Anda di halaman 1dari 7

I ARTIKEL I

"TEOLOGITUHAN MATln
(Tinjauan Tentang Eksistensi Tuhan dan
Otonomi Manusia dalam Perspektif Ateisme)

Rr.Siti Murtiningsih
Dosen Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada

Dunia modern tak lepas


dari tiga poros entitas kenyataan
yang menjadi ohjek penelahaan senus ilmu
filsafatsepanjang masa: alam, manusia dan Tuhan.
Pendekatan filsafat dengan ciri dan sifatnya yang kritis-
reflektif, selalumenlpertimbangkan ketiga segi itu dalam kerangka
pencapaian struktur dasar realitas yang komprehensif universal. Tapi,
dunia modern menyisakan problem yang rumitakibat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Problem ini menghendaki pemecahan
yang tidak lagi monolitik-seperti abad pertengahan, melainkan
harus dapat melahirkan banyak paradigma, filsafat, teologi,
dan pandangan hidup yang menzguzat keberadaan ketiga
entitas tersebut. Modernitas pun lantas menjadi sebuah
kesadaran baru, dengan visi rasionalitas,
menempatkan manusia menjadi sosok
yang sentral, subjek, pelaku dan
menjadi ukuran kebenaran.

Pengantar sana". Dalam sejarah kemanusiaan pe-


Semangat modernitas'dengan fondasi ngalaman akan kesadaran transendensi
ontologis kemerdekaan rasio dan ini telah mengalami evolusi yang panjang
otonomi manusia, telah menggugat pula dan kompleks, sehillgga pada titikmo-
pengalanlal1 eksistensial manusia akan dernitas, ia berkonh'tadiksi dengan
Yang-Transenden, suatu keberadaan otononli manusia yang bebas. Dati sini
yang mengatasi segala yang Ada, sesuatu dimulailah filsafat dan berbagai inter-
yang "supranatural n dan berada "di luar pl''etasi ilmiah yang akhirnya secara total
JURNAl fIL)AfAT. JUNI 1997 59
tidak membeti tempat pada Tuhan. Ktisis hadap dominasi pemikiran agama oleh
religiusitas pun menjadi warna dunia kekuasaan Ger~ja pada abad pertengah-
modern, dan Agama sebagai institusi di- an. Semangat Renaissance adalah
mana religiusitas mendapat formatnya semangat kebangIQtankembali kemanl-
yang lebih konkrit dan praktis, akhirnya puan manusia sebagai makhluk yang be-
berhadapan dengan krisis eksistensial bas tehadap segalakuasa dan tradisi.
seperti ini. Fokus pemikiran zaman Renaissance le-
Rasionalitas modem menggeser segala bih tertuju pada alam semesta, manusia,
sesuatu yang bersifat sakral, profetik, dan masyarakat dan sejarah. Ini merupakan
apa saja yang dianggap mitosdan taha- pembalikan pemikiran abad tengah yang
yul yang berkontradiksi dengan akal dan penuh denganide-ide abstrak di bawah
cara pikir ilmiah. Dengan demikian, ga- tudung religiusitas Gereja, dan menge-
gasan tentang Tuhan mengalami kritik sampingkan hal-hal yang konkrit
yang radikal karena dianggap tidak se- (Hadiwiyono, 1989;12).
suai lagi dengan zaman modern. Para Alam dan manusia menjadi o~iek
pemikir abad modern, kemudian men- pemikiran para filsuf zaman itu. Dengan
coba melnbeli penafsiran baru terhadap denukian, orang nlenemukan kesadaran
situasi seperti itu, bersama dengan se- baru tentang dua hal, yaitu: duma dan
buah rumusan konstruk teologis tentang dilinya sendiri. Kesadarannya sebagai
kepercayaan ball1, dengan apa yang subjek, telah membawanya kepada peng-
disebut 'TIle Deaf!l of God 111cology" enalan akan subjek, pengetahuan dan ba-
(Teologi "Tuhan Mati n). tas-batasnya. Ia mengenali kemampuan-
Tulisan singkat ini bermaksud untuk nya yang otonom, dan merasa bebas dati
membelikan eksposisi terhadap gejala segala kuasa .dan tradisi.
