Oleh :
Stefani Nurhadi
2016
1
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………. 3
SIMPULAN………………………………………………………………… 23
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 24
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
KASUS
Laki-laki, usia 38 tahun, suku Bali, warga Negara Indonesia datang berobat ke
divisi mikologi poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Sanglah Denpasar pada tanggal 1 April 2016, dengan nomor rekam medis
16.00.85.60.
Pasien datang dengan keluhan utama luka bernanah pada daerah sekitar
kuku jari-jari kaki sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya kulit disekitar kuku bengkak,
berwarna kemerahan disertai rasa nyeri. Pasien sempat berobat ke pengobatan
alternatif diberikan rendaman air garam dan ke dokter diberikan kompres rivanol,
salep dan obat minum (lupa namanya) namun tidak membaik. Sebelumnya (2
minggu yang lalu) pasien datang ke divisi dermatologi umum poli kulit RSUP
Sanglah karena keluhan tersebut dan diberikan kompres luka dengan cairan infus
NaCl 0,9%, obat oles (mikonazol krim dioles 2x sehari) dan obat minum
(cefadroxil 2x500mg selama 7 hari) namun keluhan belum membaik. Saat ini
pasien membawa hasil pemeriksaan laboratorium darah, kultur bakteri dan jamur
dari dasar luka.
Pasien pernah mengalami keluhan serupa (setahun yang lalu), awalnya jari
ke-2 kaki kanan pasien mengalami trauma kemudian membengkak, merah dan
nyeri sempat membaik namun 2 minggu kemudian jari ke-2 kaki kanan pasien
menjadi nyeri, merah, bengkak, luka dan mengeluarkan nanah. Lalu pasien
berobat ke berbagai pengobatan alternatif dan tidak membaik. Lesi menjalar ke
jari-jari lainnya pada kaki kanan dan kiri, kuku ibu jari kaki kanan mulai kusam,
menjadi kuning kecoklatan, menebal, rapuh, permukaan kuku tidak rata dan
terlepas. Selanjutnya pasien berobat ke dokter diberikan obat minum (lupa
namanya) hasilnya jari kaki pasien sudah tidak merah, bengkak dan nyeri serta
luka menutup. Kuku jari ke-2 yang lepas telah tumbuh kembali, sedangkan kuku
jari ke-1 kaki kanan belum kembali seperti semula.
4
seperti hipertensi, kencing manis, alergi obat dan makanan dan sakit kuning
disangkal. Pasien adalah seorang penjual janur di pasar yang biasa mengenakan
sandal dan seringkali menginjak genangan air di tanah. Tidak ada anggota
keluarganya yang menderita penyakit yang sama. Pasien tidak memelihara
binatang peliharaan di rumahnya. Pasien adalah seorang perokok sejak 20 tahun
yang lalu (±10-16 batang/hari). Tidak terdapat riwayat penurunan berat badan,
demam dan batuk lama.
Status dermatologi, lokasi pada regio falangs distal digiti I, II dan IV pedis
dekstra dan falangs distal digiti I pedis sinistra tampak ulkus multipel, batas tegas,
tepi tidak teratur, dinding landai dengan dasar pus dan krusta kuning kecoklatan,
bentuk geografika, ukuran 0,2x0,5x1 cm – 0,3x0,5x0,7 cm disekitarnya tampak
eritema, edema dan nyeri tekan (VAS 2). Pada bagian dorsum digiti I-V pedis
dekstra dan sinistra terdapat makula hiperpigmentasi batas tidak tegas, bentuk
geografika ukuran 1x2 cm – 2x3 cm. Seluruh lempeng kuku digiti I pedis dekstra
tampak tebal, kusam, kuning kecoklatan, permukaan kuku tidak rata, bentuk tidak
beraturan dan terdapat debris di bawah kuku. Pada kuku digiti II pedis dekstra
tampak onikolisis.
5
1
2
1
Gambar 1. Jari kaki kiri dan kanan. Gambar 2. Jari kaki kanan tampak depan.
3 4
1 1
Gambar 3. PemeriksaanKOH tampak spora dan pseudohifa. Gambar 4. Hapusan pewarnaan Gram tampak
leukosit, blastospora dan pseudohifa.
6
5 6
1
1
7 8
1 1
Gambar 5. Hasil kultur jamur pada media SDA, koloni permukaan putih halus seperti jarum pentul (kiri) dan
koloni berwarna putih dengan permukaan seperti kapas (kanan). Gambar 6. Kultur tampak belakang.
