Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

PARONIKIA DAN ONIKOMIKOSIS YANG


DISEBABKAN OLEH TIGA SPESIES YANG
BERBEDA

Oleh :

Stefani Nurhadi

dr. IGAA Dwi Karmila, Sp.KK

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH


DENPASAR

2016

1
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………. 3

BAB II. KASUS …………………………………………. ………………… 4

BAB III. PEMBAHASAN............................................................................. 14

SIMPULAN………………………………………………………………… 23

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 24

2
BAB I

PENDAHULUAN

Paronikia adalah reaksi inflamasi yang melibatkan lipatan kulit disekitar


kuku jari. Paronikia dapat disebabkan oleh jamur (kandida) dan bakteri (S. aureus,
Streptococcuspyogenes, spesies Pseudomonas, spesies Proteus atau bakteri
anaerob lainnya).1Sedangkan onikomikosis adalah istilah umum untuk kelainan
lempeng kuku akibat infeksi jamur, baik oleh dermatofita, nondermatofita,
maupun ragi.2

Paronikia dan onikomikosis terutama mengenai orang yang sering kontak


dengan air dan trauma mekanis. Onikomikosis dari spesies kandida terutama
tampak pada pasien dengan kandidiasis mukokutan kronis atau sekunder pada
pasien yang pada awalnya menderita paronikia. Walaupun perbedaan antara
patogen primer dan sekunder pada kuku tidak begitu jelas, infeksi dermatofita
biasanya dianggap sebagai patogen primer. 3

Diperkirakan prevalensi onikomikosis sebesar 10-30% dari populasi


seluruh dunia.4Berdasarkan data gabungan beberapa universitas di Indonesia
insiden onikomikosis semakin meningkat dari 3,2% pada tahun 1997 menjadi
4,7% pada tahun 2003. Pada penelitian tersebut tahun 1997-1998 terdapat
onikomikosis yang disebabkan oleh kandida mencapai 50,1%, selanjutnya
dermatofita (26,2%), kapang (3,1%) dan infeksi campuran (1,8%), dengan sisanya
(18,7%) tidak teridentifikasi.5Prevalensi onikomikosis di RSUP Sanglah periode
April 2013 hingga Desember 2015 terdapat 36 kasus baru onikomikosis dimana
terbanyak disebabkan oleh Candida sp. dan diikuti oleh T. mentagrophytes.6

Berikut dilaporkan satu kasus paronikia dan onikomikosis yang


disebabkan oleh tiga spesies berbeda. Kasus ini dilaporkan untuk pemahaman
yang lebih baik terhadap kasus paronikia dan onikomikosis yang disebabkan oleh
lebih dari satu organisme dan penatalaksanaannya.

3
BAB II

KASUS

Laki-laki, usia 38 tahun, suku Bali, warga Negara Indonesia datang berobat ke
divisi mikologi poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Sanglah Denpasar pada tanggal 1 April 2016, dengan nomor rekam medis
16.00.85.60.

Pasien datang dengan keluhan utama luka bernanah pada daerah sekitar
kuku jari-jari kaki sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya kulit disekitar kuku bengkak,
berwarna kemerahan disertai rasa nyeri. Pasien sempat berobat ke pengobatan
alternatif diberikan rendaman air garam dan ke dokter diberikan kompres rivanol,
salep dan obat minum (lupa namanya) namun tidak membaik. Sebelumnya (2
minggu yang lalu) pasien datang ke divisi dermatologi umum poli kulit RSUP
Sanglah karena keluhan tersebut dan diberikan kompres luka dengan cairan infus
NaCl 0,9%, obat oles (mikonazol krim dioles 2x sehari) dan obat minum
(cefadroxil 2x500mg selama 7 hari) namun keluhan belum membaik. Saat ini
pasien membawa hasil pemeriksaan laboratorium darah, kultur bakteri dan jamur
dari dasar luka.

Pasien pernah mengalami keluhan serupa (setahun yang lalu), awalnya jari
ke-2 kaki kanan pasien mengalami trauma kemudian membengkak, merah dan
nyeri sempat membaik namun 2 minggu kemudian jari ke-2 kaki kanan pasien
menjadi nyeri, merah, bengkak, luka dan mengeluarkan nanah. Lalu pasien
berobat ke berbagai pengobatan alternatif dan tidak membaik. Lesi menjalar ke
jari-jari lainnya pada kaki kanan dan kiri, kuku ibu jari kaki kanan mulai kusam,
menjadi kuning kecoklatan, menebal, rapuh, permukaan kuku tidak rata dan
terlepas. Selanjutnya pasien berobat ke dokter diberikan obat minum (lupa
namanya) hasilnya jari kaki pasien sudah tidak merah, bengkak dan nyeri serta
luka menutup. Kuku jari ke-2 yang lepas telah tumbuh kembali, sedangkan kuku
jari ke-1 kaki kanan belum kembali seperti semula.

Riwayat penyakit dahulu, pasien menderita asma sejak kecil. Riwayat


bercak merah tebal di siku atau lutut disangkal. Riwayat menderita penyakit lain

4
seperti hipertensi, kencing manis, alergi obat dan makanan dan sakit kuning
disangkal. Pasien adalah seorang penjual janur di pasar yang biasa mengenakan
sandal dan seringkali menginjak genangan air di tanah. Tidak ada anggota
keluarganya yang menderita penyakit yang sama. Pasien tidak memelihara
binatang peliharaan di rumahnya. Pasien adalah seorang perokok sejak 20 tahun
yang lalu (±10-16 batang/hari). Tidak terdapat riwayat penurunan berat badan,
demam dan batuk lama.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos


mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 84x/menit, frekuensi
pernapasan 20x/menit, temperatur aksila 36,2°C. Tinggi badan 167 cm, berat
badan 69 kg, indeks massa tubuh 24,74 (normal). Pada status generalis didapatkan
kepala normosefali. Pada pemeriksaan mata tidak ada konjungtiva anemis dan
sklera ikterik. Pada pemeriksaan mulut dan mukosa didapatkan dalam batas
normal. Pada pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorokan tidak ditemukan
kelainan. Pemeriksaan thorak didapatkan suara jantung S1S2 tunggal reguler, tidak
ada murmur. Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi maupun wheezing.Pada
pemeriksaan abdomen terdengar suara bising usus normal, tidak ada distensi,
hepar dan lien tidak teraba. Pemeriksaan ekstremitas teraba hangat dan tidak
dijumpai edema. Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening baik di leher,
ketiak, ataupun lipatan paha.

