Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Pengalaman kehilangan dan duka cita adalah hal yang esensial dan normal dalam

kehidupan manusia membiarkan pergi melepaskan dan terus melangkah terus terjadi ketika

individu menjalani tahap pertumbuhan dan perkembangan normal dengan mengucapkan

selamat tinggal kepada tempat orang, impian dan benda-benda yang disayangi.Kehilangan

memungkinkan individu berupa dan terus berkembang serta memenuhi potensi diri.

Kehilangan dapat direncanakan diharapkan atau terjadi tiba-tibadan proses berduka yang

mengikutinya jarang terjadi dengan nyaman atau menyenangkan. Walaupun tidak nyaman

kehilangan kadang-kadang bermanfaat dan namun kehilangan juga dapat menghancurkan

individu.

Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan spiritual individu yang berduka merupakan aspek

Asuhan Keperawatan yang sangat penting.Respon emosional dan spiritual klien saling terkait

ketika klien menghadapi penderitiaan dengan kesadaran akan kemampuan mengkaji

penderitaan klien, perawat dapat meningkatkan rasa sejahtera. Memberi klien kesempatan

untuk menceritakan penderitaanya

B. TujuanPenulisan

1. TujuanUmum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Jiwa pada semester IV, dan

diharapkan bagi mahasiswa agar mampu memahami tentang gangguan atas kehilangan dan

duka cita dan dapat membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan kehilangan dan duka

cita.
2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar asuhan keperawatan kehilangan dan

berduka

b. Mahasiswa mampu menjelaskan proses dari kehilangan dan berduka

c. Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi

dan evaluasi dari asuhan keperawatan kehilangan dan berduka.

C. Metode Penulisan

Dalam pembuatan makalah ini tim penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan

mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan dan internet, diskusi

kelompok, serta konsultasi dengan dosen pembimbing

D. sistematika Penulisan

Makalah ini disusun berdasarkan sistematika penulisan dalam 3 BAB yaitu :

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika

penulisan.

BAB II : Tinjauan teori yang terdiri dari konsep dasar teori dan konsep asuhan keperawatan pada klien

dengan kehilangan dan berduka.

BAB III : Penutup yang terdiridarikesimpulandan saran.

DAFTAR PUSTAKA

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Teori Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka

1. Pengertian
a. Kehilangan

Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah suatu keadaan

Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik

terjadi sebagian atau keseluruhan.

Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama

rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan

mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu

keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan

yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada).

b. Berduka

Grieving adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan dengan

kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian.Bereavement adalah keadaan

berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi. Berduka adalah respon emosi yang

diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah,

cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. Dukacita adalah

proses kompleks yang normal meliputi respon dan perilaku emosional, fisik, spritual, sosial,

dan intelektual yakni individu, keluarga, dan komunitas, memasukan kehilangan, yang aktual,

adaptif, atau dipersepsikan kedalam kehidupan sehari – hari mereka.

2. Proses Kehilangan

a. Stress internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memeberi makna positif

– melakukan kompensasi dengan kegiatan positif – perbaikan ( beradaptasi dan merasa nyaman

).
b. Stressor internal dan eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa

tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresika kedalam diri – muncul gejala sakit

fisik

c. Stressor internal dan eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa

tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan keluar diri – kompensasi dengan

perilaku konstruktif – perbaikan ( beradaptasi dan merasa nyaman ).

d. Stressor internal dan eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa

tak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke luar individu – kompensasi dengan

perilaku detruktif – merasa bersalah – ketidakberdayaan.

Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian

makna ( personal meaning ) yang baik terhadap kehilangan ( Husnudzon ) dan ompensasi yang

positif ( konstruktif )

3. Sifat – sifat kehilangan

a. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)

Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan

dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau

pelalaian diri akan sulit diterima.

b. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)

Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan

mengalami keletihan emosional (Rando:1984)

4. Tipe kehilangan

a. Actual Loss

Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu

yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota

keluarga.
b. Perceived Loss ( Psikologis )

Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak dapat

dirasakan / dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa remaja, lingkungan yang

berharga.

c. Anticipatory Loss

Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan perilaku

kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada

keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.

5. lima kategori kehilangan

a. Kehila ngan objek eksternal.

Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang

berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan

seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut

terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.

b. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal

Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal

mencakup lingkungan yang telah dikenal Selama periode tertentu atau kepindahan secara

permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit.

c. Kehilangan orang terdekat

Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru,

teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang terdekat

bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan

sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.

d. Kehilangan aspek diri


Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau

psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga

dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.

e. Kehilangan hidup

Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut

akan meninggal.

6. Fase - Fase kehilangan dan berduka

a. Menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan:

1) Denial ( Mengingkari )

a) Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak

kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa

itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”.

b) Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari

informasi tambahan.

c) Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,

gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa.

2) Anger ( Marah )

a) Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan.

b) Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang

yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri.

c) Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan

menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.

d) Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah,

susah tidur, tangan mengepal.

3) Bergaining ( Tawar Menawar )


a) Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.

b) Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya

akan sering berdoa”.

c) Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering

dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.

d) Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat surat warisan, mengunjungi

keluarga dsb.

4) Depression ( Bersedih yang mendalam)

a) Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bias di tolak.

b) Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara,

kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan

yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga.

c) Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur, letih, dorongan

libido menurun.

5) Acceptance (menerima)

a) Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.

b) Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan tenang, serta

menyiapkan dirinya menerima kematian.

c) Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang klien ingin

ditemani keluarga / perawat.

d) Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi

baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau “Sekarang saya telah siap untuk

pergi dengan tenang setelah saya tahu semuanya baik”.

b. Menurut Lambert ( 1985 ) 3 fase :

1) Repudiation ( Penolakan )
2) Recognition ( Pengenalan )

3) Reconciliation (Pemulihan /reorganisasi )

c. Menurut Stuart and Sunden ( 1991 ) 3 fase :

1) Closed Awareness

Klien dan keluarga tidak menyadari akan kemunkinan dan tidak mengerti mengapa klien sakit

dan mereka merasa seolah-olah klien bias sembuh.

2) Mutual Pretence

Klien dan keluarga mengetahui bahwa prognosa penyakit klien adalah penyakit terminal,

namun berupaya untuk tidak menyinggung atau membicarakan hal tersebut secara terbuka.

3) Open Awarenes

Klien dan keluarga menyadari dan mengetahui akan adanya kematian dan merasa perlu untuk

mendiskusikannya

7. Prespektif Agama Terhadap Kehilangan

Dilihat dari perpektif agama hal-hal yang harus diperhatikan oleh individu untuk

mengatasi kehilangan yang dialaminya adalah sabar, berserah diri, menerima dan

mengembalikannya pada Allah SWT.

8. Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia

No Jenis Stressor JenisKehilangan

1 Gempa dan Tsunami di Aceh Rumah, orang yang berarti, pekerjaan, bagian tubuh.

2 Lumpur Lapindo Rumah, tetangga yang baik

3 Gempa di Yogjakarta Rumah, makna rumah yang lama, orang yang berarti,

bagian tubuh, pekerjaan.

4 Jatuhnya pesawat Adam Air Orang yang berarti, bagiantubuh

5 TenggelamnyaKapal Levina Orang yang berarti

6 Sampah longsor Orang yang berarti


7 Banjir bandang Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik,

kesehatan.

8 PHK di IPTN Pekerjaan, status, hargadiri

9 Banjir Jakarta Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik,

kesehatan.

B. Teori Askep pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka

1. Pengkajian

Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa yang

dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.

Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang

mereka pikir dan rasakan adalah :

 Persepsi yang adekuat tentang kehilangan

 Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan

 Perilaku koping yang adekuat selama proses

a. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:

1) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai

riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu

permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.

2) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung

mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu

yang mengalami gangguan fisik


3) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai

riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh

masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.

4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti

pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan

pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).

5) Struktur Kepribadian

Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya

diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.

b. Faktor presipitasi

Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.

Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:

kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi;

1) Kehilangan kesehatan

2) Kehilangan fungsi seksualitas

3) Kehilangan peran dalam keluarga

4) Kehilangan posisi di masyarakat

5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai

6) Kehilangan kewarganegaraan

c. Mekanisme koping

Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial, Represi,

Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari

intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan
pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering

dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.

d. Respon Spiritual

1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan

2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan

3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna

e. Respon Fisiologis

1) Sakit kepala, insomnia

2) Gangguan nafsu makan

3) Berat badan turun

4) Tidak bertenaga

5) Palpitasi, gangguan pencernaan

6) Perubahan sistem imune dan endokrin

f. Respon Emosional

1) Merasa sedih, cemas

2) Kebencian

3) Merasa bersalah

4) Perasaan mati rasa

5) Emosi yang berubah-ubah

6) Penderitaan dan kesepian yang berat

7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang hilang

8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan

9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

g. Respon Kognitif

1) Gangguan asumsi dan keyakinan


2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan

3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal

4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah pembimbing.

h. Perilaku

Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :

1) Menangis tidak terkontrol

2) Sangat gelisah; perilaku mencari

3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan

4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang yang telah

meninggal.

5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin membuangnya

6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol

7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan

8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

2. Analisa data

1) Merasa putus asa dan kesepian

2) Kesulitan mengekspresikan perasaan

3) Konsentrasi menurun

b. Data objektif:

1) Menangis

2) Mengingkari kehilangan

3) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain

4) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan

5) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas


3. Diagnosa keperawatan

Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl Pratice,

menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang berdasarkan pada pada

tipe kehilangan. NANDA 2011 diagnosa keperawatan yang berhibungan dengan asuhan

keperawatan kehilangan dan berduka adalah :

a. Duka cita

b. Duka cita terganggu

c. Risiko duka cita terganggu

4. Intervensi

Intervensi untuk klien yang berduka :

a. Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang adaptif.

b. Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.

c. Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu saat ini.

d. Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.

e. Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.

f. Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.

g. Gunakan komunikasi yang efektif.

1) Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka

2) Dorong penjelasan

3) Ungkapkan hasil observasi

4) Gunakan refleksi

5) Cari validasi persepsi

6) Berikan informasi

7) Nyatakan keraguan

8) Gunakan teknik menfokuskan


9) Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan hal yang tersirat

h. Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :

1) Kehadiran yang penuh perhatian

2) Menghormati proses berduka klien yang unik

3) Menghormati keyakinan personal klien

4) Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan, konsisten

5) Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang berhubungan dengan kehilangan

i. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan

1) Bina dan jalin hubungan saling percaya

2) Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan

pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya

3) Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka

4) Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka

5) Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien

6) Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga

7) Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy

8) Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :

a) Fase Pengingkaran

 Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.

 Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan memberikan

jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian.

b)Fase marah

 Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawan

dengan kemarahan.

c) Fase tawar menawar


 Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.

d)Fase depresi

 Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.

 Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.

e) Fase penerimaan

 Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari.

j. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan

1) Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak selama masa

berduka.

2) Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.

3) Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang diperhatikan oleh

orang lain.

4) Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.

k. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan (Kematian Anak)

1) Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.

2) Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.

3) Menyiapkan perangkat kenangan.

4) Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.

5) Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang

patologissertatempatmerekamintabantuanbiladiperlukan.

5. Evaluasi

a. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan

b. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan

c. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain

d. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat kehilangan
e. Klien mampu minum obat dengan cara yang benar

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data-data yang diperoleh, akhirnya dapat disimpulkan bahwa kehilangan

merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang bias terjadi pada orang-orang yang menghadapi

suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumnya ada menjadi tidak

ada).Kehilangan bias meliputi kehilangan objek eksternal, lingkungan yang dikenal, orang

terdekat, aspekdiri, dan kehilangan hidup.

Di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, diperlukan prinsip-prinsip

keperawatan yang sesuai, misalnya pada anak atau pada orang tua dengan respon kehilangan

(kematiananak).

Pengkajian yang dapat dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi factor predisposisi dan

factor presipitasi.

Dimana factor predisposisi meliputi :

1. Genetic

2. Kesehatan Jasmani

3. Kesehatan Mental

4. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu

5. Struktur Kepribadian
B. Saran

Setelah kami membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien

dengan respon kehilangandan berduka (Loss and Grief), maka kami menganggap perlu adanya

sumbang saran untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikansebagaiberikut:

1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien pada saat itu.

2. Dalam perumusan diagnose keperawatan, harus diprioritaskan sesuai dengan kebutuhan

maslow ataupun kegawatan dari masalah.

3. Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis maupun yang tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Budi, Anna Keliat. 2009. Model PraktikKeperawatanProfesionalJiwa. Jakarta : EGC

Iyus, Yosep. 2007. KeperawatanJiwa. RefikaAditama : Bandung

NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai