Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut penelitian, di Indonesia sendiri masih sedikit data yang bisa

menjelaskan mengenai angka kejadian kekerasan verbal karena orang tua

sebagai pelaku tidak menyadari bahwa orangtua pernah melakukan

kekerasan verbal kepada anak serta orangtua kurang mengetahui dampak

yang diperoleh anak dalam jangka panjang (Eunike & Kusnadi, 2009).

Tercatat 51% anak mengalami kekerasan dikeluarga sementara itu 28,6%

anak mengalami kekerasan di lingkungan sekolah dan 20,4% anak pernah

mengalami kekerasan di lingkungan masyarakat (KPAI, 2014).

Kekerasan verbal terhadap anak akan menumbuhkan sakit hati hingga

membuat anak berpikir seperti yang kerap diucapkan oleh orangtuanya. Jika

orangtua berkata anak bodoh atau jelek, maka anak akan menganggap

dirinya demikian. Anak akan meniru perilaku dari orang yang lebih dewasa,

jika mereka terpapar dengan perilaku atau ucapan yang kasar maka anak

akan melakukan hal yang sama kepada orang lain, dan hal itu akan selalu

diingat (Choirunnisa, 2008).

Asih (2010) menyatakan dampak kekerasan verbal yang dialami anak

laki-laki dan perempuan mempunyai dampak yang sama, walaupun pada

pengasuhan terhadap anak lai-laki dan perempuan berbeda. Kekerasan

verbal yang dialami anak akan berdampak secara holistik yaitu dampak

1
2

psikis yang dirasakan oleh korban antara lain berkeringat, jantung berdetak

kencang, sulit berkonsentrasi dan gangguan pencernaan, dampak psikologis

memberikan dampak terhadap perkembangan kepercayaan diri seperti malu,

emosi, pemarah, depresi, mengalami ketakutan yang berlebih, kecemasan

berat dan menurunkan martabat korban itu sendiri, dampak sosial yang

dialami korban adalah korban akan menarik diri terhadap lingkungan serta

dapat mengubah perilaku seorang anak menjadi antisosial dan berperilaku

kasar terhadap sesamanya, dan dampak spritual yang akan dialami anak

adalah anak akan merasa bahwa Tuhan tidak adil.

Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan

kekerasan, kebanyakan dari orang tua tidak mengetahui bahwa anak juga

mempunyai hak dan kewajiban sesuai yang tercantum dalam Undang-

Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 13 dan 69

mengatakan bahwa ada perlindungan hukum bagi anak terhadap kekerasan.

Pasal 78 dan 80 juga mengatakan bahwa ada sanksi hukum bagi para pelaku

tindak kekerasan pada anak (Yuni Fitriana, dkk, 2015).

Dampak jangka panjang yang terjadi dari kekerasan verbal pada anak

adalah menimbulkan rantai kekerasan pada keluarga. Hasil tersebut sesuai

dengan hasil penelitian terkait yang sudah dilakukan oleh Munawati, anak

yang mendapatkan kekerasan verbal dapat melakukan hal yang sama kelak

kemudian hari terhadap anak-anaknya saat mereka menjadi orang tua. Hal

ini terjadi karena esensinya anak-anak merupakan peniru ulung (Munawati,

2011).
3

Verbal abuse yang dilakukan orang tua menimbulkan luka lebih

dalam pada kehidupan dan perasaan anak melebihi perkosaan

(Soetjiningsih, 2009). Berikut dampak-dampak psikologis akibat kekerasan

verbal pada anak, anak menjadi tidak peka dengan perasaan orang lain,

menganggu perkembangan, anak menjadi agresif, gangguan emosi,

hubungan sosial terganggu, kepribadian sociopath atau antisocial

personality disosder, menciptakan lingkaran setan dalam keluarga, dan

bunuh diri (Ria, 2008).

Akibat dari kekerasan verbal dapat membentuk kepribadian, seseorang

remaja menjadi orang yang ekstrensi, sering membolos, mencuri,

berbohong, bergaul dengan anak-anak nakal. Kekerasan verbal juga

berdampak pada psikologis remaja, remaja menjadi agresif. Kekerasan

verbal menyebabkan gejala yang tidak spesifik. Kekerasan akan

menyebabkan anak menjadi generasi yang lemah, seperti agresif, apatis,

pemarah, menarik diri, kecemasan berat, gangguan tidur, ketakutan yang

berlebihan, kehilangan harga diri dan depresi. Bahkan dampak lebih jauh

dari kekerasan yang dilakukan orangtua pada anaknya adalah

memperpanjang lingkungan kekerasan. Remaja yang mengalami tindakan

kekerasan, selanjutnya akan cenderung menjadi pelaku tindak kekerasan

terhadap orang lain (Ria, 2008).