Status dermatologi, lokasi pada regio falangs distal digiti I, II dan IV pedis
dekstra dan falangs distal digiti I pedis sinistra tampak ulkus multipel, batas tegas,
tepi tidak teratur, dinding landai dengan dasar pus dan krusta kuning kecoklatan,
bentuk geografika, ukuran 0,2x0,5x1 cm – 0,3x0,5x0,7 cm disekitarnya tampak
eritema, edema dan nyeri tekan (VAS 2). Pada bagian dorsum digiti I-V pedis
dekstra dan sinistra terdapat makula hiperpigmentasi batas tidak tegas, bentuk
geografika ukuran 1x2 cm – 2x3 cm. Seluruh lempeng kuku digiti I pedis dekstra
tampak tebal, kusam, kuning kecoklatan, permukaan kuku tidak rata, bentuk tidak
beraturan dan terdapat debris di bawah kuku. Pada kuku digiti II pedis dekstra
tampak onikolisis.

5
1

2
1

Gambar 1. Jari kaki kiri dan kanan. Gambar 2. Jari kaki kanan tampak depan.

Diagnosis banding adalah paronikia kandida, paronikia bakteri,


onikomikosis tipe distrofik total. Pemeriksaan pada kuku kaki dengan lampu
Wood’s tidak menunjukkan fluoresensi. Pemeriksaan mikroskopik langsung pada
kerokan kuku kaki yang kemudian diberi KOH 20% didapatkan elemen jamur
blastospora dan pseudohifa. Hasil pemeriksaan hapusan dari dasar luka dengan
pewarnaan Gram (16 Maret 2016) didapatkan bakteri batang Gram negatif 3+,
bakteri diplokokus Gram positif 1+, sel ragi 2+ dan leukosit 1-5/ lapangan
pandang besar. Dari kultur bakteri yang diambil pada dasar luka (16 Maret 2016)
terisolasi kuman Stenotrophomonas maltophilia, dan disarankan pemberian
antibiotik trimethoprim/sulfamethoxazole atau levofloksasin sebagai pilihan
terapi.

3 4
1 1

Gambar 3. PemeriksaanKOH tampak spora dan pseudohifa. Gambar 4. Hapusan pewarnaan Gram tampak
leukosit, blastospora dan pseudohifa.

6
5 6
1
1

7 8
1 1

Gambar 5. Hasil kultur jamur pada media SDA, koloni permukaan putih halus seperti jarum pentul (kiri) dan
koloni berwarna putih dengan permukaan seperti kapas (kanan). Gambar 6. Kultur tampak belakang.
Gambar 7. Mikroskopik koloni sebelah kiri: blastospora. Gambar 8. Mikroskopik koloni sebelah kanan: spora
dan hifa.

Kultur jamur dari dasar luka disekitar kuku (ditanam pada 16 Maret 2016)
pada media Saboraud’s Dextrose Agar (SDA) didapatkan pertumbuhan jamur.
Secara makroskopik dijumpai pertumbuhan koloni berwarna putih kekuningan,
berbentuk bulat sebesar jarum pentul pada hari ke-2 dan mikroskopis didapatkan
blastospora, hal ini sesuai dengan gambaran spesies kandida. Selain itu juga
didapatkan pertumbuhan koloni berwarna putih dengan permukaan seperti kapas
pada hari ke-7 dan secara mikroskopis berupa mikrospora berbentuk bulat tersebar
disekitar hifa yang sesuai dengan gambaran Trichophyton mentagrophytes.

Pemeriksaan darah lengkap tanggal 30Maret 2016 didapatkan eritrosit


5,49K/μL (4,8-6,10); hemoglobin 13,01g/dL (14-18); hematokrit 44,92% (42-52);
trombosit 285 K/uL (150-450); leukosit 8,02K/μL (4,1-11), neutrofil 2,75 K/μL
(2,5-7,5); limfosit 1,98 K/μL (1-4); monosit 0,56K/μL (0,1-0,5); eosinofil
0,56K/μL (0-0,5); basofil 0,217K/μL (0-0,1). Pemeriksaan kimia darah didapatkan
SGOT 20 IU/L (11,0-33,0); SGPT 22 IU/L (11-50), glukosa darah puasa 74mg/dL

7
(70-140), glukosa darah 2 jam post prandial 150 mg/dL (<200), BUN 8,1 mg/dl
(<50); kreatinin 1,03 mg/dl (0,7-1,2).

Diagnosis kerja pada pasien adalah ulkus digiti I, II, IV pedis dekstra,
digiti I pedis sinistra et causa paronikia kandida dan infeksi sekunder disertai
onikomikosis tipe distrofik total digiti I pedis dekstra. Tatalaksana yang diberikan
adalah trimethoprim sulfamethoksazol 2x960mg selama 5 hari, flukonazol 150mg
1kali/minggu (minggu pertama, dimulai tanggal 1 April 2016), natrium diklofenak
3x50 mg, kompres terbuka NaCl 0,9% 3x sehari selama 15 menit, mikonazol 2%
krim 2x sehari topikal pada kuku dan kulit disekitar kuku. Pada pasien kita
berikan KIE untuk minum obat secara teratur, menjaga kebersihan secara umum,
menghindari kaki terlalu basah dalam jangka waktu lama, menjaga kebersihan
diri, penjelasan kemungkinan terjadi efek samping obat.

PENGAMATAN LANJUTAN I

Pasien datang pada tanggal 5 April 2016, keluhan pada kuku masih tetap sama,
tetapi merah, bengkak dan nyeri berkurang dan luka sudah mulai mengecil dan
mengering. Kuku ibu jari kaki kanan masih kuning kecoklatan, tebal dan tidak
rata. Kuku jari ke-2 kaki kanan masih belum tumbuh. Penderita mengeluhkan
kuku ibu jari tangan kanan tampak kekuningan dimulai dari ujung kuku dan
meluas ke pangkal kuku. Awalnya sejak 4 hari yang lalu kulit disekitar kuku ibu
jari tangan kanan bengkak, berwarna kemerahan disertai rasa nyeri, kemudian
kuku mulai berubah warna. Riwayat trauma pada kuku jari tangan sebelumnya
tidak ada.