Gambar 7. Mikroskopik koloni sebelah kiri: blastospora. Gambar 8. Mikroskopik koloni sebelah kanan: spora
dan hifa.
Kultur jamur dari dasar luka disekitar kuku (ditanam pada 16 Maret 2016)
pada media Saboraud’s Dextrose Agar (SDA) didapatkan pertumbuhan jamur.
Secara makroskopik dijumpai pertumbuhan koloni berwarna putih kekuningan,
berbentuk bulat sebesar jarum pentul pada hari ke-2 dan mikroskopis didapatkan
blastospora, hal ini sesuai dengan gambaran spesies kandida. Selain itu juga
didapatkan pertumbuhan koloni berwarna putih dengan permukaan seperti kapas
pada hari ke-7 dan secara mikroskopis berupa mikrospora berbentuk bulat tersebar
disekitar hifa yang sesuai dengan gambaran Trichophyton mentagrophytes.
7
(70-140), glukosa darah 2 jam post prandial 150 mg/dL (<200), BUN 8,1 mg/dl
(<50); kreatinin 1,03 mg/dl (0,7-1,2).
Diagnosis kerja pada pasien adalah ulkus digiti I, II, IV pedis dekstra,
digiti I pedis sinistra et causa paronikia kandida dan infeksi sekunder disertai
onikomikosis tipe distrofik total digiti I pedis dekstra. Tatalaksana yang diberikan
adalah trimethoprim sulfamethoksazol 2x960mg selama 5 hari, flukonazol 150mg
1kali/minggu (minggu pertama, dimulai tanggal 1 April 2016), natrium diklofenak
3x50 mg, kompres terbuka NaCl 0,9% 3x sehari selama 15 menit, mikonazol 2%
krim 2x sehari topikal pada kuku dan kulit disekitar kuku. Pada pasien kita
berikan KIE untuk minum obat secara teratur, menjaga kebersihan secara umum,
menghindari kaki terlalu basah dalam jangka waktu lama, menjaga kebersihan
diri, penjelasan kemungkinan terjadi efek samping obat.
PENGAMATAN LANJUTAN I
Pasien datang pada tanggal 5 April 2016, keluhan pada kuku masih tetap sama,
tetapi merah, bengkak dan nyeri berkurang dan luka sudah mulai mengecil dan
mengering. Kuku ibu jari kaki kanan masih kuning kecoklatan, tebal dan tidak
rata. Kuku jari ke-2 kaki kanan masih belum tumbuh. Penderita mengeluhkan
kuku ibu jari tangan kanan tampak kekuningan dimulai dari ujung kuku dan
meluas ke pangkal kuku. Awalnya sejak 4 hari yang lalu kulit disekitar kuku ibu
jari tangan kanan bengkak, berwarna kemerahan disertai rasa nyeri, kemudian
kuku mulai berubah warna. Riwayat trauma pada kuku jari tangan sebelumnya
tidak ada.
Riwayat jari tangan dan atau kaki pernah tampak pucat atau kebiruan
dalam kondisi suhu ruangan atau cuaca dingin disangkal. Penderita memiliki
riwayat merokok sejak 15 tahun yang lalu, dapat menghabiskan 1 bungkus rokok
per hari. Riwayat nyeri otot tungkai setelah berjalan lama, berlari maupun
berolahraga disangkal.
8
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita baik, status present
dan status general dalam batas normal. Status dermatologi pada digiti I manus
dekstra didapatkan kuku jari berwarna kekuningan pada bagian distal, tidak
terdapat penebalan, kuku tampak rata, terangkat, tidak terlihat debris subungual
pada ujung distal kuku. Kulit disekitar kuku tampak bengkak dan nyeri tekan.
Pemeriksaan profokasi dingin tidak ditemukan adanya sindrom Raynaud.