Tindak kekerasan verbal yang dilakukan orangtua terhadap anak

remajanya akan memberikan pengalaman buruk dan akan terbawa hingga

dewasa nanti apabila dilakukan secara terus menerus. Tidak hanya itu kata-
4

kata kasar yang berikan orangtua kepada remaja dapat melukai perasaannya

dan membuat remaja memiliki pemikiran yang negatif tentang dirinya

sendiri.ketika remaja memiliki pemikiran yang negatif terhadap diri sendiri

akan ada kecenderungan untuk menganggap diri sebagai orang yang buruk

(Rini, 2008).

Terdapat sebuah kasus nyata berdasarkan hasil fenomenologis di Jawa

Tengah. Ada empat remaja laki-laki yang sering mengalami kekerasan

verbal dari orang tuanya. Mereka cenderung mengalami kekerasan verbal

tersebut semenjak 5-7 tahun. Mereka sering mendapatkan kekerasan verbal

pada saat mengalami permasalahan di sekolah, seperti pada saat

mendapatkan nilai yang jelek disekolah, pada saat mengalami pertengkaran

atau permasalahan dengan teman sebaya. Bentuk kekerasan Verbal yang

sering dialami oleh ke empat anak ini seperti menyebutkan nama dengan

tidak pantas (nama binatang atau menyebut anak bodoh) dan memberikan

bentakan-bentakan serta memarahi. Dampak yang dirasakan korban yaitu:

adanya keinginan untuk selalu membantah orangtua, perasaan kecewa

terhadap diri sendiri dan orangtua, serta merasa sakit hati (Arsih, 2010).

Kekerasan Verbal terjadi ketika ibu sedang sibuk dan anaknya

meminta perhatian namun si ibu malah menyuruh anaknya untuk “diam “

atau “jangan menangis” bahkan dapat mengeluarkan yang kata-kata “ kamu

bodoh “, “kamu cerewet”, kamu kurang ajar” ,kamu menyebalkan”, atau

yang lainnya. Kata-kata seperti itulah yang dapat diingat oleh sang anak,

bila dilakukan secara berlangsung oleh ibu (Rahmat, 2008). Tidak hanya
5

seorang ibu yang bisa melakukan kekerasan verbal, seorang ayah pun bisa

melakukan kekerasan verbal ketika ia merasa kesal “Anak jadah, pakai

kuping mu untuk mendengarkan nasihat orang tua muak aku melihat

perangai mu itu ... “ adalah contoh kekerasan verbal ketika seorang ayah

merasa kesal karena nasehatnya tidak didengarkan oleh anaknya (Sutikno

2010).

Berdasarkan penelitian Satria (2017) dengan judul pengaruh

kekerasan verbal orangtua terhadap komunikasi verbal anak di SMA

Muhammadiyah I Pelembang. Kekerasan verbal yang tinggi berjumlah 17

orang siswa dengan persentase 50%. Kekerasan verbal sedang hanya di

miliki oleh 5 orang siswa dengan persentase 14,70%. Dan kekersan verbal

rendah hanya 12 orang siswa yang berada pada tingkat kekersan verbal

rendah persentase 35,29%. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan verbal

orangtua masih tinggi.

Menurut Soetjiningsih (2007) Pengangguran, Putus Hubungan Kerja

(PHK), dan beban hidup lain yang memperparah kondisi itu. Faktor

kemiskinan dan tekanan hidup yang semakin meningkat, disertai dengan

kemarahan atau kekecewaan pada pasangan karena ketidak berdayaan dalam

mengatasi masalah ekonomi menyebabkan orang tua mudah sekali

meluapkan emosi, kemarahan, kekecewaan, dan ketidak mampuannya

kepada orang terdekatnya. Anak sebagai makhluk lemah, rentan, dan

dianggap milik orang tua, akan menjadi paling mudah menjadi sasaran.

Kemiskinan sangat berhubungan dengan penyebab kekerasan pada anak


6

karena bertambahnya jumlah krisis dalam hidupnya (misalnya, tidak bekerja

atau berdesak-desakan) dan disebabkan mereka mempunyai jalan masuk

terbatas kedalam sumber ekonomi untuk mendukung selama waktu stress

(Charles dalam Behrman et al 2009). Hal-hal seperti di atas itulah yang

dapat terjadinya kekerasan verbal terhadap anak, Kita menemukan bahwa

para pelaku juga korban kekerasan kebanyakan berasal dari kelompok

ekonomi yang rendah. Karena tekanan ekonomi, orang tua mengalami stress

berkepanjangan. Ia menjadi sangat sensitif. Ia mudah marah. Kelelahan fisik

tidak memberinya kesempatan untuk bercanda dengan anak-anak. Maka

terjadilah kekerasan emosional. Pada saat tertentu orang tua bisa meradang

dan membentak anak dihadapan banyak orang.

