Anda di halaman 1dari 34

A.

Anatomi Fisiologi
Ginjal terletak di sepanjang dinding otot bagian belakang (otot
posterior) rongga perut. Bentuk ginjal menyerupai kacang yang berukuran
sekepalan tangan. Ginjal dilengkapi dengan sepasang ureter, sebuah kandung
kemih dan uretra yang membawa urine keluar.

Gambar 1. Anatomi Ginjal

Manusia memiliki sepasang ginjal yang bagian kirinya terletak sedikit


lebih tinggi daripada ginjal kanan, karena adanya organ hati yang mendesak
ginjal kanan. Ginjal juga dilindungi oleh tulang rusuk dan otot punggung.
Selain itu, jaringan adiposa (jaringan lemak) mengelilingi ginjal dan berperan
sebagai bantalan pelindung ginjal. Secara umum, anatomi ginjal manusia
dibagi menjadi tiga bagian dari yang paling luar ke paling dalam, yaitu korteks
ginjal, medula ginjal, dan pelvis ginjal.

1
Gambar 2. Organ Ginjal
a. Korteks (Cortex)
Korteks ginjal adalah bagian ginjal paling luar. Tepi luar korteks ginjal
dikelilingi oleh kapsul ginjal dan jaringan lemak, untuk melindungi bagian
dalam ginjal.
b. Medula (Medulla)
Medula ginjal adalah jaringan ginjal yang halus dan dalam. Medula
berisi lengkung Henle serta piramida ginjal, yaitu struktur kecil yang
terdapat nefron dan tubulus. Tubulus ini mengangkut cairan ke ginjal yang
kemudian bergerak menjauh dari nefron menuju bagian yang
mengumpulkan dan mengangkut urine keluar dari ginjal.
c. Pelvis Ginjal (Renal Pelvis)
Pelvis ginjal adalah ruang berbentuk corong di bagian paling dalam
dari ginjal. Ini berfungsi sebagai jalur untuk cairan dalam perjalanan ke
kandung kemih. Bagian pertama dari pelvis ginjal mengandung calyces.
Ini adalah ruang berbentuk cangkir kecil yang mengumpulkan cairan
sebelum bergerak ke kandung kemih.

2
 Hilum adalah lubang kecil yang terletak di bagian dalam ginjal, di
mana ia melengkung ke dalam untuk menciptakan bentuk seperti
kacang yang berbeda. Pelvis ginjal melewatinya.
 Arteri ginjal, membawa darah yang kaya akan oksigen dari jantung ke
ginjal untuk proses filtrasi.
 Vena ginjal, membawa darah yang disaring dari ginjal kembali ke
jantung.

Gambar 3. Struktur Ginjal

B. Definisi
Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease/CKD) adalah suatu kondisi
dimana ginjal rusak atau tidak dapat menyaring darah dengan baik seperti
ginjal yang sehat sehingga menyebabkan kelebihan cairan dan sisa dari darah
tetap berada di dalam tubuh dan dapat menyebabkan masalah kesehatan lainnya
(Centers for Disease Control and Prevention, 2017).
Hipertensi sering menyertai peningkatan kejadian CKD (Centers for
Disease Control and Prevention, 2017). Menurut Giena dkk (2018) hipertensi
dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal di dalam darah. Dinding
pembuluh darah menjadi menebal dikarenakan adanya asupan lemak ke sel-sel

3
darah sehingga dapat mempersempit pembuluh darah. Apabila pembuluh
darahnya terdapat pada ginjal, maka ginjal akan mengalami kerusakan. Selain
itu, fungsi ginjal dalam memproduksi enzim angiotensin yang selanjutnya
diubah menjadi angiotensin II menyebabkan pembuluh darah mengkerut atau
menjadi keras. Selanjutnya akan terjadi hipertensi yang dapat berakibat pada
terjadinya gagal ginjal kronis. Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal
tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi.
Semakin tinggi tekanan darah dalam waktu yang lama maka semakin berat
komplikasi yang ditimbulkan, terutama pada ginjal.