Riwayat jari tangan dan atau kaki pernah tampak pucat atau kebiruan
dalam kondisi suhu ruangan atau cuaca dingin disangkal. Penderita memiliki
riwayat merokok sejak 15 tahun yang lalu, dapat menghabiskan 1 bungkus rokok
per hari. Riwayat nyeri otot tungkai setelah berjalan lama, berlari maupun
berolahraga disangkal.

8
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita baik, status present
dan status general dalam batas normal. Status dermatologi pada digiti I manus
dekstra didapatkan kuku jari berwarna kekuningan pada bagian distal, tidak
terdapat penebalan, kuku tampak rata, terangkat, tidak terlihat debris subungual
pada ujung distal kuku. Kulit disekitar kuku tampak bengkak dan nyeri tekan.
Pemeriksaan profokasi dingin tidak ditemukan adanya sindrom Raynaud.

Pada lokasi pada regio falangs distal digiti I, II dan IV pedis dekstra dan
falangs distal digiti I pedis sinistra tampakulkus multipel, batas tegas, tepi tidak
teratur, dinding landai dengan dasar krusta kuning kecoklatan, bentuk geografika,
ukuran 0,2x0,3x0,7 cm – 0,2x0,3x0,5 cm disekitarnya sudah tidak tampak eritema
dan edema, tetapi masih didapatkan nyeri tekan (VAS 1).Pada bagian dorsum
digiti I-V pedis dekstra dan sinistra terdapat makula hiperpigmentasi batas tidak
tegas, bentuk geografika ukuran 1x2 cm – 2x3 cm. Lempeng kuku digiti I pedis
dekstra tampak tebal, kusam, kuning kecoklatan, permukaan kuku tidak rata,
bentuk tidak beraturan dan terdapat debris di bawah kuku. Kuku digiti II pedis
dekstra tampak onikolisis. Palpasi pulsasi arteri dorsalis pedis sulit dievaluasi.
Pada lokasi digiti I manus dekstra, didapatkan kuku tampak kekuningan pada
bagian tepi distal, debris subungual dan terangkat dari dasarnya. Daerah sekitar
kuku tampak oedema.

Diagnosis pada pasien adalah onikomikosis kandida dengan diagnosis


banding tinea unguium tipe subungual distal lateral digiti-I manus dekstra, follow
up ulkus digiti I, II, IV pedis dekstra, digiti I pedis sinistra et causa paronikia
kandida dan infeksi sekunder disertai onikomikosis tipe distrofik total digiti I
pedis dekstra dan suspek penyakit arteri perifer (Buerger disease).

9
10
9 1

11
1

12
1

Gambar 9. Kuku jari tangan kanan dan kiri. Gambar 10. Kuku ibu jari tangan kanan tampak kekuningan.
Gambar 11. Jari kaki kanan dan kiri. Gambar 12. Jari kaki kanan tampak depan.

Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung kerokan kuku jari tangan dengan


KOH 20% dijumpai adanya blastospora. Pada kultur dengan media SDA
didapatkan pertumbuhan jamur pada hari ke-2 (tanggal 7 April 2016) yaitu secara
makroskopis dijumpai koloni berwarna putih kekuningan, berbentuk bulat sebesar
jarum pentul dan mikroskopis didapatkan blastospora, hal ini sesuai dengan
gambaran spesies kandida. Pada pemeriksaan identifikasi serta resistensi jamur
menggunakan alat Vitek 2 didapatkan isolasi berupa Candida parapsilosis yang
sensitif terhadap flukonazol, voriconazol, carpofungin, micafungin, amfoterisin B
dan flusitosin. Pada pemeriksaan hapusan pewarnaan Gram dari dasar luka di
paronikia kaki didapatkan leukosit 10 per lapangan pandang, blastospora dan tidak
ada kuman.

10
13 14
1 1

16
15
1

Gambar 13. Hasil kultur jamur dari kuku tangan pada media SDA, koloni permukaan putih halus seperti
jarum pentul. Gambar 14. Kultur tampak belakang. Gambar 15. Pemeriksaan mikroskopik langsung kerokan
kuku tangan. Gambar 16. Mikroskopik koloni sebelah kiri: blastospora.

Diagnosis kerja adalah onikomikosis kandida digiti-I manus dekstra,


follow up ulkus digiti I, II, IV pedis dekstra, digiti I pedis sinistra et causa
paronikia kandida dan infeksi sekunder disertai onikomikosis tipe distrofik total
digiti I pedis dekstra dan suspek penyakit arteri perifer (Buerger disease).

Tatalaksana yang diberikan adalah konsul bagian bedah thoraks


kardiovaskuler dengan kecurigaan penyakit arteri perifer (Buerger disease),
flukonazol 150mg 1kali/minggu (minggu kedua, diminum tanggal 8 April 2016),
natrium diklofenak 3x50 mg, kompres terbuka NaCl 0,9% 3x sehari selama 15
menit serta KIE.

PENGAMATAN LANJUTAN II

Pada tanggal 19 April 2016, ibu jari tangan kanan dan jari kaki sudah tidak nyeri,
bengkak berkurang dan luka mengecil. Kuku ibu jari tangan kanan masih kuning.
Kuku ibu jari kaki kanan pasien masih kuning kecoklatan, tebal dan kusam.
Sedangkan jari kedua kaki kanan belum tampak pertumbuhan kuku yang baru.

11
Status dermatologi pada digiti I manus dekstra didapatkan kuku jari
berwarna kekuningan pada bagian distal, tidak terdapat penebalan, kuku tampak
rata, terangkat dari dasarnya. Kulit disekitar kuku tidak bengkak maupun nyeri
tekan. Pada regio falangs distal digiti I dan IV pedis dekstra dan falangs distal
digiti I pedis sinistra tampak erosi multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran
0,1x0,2 cm – 0,2x0,4 cm ditutupi krusta kuning kecoklatan. Pada falangs distal
jari II pedis dekstra terdapat ulkus multipel, batas tegas, tepi tidak teratur, dinding
landai dengan dasar krusta kekuningan, bentuk geografika, ukuran 0,1x0,2x0,6 cm
– 0,1x0,2x0,4 cm. Kulit disekitarnya sudah tidak tampak eritema dan edema,
tetapi masih didapatkan nyeri tekan (VAS 1). Pada bagian dorsum digiti I-V pedis
dekstra dan sinistra terdapat makula hiperpigmentasi batas tidak tegas, bentuk
geografika ukuran 1x2 cm – 2x3 cm. Lempeng kuku digiti I pedis dekstra tampak
tebal, kusam, kuning kecoklatan, permukaan kuku tidak rata, bentuk tidak
beraturan dan terdapat debris di bawah kuku. Kuku digiti II pedis dekstra tampak
onikolisis.

