Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

STRUMA

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2014

BAB 1
PENDAHULUAN
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa
gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak
struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. 3
Epidemiologi struma endemik sering ditemukan di daerah pegunungan
seperti pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah pegunungan
lainnya. Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanita
dibanding pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita, sedangkan
pria 1-5 dari 1.000 pria.1
Pada referat ini akan dijelaskan mengenai struma dari definisi, jenis, cara
penegakan diagnosis, tatalaksana hingga komplikasi akibat struma.

BAB 2

PEMBAHASAN

1
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak di belakang muskulus sternotiroideus dan muskulus


sternohyoideus setinggi vertebra cervicalis V sampai vertebra torakal I. Kedua
lobus berada di sebelah lateral bagian atas trakea di sebelah bawah laring.
Kelenjar ini terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang terletak anterolateral
terhadap trakhea. Kedua lobus dihubungkan oleh isthmus yang biasanya terletak
di depan cartilagines tracheales II-III. Kelenjar tiroid terbungkus dalam capsula
fibrosa yang tipis dan memancarkan sekat-sekat ke dalam jaringan kelenjar. Di
sebelah luar capsula fibrosa ini terdapat selubung longgar yang berasal dari fascia
pretrachealis fasciae cervicalis profunda. Kelenjar tiroid melekat pada kartilago
krikoidea dan cartilagenes tracheales atas dengan perantaraan jaringan ikat padat.
Kelenjar ini memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang
masing-masing berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal
1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid memiliki vascular yang tinggi
dan terlihat lebih merah dari jaringan sekitarnya. 1,3
Kelenjar tiroid terletak di antara fascia colli media dan fascia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh
darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis,
dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran. Kapsul
fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fascia pretrakea sehingga pada setiap
gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar ke arah kranial.4

2
Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid1

Gambar 2 Letak Kelenjar Tiroid

3
Gambar 3 Histologi Kelenjar Tiroid1

Kelenjar tiroid terdiri dari banyak sekali folikel yang tertutup (diameternya
antara 100-300 mikrometer), yang dipenuhi dengan bahan sekretorik yang disebut
koloid dan dibatasi oleh selapis sel epitel kuboid yang mengeluarkan hormonnya
ke bagian folikel itu. Pusatnya, atau lumen, masing-masing folikel tiroid berisi
glikoprotein yang disebut tiroglobulin, yang berikatan dengan hormon tiroid.
Karena tiroglobulin folikel menyimpan sejumlah besar hormone tiroid. Begitu
hormone yang disekresikan sudah masuk ke dalam folikel, hormone itu harus
diabsorpsi kembali melalui epitel folikel ke dalam darah, sebelum dapat berfungsi
ke dalam tubuh. Setiap menitnya jumlah aliran darah di dalam kelenjar tiroid kira-
kira lima kali lebih besar daripada berat kelenjar tiroid itu sendiri.1,3,5
Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium
di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon
tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid
stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.
Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari
makanan dan minuman yang mengandung yodium.3

4
Gambar 3 Biosintesis Hormon Tiroid3

Secara umum tahapan sintesis T3 dan T4 adalah:1


1. Transport iodida ke dalam sel (Trapping iodida)
2. Oksidasi iodida dalam tiroglobulin
3. Iodinasi iodide (Coupling)
4. Proteolisis Tiroglobulin
5. Deiodinasi MIT dan DIT
6. Difusi T3 dan T4 ke sirkulasi (sekresi)

Di antara folikel-folikel, anyaman jaringan ikat longgar mengandung


sejumlah kapiler. Sel-sel parafolikular ditemukan antara folikel-folikel dan di
antara sel-sel yang menyusun dinding-dinding folikel. Kalsitonin disekresikan
dari sel-sel parafolikular dalam memegang peranan penting dalam menurunkan
konsentrasi kalsium dalam cairan tubuh ketika kadar kalsium meningkat.3
Hormon-hormon tiroid berpengaruh hampir di seluruh jaringan tubuh.
Metabolism terutama berpengaruh pada beberapa jaringan.