Gambar 4. Perbedaan Ginjal Normal dengan Ginjal yang Rusak.

C. Epidemiologi
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2017) sebanyak 30
juta orang atau 15% orang dewasa di Amerika Serikat diperkirakan memiliki
CKD. Sekitar 48% dari mereka dengan fungsi ginjal yang sangat berkurang
tetapi tidak melakukan dialisis karena tidak sadar bahwa sedang menderita
CKD. Sebagian besar (96%) orang dengan kerusakan ginjal atau fungsi ginjal
yang sedikit berkurang tidak menyadari sedang menderita CKD.

4
Adapun menurut Kementerian Kesehatan RI (2018) prevalensi gagal ginjal
kronis di Indonesia sebanyak 499.800 orang (2%). Prevalensi terendah sebesar
1% dan tertinggi sebesar 4%. Gagal ginjal kronis di Indonesia paling sering
disebabkan oleh diabetes nefropati (52%) dan hipertensi (25,8%). Laki-laki
(60%) lebih sering mengalami penyakit ginjal dibandingkan dengan perempuan
(40%). Selanjutnya, prevalensi pasien yang menjalani hemodialysis di
Indonesia pada tahun 2015 sampai dengan 2016 sebanyak 46.496 pasien baru
dan 92.389 pasien lama.

D. Klasifikasi
Menurut American Society of Nephrology (2011) klasifikasi dari gagal
ginjal yaitu:
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Ginjal
Estimasi Laju Filtrasi
Glomerulus
Stage (Glomerular Keterangan
Filtration Rate)
(mL/min/1.73m2)
GFR normal dengan proteinuria (kerusakan ginjal
1 ≥ 90
ringan dengan filtrasi normal atau meningkat)
Penurunan GFR terkait dengan proteinuria
2 60 – 89
(penurunan ringan fungsi ginjal)
3A 45 – 59 Risiko rendah berkembang menjadi gagal ginjal
3
3B 30 - 44 (penurunan sedang fungsi ginjal)
Risiko tinggi berkembang menjadi gagal ginjal
4 15 – 29
(penurunan berat fungsi ginjal)
5
5 5D < 15 Gagal ginjal
5T
Pada stage 5 terbagi menjadi tiga kategori yaitu:
- Stage 5: pasien yang mungkin memerlukan atau sedang menjalani terapi
penggantian ginjal.

5
- Stage 5D: pasien penyakit ginjal stadium akhir yang menjalani dialisis
kronis.
- Stage 5T: pasien penyakit ginjal stadium akhir yang menjalani dialisis
kronis atau telah menjalani transplantasi ginjal.
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance
Creatinin Test) dapat digunakan rumus:
CCT (ml/menit) = (140-umur) x berat badan (kg)
72 x creatinin serum
Pada wanita, hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

Nilai normal :
- Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m2
- Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m2

E. Etiologi
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2017) faktor risiko
terjadinya CKD yaitu:
- Penderita hipertensi.
- Penderita diabetes mellitus.
- Penderita penyakit jantung.
- Obesitas.
- Riwayat anggota keluarga yang mengalami gagal ginjal kronik.
- Jenis kelamin perempuan.
- Penderita glomerulonephritis, lupus nefritis (Hospital Authority, 2016).
Adapun menurut Hospital Authority (2016) penyebab dari gagal ginjal
kronis yaitu:
- Diabetes mellitus (44%)
- Idiopatik (20%)
- Glomerulonefritis (19%)
- Hipertensi/penyakit vascular ginjal (9%)
- Batu ginjal/obstruksi saluran kemih (3%)

6
- Genetik (4%)
- Infeksi saluran kemih (1%)