17
1

18
1

Gambar 17. Jari kaki kanan dan kiri. Gambar 18. Jari kaki kanan tampak depan

12
19
1

Gambar 19. Kuku ibu jari tangan kanan tampak kekuningan.

Pemeriksaan langsung pada kerokan kuku jari tangan dan kaki dengan
KOH 20% tidak ada spora dan hifa. Pemeriksaan hapusan pewarnaan Gram dari
dasar luka didapatkan leukosit 0-3 per lapangan pandang dan tidak ada kuman
maupun spora.

Diagnosis kerja adalah follow up onikomikosis kandida digiti-I manus


dekstra; ulkus digiti I, II, IV pedis dekstra, digiti I pedis sinistra et causa paronikia
kandida dan infeksi sekunder disertai onikomikosis tipe distrofik total digiti I
pedis dekstra dan suspek penyakit arteri perifer (Buerger disease).

Tatalaksana yang diberikan adalah flukonazol 150mg 1kali/minggu


(minggu keempat, diminum tanggal 22 April 2016), natrium diklofenak 3x50 mg
bila perlu, kompres terbuka NaCl 0,9% 3x sehari selama 15 menit, mikonazol 2%
krim 2x sehari topikal pada kuku dan kulit disekitar kuku serta KIE.

Hasil konsul dari bagian bedah thoraks kardiovaskuler, didapatkan nyeri


pada jari kaki kanan dan kiri, nyeri berkurang saat istirahat dan bertambah jika
berjalan. Dari pemeriksaan fisik, capillary refill time (CRT) kurang dari 2 detik,
pulsasi A. Dorsalis Pedis dan Tibialis Anterior teraba lemah. Hasil pemeriksaan
D-dimer 0,18 mcg/dL (<0,5). Diagnosis kerja adalah suspek Buerger disease
dengan diagnosis banding peripheral arterial disease (PAD) pada ekstremitas
inferior kanan dan kiri. Pasien direncanakan untuk pemeriksaan USG dopler dan
arteriografi. Sementara diberikan terapi beraprost 3x40 mcg, asetosal 1x8 mg,
dabigatran 2x75 mg dan rawat luka.

13
BAB III

PEMBAHASAN

Paronikia kandida ditandai dengan edema kemerahan dan nyeri di daerah


tepi kuku, disertai retraksi kutikula lipatan kuku proksimal. Inflamasi periungual
menyebabkan jari berbentuk bulbous atau drumstickappearance. Lesi menyerupai
paronikia bakteri dan bila ditekan kadang-kadang mengeluarkan eksudat atau pus.
Kelainan kuku sekunder sering pula ditemukan, misalnya onikolisis, lekukan
lempeng kuku transversal (Beau’slines), diskolorasi kecoklatan atau hijau pada
bagian lateral kuku. Paronikia dapat terjadi bersamaan dengan onikomikosis
kandida, tetapi dapat pula ditemukan paronikia tanpa onikia atau
sebaliknya.7Terdapat faktor predisposisi primer berupa pemisahan eponikium dari
lempeng kuku yang dapat disebabkan oleh trauma atau maserasi karena
kelembaban berlebih pada lipatan kuku akibat tangan yang sering basah. 1

Pada pasien didapatkan keluhan utama luka bernanah pada daerah sekitar
kuku jari-jari kaki sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya kulit disekitar kuku bengkak,
berwarna kemerahan disertai rasa nyeri. Penderita pernah mengalami trauma pada
satu kuku kakinya setahun yang lalu, kemudian mengalami keluhan yang serupa
dengan saat ini dan berobat ke dokter dan pengobatan alternatif dirasakan
membaik. Pasien adalah seorang penjual janur di pasar yang biasa mengenakan
sandal dan seringkali menginjak genangan air. Pada pemeriksaan didapatkan
kemerahan, bengkak dan nyeri tekan pada jari-jari kaki dan pada beberapa jari
didapatkan erosi dan ulkus multipel dengan dasar pus. Juga didapatkan kerusakan
lempeng kuku ibu jari pedis dekstra yang tampak tebal, kusam, kuning
kecoklatan, permukaan kuku tidak rata, bentuk tidak beraturan dan terdapat debris
di bawah kuku. Pada kuku digiti II pedis dekstra tampak onikolisis.

Penyebab paronikia dapat oleh karena bakteri maupun jamur. Infeksi oleh
S. aureus umumnya didahului trauma dan kelembaban berlebihan. Paronikia
bakteri cenderung akut, berupa kulit dan jaringan lunak lipatan kuku proksimal
dan lateral tampak merah, hangat pada perabaan dan nyeri tekan. Jika tidak

14
diterapi dapat terbentuk abses. Sedangkan paronikia yang kronis dan
rekurendisebabkan oleh kandida yang menginvasi ruang yang terbentuk akibat
terpisahnya lempeng kuku proksimal dorsal dan permukaan dibawah lipatan kuku
proksimal. Biasanya terjadi pada individu yang sering kontak dengan air dalam
waktu lama.8

Onikomikosis ditandai perubahan warna kuku, penebalan, distorsi bentuk


kuku, terangkat dari dasar kuku dan permukaan kuku ireguler. Terdapat beberapa
kondisi predisposisi onikomikosis termasuk usia lanjut, diabetes melitus, penyakit
vaskuler perifer, imunokompromais, obesitas dan merokok. 4Pada sebuah
pengamatan didapatkan prevalensi onikomikosis meningkat pada perokok (Risk
odd ratio [ROR] 1,9; P=0,02) dan individu dengan penyakit arteri perifer (ROR
4,8; P=0,02) dibandingkan dengan individu normal. 9Peningkatan prevalensi
onikomikosis pada perokok dan individu dengan penyakit arteri perifer
disebabkan karena gangguan perfusi yang rendah pada ekstremitas akan
menyebabkan berkurangnya oksigenasi, pertukaran metabolisme nutrisi dan zat
lainnya di kaki sehingga memicu perkembangan onikomikosis, menghambat
pertumbuhan kuku, menghambat pemberantasan infeksi dan mempermudah
reinfeksi.10

Pada kasus, pasien memiliki faktor predisposisi yaitu merokok selama 20


tahun yang dapat menghabiskan 10-16 batang rokok per hari. Dari gejala dan
tanda, yaitu nyeri disertai luka pada jari-jari kaki dan riwayat merokok, pasien
dicurigai menderita penyakit arteri perifer (Buerger disease) dan dikonsulkan ke
bagian Bedah Thoraks dan Kardiovaskuler.

