RS UNIVERSITAS AIRLANGGA
Disusun oleh
2015.A.06.0545
PALANGKARAYA
2016/2017
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan BBLR By.Ny. Y diruang IRJA Poli Obgyn Universitas Airlangga Surabaya
sebagai laporan pendahuluan praktik klinik kebidanan.
Disusun oleh :
DEVI FINGKY SAGITHA 2015.A.06.0545
Mengetahui
Kepala Ruangan
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………..
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………
1.2 Tujuan…………………………………………………………………………..
1.2.1 Tujuan umum……………………………………………………….
1.2.2 Tujuan khusus………………………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep BBLR…………………..……………………………………………….
2.1.1 Definisi…………………………………………………………………
2.1.2 Etiologi…………………………………………………….……………
2.1.3 Masalah yang bisa timbul pada BBLR…………………………………..
2.1.4 Gambaran Klinik Bayi Berat Lahir Rendah…………………………….
2.1.5 Pencegahan……………………………………………………………..
2.1.6 Penatalaksaan……………………………………………………………
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………...
2.2 Manajemen Asuhan Kebidanan dengan BBLR
2.2.1 Varney …………………………………………………………………..
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………………….
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………..
5.2 Saran………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15 % dari seluruh kelahiran
didunia dengan batasan 33%-38% dan lebih sering terjadi dinegara- Negara berkembang atau
sosial ekonomi rendah. Data statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan dinegara-
Negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan
berat lahir lebih dari 2500 gram (Risna, 2008).
Menurut perkiraan World Health Organisation (WHO), pada tahun 1995 hampir semua ( 98
% ) dari 5 juta kematian neonatal di Negara berkembang atau berpenghasilan rendah. Lebih dari
2/3 kematian adalah BBLR yaitu berat badan lahir kurang dari 2500 gram.
Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih merupakan yang tertinggi dibanding
Negara-negara ASEAN lainnya. Angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2008 berkisar 248
per 100.000 kelahiran hidup. Kita bisa membandingkan dengan Malaysia yang tercatat angka
kematian 41 bayi per 100.000 kelahiran hidup, Thailand sebanyak 44 lahir mati per 100.000
kelahiran hidup dan Philiphina 170 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain,
yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah Multicenter diperoleh angka BBLR dengan
rentan 2,1%-17,2%, Berdasarkan analisa nasional, Bayi prematur atau BBLR mempunyai
masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Berdasarkan estimasi dari Survei
Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI, 2007). Angka kejadian BBLR di Indonesia berkisar
9-30% bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. BBLR masih merupakan masalah di
seluruh dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir,
Sebanyak 25% bayi baru lahir dengan BBLR meninggal dan 50% meninggal saat bayi (Evariny,
2005).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan penatalaksanaan terahadap masalah yang mungkin terjadi pada bayi
dengan berat badan lahir rendah.
1.2.1 Tujuan Khusus
Dalam melaksanakan pembinaan terhadap BBLR, penulis diharapkan dapat menggunakan
manajemen kebidanan 7 langkah Varney yaitu:
a. Mampu melaksanakan pengkajian dan pengumpulan semua data untuk mengevaluasi
keadaan pasien
b. Mampu mengidentifikasi secara benar masalah atau diagnosa berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data tersebut.
c. Mampu mengidentifikasi diagnosa potensial yang akan terjadi.
d. Mampu mengidentifikasi perlunya tindakan segera baik secara mandiri, kolaborasi, atau
rujukan
e. Mampu merencanakan asuhan yang rasional sebagai dasar pengambilan keputusan
f. Mampu melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan aman.
g. Mampu mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan
h. Dapat mendokumentasikan asuhan pada BBLR dengan asuhan manajemen 7 langkah
varney.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor (dr. Arief ZR, dkk, 2009: 22-23), yaitu:
1. Faktor ibu:
a. Penyakit
Pre-eklampsia/ Eklampsia dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam
kandungan atau IUGR dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan karena Pre-eklampsia / Eklampsia
pada ibu akan menyebabkan perkapuran di daerah placenta, sedangkan bayi memperoleh
makanan dan oksigen dari placenta, dengan adanya perkapuran di daerah placenta, suplai
makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang (Ilyas, 1995).
b. Perdarahan asntepartum
Perdarahan ante partum dapat menyebabkan ibu kehilangan Fe dan O2 sehingga dapat
menyebabkan ibu menderita anemia, yang akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh
sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Fungsi darah adalah
membawa makanan dan oksigen ke janin. Jika suplai berkurang, akibatnya pertumbuhan organ
janin pun akan terhambat dan menyebabkan BBLR. (Winkjosastro, 2006)
d. Diabetes mellitus
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa
berbagai tingkat yang diketahui pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita
perlu mendapat insulin atau tidak. Pada kehamilan trimester pertama kadar glukosa akan turun
antara 55-65% dan hal ini merupakan respon terhadap transportasi glukosa dari ibu ke janin.
