Anda di halaman 1dari 20

Perkembangan Sejarah Keuangan Syariah

Abstrak

Lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan,


melakukan perhimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna
membiayai investasi perusahaan. Pada saat ini, di samping lembaga keuangan
konvensional, terdapat lembaga keuangan syari’ah yang semakin hari semkin
besar dan terus berkembang hingga sekarang. Seiring dengan perkembangan
tersebut, perlu kiranya di kaji, bagaimana sejarah lembaga keuangan syari’ah,
sehingga bisa dilihat bagaimana landasan utama berdirinya lembaga keuangan
khususnya lembaga keuangan syari’ah.
Kata Kunci : Lembaga Keuangan Syariah

A. Pendahuluan

Saat ini banyak berkembang Bank ataupun lembaga keuangan yang


berdasar atau dengan label syari’ah, dengan inovasi baru ini meberi
kesempatan bagi para pelaku ekonomi yang sekaligus ingin menjalankan
semua kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang jasa perbankan supaya
lebih terjamin dengan didukung dengan adanya Undang-Undang pendukung
pengoprasian lembaga keuangan bank ataupun non-perbankan yang
berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam.
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang
digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari
sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem
sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks
keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Lembaga leuangan syariah sebagai
bagian dari sistem ekonomi syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya
juga tidak terlepas dari ajaran Syariah. Oleh karena itu, Lembaga Keuangan
Syariah tidak akan mungkin membiayai usaha-usaha yang di dalamnya
terkandung hal-hal yang diharamkan, proyek yang menimbulkan
kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan perjudian, peredaran
narkoba, senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat merugikan syiar
Islam. Untuk itu dalam struktur Lembaga Keuangan Syariah harus terdapat
lembaga fasilitator yang menjamin produk dan operasional lembaga tersebut
Pasar keuangan syariah pertama kali muncul di dunia digagas atau di pelopori

1
oleh negara-negara muslim yang ditandai berdirinya islamic financial
market di Kuala Lumpur pada tahun 1940.

B. Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia


Lembaga keuangan perbankan syariah di Indonesia dimulai semenjak
tahun 1990-an mengalami perkembangan yang semakin marak pada awal
tahun 2000-an. Ditandai dengan bermunculannya sejumlah bank syariah
yang didirikan oleh perbankan konvensional, baik yang sahamnya dimiliki
pemerintah maupun swasta.
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah semakin marak, setelah
sejumlah kelompok masyarakat ikut membuat gerakan atau lembaga
keuangan alternatif yang berbasis syariah. Ada lembaga keuangan yang
didirikannya telah berbadan hukum, ada juga yang belum. Perkembangan
praktek ekonomi syariah khususnya dalam pemanfaatan lembaga keuangan,
didorong oleh kesadaran kaum muslimin untuk menjalankan syari’at Islam
dalam segenap aspek kehidupan termasuk bidang ekonomi. Kesadaran untuk
menjauhi sistem riba yang dianggap ada dalam system bunga direspon
secara kreatif oleh para ahli ekonomi Islam dengan menciptakan berbagai
instrumen keuangan yang konsisten pada prinsip-prinsip syariah, sekaligus
mempunyai andil dan peran sosial yang penting untuk menggerakkan
aktivitas ekonomi dan kebutuhan khusus masyarakat.
Pengertian lembaga keuangan dikemukakan oleh Abdulkadir
Muhammad.1 Menurutnya lembaga keuangan (financial institution) adalah:
“Badan usaha yang mempunyai kekayaan dalam bentuk aset keuangan
(financial assets). Kekayaan berupa asset keuangan ini digunakan untuk
menjalankan usaha di bidang jasa keuangan, baik penyediaan dana untuk
membiayai usaha produktif dan kebutuhan konsumtif, maupun jasa keuangan
bukan pembiayaan”. Kegiatan ekonomi syariah menghendaki agar kegiatan
ekonomi berlangsung dan terjadi secara halal, baik produk yang jadi
objeknya, maupun cara perolehan dan penggunaannya. Prinsip Syariah juga
1
Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: Citra Aditya
Bhakti, 2004). hal.8