Penyakit arteri perifer sering disebabkan oleh adanya sumbatan


atherosklerosis pada pembuluh darah ekstremitas bawah. Diantara faktor risiko
atherosklerosis lainnya (diabetes melitus, hipertensi, hiperlipidemia, genetik dan
obesitas), merokok termasuk faktor yang signifikan berhubungan dengan oklusi
pembuluh darah. Buerger disease atau trombo angiitis obliterans (TAO) adalah
penyakit radang akibat oklusi pembuluh darah (arteri dan vena kecil hingga
sedang) yang berkaitan erat dengan merokok dan sering membaik dengan
penghentian merokok. Penyakit ini jarang terjadi dan sering mengenai

15
ekstremitas. Penyakit Buerger sering mengenai laki-laki usia 20-40 tahun.
Manifestasi klinisnya termasuk iskemia, sensitifitas terhadap dingin atau
klaudikasio kaki, tungkai dan tangan. TAO ditandai dengan ulkus iskemik,
sianosis perifer (atau fenomena Raynaud), gangren atau tromboflebitis
superfisial.11

Temuan pada kulit serupa dengan penyakit arteri perifer. Sering


didapatkan ulserasi atau gangren pada jari-jari (kaki lebih parah dari tangan). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan berkurangnya pulsasi distal dan normalnya
pulsasi proksimal, ulkus sianosis atau gangren pada jari-jari. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan meliputi ankle brachial index (ABI), pulse volume
recording (PVR), serologi untuk menyingkirkan penyakit autoimun dan tes
koagulasi untuk mengeliminasi keadaan hiperkoagulasi serta
arteriografi.Tatalaksana utama adalah berhenti merokok; perawatan luka dan
analgesik. Bila tidak membaik dapat ditambahkan agen antiplatelet dan
vasodilator oral. Tindakan bedah meliputi by pass, angioplasti, simpatektomi dan
amputasi merupakan jalan terakhir.11

Pada kasus, hasil konsultasi dengan bagian bedah thoraks kardiovaskuler,


didapatkan nyeri pada jari kaki kanan dan kiri, nyeri berkurang saat istirahat dan
bertambah jika berjalan. Dari pemeriksaan fisik, capillary refill time (CRT)
kurang dari 2 detik, pulsasi A. Dorsalis Pedis dan Tibialis Anterior teraba lemah.
Hasil pemeriksaan D-dimer 0,18 mcg/dL (<0,5). Diagnosis kerja adalah suspek
Buerger disease dengan diagnosis banding peripheral arterial disease (PAD)
pada ekstremitas inferior kanan dan kiri. Pasien direncanakan untuk pemeriksaan
USG dopler dan arteriografi. Sementara diberikan terapi beraprost 3x40 mcg,
asetosal 1x8 mg, dabigatran 2x75 mg dan rawat luka.

Berdasar variasi gambaran klinis onikomikosis yang juga menandai rute


invasi jamur, dikenal 5 klasifikasi umum, sebagai berikut: (1) Onikomikosis
subungual distal dan lateral (OSDL), biasanya tampak sebagai bercak berwarna
putih atau kuning sampai coklat kehitaman pada tepi distal kuku sering dekat
dengan lipatan kuku di lateral. (2) Onikomikosis superfisial (OS), berupa invasi
jamur pada permukaan dorsal lempeng kuku yang tampak sebagai bercak putih

16
seperti kapur berbatas tegas dan sering jauh dari tepi bebas lempeng kuku. (3)
Onikomikosis subungual proksimal (OSP), bentuk yang sangat jarang terjadi,
umumnya pada pasien imunokompromais. Invasi jamur berawal dari lipatan kuku
proksimal dan melalui kutikula masuk ke kuku yang baru terbentuk, selanjutnya
bergerak ke arah distal. (4) Onikomikosis endoniks (OE), merupakan invasi jamur
langsung pada permukaan kuku sekaligus berpenetrasi ke lapisan dalam kuku;
ditandai pelepasan kuku secara lamelar. (5) Onikomikosis total distropik (OTD),
dapat sekunder sebagai keadaan lanjut dari keempat bentuk yang telah disebutkan,
terutama bentuk OSDL, sedangkan OTD primer dapat ditemukan pada kandidiasis
mukokutan kronik atau pada kondisi imunokompromais lain, dengan gambaran
klinis kuku menebal, kuning kecoklatan dan pembengkakan falangs distal. 2,12

Sedangkan gambaran klinis onikomikosis kandida dapat dibagi menjadi 3


kategori yaitu (1) paronikia kandida yang ditandai pembengkakan dan eritema
pada lipatan kuku proksimal dan lateral, setelah infeksi pada matriks kuku, depresi
transversal (beau lines) dapat muncul pada lempeng kuku yang kemudian menjadi
konveks, ireguler, kasar dan distrofik, (2) granuloma kandida, kandida langsung
menginvasi lempeng kuku sehingga terjadi penebalan lempeng kuku, paronikia
dan pada kasus lanjut terjadi pembengkakan lipat kuku proksimal dan lateral
membentuk gambaran pseudoclubbing atau chickendrumstick, (3) onikolisis
kandida, terjadi invasi pada kuku yang telah onikolisis, tampak hiperkeratosis
subungual dengan massa abu-abu kekunigan di bawahnya.13

Pada kasus, kuku kaki pasien mulai kusam, menjadi kuning kecoklatan,
menebal, rapuh, permukaan kuku tidak rata dan terlepas dari dasar sejak 1 tahun
yang lalu. Pada pengamatan lanjutan I, pasien juga mengeluhkan kuku ibu jari
tangan kanan tampak kekuningan dimulai dari ujung kuku dan meluas ke pangkal
kuku. Awalnya sejak 4 hari sebelumnya kulit disekitar kuku ibu jari tangan kanan
bengkak, berwarna kemerahan disertai rasa nyeri, kemudian kuku mulai berubah
warna. Pada bagian dasar kuku terdapat serpihan-serpihan sisik berwarna
putih.Pada pemeriksaan didapatkan kerusakan lempeng kuku ibu jari pedis dekstra
yang tampak tebal, kusam, kuning kecoklatan, permukaan kuku tidak rata, bentuk
tidak beraturan dan terdapat debris di bawah kuku. Pada kuku digiti II pedis

17
dekstra tampak onikolisis. Pada digiti I manus dekstra didapatkan kuku jari
berwarna kekuningan pada bagian distal, tidak terdapat penebalan, kuku tampak
rata, terangkat, debris subungual pada ujung distal kuku. Kulit disekitar kuku
tampak bengkak dan nyeri tekan. Sehingga pada kasus, pasien digolongkan
sebagai onikomikosis kandida tipe paronikia dan distrofik total pada ibu jari kaki
kanan dan onikomikosis distal lateral subungual pada ibu jari tangan kanan.

Anamnesis dan gambaran klinis saja pada umumnya sulit untuk


memastikan diagnosis, apalagi onikomikosis dapat merupakan kelainan sekunder
pada kelainan kuku yang telah ada sebelumnya. Sehingga korelasi gambaran
klinis onikomikosis dengan temuan laboratorium mikologis, sangat penting untuk
penentuan diagnosis. Meskipun demikian, hasil pemeriksaan laboratorium yang
negatif belum dapat menyingkirkan diagnosis onikomikosis (negatif palsu),
sehingga apabila gambaran klinis mendukung diagnosis, dianjurkan untuk
mengulang pemeriksaan laboratoris, bahkan kadang kala diperlukan pemeriksaan
histopatologis.2

Pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap bahan klinis merupakan


pemeriksaan yang cukup cepat, berguna dan efektif untuk mendiagnosis infeksi
jamur. Kurang dari 1 jam kita sudah bisa mendapatkan hasilnya. Bahan diambil
dari bagian kuku yang diduga terinfeksi (dasar kuku, lipatan kuku, lempeng kuku,
hiponikium) menggunakan skalpel atau kuret kulit. Bahan tersebut diletakkan
pada gelas obyek dan diberikan larutan KOH dan DMSO (dimethylsulfoxide),
kemudian ditutup dengan gelas penutup dan dilihat menggunakan mikroskop. Jika
sediaan berasal dari mukosa, duh tubuh atau cairan, dapat digunakan pewarnaan
Gram. Semua jenis jamur bersifat Gram positif (ungu) dengan latar belakang
kuning terang.14

Dengan pemeriksaan langsung tersebut akan tampak gambaran jamur


kandida yang terlihat sebagai spora/konidia yang bulat atau lonjong, bila
bergerombol disebut blastospora/blastokonidia. Kadang-kadang ada yang
menonjol didinding spora seperti angka 8 (buddingyeast). Juga terlihat sebagai
pseudohifa seperti untaian sosis. Bila tampak hifa menandakan infeksi telah kronis

18
atau pemeriksaan sediaan basahnya tidak dilakukan langsung (telah didiamkan
lebih dari 6 jam). Sediaan harus secepatnya diperiksa.14

Sedangkan elemen jamur dermatofita terlihat sebagai dua garis lurus


sejajar yang transparan (double contour) tersusun atas hifa diantara sel-sel epitel,
bersepta dan bercabang dua (dikotom). Anyaman hifa yang banyak sekali dalam
lapangan pandang mikroskop disebut miselium. Kadang-kadang segmen telah
terpisah pada septa dan berdekatan disebut sebagai artrospora/atrokonidia (deretan
spora/konidia di ujung hifa), gambaran ini menandakan penyakit telah
berlangsung kronis.14

Pada kasus, pemeriksaan mikroskopik langsung pada kerokan kuku kaki


yang kemudian diberi KOH 20% didapatkan elemen jamur blastospora. Hasil
pemeriksaan hapusan dari dasar luka dengan pewarnaan Gram didapatkan bakteri
batang Gram negatif 3+, bakteri diplokokus Gram positif 1+, sel ragi 2+ dan
leukosit 1-5/ lapangan pandang besar. Sedangkan hasil pemeriksaan mikroskopik
langsung kerokan kuku jari tangan dengan KOH 20% dijumpai adanya
blastospora.

Pemeriksaan mikroskopis sediaan langsung yang menunjukkan elemen


jamur hanya berarti terdapat infeksi jamur. Baik gambaran klinis maupun
pemeriksaan sediaan langsung masih memerlukan diferensiasi lebih lanjut
terutama untuk kepentingan penelitian, epidemiologi dan prognosis. Biakan jamur
juga diperlukan untuk identifikasi spesies yang lebih akurat.14

Pada biakan kandida pada agar Saburaud glukosa atau mycosel, yang
ditambah antibiotik untuk menekan pertumbuhan bakteri, kandida mudah tumbuh
dalam suhu kamar (25-30oC), 37 oC, pH 5,6. Dalam waktu 24-48 jam akan
terbentuk koloni bulat, basah, mengkilat seperti koloni bakteri, berukuran sebesar
kepala jarum pentul. Dua sampai lima hari kemudian tampak koloni mukoid
putih.7

Gambaran kultur T. mentagrophytes pada media agar Sabouraud


dekstrosa, secara makroskopik tampak sebagai koloni dengan permukaan berbulu
halus berwarna putih yang tumbuh cepat. Koloni yang lebih tua dapat berwarna

19
krem tua. Pada bagian sebaliknya dapat tidak berwarna hingga kuning sampai
merah muda, kadang-kadang merah kecoklatan. Sedangkan gambaran
mikroskopiknya berupa makrokonidia, 2-5 sel, berdinding tips, berbentuk agak
lonjong. Banyak mikrokonidia kecil bulat; terpisah maupun berkelompok-
kelompok. Trichophyton mentagrophytes termasuk dermatofita yang terdistribusi
luas pada manusia dan hewan. Jamur tersebut biasanya sebagai penyebab tinea
kapitis, tinea barbae, tinea korporis, tinea kruris, tinea pedia, tinea manum dan
onikomikosis.15

Pada kasus kultur jamur dari dasar luka disekitar kuku jari kaki (ditanam
pada 16 Maret 2016) pada media Saboraud’s Dextrose Agar (SDA) didapatkan
pertumbuhan jamur. Secara makroskopik dijumpai pertumbuhan koloni berwarna
putih kekuningan, berbentuk bulat sebesar jarum pentul pada hari ke-2 dan
mikroskopis didapatkan blastospora, hal ini sesuai dengan gambaran spesies
kandida. Selain itu juga didapatkan pertumbuhan koloni berwarna putih dengan
permukaan seperti kapas pada hari ke-7 dan secara mikroskopis berupa
mikrospora berbentuk bulat tersebar disekitar hifa yang sesuai dengan gambaran
Trichophyton mentagrophytes. Pada kasus pasien sulit ditentukan sumber
penularan.

Sedangkan hasil pemeriksaan mikroskopik langsung kerokan kuku jari


tangan dengan KOH 20% dijumpai adanya blastospora. Pada kultur dengan media
SDA didapatkan pertumbuhan jamur pada hari ke-2 (tanggal 7 April 2016) yaitu
secara makroskopis dijumpai koloni berwarna putih kekuningan, berbentuk bulat
sebesar jarum pentul dan mikroskopis didapatkan blastospora, hal ini sesuai
dengan gambaran spesies kandida. Pada pemeriksaan identifikasi serta resistensi
jamur menggunakan alat Vitek 2 didapatkan isolasi berupa Candida parapsilosis.

Candida parapsilosis adalah jamur patogen yang dapat menyebabkan


onikomikosis. Menurut sebuah penelitian oleh Gelotar dan kawan-kawan pada
tahun 2012 didapatkan bahwa C. parapsilosis (11,7%) adalah penyebab
onikomikosis kandida terbanyak setelah C. albicans (52,9%).16C. parapsilosis
sering diisolasi dari hewan, tanah dan lingkungan laut. 17Jamur tersebut juga
termasuk salah satu flora komensal pada daerah subungual pada individu sehat

20
dan sering terisolasi pada kultur kuku.18Spora C. parapsilosis berbentuk oval,
bulat atau silinder. Ketika tumbuh pada Sabouraud dextrose agar, koloni C.
parapsilosis berwarna putih, krem, mengkilap, dan halus atau keriput. 17 Pada
kasus, pasien adalah seorang penjual janur di pasar yang biasa mengenakan sandal
dan sering kali menginjak genangan air di tanah.

Pada kasus, dari kultur bakteri yang diambil pada dasar luka terisolasi
kuman Stenotrophomonas maltophilia. Kuman ini termasuk bakteri batang gram
negatif yang biasanya menginfeksi individu imunokompromais. S. maltophilia
dapat ditemukan pada lingkungan seperti tumbuhan, hewan, makanan dan air.
Bakteri tersebut dapat ditemukan pada infeksi polimikroba. 19

Kultur yang dilakukan pada beberapa kasus dapat ditemukan pertumbuhan


dua atau lebih organisme yang bersamaan. Penelitian di India menemukan
pertumbuhan kultur gabungan antar dermatofit dan non dermatofit sebesar
11,77%.16Namun menurut penelitian Ellis dan kawan-kawan temuan tersebut
tidak mempengaruhi hasil pengobatan yang ditujukan untuk penyebab
dermatofita.20

Sebelumnya, kandida hanya dianggap sebagai kontaminan dan bersifat


komensal di kulit, tapi saat ini juga dikenal sebagai patogen. Sebagai komensal,
kandida dalam bentuk ragi dan berkembang menjadi blastospora, namun karena
lemahnya imunitas akan berubah menjadi bentuk hifa dan memulai infeksi. 13

English (1976) mengajukan kriteria untuk menentukan apakah isolat jamur


pada kultur merupakan penyebab atau kontaminan saja yakni sebagai berikut (1)
jika ditemukan dermatofita, dianggap sebagai penyebab, (2) kapang non
dermatofita atau ragi dianggap penyebab jika miselia, artospora atau sel yeast
terlihat pada pemeriksaan mikroskopis langsung dan (3) untuk konfirmasi
penyebab kapang non dermatofita sebagai patogen, harus ditemukan minimal 5
koloni dari 20 inokula dan tidak ditemukan dermatofita. 2

Paronikia akibat kandida kronis cenderung resisten terhadap pengobatan.


Aspek terpenting pengobatan termasuk menghindari faktor predisposisi seperti
paparan dengan air juga drainase abses. Imidazol topikal dapat dipertimbangkan

21
pada awal pengobatan. Timol 4% dalam alkohol dapat digunakan untuk
mengobati kandida. Anti jamur azol oral dapat digunakan pada kasus refrakter. 7

Sedangkan untuk onikomikosis kandida dapat digunakan itrakonazol atau


flukonazol oral. Dua regimen pengobatan yang dapat digunakan adalah dosis
harian dan dosis denyut. Itrakonazol, diberikan dengan dosis 200mg per hari
selama 6 minggu untuk jari tangan dan 12 minggu untuk jari kaki. Bila digunakan
dosis denyut, diberikan 200 mg dua kali sehari selama 1 minggu setiap bulan
hingga 2 denyut untuk kuku jari tangan dan 3 denyut untuk kuku jari kaki. 21

Pada kasus, berdasarkan kultur jamur dan tes sensitivitas anti jamur pasien
diberikan anti jamur flukonazol 150mg 1kali/minggu. Berdasarkan kultur bakteri
dan tes sensitivitas antibiotik pasien diberikan trimethoprim sulfamethoksazol
2x960mg selama 5 hari. Hasilnya pada hari ke-5 pemberian antibiotik didapatkan
luka mengering dan mengecil; nyeri, kemerahan dan bengkak sekitar kuku
berkurang dan dari pemeriksaan hapusan pewarnaan Gram dasar luka di jari kaki
sudah tidak ada kuman. Pada minggu ke-3 pemberian anti jamur didapatkan luka
semakin mengecil dan sudah tidak ditemukan elemen jamur. Pasien juga diberikan
natrium diklofenak 3x50 mg, kompres terbuka NaCl 0,9% 3x sehari selama 15
menit, mikonazol 2% krim 2x sehari topikal pada kuku dan kulit disekitar kuku.