Pada lokasi pada regio falangs distal digiti I, II dan IV pedis dekstra dan
falangs distal digiti I pedis sinistra tampakulkus multipel, batas tegas, tepi tidak
teratur, dinding landai dengan dasar krusta kuning kecoklatan, bentuk geografika,
ukuran 0,2x0,3x0,7 cm – 0,2x0,3x0,5 cm disekitarnya sudah tidak tampak eritema
dan edema, tetapi masih didapatkan nyeri tekan (VAS 1).Pada bagian dorsum
digiti I-V pedis dekstra dan sinistra terdapat makula hiperpigmentasi batas tidak
tegas, bentuk geografika ukuran 1x2 cm – 2x3 cm. Lempeng kuku digiti I pedis
dekstra tampak tebal, kusam, kuning kecoklatan, permukaan kuku tidak rata,
bentuk tidak beraturan dan terdapat debris di bawah kuku. Kuku digiti II pedis
dekstra tampak onikolisis. Palpasi pulsasi arteri dorsalis pedis sulit dievaluasi.
Pada lokasi digiti I manus dekstra, didapatkan kuku tampak kekuningan pada
bagian tepi distal, debris subungual dan terangkat dari dasarnya. Daerah sekitar
kuku tampak oedema.
9
10
9 1
11
1
12
1
Gambar 9. Kuku jari tangan kanan dan kiri. Gambar 10. Kuku ibu jari tangan kanan tampak kekuningan.
Gambar 11. Jari kaki kanan dan kiri. Gambar 12. Jari kaki kanan tampak depan.
10
13 14
1 1
16
15
1
Gambar 13. Hasil kultur jamur dari kuku tangan pada media SDA, koloni permukaan putih halus seperti
jarum pentul. Gambar 14. Kultur tampak belakang. Gambar 15. Pemeriksaan mikroskopik langsung kerokan
kuku tangan. Gambar 16. Mikroskopik koloni sebelah kiri: blastospora.
PENGAMATAN LANJUTAN II
Pada tanggal 19 April 2016, ibu jari tangan kanan dan jari kaki sudah tidak nyeri,
bengkak berkurang dan luka mengecil. Kuku ibu jari tangan kanan masih kuning.
Kuku ibu jari kaki kanan pasien masih kuning kecoklatan, tebal dan kusam.
Sedangkan jari kedua kaki kanan belum tampak pertumbuhan kuku yang baru.
11
Status dermatologi pada digiti I manus dekstra didapatkan kuku jari
berwarna kekuningan pada bagian distal, tidak terdapat penebalan, kuku tampak
rata, terangkat dari dasarnya. Kulit disekitar kuku tidak bengkak maupun nyeri
tekan. Pada regio falangs distal digiti I dan IV pedis dekstra dan falangs distal
digiti I pedis sinistra tampak erosi multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran
0,1x0,2 cm – 0,2x0,4 cm ditutupi krusta kuning kecoklatan. Pada falangs distal
jari II pedis dekstra terdapat ulkus multipel, batas tegas, tepi tidak teratur, dinding
landai dengan dasar krusta kekuningan, bentuk geografika, ukuran 0,1x0,2x0,6 cm
– 0,1x0,2x0,4 cm. Kulit disekitarnya sudah tidak tampak eritema dan edema,
tetapi masih didapatkan nyeri tekan (VAS 1). Pada bagian dorsum digiti I-V pedis
dekstra dan sinistra terdapat makula hiperpigmentasi batas tidak tegas, bentuk
geografika ukuran 1x2 cm – 2x3 cm. Lempeng kuku digiti I pedis dekstra tampak
tebal, kusam, kuning kecoklatan, permukaan kuku tidak rata, bentuk tidak
beraturan dan terdapat debris di bawah kuku. Kuku digiti II pedis dekstra tampak
onikolisis.
17
1
18
1
Gambar 17. Jari kaki kanan dan kiri. Gambar 18. Jari kaki kanan tampak depan
12
19
1
Pemeriksaan langsung pada kerokan kuku jari tangan dan kaki dengan
KOH 20% tidak ada spora dan hifa. Pemeriksaan hapusan pewarnaan Gram dari
dasar luka didapatkan leukosit 0-3 per lapangan pandang dan tidak ada kuman
maupun spora.