Sebagian besar DMG asimtomatis sehingga diagnosis ditentukan secara kebetulan pada saat
pemeriksaan rutin.
2. Faktor janin
a. Hidramnion
Hidramnion atau kadang-kadang disebut juga polihidramnion adalah keadaan di mana
banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc. Gejala hidramnion terjadi semata-mata karena faktor
mekanik sebagai akibat penekanan uterus yang besar kepada organ-organ seputarnya.
Hidramnion harus dianggap sebagai kehamilan dengan risiko tinggi karena dapat membahayakan
ibu dan anak
b. Kehamilan ganda
Pertumbuhan janin kembar lebih sering mengalami gannguan dibandingkan janin tunggal
yang tampak pada ukuran sonografi dan berat lahir. Semakin banyak jumlah bayi semakin besar
derajat retardasi pertumbuhan (Klaus, 1998). Pengaruh kehamilan kembar pada janin dapat
menyebabkan berat badan anak yang lebih kecil dari rata-rata dan malpresentasi. Mortalitas
janin meningkat hingga 4 kali dari pada kehamilan tunggal. Hal ini disebabkan oleh
prematuritas, berat lahir rendah, malpresentasi dan anomali kongenital. Kehamilan kembar juga
berpengaru terhadap peregangan uteerusyang berlebihan yang mengakibatkan terjadinya partus
prematurus.(Oxorn, 2003)
Selain itu, kebutuhan ibu untuk pertumbuhan hamil kembar lebih besar sehingga terjadi
defisiensi nutrisi anemia ibu hamil yang dapat mengganggu pertumbuhan janin seperti BBLR.
(Manuaba, 1998)
c. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom pada janin bisa diturunkan dari salah satu orang tua yang membawa
kelainan kromosom, bisa juga terjadi secara spontan (dengan sendirinya) pada saat proses
reproduksi. Usia ibu pada saat hamil juga salah satu faktor penyebab kelainan kromosom. resiko
terjadinya kelainan kromosom pada janin adalah 4 kali lebih besar jika ibu berusia 35 tahun atau
lebih
d. Cacat bawaan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital,
umumnya akan dilahirkan sebagai Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi Berat Lahir Rendah dengan kelainan kongenital yang mempunyai berat kira-
kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
3. Faktor lingkungan
Konsumsi obat-obatan pada saat hamil: Peningkatan penggunaan obat-obatan (antara
11% dan 27% wanita hamil, bergantung pada lokasi geografi) telah mengakibatkan makin
tingginya insiden kelahiran premature, BBLR, defek kongenital, ketidakmampuan belajar, dan
gejala putus obat pada janin (Bobak, 2004). Konsumsi alkohol pada saat hamil: Penggunaan
alkohol selama masa hamil dikaitkan dengan keguguran (aborsi spontan), retardasi mental,
BBLR dan sindrom alkohol janin.
2.1.5. Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang
penting. Hal-hal yang dapat dilakukan :
a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun
kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama
faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk
pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
b. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda
tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat
menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik
c. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-
34 tahun)
d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan
pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap
pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil
<1500 34 – 36 33 – 35 33 – 34 32 – 33
1501-2000 33 – 34 33 32 – 34 32
2001-2500 33 32 – 34 32 32
> 2500 32 – 34 32 31 - 32 32
b. Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi
adalah sebagai berikut :
1). Berat lahir 1750 – 2500 gram
* Bayi Sehat
> Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah
merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila
perlu.
> Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui.
Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum:
> Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat
diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau
tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan
cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung
setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu).
> Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap
kali minum. Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba
untuk menyusui langsung.
2.2.1 Varney
1. Pengkajian
Dilakukan dengan mengumpulkan semua data baik data subyektif maupun data obyektif
disertai hari/tanggal dan jam pada saat dilakukan pengkajian, tanggal masuk rumah sakit, jam
masuk rumah sakit, nomor register.
a. Data Subyektif
1) Biodata
- Data Anak
Nama anak : Nama anak untuk mengenal, memanggil, dan menghindari terjadinya
kekeliruan. (Christina, 1993: 41)
Umur : Berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan
tindakan yang dilakukan seperti pemberian/ terapi obat.