Flukonazol bekerja secara fungistatik menghambat 14 ɑ dimetilase, sebuah


enzim mikrosomal sitokrom P 450 pada membran sel jamur. Absorbsi tidak
dipengaruhi makanan atau keasaman lambung. Flukonazol sering digunakan
untuk onikomikosis akibat dermatofita dan kandida, dengan penggunaan hanya
150 mg per minggu sehingga cukup nyaman. Flukonazol juga memiliki efek
samping hepatotoksisitas yang lebih rendah jika dibandingkan obat golongan azol
yang lain.22

Selain itu perlu diperhatikan faktor predisposisi penyakit sehingga dapat


membantu pencegahan kekambuhan dan penanganan penyakit yang
optimal.9Dalam hal ini, pasien sebaiknya menghindari kontak dengan air dan
berhenti merokok. Prognosis pada pasien dubia ad malam, dimana area kerusakan

22
kuku lebih dari 50% dan buruknya sirkulasi perifer yang dapat disebabkan oleh
riwayat merokok.

SIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus paronikia dan onikomikosis yang disebabkan


oleh C. parapsilosis, T. mentagrophytes dan Stenotrophomonas
malthophiliadengan suspek Buerger diseasepada seorang laki-laki berusia 38
tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan secara mikroskopis dengan KOHdan
kultur. Identifikasi spesies kandida didapatkan menggunakan Vitek 2. Setelah
pengobatan dengan flukonazol 150mg per minggu (selama 3 minggu) dan
trimethoprim sulfamethoksazol 2x960mg (selama 5 hari), secara umum
didapatkan perbaikan secara klinis dengan berkurangnya kemerahan, bengkak dan
nyeri dan mengecilnya luka serta tidak adanya bakteri dan jamur pada
pemeriksaan Gram dan KOH, namun kuku masih belum tampak perbaikan.
Prognosis pada pasien dubia ad malam, dimana area kerusakan kuku termasuk
luas dan buruknya sirkulasi perifer yang dapat disebabkan oleh riwayat merokok.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. James WD, Berger TG, Elston DM. Diseases resulting from fungi and yeast. In:
Andrews’ Diseases of the Skin Clinical Dermatology. United Kingdom: Elsevier;
2011. p. 287-321.
2. Bramono K. Onikomikosis. Dalam: Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM,
Widaty S, Ervianti E, editors. Dermatomikosis Superfisialis. Edisi Kedua.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
Hal.86-99.
3. Simonetti O, Bernardini ML, Arzeni D, Cellini A, Barchiesi F, Offidani A.
Epidemiology of onychomycosis and paronichia in the area of Ancona (Italy)
over a period of 5 years. Mycopathologia. 2004; 158: 271-274.
4. Gupta AK, Simpson FC. New therapeutic options for onichomycosis. Expert Opin.
Pharmacoter. 2012;13(8):1131-1142.
5. Bramono K, Budimulja U. Epidemiology of onychomycosis in Indonesia: Data
obtained from three individual studies. Japanese Journal of Medical Mycology.
2005; 46: 171-176.
6. Anonim. Buku Register Rawat Jalan Bagian Mikologi Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin. Denpasar. 2015.
7. Ramali LM. Kandidiasis kutan dan mukokutan. Dalam: Bramono K, Suyoso S,
Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianti E, editors. Dermatomikosis
Superfisialis. Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2013. Hal.100-119.
8. Craft N. Superficial Cutaneous Infections and Pyodermas. In: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 8th Ed. New York: McGraw-Hill. 2012. Hal.
2128-2147.
9. Gupta AK, Gupta MA, Summerbell RC, Cooper EA, Konnikov N, Albreski D,
Donald PM, Harris KA. The epidemiology of onychomycosis: possible role of
smoking and peripheral arterial disease. JEADV. 2002; 14(6).
10. Thomas J, Jacobson GA, Narkowickz CK, Peterson GM, Burnet H, Sharpe C.
Toenail onychomycosis: an important global disease burden. JCPT. 2010; 35(5).
p. 497-519.
11. Chadachan V, Dean SM, Eberhardt RT. Cutaneous Changes in Peripheral Arterial
Vascular Disease. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel
DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed.
New York: McGraw-Hill. 2012. Hal. 2094-2109.
12. Hay RJ, Ashbee HR. Onychomycosis caused by dermatophytes. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology 8th. Ed.
Oxford: Blackwell Publishing Ltd. 2010.36:36.34-36.35.
13. Kaur R, Kaskhyap B, Bhalla P. Onychomycosis – epidemiology, diagnosis and
management. Indian Journal of Medical Mycrobilogy. 2008; 26(2):108-115.
14. Nugroho SA. Pemeriksaan penunjang diagnosis dermatomikosis superfisialis. Dalam:
Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianti E, editors.
Dermatomikosis Superfisialis. Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. Hal.154-166.
15. Blanchard R. Trichophyton mentagrophytes . In: Frey D, Oldfield RJ, Bridger RC. A
Colour Atlas of Pathogenic fungi. Holland: Wolfe Medical Publications, 1981.
p.29
16. Gelotar P, Vachhani S, Patel B, Makwana N. The prevalence of fungi in fingernail
onychomycosis. J Clin Diagn Res. 2013;7(2):250-252.

24
17. Trofa D, Gacser A, Nosanchuk JD. Candida parapsilosis, an emerging fungal
pathogen. Clin Microbiol Rev. 2008; 21(4): 606-625.
18. Evan R, Hu SW, Mee SA, Chris A. Candida parapsilosis of the nail bed without
onychomycosis. Doj. 2015; 20(12).
19. Brooke JS. Stenotrophomonas maltophilia: an emerging global opportunistic
Pathogen. Clin Microbiol Rev. 2012;25(1):2-41.
20. Ellis DH, Marley JE, Watson AB, Williams TG. Significance of non-dermatophyte
moulds and yeasts in onychomycosis. Dermatology. 1997;194(1):40-42.
21. Kundu RV, Garg A. Yeast Infections: Candidiasis, Tinea(Pityriasis) versicolor, and
Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffel DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8th Ed. New York: McGraw-Hill. 2012. Hal.2298-2311.
22. Jacob R, Konnikov N. Oral antifungal agents. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8th Ed. New York: McGraw-Hill. 2012. Hal. 2796-2806.

25

Anda mungkin juga menyukai