F. Manifestasi Klinis
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2017) penderita
CKD mungkin tidak merasa sakit atau menyadari gejala apa pun. Satu-satunya
cara untuk mengetahui dengan pasti adalah melalui tes darah dan urin tertentu
dengan melakukan pengukuran tingkat kreatinin dalam darah dan protein
dalam urin.
Adapun gejala yang dapat tampak pada penderita CKD menurut Hospital
Authority (2016) yaitu:
- Adanya darah dalam urin atau urin berwarna seperti teh atau gelap
(hematuria)
- Urin berbusa (albuminuria)
- Urin berwarna keruh (infeksi saluran kemih)
- Rasa nyeri saat buang air kecil
- Kesulitan untuk buang air kecil (tidak lancar)
- Pasir/batu dalam urin
- Peningkatan atau penurunan produksi urin secara signifikan, nokturia
(sering buang air pada malam hari)
- Nyeri pada pinggang atau perut
- Pembengkakan pergelangan kaki atau kelopak mata, wajah bengkak
- Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Apabila fungsi ginjal memburuk hingga stadium gagal ginjal berat (kurang
dari 25% fungsi ginjal normal), bisa terjadi gejala uremia:
- Sering buang air kecil pada malam hari, penurunan jumlah urin
- Kehilangan nafsu makan, mual, muntah
- Kelelahan, wajah pucat (anemia)
- Kulit terasa gatal
- Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
- Sesak napas

7
- Edema (pembengkakan pergelangan kaki atau kelopak mata)
- Mengantuk, tidak sadar, kejang, koma

G. Patofisiologi
Hipertensi dapat menyebabkan penyakit ginjal. Beratnya pengaruh
hipertensi terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan
lamanya menderita hipertensi. Semakin tinggi tekanan darah dalam waktu
lama maka semakin berat komplikasi yang mungkin ditimbulkan. Hipertensi
merupakan penyebab gagal ginjal kronik kedua terbesar setelah diabetes
militus. Adanya peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan nantinya
akan merusak pembuluh darah pada daerah di sebagian besar tubuh. Ginjal
memiliki jutaan pembuluh darah kecil dan nefron yang memiliki fungsi untuk
menyaring adanya produksi darah. Ketika pembuluh darah pada ginjal rusak
dapat menyebabkan aliran darah akan menghentikan pembuangan limbah serta
cairan ekstra dari tubuh.
Hubungan antara CKD dan hipertensi dapat dijelaskan oleh beberapa
faktor. CKD dapat menyebabkan retensi garam dan volume overload
berikutnya. Hal ini mungkin atau tidak disertai dengan pembengkakan
(edema) bersama dengan peningkatan tekanan darah. Selain itu, gagal ginjal
muncul untuk memicu peningkatan aktivitas dari sistem saraf simpatik,
menyebabkan sesuatu seperti gelombang adrenalin.
Mekanisme hormonal juga memainkan peran penting dalam hubungan
antara CKD dan hipertensi, terutama melalui sistem renin-angiotensin.
Hormon ini bisa dilepaskan sebagai respons terhadap kerusakan kronis dan
jaringan parut pada ginjal, dan dapat memberikan kontribusi untuk hipertensi
pasien dengan merangsang baik retensi garam, serta penyempitan pembuluh
darah.
Hormon lain yang dapat meningkatkan tekanan darah dan telah
meningkatkan jumlah dengan CKD memajukan adalah hormon paratiroid
(PTH). PTH ini menimbulkan kalsium dalam darah, yang juga dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah, mengakibatkan hipertensi.

8
Sebuah kondisi yang dapat menyebabkan CKD dan hipertensi arteri
stenosis ginjal (penyempitan pembuluh darah yang mendukung ginjal). Ketika
penyempitan menjadi cukup parah, kurangnya aliran darah dapat
menyebabkan hilangnya fungsi ginjal. Jika suplai darah ke kedua ginjal
dipengaruhi, atau aliran darah ke ginjal berfungsi tunggal, seperti setelah
penghapusan ginjal akibat kanker, terganggu, pasien akan mengembangkan
CKD. Penurunan aliran darah memicu sistem renin angiotensin, menyebabkan
hipertensi.
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi
dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal,
dan mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena
penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan
arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak dan terjadilah gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik sendiri sering menimbulkan hipertensi. Sekitar 90%
hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan
natrium, sementara < 10% bergantung pada renin. Tekanan darah adalah hasil
perkalian dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal ginjal, volume
cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan curah jantung. Keadaan ini
meningkatkan tekanan darah. Selain itu, kerusakan nefron akan memacu
sekresi renin yang akan mempengaruhi tahanan perifer sehingga semakin
meningkat.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hospital Authority (2016) pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendiagnosis gagal ginjal kronik yaitu:
- Tes urine: untuk melihat apakah ada sel darah merah, sel darah putih, dan
protein.
- Tes darah untuk mengetahui fungsi ginjal:

9
 Darah: kadar ureum, kreatinin, protein, dan albumin.
- Urin 24 jam untuk melihat konsentrasi kreatinin, protein.
- Sinar-X, uji pemindaian:
 Pemindaian ultrasound (yang bisa menunjukkan bentuk dan struktur
ginjal, untuk mendeteksi apakah ada obstruksi).
 Pielogram intravena (prosedur radiologi untuk mendeteksi kelainan
pada sistem kemih).
- Biopsi ginjal: menggunakan jarum untuk mengambil sampel kecil dari
jaringan ginjal dengan bantuan anestesi lokal dan memeriksa jaringan di
bawah mikroskop. Biopsi ini bisa mendiagnosis radang ginjal.

I. Penatalaksanaan
Gagal ginjal kronis tidak bisa disembuhkan, sehingga tujuan dari
pengobatan adalah untuk memperlambat proses berkembangnya gagal ginjal,
mengurangi komplikasi, dan mengendalikan gejala penyakit. Pengendalian
terhadap penyakit awal yang mendasari terjadinya gagal ginjal kronis menjadi
hal yang penting untuk dilakukan. Pasien harus melakukan pemeriksaan
kesehatan lanjutan secara berkala, mengikuti saran medis secara ketat
sehubungan dengan pola makan, olahraga, dan obat-obatan untuk
mengendalikan kondisi kesehatan (Hospital Authority, 2016). Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
- Pengaturan pola makan: Pasien harus mengurangi asupan protein secara
tepat sehingga dapat membantu memperlambat proses berkembangnya
gagal ginjal. Pasien juga harus membatasi asupan kalium, fosfor, natrium,
dan air, serta mengendalikan kadar kolesterol.
- Penggunaan obat-obatan:
 Obat untuk mengendalikan tekanan darah: misalnya Penghambat
enzim
 konversi angiotensin (ACE - Angiotensin-converting enzyme) atau
penyekat reseptor Angiotensin II untuk melindungi fungsi ginjal.
 Eritropoietin untuk mendukung pembentukan sel darah merah.

10
 Vitamin D untuk mendukung metabolisme tulang.
 Pengikat fosfat untuk menurunkan konsentrasi fosfor dalam darah.
- Pengobatan pengganti ginjal
Pasien gagal ginjal tidak dapat membuang produk sisa
metabolisme dan kelebihan cairan yang terakumulasi dalam tubuh apabila
sudah memasuki stadium akhir gagal ginjal (kapasitas hanya 10% hingga
15% dari fungsi ginjal normal), sehingga diperlukan pengobatan pengganti
ginjal. Pengobatan pengganti ginjal mencakup:
 Hemodialisis
Hemodialisis dikenal sebagai “cuci darah” merupakan tindakan
dengan menggunakan alat dialiser (ginjal buatan) untuk membuang
kelebihan cairan, elektrolit dan produk sisa metabolism dari darah.
Darah diambil dari tubuh pasien melalui akses pembuluh darah seperti
fistula arteriovenosa (koneksi dibuat antara arteri dan vena di lengan
bagian bawah) atau sebuah ateter vena dimasukkan ke dalam
pembuluh darah utama di leher. Darah diedarkan oleh mesin dialysis
dengan kecepatan sekitar 200 cc/menit, melewati alat dialiser untuk
menyaring produk sisa metabolism dan kelebihan cairan. Darah yang
sudah dibersihkan lalu dikembalikan ke dalam tubuh pasien. Pasien
dapat melakukan prosedur ini sebanyak 2 hingga 3 kali per minggu
dengan setiap sesi membutuhkan waktu 4 sampai 6 jam.
Hemodialisis adalah pengalihan darah dari tubuhnya melalui
dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah
kembali lagi ke dalam tubuh pasien. Hemodialisis memerlukan akses
ke sirkulasi darah pasien, suatu mekanisme untuk membawa darah
pasien ke dan dari dializen (tempat terjadi pertukaran cairan elektrolis
dan zat sisa tubuh), serta dialiser.
Kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan:
 Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan
asam urat.
 Membuang kelebihan air.