ateisme. Sebuah galis sederhana ditalik Dengan demikian, Renaissance telah
untuk mencoba merumuskan persoalan meletakkan sebuah basis filsafat atas
tentang apa yng dimaksud dengan proses sekulal'isme secara objektif dan
"Teologi Tuban Mati" itu.Pertama akan su~lektif. Secara objektif, gerakan Renais-
dilihat latar belakang sosio-historis pe- sance telah membetikan visi balu yang
nyangkalan adanya Tuhan, kemudian 1Je- meletnahkan kekuasaan gereja atas
berapa pandangan ateisme modern akan pemikiran masa itu. Secara subjektif, ada.
disarikan secara· ringkas. Terakhir akan penlisahan dalanl prak'tik religius, di -
dilakukan ulasan terhadap fenomena mana rasio dianggap bidang yang ber-
ateisme, tentang "Teologi Tuhan Mati", beda dengan wahyu. Akal dianggap tidak
dengan panduan persoalan: apakah pe- memiliki otoritas atas wahyu. Maka,
nyangkalan itu pada tingkat ide tetltang proses pencarian kebenaran adalah de-
Tuhan, atau sikap itu secara tersembunyi ngan mengandalkan kekuatan potensi
menyiratkan sesuatu yang absolut dalam akal kemanusiaan yang bebas.
bentuk lain yang mendasari hidup Renaissance membawa kemajuan
manusia.. yang pesat dalam illTIU pengetahuan dan
teknologi, karena manusia ditantang ke-
Ateisme dan Bangkitnya Otonomi hidupannya yang bersandar pada
Manusia Sebagai Subjek pengetahuan. Berbagai penemuan ilnliah,
Ateisme merupakan suatu· fenonlena baik ilmu-ilmu alam dan juga ilmu sosial
kultural yang muneul nlenggelegar da- mewarnai zaman itu. Pemikiran Renais-
lam sejarah IJemikiran Barat pasca Re- sance nlencapai kedewasaannya pada
naissance. Berbagai perubahan funda- pemikiran-pemikirall abad ke-l 7, yang
mental mewarnai abad ke-16 dan men- didominasi oleh ali ran rasionalisme dan
jelang abad ke-17 itu, telah Inenjadi la- empilisrne.
han subur bagi sebuah revolusi pemikir- Abad ke-18 disebut sebagai zaman
an. filsafat, agama dan juga teologi. Re- Pencerahan (Allfklal7,ll7g), yang sangat
naIssance merupakan sebuah negasi ter- dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan
JURNAl FILS-AfAT. JUNI 1997 60
alamo Issac Newton (1642-1727) adalah nya secam semena-mena. Dalam wilayah
tokoh yang memberikan fundasi yang teologis, kecenderungan ini mencuat da-
kuat dalam fisika klasik. Hulmm-hukum lam gejala ateisme. Ateisme pada
fisika ini kemudian menjadi sangat awalnya hanya menggugat kekuasaan
dominan sehingga mel'embes pula unutk Tuhan atas diri manusia, namun ke-
diterapkan pada ilmu pengetahuan lain. cenderungan itu berkembang dan
Dari sudut teologi, gejala pencerahan di mena.lam men.ladi penolakan terhadap
Inggris telah memunculkan pandangan eksistensi Tuhan (Sudiardja, 1993;86).
Deisme. Pandangan teologis ini menga-
takan bahwa adanya Wujud Agung yang Penolakan Eksistensi Tuhan dalam
menciptakan alam semesta ini yakni Tu- "Teologi Tuban Mati"
han. Tetapi setelah alam ini diciptakan, Dalam argumentasi ateisme, peno-
Tuhan menyeI'ahkan alam kepada nasib- lakan terhadap Tuhan memiliki perbe-
nya sendiri. Menurut aliran ini, hal itu daan dalam hal peranan yang dimainkan
terjadi karena Tuhan telah memasukkan oleh agama. Dahulu agama diserang
hukum-hukum alam itu ke dalamnya karena disinilah eksistensi Tuhan diakui.