2
harus dilakukan tanpa paksaan (ridha), adalah transaksinya berpijak pada
kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas
manipulasi dan spekulasi.
Menurut SK Menkeu RI No.792 Tahun 1990, lembaga keuangan adalah
semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, melakukan perhimpunan
dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi
perusahaan.2 Meski dalam peraturantersebut lembaga keuangan diutamakan
untuk membiayai investasi perusahaan namun tidak berarti membatasi
kegiatan pembiayaan lembaga keuangan. Dalam kenyataannya, kegiatan
usaha lembaga keuangan bisa diperuntukkan bagi investasi perusahaan,
kegiatan konsumsi dan kegiatan distribusi barang dan jasa.
Menurut Dahlan Siamat, lembaga keuangan adalah badan usaha yang
kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan atau tagihan
dibandingkan dengan aset nonfinansial atau aset riil.3 Lembaga keuangan
memberikan pembiayaan/kredit kepada nasabah dan menanamkan dananya
dalam surat-surat berharga. Di samping itu, lembaga keuangan juga
menawarkan berbagai jasa keuangan antara lain menawarkan berbagai jenis
tabungan, proteksi, asuransi, program pensiun, penyediaan sistem
pembayaran dan mekanisme transfer dana.
Kasmir mendefinisikan lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang
bergerak di bidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana atau
kedua-duanya, artinya kegiatan yang dilakukan oleh lembaga keuangan
selalu berkaitan dengan bidang keuangan, apakah kegiatannya hanya
menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau bahkan kedua-duanya
yakni menghimpun danmenyalurkan dana.4

2
Himpunan Perundang-Undangan Perbankan Syari’ah, (Jakarta : Indonesia Legal
Center Publishing, 2009). hal.89. Dikutip dari jurnal Idwal. B, Sejarah Perkembangan Lembaga
Keuangan Syariah, Diakses pada tanggal 22 Maret 2018 pukul 15.30 WIB dari
ejournal.iainbengkulu.ac.id
3
Karnaen A Perwataatmaja dan Hendri Tanjung, Bank Syari’ah Teori, Praktik dan
Peranannya, (Jakarta : Clestial Publishing. 2007). hal.3
4
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Rajawali Grafindo, 2009).hal. 10

3
Dari berbagai pendapat di atas dapat dipahami bahwa lembaga keuangan
adalah setiap perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang
keuangan. Kegiatan usaha lembaga keuangan dapat berupa menghimpun
dana dengan berbagai skema atau melakukan kegiatan menghimpun dana dan
menyalurkan dana sekaligus, dimana kegiatan usaha lembaga keuangan
diperuntukkan investasi perusahaan, kegiatan konsumsi dan kegiatan
distribusi barang dan jasa. Sesuai dengan system keuangan yang ada maka
dalam operasionalnya lembaga keuangan dapat berbentuk lembaga keuangan
konvensional dan lembaga keuangan syariah.
Ada beberapa pemikiran yang melandasi pendirian Bank Syariah di
Indonesia, yaitu:
1. Keinginan umat Islam untuk menghindari riba dalam kegiatan
muamalatnya.
2. Manajemen Islam yang sangat cocok diterapkan di Indonesia karena
sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam.
3. Memberikan alternatif kepada umat Islam dalam mempergunakan dan
memanfaatkan jasa perbankan.
4. Membantu program pemerintah dibidang pengetasan kemiskinan,
karena orientasi Bank Syariah adalah pembiayaan bagi usaha
masyarakat golongan menengah kebawah, termasuk usaha kecil.
Lembaga keuangan syariah komersial yang berkembang saat ini antara
lain : pegadaian syariah, pasar modal syariah, reksadana syariah, dan obligasi
syariah. Sedangkan lembaga keuangan syariah nirlaba yang saat ini
berkembang antara lain : organisasi pengelola zakat, baik badan amil zakat
maupun lembaga amil zakat, dan badan wakaf. Bahkan lembaga keuangan
mikro syariah seperti Bank BMT (Baitul Maal wa Tamwil) juga turut
berkembang sangat pesat di Indonesia.