13
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien didapatkan keluhan utama luka bernanah pada daerah sekitar
kuku jari-jari kaki sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya kulit disekitar kuku bengkak,
berwarna kemerahan disertai rasa nyeri. Penderita pernah mengalami trauma pada
satu kuku kakinya setahun yang lalu, kemudian mengalami keluhan yang serupa
dengan saat ini dan berobat ke dokter dan pengobatan alternatif dirasakan
membaik. Pasien adalah seorang penjual janur di pasar yang biasa mengenakan
sandal dan seringkali menginjak genangan air. Pada pemeriksaan didapatkan
kemerahan, bengkak dan nyeri tekan pada jari-jari kaki dan pada beberapa jari
didapatkan erosi dan ulkus multipel dengan dasar pus. Juga didapatkan kerusakan
lempeng kuku ibu jari pedis dekstra yang tampak tebal, kusam, kuning
kecoklatan, permukaan kuku tidak rata, bentuk tidak beraturan dan terdapat debris
di bawah kuku. Pada kuku digiti II pedis dekstra tampak onikolisis.
Penyebab paronikia dapat oleh karena bakteri maupun jamur. Infeksi oleh
S. aureus umumnya didahului trauma dan kelembaban berlebihan. Paronikia
bakteri cenderung akut, berupa kulit dan jaringan lunak lipatan kuku proksimal
dan lateral tampak merah, hangat pada perabaan dan nyeri tekan. Jika tidak
14
diterapi dapat terbentuk abses. Sedangkan paronikia yang kronis dan
rekurendisebabkan oleh kandida yang menginvasi ruang yang terbentuk akibat
terpisahnya lempeng kuku proksimal dorsal dan permukaan dibawah lipatan kuku
proksimal. Biasanya terjadi pada individu yang sering kontak dengan air dalam
waktu lama.8
15
ekstremitas. Penyakit Buerger sering mengenai laki-laki usia 20-40 tahun.
Manifestasi klinisnya termasuk iskemia, sensitifitas terhadap dingin atau
klaudikasio kaki, tungkai dan tangan. TAO ditandai dengan ulkus iskemik,
sianosis perifer (atau fenomena Raynaud), gangren atau tromboflebitis
superfisial.11
16
seperti kapur berbatas tegas dan sering jauh dari tepi bebas lempeng kuku. (3)
Onikomikosis subungual proksimal (OSP), bentuk yang sangat jarang terjadi,
umumnya pada pasien imunokompromais. Invasi jamur berawal dari lipatan kuku
proksimal dan melalui kutikula masuk ke kuku yang baru terbentuk, selanjutnya
bergerak ke arah distal. (4) Onikomikosis endoniks (OE), merupakan invasi jamur
langsung pada permukaan kuku sekaligus berpenetrasi ke lapisan dalam kuku;
ditandai pelepasan kuku secara lamelar. (5) Onikomikosis total distropik (OTD),
dapat sekunder sebagai keadaan lanjut dari keempat bentuk yang telah disebutkan,
terutama bentuk OSDL, sedangkan OTD primer dapat ditemukan pada kandidiasis
mukokutan kronik atau pada kondisi imunokompromais lain, dengan gambaran
klinis kuku menebal, kuning kecoklatan dan pembengkakan falangs distal. 2,12
Pada kasus, kuku kaki pasien mulai kusam, menjadi kuning kecoklatan,
menebal, rapuh, permukaan kuku tidak rata dan terlepas dari dasar sejak 1 tahun
yang lalu. Pada pengamatan lanjutan I, pasien juga mengeluhkan kuku ibu jari
tangan kanan tampak kekuningan dimulai dari ujung kuku dan meluas ke pangkal
kuku. Awalnya sejak 4 hari sebelumnya kulit disekitar kuku ibu jari tangan kanan
bengkak, berwarna kemerahan disertai rasa nyeri, kemudian kuku mulai berubah
warna. Pada bagian dasar kuku terdapat serpihan-serpihan sisik berwarna
putih.Pada pemeriksaan didapatkan kerusakan lempeng kuku ibu jari pedis dekstra
yang tampak tebal, kusam, kuning kecoklatan, permukaan kuku tidak rata, bentuk
tidak beraturan dan terdapat debris di bawah kuku. Pada kuku digiti II pedis
17
dekstra tampak onikolisis. Pada digiti I manus dekstra didapatkan kuku jari
berwarna kekuningan pada bagian distal, tidak terdapat penebalan, kuku tampak
rata, terangkat, debris subungual pada ujung distal kuku. Kulit disekitar kuku
tampak bengkak dan nyeri tekan. Sehingga pada kasus, pasien digolongkan
sebagai onikomikosis kandida tipe paronikia dan distrofik total pada ibu jari kaki
kanan dan onikomikosis distal lateral subungual pada ibu jari tangan kanan.