5
Gambar 4 Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid (T3 dan T4)

Tabel Efek Hiposekresi dan Hipersekresi Hormon Tiroid

6
2.2 Struma
2.2.1 Definisi
Struma atau goiter atau gondok adalah suatu pembesaran kelenjar tiroid
apapun sebabnya.3 Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti
tirotoksikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit
tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut
struma.2

2.2.2 Etiologi
Kelainan pada kelenjar tiroid dapat disebabkan berbagai faktor diantaranya: 2
1) Radang atau gangguan autoimun, contohnya pada penyakit Graves dan
penyakit hashimoto

2) Hiperplasia dan gangguan metabolik, contohnya pada struma koloid dan


struma endemik, dapat terjadi diakibatkan salah satunya karena defisiensi
yodium

3) Neoplasia, dapat berupa adenoma atau adenokarsinoma5

2.2.3 Klasifikasi
 Dari faalnya struma dibedakan menjadi :5

1. Eutiroid

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang


disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal
sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang
meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan
gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea.

2. Hipotiroid

7
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami
atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi
radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan,
sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan
lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan,
pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

3. Hipertiroid

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan


sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik
hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau
adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid,
sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran
kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih
suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung
berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

 Berdasarkan klinis dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi
menjadi :6
1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi:

a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus,


seperti yang ditemukan pada Grave’s disease.

8
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah
satu lobus, seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease.

Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk


anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain.
Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik).5

Struma diffusa toksik (tirotoksikosis) merupakan hipermetabolisme karena


jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic
goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara
hipertiroidisme lainnya.5

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap


selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif.5

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan


pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut
sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi
tetapi bukan mencegah pembentuknya. Apabila gejala-gejala hipertiroidisme
bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis
tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit
dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.5

2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis


pada tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi:

a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter

b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid

9
Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma
ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang
sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung
yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.5

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka


pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. 5

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya
endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan
seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan
yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai
Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %,
endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.5

2.2.4 Penegakkan Diagnosis Struma

Diagnosis disebut lengkap apabila di belakang struma dicantumkan


keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma. Dikenal beberapa morfologi
(konsistensi) berdasarkan gambaran mikroskopis yang diketahui dengan palpasi
atau auskultasi.7

Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa benjolan
di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau

10
hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus
digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai
dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu
baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer
tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk
mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika
pasien datang dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari
tiroid, harus digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di
leher.2
Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami
hipertiroid atau bukan.7
Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak
Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi +2 Bruit diatas +2 -2
systole
Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -
Suka panas -5 Lid retraksi +2 -
Suka dingin +5 Lid lag +1 -
Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2
Nervous +2 Tangan panas +2 -2
Nafsu makan ↑ +3 Tangan basah +1 -1
Nafsu makan ↓ -3 Fine finger tremor +1 -
BB ↑ -3 Atrial fibrilasi +4 0
Jumlah: Nadi
< 10  tidak hipertiroid <80x/m - -3
10-20  kemungkinan hipertiroid 80-90x/m -
> 20  hipertiroid >90x/m +3

Pemeriksaan Fisik5
a. Inspeksi

11
 Pemeriksa berada di depan penderita yang berada pada posisi duduk
dengan kepala sedikit fleksi.
 Jika terdapat pembengkakan atau nodul:
 Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, ismus
 Ukuran: besar/ kecil, permukaan rata/ noduler
 Jumlah: uninodusa/ multinodusa
 bentuk: apakah difus atau berupa noduler lokal
 Gerakan: pasien diminta untuk menelan, apakah pembekakannya ikut
bergerak
 Pulsasi: bila Nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan

b. Palpasi
 Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di
belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan
pada tengkuk penderita.
 perluasan dan tepi
 gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat
diraba trakea dan kelenjarnya
 konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
 limfonodi dan jaringan sekitarnya
c. Auskultasi
Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan
adanya hipertiroid.

Pemeriksaan Penunjang5
a. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes
fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total
tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin
bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik
aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.5

12
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi
tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada
di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini
dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit
tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur
kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.5
b. Foto Roentgen Leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau
menyumbat trakea (jalan nafas).
c. Ultrasonografi
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak
di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan
adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher.
Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista,
adenoma, dan kemungkinan karsinoma.5
d. Sidikan (Scan) Tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama
technetium-99m dan yodium 125/ yodium 131 ke dalam pembuluh darah.
Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu
selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan
ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid.5
e. Biopsi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi
aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-
sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu
karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan
pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
intrepertasi oleh ahli sitologi.5

2.2.5 Tatalaksana

13
1. Konservatif/medikamentosa
Indikasi :2,6
 Usia tua
 Pasien sangat awal
 Rekurensi pasca bedah
 Pada persiapan operasi
 Struma residif
 Pada kehamilan, misalnya pada trimester ke-3
Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
Struma toksik :
 Obat –obat yang menekan produksi hormon tiroid:
o PTU 100-200 mg (propilthiouracil)
Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada
sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi
tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x100 mg/hari tiap 8 jam sampai
tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis
maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
o Methimazole dosis 1/10 dari dosis PTU
 Obat-obat yang menekan pengaruh “sympathetic over stimulation”
o Beta bloker: propanolol
o Sedativa/ minor tranquilizer
 Roborantia: multivitamin dengan mineral
 Diet TKTP
2. Radioterapi
Indikasi:
o Umur tua
o Menolak pembedahan
o Kondisi tidak dapat dilakukan pembedahan7
Menggunakan I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi
dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi adalah
diberikan pada pasien dengan resiko tinggi untuk operasi, untuk pasien dengan

14
hipotiroid rekuren dan hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi.
Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak. 2,6
3. Pembedahan
Indikasi operasi pada struma adalah : 2
1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

3. Struma dengan gangguan kompresi

4. Kosmetik

Kontraindikasi pada operasi struma : 2


Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
1. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain yang belum
terkontrol

2. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan
yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya
sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosisnya. Perlekatan pada trakea
ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi,
tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan
eksisi yang baik.

Komplikasi pembedahan tiroid :


a. Perdarahan dari A. Tiroidea superior

b. Dispneu

c. Paralisis N. Rekurens Laryngeus. Akibatnya otot-otot laring terjadi


kelemahan

d. Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita menjadi lebih


lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi, karena terjadi pemendekan

15
pita suara oleh karena relaksasi M. Krikotiroid. Kemungkinan nervus
terligasi saat operasi.2

16
17
BAB 3

KESIMPULAN

Struma atau goiter adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar


tiroid dapat disebabkan oleh inflamasi, gangguan autoimun, hyperplasia,
gangguan metabolic, serta neoplasma. Pembesaran kelenjar tiroid atau struma
diklasifikasikan berdasarkan efek fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang
terjadi. Struma dapat dibagi menjadi struma toksik dan non toksik serta difusa dan
nodosa. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan yang cermat meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Terapi struma yaitu
dengan konservatif atau medikamentosa, radioterapi, atau pembedahan,
tergantung hasil pemeriksaan struma yang dilakukan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Seeley et al. 2004. Anatomy and Physiology. McGraw-Hill: USA pp. 597-
638
2. Moore KL, Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. EGC: Jakarta. Hal:
430-432
3. Guyton & Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. Elsevier
Saunders: USA. Pp. 941-943
4. De Jong, Wim dan Sjamjuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2.
EGC: Jakarta. Hal: 683-690
5. Sari MI. 2007. Hormon Tiroid. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara
6. Sadler GP. Clark OH. van Heerden JA. Farley DR. 1999. Thyroid and
Parathyroid. In : Schwartz. SI, et al. 1999. Principles of Surgery. Vol 2.,
7th Ed., McGraw-Hill: Newyork.
7. Djokomuljanto R. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI: Jakarta

19

Anda mungkin juga menyukai