(Pardoyo, 1993;30). Kini agama diserang kal'ena agama beta-
Kecenderungan sekulalistik cukup papun termasuk bidang hidup manusia.
jelas tedihat pada pemikiran zaman Dengan demikian, soal Tuhan diselidiki
pencerahan. Pemikiran zaman Pencerah- dari sudut yang beriainan, yakni dali
an menganggap dirinya mendapat tugas sudut hidup manusia. Hidup yang men-
untuk meneliti secara kritis sesuai de- .ladi kriteria dalam problem Tuhan ini
ngan kaidah aka! terhadap segala sesuatu adalah hidup pribadi dan sosial manusia
yang ada, tennasuk bidang agama. Me- sebagai dasar hidup masyarakat dan ke-
numt pendapatnya, mel\iasi tugas filsafat budayaan (Huijbers, 1992;172).
untuk membebaskan manusia dari kuasa Naturalisme menolak eksistensi Tuhan
Gel'eja dan iman kepercayaan berdasar- dengan mengedepankan alam, sebagai
kan wahyu. sesuatu yang riel. Apa yang tak tennasuk
Pada pelmulaaan abad ke-19, tun- alam dianggap khayalan manusia saja.
tutan otonomi manusia atas dilinya dan Menurut naturalisme pada prinsipnya
bebas dati kel-uatan "supranatural", telah semua ob.lek, kejadian, mempakan data-
menempatkan ateisme menjadi agenda data alam yang dapat diperoleh kebe-
yang semakin jelas. Kemajuan ilmu narannya. Metode yang tepat untuk itu
pengetahuan dan teknologi telah mela- ialah dengan pengalaman dan
hirkan semangat baru otonomi dan inde- penyelidikan ilmiah. Hasil pengalaman
pendensi yang telah menggiring sejumlah dan penyelidikan ilmiah itu ialah kebe-
pendukungnya untuk membebaskan diri namn ilmiah. lni mempakan satu-
dari Tuhan. Ide tentang Tuhan yang telah satunya syarat yang ditentukan natural-
hidup dan berkembang berabad-abad isme demi tercapainya kebenaran.
dalam dunia Nasrani Barat sekarang A.laran-ajaran kuno tentang Tuhan
mengalami kehancuran dan digeser oleh terus-menerus dikutuk sebagai tidak ber-
Abad Akalbudi (Age of Keason). Hal ini manfaat dan tidak memadai. Sol'en Kier-
dibal'engi dengan reaksi terhadap pemu- kegard OSI3-55), filsuf Denmark, me-
.laan rasio (AmstrDng, 1993;346). negaskan bahwa kredo dan ajaran kuno
Abad peltengahan temyata mewarisi telah menjadi berhala, berakhir dalam
trauma kel-uasaan, sehingga kel-uasaan diri mereka sendiri dan menggantikan
dan kel"Uatan, apapun bentuknya, men- realitas Tuhan yang tak dapat dilukiska
.ladi problematis dalam dunia pencerahan (Armstrong, 1993;354).