(Modul Pelatihan Fungsional Bidan di Desa, Depkes RI: 10)
Jenis kelamin : Untuk mencocokkan identitas kelamin sesuai nama anak, serta
menghindari kekeliruan bila terjadi kesamaan nama anak dengan
pasien yang lain.
Anak ke : Untuk mengetahui paritas dari orang tua.
2) Pemeriksaan Fisik
> Inspeksi
- Kepala : Simetris, tidak ada benjolan abnormal, tidak ada caput sucsedaneum
maupun cephal hematum, rambut hitam menyebar merata.
- Wajah : Simetris, kebiruan, tidak oedema.
- Mata : Simetris, sklera tidak kuning, konjungtiva merah muda.
- Hidung : Simetris, tidak ada polip, ada pernafasan cuping hidung, terpasang
selang O2.
- Mulut : Simetris, agak kebiruan, tidak ada labioschisis, tidak ada
labiopalatoschisis.
- Telinga : Simetris, tidak ada serumen.
- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan pembesaran limphe.
- Dada : Simetris, terlihat refraksi dada, puting susu menonjol.
- Perut : Tali pusat masih basah dan terbungkus kasa betadin.
- Punggung : Simetris, tidak ada spina bifida.
- Ekstremitas
Atas : Simetris, tidak terdapat polydaktil maupun syndaktil, pergerakan
lemah, warna agak kebiruan, terlihat keringat dingin tangan kiri
terpasang infus dextrosa 10%.
Bawah : Simetris, tidak terdapat polydaktil maupun syndaktil, pergerakan
lemah, warna agak kebiruan, terlihat keringat.
- Integumen : Bersih, turgor cukup baik, pembuluh darah tampak dan kulit transparan.
- Genetalia : Bersih, testis belum turun ke skrotum, uretra berlubang.
- Anus : Bersih, tidak terdapat atresia ani dan tidak ada atresia rekti.
> Palpasi
- Kepala : Tidak teraba benjolan abnormal.
- Leher : Tidak terabapembesaran kelenjar tyroid, tidak teraba pembesaran
kelenjar limfe, dan tidak teraba pembesaran vena jugularis.
- Perut : Tidak teraba benjolan abnormal, tidak terdapat pembesaran hepar.
- Ekstremitas :
Atas : Tidak teraba adanya retensi air (tidak edema).
Bawah : Tidak teraba adanya retensi air (tidak edema).
- Integumen : Bersih, turgor cukup baik, pembuluh darah tampak dan kulit transparan.
> Auskultasi
- Dada : Terdengar detak jantung 140 x/menit, tidak ada wheezing, terdengar
bunyi ronchi.
> Perkusi
- Abdomen : kembung/ tidak
3) Pemeriksaan lain
> Reflek
- Rooting : positif
- Morro : positif
5. Intervensi
Dx : Bayi Ny.”.....” dengan berat badan lahir rendah ( BBLR)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan diharapkan berat badan lahir yang
sangat rendah dapat teratasi
Kriteria hasil : Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Apgar score : 8 - 10
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Pernafasan : Normal (40 - 60x/ menit)
Suhu : Normal (36,5oC - 37,5oC)
Nadi : Normal (100 – 160 x/ menit)
Berat badan : Normal ( 2500 – 4000 )
Panjang badan : Normal ( 48 – 52 cm )
Intervensi :
1. Jelaskan pada ibu tentang kondisi bayinya bahwa belum ada penambahan berat badan
R/ Ibu dan keluarga lebih kooperatif sehingga penanganan bayi baru lahir dengan imatur dan
berat badan rendah dapat diatasi.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada bayi
R/ Menghindari infeksi nosokomial
3. Observasi tanda- tanda vital bayi
R/ sebagai parameter untuk mengetahui apakah ada infeksi
4. Lakukan perawatan tali pusat dengan kassa steril sesudah mandi dan apabila kotor
R/ mencegah terjadinya infeksi pada tali pusat
5. Jaga suhu tubuh bayi untuk mencegah kehilangan panas pada tubuh bayi dengan
memberikan selimut hangat dan letakkan bayi pada incubator
R/Mengurangi terjadinya penguapan pada suhu tubuh untuk mengurangi terjadinya hipotermi
6. Lakukan pemantauan Intake dan Output
R/ Mengetahui adanya keseimbangan antara intake dan output
7. Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk menentukan rencana selanjutnya
R/Bayi mendapatkan terapi yang tepat
6. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
7. Evaluasi
Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keefektifan dan keberhasilan dari asuhan yang
telah diberikan dengan mengacu pada kriteria hasil.