, kegagalan sumsum tulang atau
faktor penyakit hati sendiri. Penyebab gangguan fungsi hati terbanyak adalah infeksi virus
hepatitis (hepatitis B atau C) dan komsumsi alkohol. (Gultom, N.I. 2003). Anemia sebagai
akibat kegagalan fungsi hati dapat diketahui setelah melakukan beberapa pemeriksaan darah
rutin, salah satunya adalah pemeriksaan kadar hemoglobin.

-belakang pada adanya kemungkinan pasien gangguan fungsi hati mengalami penurunan
kadar hemoglobin sebagai akibat melemahnya fungsi hati dalam proses pembentukan eritrosit
yang baru, kecenderungan peningkatan destruksi eritrosit dan kemungkinan menurunnya
produksi faktor-faktor pembekuan di hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran kadar hemoglobin pada pasien gangguan fungsi hati di rumah sakit kota

Anda mungkin juga menyukai