C. Perbankan Syariah
Pengertian bank apabila ditinjau dari segi imbalan atau penggunaan dana,
baik berupa simpanan maupun pinjaman, bank dapat dibedakan menjadi dua

4
bagian, yaitu bank syari’ah dan bank konvensional. Bank konvensional
adalah bank yang dalam aktivitasnya baik dalam menghimpun dana maupun
dalam rangka menyalurkan dananya memberikan dan mengenakan imbalan
berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam presentase tertentu dari dana
suatu periode tertentu.
Sedangkan bank syari’ah merupakan bank yang dalam aktivitasnya baik
dalam menghimpun dana maupun dalam rangka penyaluran dananya
memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syari’ah. Pada
dasarnya fungsi utama bank yaitu menerima titipan dana, meminjamkan uang
dan jasa pengiriman uang adalah boleh dilakukan, keculi bila dalam
pelaksanaan fungsi perbankan melakukan hal-hal yang dilarang syari’ah.
Dalam praktik perbankan konvensional yang dikenal saat ini, fungsi tersebut
dilakukan dengan sistem bunga. Bank konvsional memang tidak serta merta
identik dengan riba, namun kebanyakan praktik bank konvensional dapat
digolongkan sebagai transaksi ribawi menurut Islam. Dengan demikian jelas
bahwa perbankan konvensional bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah
dalam melaksanakan beberapa kegiatannya.5
Bank syari’ah memiliki sistem operasional yang berbeda dengan bank
konvensional. Bank syari’ah memberikan layanan bebas bunga kepada para
nasabahnya. Dalam sistem operasional, bank syari’ah pembayaran dan
penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk, bank syari’ah tidak mengenal
sistem bunga, baik bunga yang diperoleh dari nasabah yang meminjam uang
atau bunga yang dibayar kepada penyimpan dana di bank syari’ah.
Perbankan syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank
syari’ah dan unit usaha syari’ah yang mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank
syari’ah memiliki fungsi menghimpun dana dari msyarakat dalam berbagai
bentuk titipan dan investasi dari pihak pemilik dana. Fungsi lainnya ialah

5
Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syari’ah, Cet,I (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2008). hal.14-15

5
menyalurkannya kepihak lain yang sama membutuhkan dana dalam bentuk
jual beli maupun kerja sama usaha.
Bank syari’ah sebagai lembaga intermediasi antara pihak investor yang
meninvestasikan dananya di bank kemudian selanjutnya bank syari’ah
menyalurkan dananya kepada pihak lain yang membutuhkan dana. Investor
yang menempatkan dananya akan mendapatkan imbalan dari bank dalam
bentuk bagi hasil atau bentuk lainnya yang disahkan dalam syari’ah Islam.
Bank syari’ah menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan pada
umumnya dalam akad jual beli dan kerja sama usaha. Imbalan yang diperoleh
dalam margin keuntungan, bentuk bagi hasil dan bentuk lainnya yang sesuai
dengan syari’ah Islam.
Bank syari’ah merupakan bank yang kegiatan usahanya mengacu pada
hukum Islam dan dalam kegiatannya tidak membebankan bunga maupun
tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan yang diiterima olah bank
syari’ah maupun yang dibayarkan kepada nasabah tergantung dari akad dan
perjanjian antara nasabah dan bank. 6
Adapun perbedaan dari konsep dan sistem bank syari’ah dan bank
konvensional dapat dilihat dari skema berikut
Skema 1.1. Konsep dan Sistem Bank Konvensional

Bunga Tab/Deposito/giro Bunga Kredit

Proses Proses Penyaluran


Penghimpunan Dana Dana

Masyarakat Bank Mayarakat


Pemilik Dana Konvensional Pengguna Dana

Penetapan Imbalan Penetapan Beban

6
Ismail, Perbankan Syari’ah, Cet, I (Jakarta: Kencana Prenamedia Group,2011).hal. 31-
32

6
Konsep penghimpunan dana: konsep penyaluran dana:
1. Giro bunga (Baik untuk konsumtif
modal
2. Tabungan dan deposito kerja/Investasi)

Skema 1.2 Konsep dan Sistem Bank Syari’ah

Bagi hasil dan margin

Proses Penghimpunan
dana Proses Penyaluran Dana

Mayarakat Pemilik Bank Masayarakat


Dana Syari’ah Pengguna Dana

Bagi hasil dan bonus

Konsep Penghimpunan Dana Konsep Penyaluran Dana


1. Bagi Hasil (Mudharabah dan
1. Al-Wadi’ah (Giro)
Musyarakah
2. Jual Beli (Mudharabah,Salam,
2. Al-Mudharabah (Tabungan dan
Ijatah dan Istishna’)
Deposito
3. Jasa (Qardh, Hawalah, Kafalah,
Wakalah dan Rahn)
D. Pegadian
Dalam bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan juga dapat
dinamai al-habsu. Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama,
sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak
sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut.