yang dibingkai oleh humanisme. Ludwig Andreas Feuerbach (1S04-
Manusia berkencederungan tak ingin 1872) dalam Essence of Christianity
dil-uasai, dan akan menggugat setiap menegaskan bahwa Tuhan hanyalah
kel-uasaan yang ditimpakan kepada diri- merupakan proyeksi manusia. Gagasan
JURNAL fll)AfAT. JUNI 1997 61
tentan~ Tuhan telah mengalienasi berada dalam kontradiksi yang tems
manUSla dati kodratnya, dengan mem- menerus, yang keadaannya melompat
posisikan suatu entitas kesempumaan dari suatu keadaan ke keadaan lain yang
yang mustahil dengan tulitas kelemahan berlawanan. Perubahan kondisi itu ter-
manusia senditi. Jadi, Tuhan adalah tidak jadi dalam jalur yang dialektis, dati suatu
terbatas, manusia terbatas; Tuhan maha keadaan yang berlawanan menghasilkan
perkasa, manusia lemah; Tuhan Kudus, suatu sintesa yang lebih tinggi, sampai
manusia berdosa. Dengan berbuat kemudian sintesa itu larut dan mengha-
demikian manusia telah "mengasingkan" silkan tingkat yang lebih tinggi lagi,
ditinya, "la telah mengakui Tuhan dalam tanpa pemah dapat menemukan keseim-
apa yang diingkali dalam ditinya". Da- bangan yang definitif. Singkatnya, pe-
lam kata lain, ide tentang Tuhan telah rub£han-perubahan kuantitatif itulah
semakin dieksternalisasikan sehingga yang kemudian menghasilkan sesuatu
memberikan konsepsi yang negatif ten- kemajuan yang lebih kualitatif. Hidup,
tang kodrat manusia. misalnya, dalam pandangan ini mem-
Gagasan tentang Tuhan yang pakan kegiatan fisiko-kimia saja.
demikian bagi Feuerbach adalah suatu Kesadaran mempakan sebuah gejala su-
kekeliman. Manusia mesti bangun dati prastmktur yang dibangkitkan secara de-
mimpinya. Untuk menjadi manusia yang terminis oleh infrastmktur-infrastmktur.
sejati, maka manusia hams menghancur- Walaupun suprastmktur mempunyai
kan alienasi itu dengan mengingkati Tu- otonomi, namun dalam banyak hal ia le-
han sebagai negasi kodrat manusia. Pe- bih dipengamhi oleh kondisi -kondisi
nyangkalan itu berarti penghapusan ilusi matelial (infrastmktur).
dan pengasingan sebagai hasil proyeksi Matetialisme hiStOlis mempakan se-
cita-cita manusia. Dengan demikian, buah paradigma pengetahuan untuk
masalah eksistensi dan non-eksistensi melihat bagaimana sejarah selumh ba-
Tuhan adalah jush'U masalah eksistensi ngunan suprashllhur itu dikondisikan
dan non-eksistensi manusia (Armstrong, dan ditentukan langsung oleh aktivitas
1993;354, Leahy, 1992;89-90). Menumt paling matetial, yaitu fenomen-fenomen
pendukung materialisme yang lain, ekonomis. Bagi marxisme, manusia ada-
Marx, mengatakan bahwa jalan pikiran lah suatu hakekat yang menciptakan
Feuerbach terlalu bersifat teOlitis dan ditinya senditi lewat ket:ia (ak'tivitas pro-
abstrak. duksi) , maka setiap pembahan dalam
Karl Marx 0818-1883) memang tak "cara produksi" (alat dan teknolO$i), akan
pemah mendiskusikan secara khusus mengakibatkan pembahan langsung
tentang Agama, sehingga sia-sia dicati pada "hubungan produksi", yang secara
padanya suatu sanggahan mengenai radikal menjelaskan pembahan-
bukti-buk'ti eksistensi Tuhan. Kritik pembahan sosial, politik dan kultural.
marxis soal agama sebenamya menunjuk Dengan demikian, fenomen agama
apa yang sebenamya secara konkret pun mempakan pantulan dati pembahan
menjadi sayarat-syarat timbulnya ga- ekonomis. Paham Katolik tetikat pada
gasan Tuhan, sem akibat-akibatnya yang stmktur-shllktul' masyarakat zaman
memgikan. Hal ini disebabkan feodal, dan refonnasi Protestan muncul
pendekatan marxisme tentang gagasan dalam kaitan stmktur masyarakat zaman
Tuhan yang berbasiskan pada ontolO$i kapitalis. Dan timbulnya monoteisme
materialisme dialek'tik, dan matetialisme dengan sendirinya secara spontan diha-
historis sebagai basis epistemologinya. silkan oleh persatuan dunia Romawi,
. Dal~m pandangan matetialisme yang pada gilirannya mempakan hasil
dlalekttk, stmktur fundamental ke- permainan kekuatan produksi. Memang .
nyataan ~alah materi yang tems benar, gagasan tentang Tuhan sebagai
~rgerak aklbat kontradiksi yang teljadi sikap religius, tetap muncul dalam ben-
dl dalamnya. Pada hakekatnya mateti tangan sejarah tersebut. Tetapi resistensi
religius tersebut mencerminkan resis-
JURNAl fll)AfAT. JUNI 1997 62
tensi suatu situasi ekonontis, dinlana realitas-realitas kontingen saja, dan bu-
manusia tidak dapat menjadi manusia kan lagi pada Yang-Mutlak. Pandangan
sepenuhnya, suatu situasi keterasingan. Tuhan memusnahkan· eksistensi otensik
Gagasan tentang Tuhan merupakan suatu saya. Maka mustahil Tuhan dall saya
pl'oyeksi mitis dari pengasingan funda- sekaligus ada. Eksistensi manusia hanya
mental ini.. Gagasan itu, selain dapat dibangun di atas kematian Tuhan..
mewujudkan kesengsaraan kelas yang Atau Tuhanlah sumber segala sesuatu,
tertindas juga merupakan alat kelas yang dan lalu saya sebuah alat di tangan-Nya.
berkuasa untuk melangsungkan Atau saya sungguh-sungguh bebas, de-
domi nasi nya.. ngan konsekuensi bahwa Tuhanbukan
Alienasi mencapai titik puncaknya da- sUlnber segala sesuatu; jadi Tuhan tidak
lam kOlldisi proletariat sebagai hasH ada, karena itu kebebasan beraIii; ke-
sistem kapitalis, dimana proletariatlah daulatan totaL
kekuatan sejarah yang akan menghan- Bagi para eksistensialis ateis, ide Tu-
curkannya dan tampil sebagai manusia han dikatakan bersifat kontradiksi, sebab
balu. Kapitalisme yang akan 11lntuh ia mengandung dua aspek yang saling
akibat kontradiksi internal, akan mela- bettentangan, yakni "Being-il1-itselr~ en-
hirkan nlasyal"akat "tanpa kelas", dimana soi (berada-dalam-dili) dan "Beil1g-for-
semua peltentangan telah dihapus, dan itself'; ]X'ur-soi (berada-untuk -dili). Jean
manusia dapat merealisasikan ditinya Paul Saltre (1905-1980), adalah wakil
sesuai kodl"atnya.. Dengan demikian, dali pandangan ini. Salire mendefinisi-
manusia menemukan dirinya kembali kan alam semesta sebagai "being-in-it-
dalam kepuasan total, dan manusia tak self'; yang dianggap abadi dan tanpa alii
akan berpikir lagi untuk mencali ban- maupun pengukuhan. "Being-ill-itself'
tuan dari sebuah penghibur khayalan.. tidaklah diciptakan, tanpa maksud dan
Marxisme merupakan bentuk sem- selama-Iamallya tanpa diharapkan.
purna dali humanisme ateis. Tuban dito- "Being-ill-..itsell tidaklah diciptaka.n oleh
lak karena Dia mencerminkan suatu Tuhan, dan juga tidak merupakan penye-
keadaan manusia teltentu yang bukan bab dilinya sendili; being-jn-jt~lftidak­
saja hendak dipahami oleh marxislne lah pasif ataupun aktif. Beillg-ill-itself
tetapi juga ingin diberantasnya. Dalam adalah "suatu imanesi yang tak dapat
salah satu karya Marx (Manuskrip mewujudkan dirinya sendili, suatu J?e-
1844), dia memaparkan secara filosofis ngukuhan yang tak dapat mengukuhkan
pe rihal ateisme dan pembenarannya; ia dirinya sendili, suatu tindakan yang tak
tnemperlawankan gagasan kemanusiaan dapat bertindak". Kita sanla sekali tak
sebagai plinsip (kausa) sendiri dengan tahu tentallg "being-ill-itself'~ Dalanl
gagasan Tuhan Sang Pencipta.. Menurut- kegelapannya yang tenang being-in-itself
nya mengakui kondisi sebagai makhluk tidak mempunyai sisi luar, tidak 111em-
ciptaa.n atau ketergantungannya ter- punyai sisi bawah, tidak mempunyai
hadap sang p[encipta adalah sifat khas hubungan dengan segala sesuatu; being-
orang yang dialienasikan. Sebaliknya in-itself adalah penuh, padat, masif.
manusia marxis adalah manusia yang Seandainya saja in-itself ada, sarna
telah nlengerti bahwa ia mempel"C'leh sekali tidak akan ada masalah, semata-
eksistensinya dali dilinya sendiri (Leahy, Illata karena tidak ada seorang pun yang
1992;93-102). akan mengajukan pertanyaan-pelia-
Seluluh aliran filsafat ateis berangkat nyaan. Tetapi--kita tak tahu kapall, atau
dari sebuah pl'emis bahwa manusia tidak bagaimana, atau mengapa--realitas
punya kevJajiban apapun, terhadap sia- manusia memulai duma in-itself yang
papun lain daripada dirinya sendiri.. Se- kabUl". Sartre menyebut realitas manusia
andainya Tuhan ada, maka mmanusia dengan "for-jtself'~ ''For-itself'' didefinisi-
kehilangan martabat manusiawinya. kan sebagai kemerdekaan dan kejelasan
Manusia akan nlencoba sekuat tenaga yang absolut, dan karena itu menjadi la-
untuk menyangkal segala macam tran- wan dal; "ill-itself'~ Karena hanya in-it-
sendensi dan tetap berpegangan pacta self yang ada, realitas manusia adalah
JURNAL FIL)AFAT. JUNI 1997 63
tidak ada; realitas manusia mempakan han bukanlah suatu kebohongan namun
eksistensi murni. Bila kita hams menye- suatu bagian dali ketidaksadaran yang
but non-Ixing sebagai nothingness, maka perlu dijelaskan oleh psikologi. Satu Tu-
l'ealitas manusia juga mempakan no- han Ptibadi tidak lain kecuali figur Ayah
thingness (Lepp, 1985;139-140). yang dimuliakan. Kebutuhan akan satu
"Berada-untuk-diri" (pour-soi) berla- Tuhan seperti itu muncul dati hasrat
wanan dengan "berada-dalam-diri" (en- kekanak-kanakan akan figur Ayah yang
soi). Yang terakhil' bel'sifat kabul', gelap, pel'kasa dan melindungi, demi keadilan
sedangkan yang pertama bersifat jernih. dan berlangsungnya kehidupan untuk
Kesadaran hanya akan diperoleh melalui setemsnya. Tuhan hanyalah proyeksi dati
objektivasi, membelah diriku menjadi kebutuhan ini, yang ditakuti dan dipuja
dua. Pemisahan tel'sebut menghasilkan oleh manusia karena rasa ketidak-ber-
kel'etakan, yang dalam l'etak itu terjadi- dayaannya yang abadi. Agama menjadi
lah ketiadaan. Sebab, antara "berada- milik masa kanak-kanak ras manusia; ia
untuk-diti" (pour-soi) dan "berada-da- termasuk satu tahap yang diperlukan da-
lam-dil'i" (en-soi)~ hanya mungkin ada lam transisi dati masa kanak-kanak
ketiadaan, sebab tiada hal lain selain menuju kedewasaan. Ia mengajal'kan
"berada-dalam-diri" dan "berada-untuk- nilai-nilai etik yang sangat penting bagi
diri". masyarakat. Kini manusia telah mencapai
Menumt Sal'tl'e manusia hamslah in- usia dewasa, maka ia harus ditinggalkan.
dependen terhadap kekuatan dari luar Ilmu, suatu logos bam, dapat mengganti-
dirinya. Adalah sekunder apakah Tuhan kan Tuhan. Ia dapat membetikan dasar
ada atau tidak. Bahkan seandainya Dia bam bagi moralitas dan membantu kita
ada, maka martabat manusia akan untuk menghadapi ketak.-utan kita. Freud
menuntut untuk mengingkarinya. Dalam menunjukkan empati yang kuat terhadap
drama The flies, Sarh-e mengungkapkan keyakinannya akan ilmu, sehingga ham-
pandangan ini melalui tokoh Oreste, pir-hampir bersifat l-eligius dalam inten-
"Segel'a setelah engkau menciptakan aku, sitasnya (Armstrong, 1993;357).
aku bukannya milikmu lagi" (Leahy,
1992;81). Analisis Terhadap Pandangan "Teologi
Saltl-e mempeltanggungiawabkan TuhanMati"
pendiriannya dengan membentangkan Dalam bingkai otonomi manusia seba-
eksistensi manusia sebagai kebebasan gai subjek yang sadar, maka masaJah
mutlak. Dalam segala yang ada terdapat ketuhanan selayaknya dipandang dari
dua bentuk: bentuk benda yang selalu te- sudut manusia. Ada tiga hal yang secara
lah ditentukan isinya, dan bentuk eksistensial membuat hal itu muncul da-
manusia yang menentukan isinya sendiri. lam pribadi manusia. Pertama, kesadaran
Jika manusia adalah "yang menentukan eksistensial manusia dipengaruhi oleh
isinya sendiri", maka tidak ada tempat sifat-sifat teltentu. Dalam hal ketuhanan,
untuk kebenaran dan nilai-nilai hidup hal yang paling signifikan secara filosofis
yang tetap. Nilai-nilai hidup dipilih oleh adalah bahwa ia (manusia) bereksistensi,
manusia sendili sebagai faktor-faktor dan ini adalah sebuah fat'ia. Kedua, de-
perkembangannya sebagai pribadi. De- ngan kesadaran pula manusia mampu
ngan demikian, tidak mungkin terdapat mempeltanyakan eksistensinya, hal ini
suatu Tuhan, sebab Tuhan itu diartikan disebabkan kemampuannya melakukan
sebagai sumber segala nilai. Maka tinggal suatu transendensi. Ia sadar bahwa eksis-
pilihan yang fundamental: atau Tuhan, tensinya adalah sebuah fak.1isitas, dan
atau manusia. Manusia yang ingin hidup dengan kesadaran itu pula ia mampu
sebagai manusia tidak menerima saingan. melihat sesuatu yang mengatasi kehadir-
Ia memilih manusia (Huiibers, annya, melampaui mang-waktu dalam
1992;208). . konteks kesadarannya. Ketiga, melalui
Sigmund Freud 0856-1939) meman- eksistensinya, ia membangun kontak de-
~an$ kepercayaan kepada Tuhan sebagai ngan dunia, manusia menolak untuk
tIUSl hamslah disisihkan. Ide tentang Tu- merasa cukup dengan pengalaman lang-
JURNPl. FIL)AfAT. JUNI 1997 64
sung yang ia dapat dari realitas, jika ter- taan dapat diterima. Bahkan agama,
dapat ketidakserasian dari apa yang menurut marxisme, seringkali dipakai
nlenjadi tuntutan akal dengan pengalam- oleh penguasa penindas sebagai alaf
an langsung. Maka ada kebutuhan untuk politik untuk menjaga keteltiban sosial
dapat mengelti tentang dunia yang dali sistem masyarakat yangpincang.
dialami dihayatinya, dan kemudian Namun marxisme J>el"caya
menh"ansendensikannya untuk meneal; kepada sejarah yang bergerak ke arah
sebuah dunia-di-seberang-sana, yang di- yang lebih baik. Ia percaya akan da-
harapkan dapat membelikan jawaban tangnya tfmasyarakat tallpa kelas", suatu
fJertanyaan akal tentanz dunia yang sikap messianistik yang juga punya mua-
dialami saat ini. tan transenden. Marxisme inerupakan
Dengan demikian, penolakan ter- sebuah ateisme yang dibangun secara
hadap eksistensi Tuhan haruslah dilihat sistematik. Ia mentransendensikan
dari optik makna Tuhan yang dirasakan manusia sebagai makhluk sosial-ekonomi
dalam konteks otonomi manusia yang semata, yang mengalami keterasingan
bebas. "Tuhan mati" melupakan sebuah dan penindasan akibat sh1Jktur ekonomi
keputusan teologis, dalam alti ia bukan yang timpang.
hanya menyangkal adanya Tuhan, tapi Dengan demikian, ada relativisme teo-
juga sekaligus mengalanli "tiadanya Tu- logis tentang pel10lakan Tuban dati
han" seperti apa yang diwalisi oleh iman ateisme. Relativisme teologis ini ber-
keJJercayaan ortodoks. ma.kna padamuatan transendensi dati
Namun demikian, secara dialektis ne- sebuah sikapateistik, namun terkadang
gasi terhadap eksistensi Tuhan adalah dibalik itu semua ditemukan sebuah re-
sekaligus afirmasi terhadapeksistensi ligiusitas dalam bentuk yang lain,--
manusia. Dalanl kata lain, otonomi komitmen kepada hidup manusia agar
nlanusia menggeser eksistensi Tuhan, di- lebih baik dan bermakna-- jika saja re-
mana konsekuensinya manusia menolak ligiusitas itu tak diartikan dalam bentuk
setiap upaya realitas di luar ditinya yang formalitas agama.
rnerampas kemampuannya dalam men-
cipta. Manusia kemudian menjadi sum-
bel" segala nilai dan moral, dimana dalam DAITAR PUSTAKA
kepercayaan ortodoks ia bersumber dari Armstrong, Karen, 1993, A History t1{
Tuhan yang digambarkan oleh Kitab God; 111e 400(J- }'eal'" Quest of,.!u-
Suci. Dari sudut ini, ateisme 11lembangun daisJl1, Cl1ristiaJ1ity l1Jld /slal11, Al-
sebuah humanitas yang kental. fred A. Knopf, New York
Dalam jalur pemikiran di atas, maka Sudiardja, A., ~J., 1993, "Kerajaan Allah
yang ditolak oleh para ateis adalah Tu- dan God Is Dead Theology",dalam
han yang merampas, dan melemahkan majalah Rolllllli (Maret 1993), Ya-
manusia. Karena ateislne menolak Tuhan, yasan BP Basis, )?ogyakatta
maka konsekuensinya adalah nlemba- Harun Hadiwiyollo, 1989, Sari ,Sejara}1
ngun kekuatan dan kemampuan manusia Fi1safat Baral 2, Kanisius,
lepas dali Tuhan. Jika dernikian, apakah ~fogyakarta
yang disangkal dari Tuha!1 oleh ateisme? Huijbers, Theo, 1992, Mencari AllaJl,
Jawabannya barangkali bukan TUMIl Pengantar ke da1anl Pilsafa! Ketu-
sebagai sesuatu yang transenden. Tetapi JIll/lan, KaIusius, Vogyakarta
t1
Tuhan yang mengalami ffmistifikasi oleh Leahy, Louis, ~.l., 1992, Ma.salaJl Ketul13-
agama, sehingga ia tampil dalam wajah l1an Delvasa fI1i, Kanisius,
yang lain dari apa yang diharapkan. Yogyakarta
Kritik Marxisme terhadap agama dan Lepp, .Ignace, 1985, AteisllIe Den,rasa Ini,
Tuhan sangat jelas, dimana marxism~ Shalahuddin Press, Yogyakarta
Inelihat agama sebagai keluhan da.11 Pardoyo, 1993, Se~tJla17Sa.sj dalanl Po-
makhluk yang teltindas, karena itu ia JCll1ik, Grafiti, Jakarta
melemahkan dan meniadi candu, karena
agalnamembuat hiburan agar pendeli-
JURNAL FILS-AFAT. JUNI 1997 65

Anda mungkin juga menyukai