Anda di halaman 1dari 11

PRESENTASI KASUS

EPIDURAL HEMATOMA

Oleh:
dr. Caesa Rizkha Febrian

Pembimbing:
Dr. dr. M. Zafrullah Arifin.,Sp.BS (K)

SUB BAGIAN BEDAH SARAF


UPF ILMU BEDAH – RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
Presentasi kasus

I. Identitas :
Nama : Tn. Hermanto
Usia : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Rekam medis : 00001819561
MRS : 30-01-2020
Tgl pemeriksaan : 30-01-2020

II. Anamnesis :
KU : Penurunan kesadaran
AK :
± 1 jam SMRS, saat pasien sedang berjalan di Jl. Jurang di Bandung, tiba-tIba pasien
ditrabrak oleh motor dari arah kanan, kemudian pasien kehilangan keseimbangan dengan posisi
kepala membentur jalan. Riwayat pingsan (+), muntah (+), kejang (-), perdarahan telinga,
hidung, dan mulut (-)
Karena keluhannya, pasien dibawa ke IGD RSHS dengan menggunakan kendaraaan
pribadi tanpa didampingi paramedis

III. Pemeriksaan Fisik :


Survei Primer :
A : Clear, dengan C – spine control
B : RR : 20 x/menit, bentuk dan gerak simetris, vbs kiri = kanan, ronkhi (-)/(-),
wheezing (-)/(-)
C : Nadi : 103/m, TD : 130/80
D : GCS : E3M5V4 = 12, pupil bulat anisokor 4mm/2mm, Refleks cahaya ↓/+,
Motorik : tidak ada parese

Survei Sekunder :
a/r Frontal dekstra : Hematoma (+)
a/r Thoraks : Jejas (-), bentuk dan gerak simetris,
VBS kiri = kanan, wheezing -/-, Rh -/-
Abdomen : Jejas (-), Datar, lembut, BU (+) N
NT (-), NL (-), DM (-)

Foto Klinis

IV. Resume :
Seorang laki - laki 40 tahun, datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah
kecelakaan lalu lintas di jl. Jurang, Bandung sejak 1 jamyang lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :


Survei primer :
D : GCS E3M5V4 = 12, pupil bulat anisokor 4mm / 2mm, Refleks cahaya ↓/+
Tidak ada parese motorik
Survei sekunder :
a/r Frontal dekstra : Hematoma (+)
a/r Thoraks : Jejas (-), bentuk dan gerak simetris,
VBS kiri = kanan, wheezing -/-, Rh -/-
Abdomen : Jejas (-), Datar, lembut, BU (+) N
NT (-), NL (-), DM (-)
V. Rencana pemeriksaan penunjang
 Laboratorium darah
 Rontgen servikal dan thoraks
 CT Scan kepala tanpa kontrast

VI. Hasil pemeriksaan penunjang


1. Foto servikal RSHS, 30-01-20
- Tidak tampak garis fraktur

2. Foto thoraks RSHS, 30 – 01 -2020


- Tidak tampak garis fraktur, pneumothoraks (-), kontusio paru (-)
3. CT Scan Kepala tanpa Kontrast, RSHS, 31 – 01 – 2020

Hasil CT Scan Kepala :


• Pembengkakan jaringan lunak pada temporoparietal dextra
• Sulcus dan gyrus terkompresi
• Sylvian fissure terkompresi
• Ventrikel dan cistern terkompresi
• Terdapat lesi hiperdens bikonveks pada temporoparietal kanan, volime ± 30 cc
• Perifocal edema (-)
• Midline shift (+) > 5 mm ke arah kiri

VII. Diagnosis akhir :


Cedera kepala sedang + Epidural hematoma ar temporoparietal dextra

VIII. Rencana terapi:


Kraniotomi evakuasi CITO

IX. Prognosis:
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Temuan Intraoperatif :

Temuan Intraoperatif :
At Temporoparieal dextra :
- Ditemukan fraktur linier di temporal dextra ukuran ± 10 cm
- Ditemukan EDH clot 30cc lisis 10 cc
- Sumber perdarahan dari fraktur tulang
- Duramater putih intak dan tidak tegang
- GCS pre op E3M5V4
- Interval operasi 12 jam
PERMASALAHAN
1. Apakah Indikasi operasi pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah dapat dilakukan penatalaksanaan konservatif?