7
Sedangkan menurut Sabiq,7Rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai
nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang
yang bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa mengambil sebagian
manfaat barang itu. Pengertian ini didasarkan pada praktek bahwa apabila
sesesorang ingin berhutang kepada orang lain, ia menjadikan barang miliknya
baik berupa barang tak bergerak atau berupa barang bergerak berada dalam
penguasaan pemberi pinjaman sampai penerima pinjaman melunasi
hutangnya.
Dan menurut Syafi’i, ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang
ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang
menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau
sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah
semacam jaminan utang atau gadai.8 Sedangkan menurut fatwa DSN MUI
No.25/DSN-MUI/III/2002, rahn adalah menahan barang sebagai jaminan
atas utang.
Dari beberapa pengertian rahn tersebut, dapat disimpulkan bahwa rahn
merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang
mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga
orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.
Implementasi operasi pegadaian syari’ah hampir bermiripan dengan
pegadaian konvensional. Seperti halnya pegadaian konvensional, pegadaian
syari’ah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.
Adapun mekanisme operasional pegadaian syari’ah dapat digambarkan
sebagai berikut: Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak
dan kemudian pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah
disediakan oleh pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan
adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat
penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas
7
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah 11, (Bandung: PT. Alma’arif, 1987), hal. 139.
8
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani
Press, 2001), hal. 128.

8
dasar ini dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah
sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pegadaian syari’ah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa
tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang
diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga di sini dapat dikatakan proses
pinjam meminjam uang hanya sebagai pemikat yang akan menarik minat
konsumen untuk menyimpan barangnya di pegadaian.
Untuk dapat memperoleh layanan dari pegadaian syari’ah, masyarakat
hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan
lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian
staf penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang
akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa
simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang
ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan
oleh perum pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan
adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.9

E. Pasar Modal Syari’ah


Pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para
penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh
modal. Penjual dalam pasar modal merupakan perusahaan untuk menjual
efek-efek di pasar modal yang disebut emiten, sedangkan pembeli disebut
investor.
Pasar modal Syari’ah secara sederhana dapat diartikan sebagai pasar
modal yang menerapkan prinsip-prinsip Syari’ah dalam kegiatan transaksi
ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti riba, perjudian,
spekulasi dan lain-lain.10 Pasar modal Syari’ah adalah pasar modal yang
seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang

9
Oktaria Oritami, Makalah Pegadaiaan Syariah, diakses tanggal 22 Maret 2018 pukul
16.00 WIB. dari gtoritami.blogspot.co. id
10
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah cet ke 1 (Jakarta: Predana
Media Group. 2009) hal.111

9
diperdagangkannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip Syari’ah. Sedangkan
efek Syari’ah adalah efek yang dimaksudkan dalam peraturan perundang-
undangan di bidang Pasar Modal yang akad, pengelolaan perusahaan,
maupun cara penerbitnya memenuhi prinsip-prinsip Syari’ah yang didasarkan
atas ajaran Islam dan efek Syari’ah di Indonesia penetapannya dilakukan oleh
DSN-MUI (Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia) dalam
bentuk fatwa.
Kegiatan dalam pasar modal Syari’ah harus berdasarkan konsep Syari’ah
seluruhnya, sehingga dalam kegiatan pasar modal Syari’ah terlepas dari
unsur-unsur yang dilarang secara Syari’ah yang kerap terjadi dalam pasar
modal konvensional. Dewan Syari’ah Nasional (DSN) suatu lembaga
dibawah MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang dibentuk tahun 1999 telah
megeluarkan ketentuan mengenai kegiatan investasi di pasar modal Syari’ah.
Ketentuan tersebut dituangkan ke dalam beberapa fatwa MUI tentang
kegiatan investasi yang sesuai Syari’ah ke dalam produk-produk investasi di
Pasar Modal Indonesia.
Instrumen pasar modal pada prinsipnya adalah semua surat berharga atau
efek yang umum diperjualbelikan melalui pasar modal. Efek adalah setiap
surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas,
kredit, tanda bukti utang, right, warrans, opsi, atau setiap derivatif dari efek
atau setiap instrumen yang ditetapkan oleh Bapepam LK sebagai efek.
Adapun pasar modal Syari’ah secara khusus memperjualbelikan efek
Syari’ah. Efek Syari’ah adalah efek yang akad, pengelolaan perusahaan dan
cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip Syari’ah yang didasarkan atas
ajaran Islam. Efek Syari’ah di Indonesia adalah efek yang penetapannya
dilakukan oleh DSN-MUI dalam bentuk fatwa.11