11
 Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
 Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
 Memperbaiki status kesehatan penderita
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera
dan HD kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera
dilakukan.
a. Indikasi hemodialisis segera antara lain:
1) Kegawatan ginjal
 Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
 Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
 Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
 Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K
>6,5 mmol/l )
 Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
 Uremia ( BUN >150 mg/dL)
 Ensefalopati uremikum
 Neuropati/miopati uremikum
 Perikarditis uremikum
 Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
 Hipertermia
2) Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati
membran dialisis.
b. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt.
Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu
dari hal tersebut di bawah ini:
 GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis

12
 Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan
muntah.
 Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
 Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
 Komplikasi metabolik yang refrakter
Adapun komponen dari alat hemodialisa yaitu:
 Mesin hemodialisa: Mesin hemodialisa memompa darah dari
pasien ke dialyzer sebagai membran semipermiabel dan
memungkinkan terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi
karena terdapat cairan dialysate didalam dialyzer. Proses dalam
mesin hemodialisa merupakan proses yang komplek yang
mencakup kerja dari deteksi udara, kontrol alarm mesin dan
monitor data proses hemodialisa.
 Ginjal buatan (dialyzer): Dialyzer atau ginjal buatan adalah tabung
yang bersisi membrane semipermiabel dan mempunyai dua bagian
yaitu bagian untuk cairan dialysate dan bagian yang lain untuk
darah.
 Dialysate: Dialysate adalah cairan elektrolit yang mempunyai
komposisi seperti cairan plasma yang digunakan pada proses
hemodialysis. Cairan dialysate terdiri dari dua jenis yaitu cairan
acetat yang bersifat asam dan bicarbonat yang bersifat basa.
 Blood line: Blood line untuk proses hemodialisa terdiri dari dua
bagian yaitu bagian arteri berwarna merah dan bagian vena
berwarna biru. Fungsi dari BL adalah menghubungkan dan
mengalirkan darah pasien ke dialyzer selama proses hemodialisis.
 Fistula needles: Fistula Needles atau jarum fistula sering disebut
sebagai ArteriVena Fistula (AV Fistula) merupakan jarum yang
ditusukkan ke tubuh pasien PGK yang akan menjalani hemodialisa.
Jarum fistula mempunyai dua warna yaitu warna merah untuk
bagian arteri dan biru untuk bagian vena

13
Prinsip kerja hemodialisa yaitu hemodialisis terdiri dari 3
kompartemen: 1) kompartemen darah, 2) kompartemen cairan pencuci
(dialisat), dan 3) ginjal buatan (dialiser). Darah dikeluarkan dari
pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu, kemudian
masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi
proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik,
selanjutnya beredar didalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah
terjadi dalam dialiser.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hemodialisa yaitu:
 Komplikasi akut
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan,
terapi antihipertensi, infark jantung,
tamponade, reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air,
ultrafiltrasi yang tidak adekuat
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung,
heparin, besi, lateks
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan
Emboli Udara elektrolit
Dialysis disequilibirium Udara memasuki sirkuit darah
Perpindahan osmosis antara intrasel
dan ekstrasel menyebabkan sel
menjadi bengkak, edema serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma
yang terlalu cepat

Masalah pada dialisat /


kualitas air
Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya
kolom charcoal
Kontaminasi Fluoride Gatal, gangguan gastrointestinal,
sinkop, tetanus, gejala neurologi,
aritmia
Kontaminasi bakteri / Demam, mengigil, hipotensi oleh
endotoksin karena kontaminasi dari dialisat
maupun sirkuti air

14
 Komplikasi kronik
- Penyakit jantung
- Malnutrisi
- Hipertensi / volume excess
- Anemia
- Renal osteodystrophy
- Neurophaty
- Disfungsi reproduksi
- Komplikasi pada akses
- Gangguan perdarahan
- Infeksi
- Amiloidosis
- Acquired Cystic Kidney Disease

Gambar 5. Proses Hemodialisa.

 Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal disebut juga “pembersihan perut” dengan
memanfaatkan pembuluh darah pada peritoneum sehingga

15
memungkinkan untuk dilakukan dialysis. Pada prosedur ini, suatu
kateter dialysis peritoneal ditanamkan ke dalam perut pasien sebagai
saluran tempat keluar masuknya cairan dialysis. Cairan dialysis
memungkinkan produk sisa metabolism menyebar keluar dari dalam
tubuh dan meresap ke dalam cairan dialysis, untuk kemudian dibuang
bersama dengan kelebihan cairan dalam tubuh.
 Dialisis Peritoneal Ambulatory Berkelanjutan (Continuous
Ambulatory Peritoneal Dialysis/CAPD)
Cairan dialysis dimasukkan ke dalam perut melalui kateter
yang ditanamkan ke dalam tubuh dan dibiarkan berada di dalam
rongga perut selama 4 hingga 10 jam. Selama jangka waktu ini,
produk sisa metabolisme akan terdifusi ke dalam cairan dialisis.
Cairan dialisis lalu dikeluarkan dari tubuh (bersama dengan produk
sisa metabolisme) setelah 4-10 jam dan cairan dialisis baru
dimasukkan ke dalam perut kembali. Proses ini diulang sebanyak
3-4 kali per hari.
 Dialisis Peritoneal Otomatis
Pengobatan dialisis dilakukan saat tidur di malam hari, dengan
menghubungkan tubuh ke mesin dialisis peritoneal otomatis
sebelum tidur setiap malam hari. Mesin akan menukar cairan
dialisis secara otomatis setiap jam atau lebih lama sepanjang
malam (selama 10 hingga 12 jam).
 Transplantasi ginjal
Tindakan ini merupakan transplantasi bedah ginjal dari donor
kepada pasien gagal ginjal. Ginjal donor bisa berasal dari orang yang
sudah meninggal (mati batang otak) atau disumbangkan dari orang
yang masih hidup (anggota keluarga).

16
17
18
K. Pengkajian/Assesment
1. Identitas Pasien
Penderita CKD kebanyakan berusia di antara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD di bawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. Pasien
dengan kebiasaan kerja dengan duduk/berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum atau
mengandungbanyak senyawa/zat logam dan pola makan yang tidak sehat juga
dapat mengalami CKD. Berdasarkan jenis kelamin, wanita memiliki risiko
lebih tinggi mengalami CKD dibandingkan pria.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat kesehatan terdahulu: diabetes mellitus, glomerulonephritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
d. Riwayat penyakit keluarga: adanya anggota keluarga yang juga
mengalami CKD.
b. Pola aktivitas sehari-hari
a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah
sakit): pasien tampak lemah, terdapat penurunan berat badan dalam
kurun waktu 6 bulan. Pasien dapat mengalami anoreksia, mual, muntah,
asupan nutrisi dan air naik atau turun.
c. Pola eliminasi: gejalanya adalah ketidakseimbangan antara output dan
input. Tandanya adalah penurunan frekuensi berkemih, konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
d. Pola aktivitas & latihan
e. Pola tidur & istirahat