Berdasarkan penelitian Santang (2016) dengan judul pengaruh status

ekonomi orangtua terhadap motivasi belajar siswa SMP Muhamaddiyah I

Jombang, didapatkan bawah status ekonomi rendah terdapat 47,3% dari 402

subjek menuju yang ada, kategori status ekonomi sedang terdapat 43,3%

dan kategori status ekonomi tinggi terdapat 9,4% secara umum rata-rata

status ekonomi orangtua rendah.

Toha (dalam Ina, 2012) mengatakan bahwa teori di atas diperkuat oleh

faktor eksternal. Faktor eksternal adalah latar belakang keluarga. Keluarga

dengan ekonomi yang relatif rendah, dalam mencukupi kebutuhan pokok

sehari-hari akan cenderung lebih sulit dibandingkan keluarga dengan

ekonomi yang lebih mapan.


7

Berdasarkan hasil wawancara pada 10 orangtua di RW 03 Desa

Saguling, didapatkan 3 dari 10 orang mengatakan berpenghasilan Rp.

1.500.000/bulan, kekerasan verbal yang didapatkan anak pada saat

melakukan pekerjaan rumah, orangtua mengatakan “kamu bekerja gak pake

otak, yang benar kerjanya”, 1 dari 10 orang mengatakan berpenghasilan

3.500.000,-/bulan dan tidak pernah melakukan kekerasan verbal, 6 dari 10

orangtua mengatakan berpenghasilan Rp. 500.000,-/bulan, pernah

melakukan kekerasan verbal dengan mengatakan “anak bodoh, pemalas, dan

kamu tidak berguna”. 6 dari 10 orangtua mengatakan pernah

membandingkan anaknya dengan anak tetangganya yang lebih rajin dan

lebih pintar. 7 dari 10 orangtua mengatakan pernah menyalahkan anaknya

karena malas sekolah dan mengatakan “anak tidak tau diri”. 5 dari 10

orangtua mengatakan anaknya banyak sekali permintaan dan kemauan,

orangtua juga mengatakan merasa kesal dengan sifat anaknya tersebut, dan

1 dari 10 orangtua mengatakan tidak pernah menyalahkan dan membentak

anaknya.

Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang judul “Hubungan Status Ekonomi Orangtua Terhadap

Kekerasan Verbal Pada Remaja”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Status Ekonomi


8

Orangtua Terhadap Kekerasan Verbal pada Remaja di RW 03 Desa

saguling”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan Penelitian untuk mengetahui Hubungan Ekonomi Orangtua

dengan Kekerasan Verbal pada Remaja di RW 03 Desa Saguling”

2. Tujuan Khusus

a. Mengindentifikasi Status Ekonomi Pada Orangtua

b. Mengindentifikasi Kekerasan Verbal Pada Remaja

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berjudul “Hubungan Status Ekonomi Orangtua

Terhadap Kekerasan Verbal Pada Remaja di RW 03 Desa Saguling” dapat

memberikan manfaat.

1. Teoritis

Menguatkan teori tentang keperawatan keluarga. Hasil dari

penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

2. Praktis

a. Penelitian

Penelitian ini merupakan pengalaman pertama penelitian

dalam mengaplikasikan metode penelitian yang telah didapatkan


9

sehingga dapat memperluas pengetahuan dan pengalaman

penelian dalam melakukan sebuah penelitian ilmiah.

b. Institusi STIKes Santo Borromeus

Penelitan berharap dengan adanya penelitian ini dapat

menambah informasi dan ilmu mengenai fungsi keluarga serta

dapat menjadi acuan dalam pembelajaran mata komunikasi dan

keluarga.

c. Sekolah

Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi sekolah

bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan kekerasan

verbal orangtua pada remaja sehingga sekolah dapat

memberikan informasi konseling.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Peneliti ini berjudul “Hubungan Status Ekonomi Orangtua Terhadap

kekerasan verbal pada remaja” yang akan dilakukan di RW 03 Desa

Saguling selama periode bulan Juni 2019. Penelitian ini akan dilakukan

pada orangtua di RW 03 Desa Saguling. Penelitian dilakukan berdasarkan

hasil wawancara terhadap 10 orangtua diperoleh data yaitu, 6 orangtua

mengatakan berpenghasilan Rp. 500.000,-/bulan, pernah melakukan

kekerasan verbal dengan mengatakan “anak bodoh, pemalas, dan kamu


10

tidak berguna”. 6 orangtua mengatakan pernah membandingkan anaknya

dengan anak tetangganya yang lebih rajin dan lebih pintar. 7 orangtua

mengatakan pernah menyalahkan anaknya karena malas sekolah dan

mengatakan “anak tidak tau diri”. 5 orangtua mengatakan anaknya banyak

sekali permintaan dan kemauan, orangtua juga mengatakan merasa kesal

dengan sifat anaknya tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode

kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif korelasional dan pendekatan

cross-sectional serta pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.

Anda mungkin juga menyukai