F. Asuransi Syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, yaitu insurance, yang dalam
bahasa Indonesia telah menjadi bahasa popular dan diadopsi dalam kamus

11
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah cet ke 1……. h.133

10
besar bahasa Indonesia dengan padanan kata pertanggungan. Dalam bahasa
Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (Asuransi) dan verzekering
(Pertanggungan).
Asuransi syariah adalah pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi
ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta
dan operator. Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam al-Qur’an
dan asSunnah. Dalam perspektif ekonomi Islam, asuransi dikenal dengan
istilah takaful yang berasal dari bahasa arab berarti saling menanggung atau
saling menjamin. Asuransi dapat diartikan sebagai perjanjian yang berkaitan
dengan pertanggungan atau penjaminan atas resiko kerugian tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita ambil kesimpulan
bahwasannya asuransi takaful merupakan pihak yang tertanggung penjamin
atas segala risiko kerugian, kerusakan, kehilangan, atau kematian yang
dialami oleh nasabah (pihak tertanggung). Dalam hal ini, si tertanggung
mengikat perjanjian (penjaminan resiko) dengan si penanggung atas barang
atau harta, jiwa dan sebagainya berdasarkan prinsip bagi hasil yang mana
kerugian dan keuntungan disepakati oleh kedua belah pihak.
Asuransi merupakan cara atau metode untuk memelihara manusia dalam
menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam
hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas
ekonominya.
Dalam ensiklopedi hukum Islam telah disebutkan bahwa asuransi adalah
transaksi perjanjian antara dua pihak, dimana pihak yang satu berkewajiban
membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan
sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak
pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
Prinsip utama dalam asuransi syaiah adalah ta’awunu ‘ala al birr wa
altaqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan
al- ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta
asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling
menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat

11
dalam asuransi syariah adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad
tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi
konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang
pertanggungan.12
Sistem operasional asuransi syariah adalah bertanggung jawab, bantu-
membantu, dan saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaan
asuransi syariah diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta untuk
mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, dan memberikan
santunan kepada yang mengalami musibah sesuai dengan isi akta perjanjian.
Pengelolaan dana asuransi (premi) dapat dilakukan dengan akad
mudharabah,mudharabah musyarakah, atau wakalah bil ujroh. Pada akad
mudharabah, keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh dari bangian
keuntungan dana dari investasi (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi
syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi syariah
berfungsi sebagai pihak yang menjalankan modal. Keuntungan yang
diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan
perusahaan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
Pada akad mudharabah musyarakah, perusahaan asuransi bertindak
sebagai mudharib yang menyertakan modal atau dananya dalam investasi
bersama dana para peserta. Perusahaan dan peserta berhak memperoleh bagi
hasil dari keuntungan yang diperoleh dari investasi. Sedangka pada akad
wakalah bil ujroh, perusahaan berhak mendapatkan fee sesuai dengan
kesepakatan. Para peserta memberikan kuasa kepada perusahaan untuk
mengelola dananya dalam hal kegiatan administrasi, pengelolaan dana,
pembayaran klaim, underwriting, pengelolaan portofolio risiko, pemasaran
dan investasi.13

G. Dana Pensiun

12
S Zulfikah. 2013. Lembaga Asuransi Syariah. Diakses pada tanggal 29 Juli 2018 Pukul
15.00 dari digilib.uinsby
13
A Muid. 2014. Asuransi Syariah. Diakses pada tanggal 29 Juli 2018 Pukul 15.00
eprints.walisongo.