PEMBAHASAN
1. Apakah Indikasi operasi pada pasien ini sudah tepat?

Indikasi Operasi
• Volume EDH > 30 cc harus segera dievakuasi, tanpa memandang nilai GCS
• Karakteristik EDH yang tidak perlu dioperasi dan dapat dilakukan tindakan
konservatif :
• Volume < 30 cc
• Ketebalan massa EDH < 15 mm
• Midline shift < 5 mm
• Nilai GCS > 8
• Tidak terdapat defisit neurologis fokal
• Waktu operasi adalah sesegera mungkin, terutama bila pasien datang dengan nilai
GCS < 9 dan ditemukan pupil anisokor
(Pada pasien ini dari hasil CT-Scan + 30cc)

2. Apakah dapat dilakukan penatalaksanaan konservatif?

EDH dengan karakteristik dibawah ini dapat dilakukan nonoperatif manajemen di pusat
bedah saraf dengan observasi ketat, pemeriksaan neurologis rutin dan serial CT scan.
3
 EDH volume < 30 cm dan
 ketebalan < 15 mm dan
 pergeseran garis tengah < 5mm dan
 GCS >8 dan
 Tanpa defisit neurologis fokal

(Pada pasien ini tidak terpenuhi)


Manajemen nonoperatif
Kecil (<1 cm ketebalan maksimal) subakut atau EDH kronis, dengan tanda-tanda defisit
neurologis minimal (misalnya sedikit lesu) dan tidak ada tanda-tanda herniasi. Meskipun ada
beberapa manajemen nonoperatif EDH fossa posterior telah dilaporkan, kasus EDH fossa
posterior lebih berbahaya dan lebih direkomendasikan untuk operasi.
Dalam 50% kasus akan ada peningkatan volume EDH yang sementara antara hari ke 5-
16, dan beberapa pasien diperlukan kraniotomi darurat ketika terdapat tanda-tanda herniasi.

3. Kapan indikasi dilakukan burr hole ?

Pada pasien trauma dengan triad klinis penurunan kesadaran, dilatasi pupil unilateral
dengan hilang nya reflex cahaya, dan kontraleteral hemiparesis, dapat terjadi akibat kompresi
brainstem bagian atas oleh herniasi unkal.
Prognosis dapat buruk jika tidak segera dilakukan dekompresi dengan burr hole. Namun
saat sekarang ini sudah terdapat CT Scan yang dapat dilakukan secara cepat sehingga burr hole
menjadi jarang untuk dilakukan.

EPIDURAL HEMATOMA
Pendahuluan
Perdarahan epidural atau sering disebut epidural hematom (EDH) merupakan
perdarahan yang terjadi di dalam rongga potensial epidural, yang terletak di antara duramater
dan tabula interna tulang tengkorak.
Penyebab utama perdarahan epidural adalah trauma kepala akibat kecelakaan lalu lintas
dengan insidensi sebesar 30-73%. Sebanyak 85% kasus EDH disebabkan oleh perdarahan
arteri, terutama arteri meningea media dan percabangannya. Penyebab perdarahan lainnya
adalah perdarahan sistem vena diploika akibat fraktur kranium, dan perdarahan struktur vena
durameter, termasuk sinus venosus.

Insidensi
Insidensi hematoma epidural (EDH): 1% dari seluruh trauma kepala (kurang dari 50%
kejadian akut subdural). Rasio laki-laki: perempuan = 4: 1. Biasanya terjadi pada orang dewasa
muda, dan jarang terjadi sebelum usia 2 tahun atau setelah usia 60 tahun.
Patogenesis
Di negara maju, beberapa penyebab utama terjadinya perdarahan epidural di antaranya
kecelakaan lalu lintas (53%), terjatuh dari ketinggian (30%), dan tindak kekerasan (8%). Di
Indonesia, termasuk di Bandung, penyebab utama perdarahan epidural adalah kecelakaan lalu
lintas dengan insidensi lebih dari 80%.
Faktor-faktor utama penyebab terjadinya perdarahan epidural :
1. Pecahnya arteri meningea media.
2. Pelepasan duramater (dural stripping)
3. Perbedaan tekanan antara tekanan perdarahan dengan tekanan intrakranial, dan
perlekatan duramater di sekeliling area injuri, pada perdarahan epidural, darah yang
keluar akan menggumpal dan memberikan efek massa yang meningkatkan tekanan
intrakranial.