18
atau pemeriksaan sediaan basahnya tidak dilakukan langsung (telah didiamkan
lebih dari 6 jam). Sediaan harus secepatnya diperiksa.14
Pada biakan kandida pada agar Saburaud glukosa atau mycosel, yang
ditambah antibiotik untuk menekan pertumbuhan bakteri, kandida mudah tumbuh
dalam suhu kamar (25-30oC), 37 oC, pH 5,6. Dalam waktu 24-48 jam akan
terbentuk koloni bulat, basah, mengkilat seperti koloni bakteri, berukuran sebesar
kepala jarum pentul. Dua sampai lima hari kemudian tampak koloni mukoid
putih.7
19
krem tua. Pada bagian sebaliknya dapat tidak berwarna hingga kuning sampai
merah muda, kadang-kadang merah kecoklatan. Sedangkan gambaran
mikroskopiknya berupa makrokonidia, 2-5 sel, berdinding tips, berbentuk agak
lonjong. Banyak mikrokonidia kecil bulat; terpisah maupun berkelompok-
kelompok. Trichophyton mentagrophytes termasuk dermatofita yang terdistribusi
luas pada manusia dan hewan. Jamur tersebut biasanya sebagai penyebab tinea
kapitis, tinea barbae, tinea korporis, tinea kruris, tinea pedia, tinea manum dan
onikomikosis.15
Pada kasus kultur jamur dari dasar luka disekitar kuku jari kaki (ditanam
pada 16 Maret 2016) pada media Saboraud’s Dextrose Agar (SDA) didapatkan
pertumbuhan jamur. Secara makroskopik dijumpai pertumbuhan koloni berwarna
putih kekuningan, berbentuk bulat sebesar jarum pentul pada hari ke-2 dan
mikroskopis didapatkan blastospora, hal ini sesuai dengan gambaran spesies
kandida. Selain itu juga didapatkan pertumbuhan koloni berwarna putih dengan
permukaan seperti kapas pada hari ke-7 dan secara mikroskopis berupa
mikrospora berbentuk bulat tersebar disekitar hifa yang sesuai dengan gambaran
Trichophyton mentagrophytes. Pada kasus pasien sulit ditentukan sumber
penularan.
20
dan sering terisolasi pada kultur kuku.18Spora C. parapsilosis berbentuk oval,
bulat atau silinder. Ketika tumbuh pada Sabouraud dextrose agar, koloni C.
parapsilosis berwarna putih, krem, mengkilap, dan halus atau keriput. 17 Pada
kasus, pasien adalah seorang penjual janur di pasar yang biasa mengenakan sandal
dan sering kali menginjak genangan air di tanah.
Pada kasus, dari kultur bakteri yang diambil pada dasar luka terisolasi
kuman Stenotrophomonas maltophilia. Kuman ini termasuk bakteri batang gram
negatif yang biasanya menginfeksi individu imunokompromais. S. maltophilia
dapat ditemukan pada lingkungan seperti tumbuhan, hewan, makanan dan air.
Bakteri tersebut dapat ditemukan pada infeksi polimikroba. 19
21
pada awal pengobatan. Timol 4% dalam alkohol dapat digunakan untuk
mengobati kandida. Anti jamur azol oral dapat digunakan pada kasus refrakter. 7
Pada kasus, berdasarkan kultur jamur dan tes sensitivitas anti jamur pasien
diberikan anti jamur flukonazol 150mg 1kali/minggu. Berdasarkan kultur bakteri
dan tes sensitivitas antibiotik pasien diberikan trimethoprim sulfamethoksazol
2x960mg selama 5 hari. Hasilnya pada hari ke-5 pemberian antibiotik didapatkan
luka mengering dan mengecil; nyeri, kemerahan dan bengkak sekitar kuku
berkurang dan dari pemeriksaan hapusan pewarnaan Gram dasar luka di jari kaki
sudah tidak ada kuman. Pada minggu ke-3 pemberian anti jamur didapatkan luka
semakin mengecil dan sudah tidak ditemukan elemen jamur. Pasien juga diberikan
natrium diklofenak 3x50 mg, kompres terbuka NaCl 0,9% 3x sehari selama 15
menit, mikonazol 2% krim 2x sehari topikal pada kuku dan kulit disekitar kuku.
22
kuku lebih dari 50% dan buruknya sirkulasi perifer yang dapat disebabkan oleh
riwayat merokok.
SIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
1. James WD, Berger TG, Elston DM. Diseases resulting from fungi and yeast. In:
Andrews’ Diseases of the Skin Clinical Dermatology. United Kingdom: Elsevier;
2011. p. 287-321.
2. Bramono K. Onikomikosis. Dalam: Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM,
Widaty S, Ervianti E, editors. Dermatomikosis Superfisialis. Edisi Kedua.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
Hal.86-99.
3. Simonetti O, Bernardini ML, Arzeni D, Cellini A, Barchiesi F, Offidani A.
Epidemiology of onychomycosis and paronichia in the area of Ancona (Italy)
over a period of 5 years. Mycopathologia. 2004; 158: 271-274.
4. Gupta AK, Simpson FC. New therapeutic options for onichomycosis. Expert Opin.
Pharmacoter. 2012;13(8):1131-1142.
5. Bramono K, Budimulja U. Epidemiology of onychomycosis in Indonesia: Data
obtained from three individual studies. Japanese Journal of Medical Mycology.
2005; 46: 171-176.
6. Anonim. Buku Register Rawat Jalan Bagian Mikologi Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin. Denpasar. 2015.
7. Ramali LM. Kandidiasis kutan dan mukokutan. Dalam: Bramono K, Suyoso S,
Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianti E, editors. Dermatomikosis
Superfisialis. Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2013. Hal.100-119.
8. Craft N. Superficial Cutaneous Infections and Pyodermas. In: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 8th Ed. New York: McGraw-Hill. 2012. Hal.
2128-2147.
9. Gupta AK, Gupta MA, Summerbell RC, Cooper EA, Konnikov N, Albreski D,
Donald PM, Harris KA. The epidemiology of onychomycosis: possible role of
smoking and peripheral arterial disease. JEADV. 2002; 14(6).
10. Thomas J, Jacobson GA, Narkowickz CK, Peterson GM, Burnet H, Sharpe C.
Toenail onychomycosis: an important global disease burden. JCPT. 2010; 35(5).
p. 497-519.
11. Chadachan V, Dean SM, Eberhardt RT. Cutaneous Changes in Peripheral Arterial
Vascular Disease. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel
DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed.
New York: McGraw-Hill. 2012. Hal. 2094-2109.
12. Hay RJ, Ashbee HR. Onychomycosis caused by dermatophytes. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology 8th. Ed.
Oxford: Blackwell Publishing Ltd. 2010.36:36.34-36.35.
13. Kaur R, Kaskhyap B, Bhalla P. Onychomycosis – epidemiology, diagnosis and
management. Indian Journal of Medical Mycrobilogy. 2008; 26(2):108-115.
14. Nugroho SA. Pemeriksaan penunjang diagnosis dermatomikosis superfisialis. Dalam:
Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianti E, editors.
Dermatomikosis Superfisialis. Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. Hal.154-166.
15. Blanchard R. Trichophyton mentagrophytes . In: Frey D, Oldfield RJ, Bridger RC. A
Colour Atlas of Pathogenic fungi. Holland: Wolfe Medical Publications, 1981.
p.29
16. Gelotar P, Vachhani S, Patel B, Makwana N. The prevalence of fungi in fingernail
onychomycosis. J Clin Diagn Res. 2013;7(2):250-252.
24
17. Trofa D, Gacser A, Nosanchuk JD. Candida parapsilosis, an emerging fungal
pathogen. Clin Microbiol Rev. 2008; 21(4): 606-625.
18. Evan R, Hu SW, Mee SA, Chris A. Candida parapsilosis of the nail bed without
onychomycosis. Doj. 2015; 20(12).
19. Brooke JS. Stenotrophomonas maltophilia: an emerging global opportunistic
Pathogen. Clin Microbiol Rev. 2012;25(1):2-41.
20. Ellis DH, Marley JE, Watson AB, Williams TG. Significance of non-dermatophyte
moulds and yeasts in onychomycosis. Dermatology. 1997;194(1):40-42.
21. Kundu RV, Garg A. Yeast Infections: Candidiasis, Tinea(Pityriasis) versicolor, and
Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffel DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8th Ed. New York: McGraw-Hill. 2012. Hal.2298-2311.
22. Jacob R, Konnikov N. Oral antifungal agents. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8th Ed. New York: McGraw-Hill. 2012. Hal. 2796-2806.
25