12
Istilah dana pensiun sebagai badan hukum mulai dikenal setelah lahirnya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Undang-
undang tersebut merupakan dasar penyelenggaraan program pensiun bagi
karyawan pemberi kerja/perusahaan. Sebelum adanya Undang-Undang
tersebut, dasar penyelenggaraan program pensiun adalah Arbeiderfonsend
Ordonantie Nomor 377 Tahun 1926, sebagai pelaksanaan dari pasal 1601
KUH Perdata buku III yang berbunyi : Tiap perjanjian antara majikan atau
seorang pegawainya atau kuasanya dan seorang buruh yang bekerja di
bawah salah seorang dari mereka itu, yang mengikat diri buruh itu untuk
menggunakan upah atau pendapatannya yang lain seluruhnya atau sebagian
menurut cara tertentu atau untuk membeli barang-barang keperluannya di
tempat tertentu atau dan orang tertentu, tidak diperbolehkan dan adalah
batal. Dan ketentuan-ketentuan tersebut, dikecualikan perjanjian yang
mengikutsertakan buruh dalam suatu dana, asal dana tersebut memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan dalam undang-undang.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
menyebutkan bahwa dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan
menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Sementara itu,
yang dimaksud dengan manfaat pensiun adalah pembayaran berkala yang
dibayarkan kepada peserta pada saat dan dengan cara yang ditetapkan dalam
peraturan dana pensiun.
Pada hakikatnya pengelolaan dana oleh dana pensiun merupakan
tabungan masyarakat (dalam hal ini peserta dana pensiun) yang mempunyai
ciri sebagai tabungan jangka panjang untuk dinikmati hasilnya setelah peserta
pensiun. Dalam Dictionary of Accounting, dana pensiun diartikan sebagai
dana yang sengaja dihimpun secara khusus dengan tujuan untuk memberikan
manfaat kepada karyawan pada saat mereka mencapai usia pensiun,
meninggal dunia atau cacat.
Menurut Zulaini Wahab, dana pensiun adalah badan hukum yang
mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan pembayaran berkala
kepada peserta pada saat mencapai usia pensiun atau pada saat lain, dengan

13
cara yang ditetapkan dalam peraturan dalam peraturan dana pensiun. Status
sebagai badan hukum diperoleh dana pensiun sejak tanggal pengesahan
Menteri Keuangan. Karena dalam memastikan dan mengamankan manfaat
pensiun tersebut mutlak diperlukan pemisahan dana pensiun harus terpisah
dari kekayaan pendirinya, Undang-Undang Dana Pensiun menetapkan dana
pensiun sebagai badan hukum. Dana Pensiun selaku badan hukum(persona
standi in judicio), subjek hukum mandiri diurus serta dikelola oleh pengurus
di bawah pengawasan dewan pengawas.
Jadi kegiatan perusahaan Dana Pensiun adalah memungut dana dari iuran
yang dipotong dari pendapatan karyawan suatu perusahaan. Iuran ini
kemudian diinvestasikan lagi ke dalam berbagai kegiatan usaha yang
dianggap paling menguntungkan. Bagi perusahaan dana pensiun iuran yang
dipungut dari para karyawan suatu perusahaan tidak dikenakan pajak. Hal ini
dilakukan pemerintah dalam rangka pengembangan program pensiun kepada
masyarakat luas, seperti yang tertuang dalam Peraturan Perundang-Undangan
di bidang perpajakan yang memberi fasilitas penundaan pajak penghasilan.14

H. Lembaga Keuangan Syariah Internasiol


Lembaga keuangan syariah yang ada di Indonesia maupun di beberapa
negara muslim sudah cukup banyak berkembang. Di Indonesia sendiri kita
dapat melihat UU No.7 Tahun 1990 tentang perbankan, yang antara lain
menyebutkan bahwa dimungkinkannya berdiri suatu bank dengan sistem bagi
hasil, sehingga regulasi tersebut menjadi dasar berdirinya Bank Muamalat
Indonesia sebagai bank pertama di indonesia yang mererapkan sistem syariah.
Kemudian, UU tersebut diamandemen dengan UU No.10 Tahun 1988 tentang
Perbankan, yang berpeluang diterapkannya dual banking system dalam
perbankan nasional ini. Sehingga UU tersebut telah mendorong dibukanya
divisi syariah di sejumlah bank konvensional.