Gambaran klinis
Beberapa gejala klinis yang dapat ditemukan dari penderita perdarahan epidural di antaranya :
 Penurunan kesadaran
 Nyeri kepala, mual dan muntah
 Pasien dengan kondisi koma (GCS<8), memiliki insidensi antara 22-56%.
 Pasien yang tetap sadar sejak terjadinya trauma hingga menjelang operasi, insidensinya
sebesar 12-42%.
 Prognosis ditentukan oleh derajat penurunan kesadaran pasien saat masuk rumah sakit.
Pasien dengan GCS<5 memiliki angka mortalitas sebesar 36%. Angka ini jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien dengan GCS 6-8 yang memiliki angka mortalitas
9%.
 Interval lusid merupakan kondisi pasien yang mengalami episode sadar di antara dua
episode tidak sadar. Interval lusid merupakan tanda klasik perdarahan epidural, namun
penelitian terakhir menunjukan bahwa interval lusid hanya dijumpai pada 47% kasus.
 Pupil asimetri dan refleks cahaya yang menurun menunjukan tanda awal herniasi otak.
Terjadi penekanan atau distorsi terhadap saraf okulomotorik yang mempersarafi pupil
pada sisi ipsilateral akibat desakan unkus.
 Insidensi pupil asimetri pada pasien perdarahan epidural hematom adalah 18-44%,
namun pada pasien yang datang dengan kesadaran GCS<8 insidensinya meningkat
menjadi 62%.
 Lokasi asimetri pupil biasanya sesuai dengan lokasi perdarahan epidural (85%).
 Hemiparesis umumnya terjadi pada sisi kontralateral akibat penekanan dan herniasi
unkus terhadap pedunkulus serebri. Pada kondisi tertentu dapat ditemukan hemiparesis
ipsilateral yang disebut sebagai fenomena kernohan. Fenomena ini terjadi karena
herniasi unkus tidak menekan struktur pedunkulus yang berada di bawahnya, namun
mendorong batang otak ke arah kontralateral, sehingga pedunkulus serebri sisi
kontralateral tertekan ke arah tepi tentorium.

Imaging
Gambaran CT Scan pada kasus perdarahan epidural :
 Gambaran massa berbentuk bikonveks atau lentiformis dan biasanya terjadi pada area
yang mengalami benturan atau yang disebut sebagai area coup.
 Ekstensi perdarahan biasanya tidak melewati sutura tengkorak, kecuali bila sumber
perdarahan adalah fraktur diastasis sutura tulang tengkorak.
 Perdarahan epidural yang terjadi pada area paramedian bisa tampak seolah-olah
menyeberangi falks.
 Gambaran kompresi dan pergeseran dari struktur otak.
 Gambaran hipodensitas “swirl sign” yang menunjukan adnya perdarahan aktif dan
cepat.

Prognosis
 Secara keseluruhan angka mortalitas adalah 5-12% dengan EDH unilateral
 Dalam kasus EDH bilateral (15-20% mortalitas),
 Tanpa lucid interval (20% mortalitas),
 Lokasi fossa posterior (25% mortalitas), dan yang bersama SDH akut(25-90%
mortalitas).
DAFTAR PUSTAKA

1. Atlas operasi ilmu Bedah Saraf Perdarahan Epidural dan Fraktur Kompresi Tengkorak.
M. Zafrullah. I. Mardjono Tjahjadi. Ahmad Faried. Agung Hudi Sutiono. 39-42.
2. Greenberg Handbook of Neurosurgery 7th Ed, 894

Anda mungkin juga menyukai