14
Dana Pensiun. Diakses pada tanggal 29 Juli 2018 pukul 15.00 dari repository.usu. ac.id

14
Lembaga-lembaga keuangan dengan berbasis syariah ternyata tidak hanya
berkembang di negara yang masyarakatnya mayoritas muslim. Telah banyak
berdiri beberapa bank syariah di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Kita dapat melihat Citybank yang telah mendirikan City Islamic Investment
Bank. Begitu pula ABN Amro Bank dengan ABN Amro Global Islamic
Financial Services dan Investment Bank ANZ Australia dengan First ANZ
International Moderaba. Selain itu, Standart Chartered Bank dan Chase
Manhattan Bank adalah contoh lembaga keuangan raksasa Internasional yang
telah mulai menggarap perbankan syariah. Mereka bukan hanya membidik
nasabah muslim melainkan juga nonmuslim. Karena mereka telah
mengetahui bahwa dengan menerapkan sistem syariah ini akan membawa
masyarakat secara umum kepada kehidupan yang lebih baik dan memberikan
profit yang lebih baik pula dalam jangka panjang kepada bank ataupun
lembaga keuangan yang menerapkan sistem syariah pada kegiatannya.
Dengan perkembangan ekonomi syariah, kini telah banyak berdiri
lembaga keuangan internasional yang berbasis syariah. Lembaga-lembaga ini
pada awalnya hanya didirikan oleh negara-negara yang masyarakatnya
mayoritas beragama Islam. Namun, setelah melihat perkembangan yang
cukup baik dari lembaga-lembaga keuangan berbasis syariah itu dan
pengaruh yang cukup besar dalam perekonomian dunia, maka negara-negara
besar yang berideologi kapitalis ataupun sosialis tertarik dengan sistem
syariah ini. Sehingga berdirilah lembaga-lembaga keuangan berbasis syariah
di negara-negara yang berideologi kapitalis atau sosialis dan mendorong
berdirinya lembaga keuangan syariah multilateral yang tidak hanya didirikan
oleh kelompok negara-negara muslim saja.
1. Islamic Development Bank (IDB)
Lembaga keuangan dengan basis syariah ini berawal dari sebuah
deklarasi dalam Konferensi Menteri Keuangan Negara Muslim di Jedah.
Lembaga ini pada dasarnya bertujuan untuk menjadi suatu lembaga yang
membantu pengembangan ekonomi dan sosial negara-negara muslim dan
melakukan kerjasama dengan menggunakan prinsip syariah. Fungsi dari

15
lembaga ini antara lain memberikan bantuan modal dan kredit hibah
untuk proyek-proyek produktif dan memberikan assisten finansial bagi
perusahaan-perusahaan di negara muslim anggota IDB untuk
pengembangan ekonomi dan sosial negara tersebut. Lembaga ini juga
mengalokasikan dana khusus untuk dana asistensi bagi
pengembangan ekonomi dan sosial bagi komunitas Islam di negara yang
bukan anggota IDB.

2. Islamic Financial Services Board (IFSB)


Merupakan lembaga multilateral yang akan memayungi lembaga
keuangan syariah di dunia itu, didirikan oleh Bank Sentral dan otoritas
moneter dari Indonesia, Bahrain, Iran, Kuwait, Malaysia, Pakistan, Saudi
Arabia, Sudan, dan Islamic Development Bank (IDB). IFSB ini memiliki
arti sangat penting, karena kini terdapat sekitar 200 lembaga
perbankan Islam yang sedang tumbuh di 48 negara, termasuk Amerika
Serikat, Eropa, dan Asia Barat. Bank-bank tersebut mengelola aset
sekitar $ 170 miliar.
IFSB akan menyusun standar dan prinsip pokok pengawasan,
pengaturan, dan penerapan syariah Islam oleh lembaga keuangan syariah
di seluruh Indonesia. IFSB juga akan menjadi penguhubung sekaligus
menjalin kerjasama dengan lembaga penetapan standar di bidang
moneter dan stabilitas ekonomi. Di antara hal yang akan dilakukan, yang
cukup penting adalah penyusunan standar operasional yang selaras
dengan Basel Accord II. Basel Accord II sendiri masih dalam tahap
persiapan akhir bagi pengimplementasian pada akhir tahun 2006, yang
dikendalikan secara eksklusif oleh Bank for International Settlements
(BIS) di Basel, Swiss. Intinya, fungsi IFSB seperti Bank for International
Settlement (BIS).
Bagi Indonesia, keberadaan IFSB sangat strategis. Ini untuk
menstandarisasi perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah di
negeri ini sehingga standar operasi dan produknya sama secara

16
internasional. Selain itu, melalui lembaga tersebut akan dapat dijalin
kerja sama antar lembaga keuangan syariah di dunia.
3. International Isntitute of Islamic Thought (IIIT)
International Institute of Islamic Thought (IIIT) adalah sebuah
lembaga nonprofit, lembaga pendidikan dan budaya, yang fokus terhadap
gagasan-gagasan ke-Islaman secara umum. Lembaga ini berdiri di
Amerika Serikat pada 1981 atau 1401 H. Lembaga yang memiliki
berbagai cabang di dunia ini, berkantor pusat di Herndon, Virginia.
Lembaga ini memiliki visi mengembangkan umat melalui pendidikan,
budaya, dan mengintegrasikan, pengetahuan Islam dengan kemanusiaan
dan etika Islam dengan moral pengetahuan.
Seiring dengan pengembangan ekonomi syariah, IIIT juga turut
berperan mengembangkan konsep, mensosialisasikan, dan
menstandarisasikan ekonomi syariah. Salah satu program standarisasi
ekonomi syariah adalah The Registered Fellow in Islamic Finance
(RFIF) yang merupakan sertifikasi keahlian keuangan syariah yang
berskala internasional. Untuk menstandarisasi keahlian ini di Indonesia
bekerja sama dengan Karim Business Consulting.
4. Accounting and Auditing Organitation for Islamic Finance (AAOIFI)
Lembaga ini merupakan lembaga yang menstandarisasi sistem
akunting dan audit keuangan lembaga-lembaga ekonomi syariah,
khususnya lembaga keuangan di dunia. Lembaga ini berkantor pusat di
London, Inggris dan diakui oleh negara-negara yang memiliki lembaga
keuangan syariah sebagai benchmark akuntansi dan audit keuangan
syariah.
Lembaga ini didirikan oleh Bank Dunia bekerja sama dengan Bahrain
Monetery Agency. AAOIFI memiliki misi untuk menciptakan sistem
keuangan syariah yang transparan, berkesinambungan dan bersih.
Sejumlah standar akuntansi dan audit yang diterbitkan AAOIFI menjadi
dasar bagi lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Standar
Akuntansi Perbankan Syariah yang baru-baru ini disahkan Dewan

17
Syariah Nasional merupakan peraturan akuntansi perbankan yang
merujuk pada standar AAOIFI.15
I. Kesimpulan

Dalam lembaga keuangan, Al-Qur’an memberikan aturan-aturan dasar,

agar transaksi ekonomi dalam lembaga

keuangan tersebut tidak sampai melanggar

norma/ etika. Lebih jauh dari itu, transaksi

ekonomi dan keuangan lebih berorientasi

pada keadilan dan kemakmuran umat.Pada

zaman Rasullah SAW kegiatan praktek-praktek seperti menerima titipan


harta,

meminjamkan uang untuk keperluan

konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta

melakukan pengiriman uang, telah lazim

dilakukan.Lembaga keuangan yang ada

pada masa Rasulullah yaitu Baitul maal

dan wilayatul hisbah. Rasulullah SAW

adalah seorang yang sangat menjunjung

15
Lembaga Keuangan Syariah Internasional. Diakses pada tanggal 29 Juli 2018 pukul
15.00 dari shandydf.wordpress.com

18
nilai-nilai Al-Quran dalam menjalankan

bisnisnya (aktivitas perniagaan) .Kemudiaan

ketika Rasulullah wafat, lembaga keuangan

diteruskan pada zaman Khulafaur

Rasyidin. Dalam prakteknya masih seperti

tradisi yang dilakukan oleh Rasulullah,

tetapi pada zaman ini,berkembang sangat

pesat. Selanjutnya setelah zaman

Khulafaur Rasyidin berakhir dilanjutkan

pada zaman Dinasti, yaitu Dinasti Umayah

dan Dinasti Abasiyah. Pada zaman Dinasti

ini fungsi lembaga keuangan hampir sama

dengan zaman-zaman sebelumnya, tetapi

pada zaman ini ada perubahan pola

ekonomi. Setelah peradaban Dinasti

berakhir maka berlanjut pada masa

modern, Lembaga keuangan modern ini

mengarah kepada sistem keuangan yang

bebas riba, daimana pada zamannya kaum

19
penjajah telah mengenalkan sisitem ribawi

karenan hal ini seiring dengan

menghilangnya Baitul Maal dalam

khazanah kenegaraan

20

Anda mungkin juga menyukai