19
f. Pola kognitif & perceptual
g. Pola persepsi diri
h. Pola seksualitas & reproduksi
i. Pola peran & hubungan
j. Pola manajemen koping-stress
c. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: lemah, butuh bantuan dalam beraktivitas, terjadi
penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai
coma.
b. Tanda vital:
- Tekanan Darah : >130/90 mm/Hg
- Nadi : > 100 X/mnt
- RR : > 24 X/mnt
- Suhu : bisa normal atau bermasalah
c. Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1) Kepala : Rambut kotor, mata kuning/kotor, konjungtiva pucat/putih,
telinga kotor dan terdapat kotorantelinga, hidung kotor dan terdapat
kotoran hidung,mulut bau ureum,bibir kering dan pecah-pecah, mukosa
mulut pucat dan lidah kotor.
2) Leher dan tenggorokan: Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat
pembesaran tiroid pada leher. Peningkatan vena jugularis sebagai akibat
dari peningkatan tekanan pengisian pada atrium kanan pada kondisi
gagal jantung kanan.
3) Dada: Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar
suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran
jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
4) Abdomen: Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor
jelek, perut buncit. Pada pemeriksaan ginjal, kaji daerah abdomen pada
garis midklavikula kiri dan kanan atau daerah costavertebral angle
(CVA), normal keadaan abdomen simetris, tidak tampak masa dan tidak

20
ada pulsasi, bila tampak ada masa pulsasi kemungkinan ada polikistik,
hidronefrosis ataupun nefroma. Apakah adanya bunyi vaskuler aorta
maupun arteri renalis, bila ada bunyi desiran kemungkinan adanya RAS
(Renal Arteri Stenosis), nefro scelerotic. Dalam keadaan normal, ginjal
tidak teraba. Apabila teraba membesar dan kenyal, kemungkinan
adanya polikistik maupun hidroneprosis. Bila dilakukan penekanan
pasien mengeluh sakit, hal ini tanda kemungkinan adanya peradangan.
5) Pemeriksaan Kandung Kemih: di daerah supra pubis dipalpasi apakah
ada distensi. Normalnya kandung kemih terletak di bawah sympisis
pubis, tetapi setelah membesar organ ini dapat terlihat distensi pada
supra pubis, pada kondisi normal yang berarti urine dapat dikeluarkan
secara lengkap dari bendung kemih, kandung kemih tidak teraba. Bila
ada obstuksi di bawah dan prodiksi urine normal maka urine tidak dapat
dikeluarkan, hal ini mengakibatkan distensi kandung kemih.
6) Pemeriksaan Meatus Uretra: inspeksi pada meatus uretra apakah ada
kelainan sekitar labia, untuk warna dan apakah ada kelainan pada
orifisium uretra pada laki-laki dan juga lihat cairan yang keluar.
7) Pemeriksaan Prostat Melalui Anus: mengidentifikasi pembesaran
kelenjar prostat bagi laki-laki yang mempunyai keluhan mengarah
kepada hypertropu prostat. Akibat pembesaran prostat, berdampak
penyumbatan partial atau sepenuhnya kepada saluran kemih bagian
bawah normalnya prostat dapat teraba dengan diameter sekitar 4 cm dan
tidak ada nyeri tekan.
8) Genital: kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
9) Ekstremitas: kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill Time lebih dari 2 detik.
10) Kulit: turgor lebih dari 2 detik, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit
bersisik dan mengkilat/uremia dan terjadi pericarditis.

21
L. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi yang ditandai dengan edema, oliguria, ketidakseimbangan
elektrolit.
2. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan metabolik yang ditandai
dengan anoreksia, keluhan tentang instensitas menggunakan skala nyeri,
ekspresi wajah.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubugan dengan perubahan membran
alveolar kapiler yang ditandai dengan sesak/dispnea, gelisah, pola
pernafasan abnormal.
4. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
aterosklerosis aortik, dan segmen ventrikel akinetik.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer behubungan dengan hipertensi,
diabetes melitus, kurang pengetahuan tentang penyakit dan faktor
pemberat (gaya hidup, merokok, asupan garam, imobilitas) yang ditandai
dengan perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, kelembapan,
kuku, suhu), CRT > 3 detik.
6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh behubungan
dengan kurang asupan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan
yang ditandai dengan ketidakmampuan memakan makanan.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen dan imobilitas yang ditandai dengan keletihan,
respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas.
8. Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisiologis yang ditandai dengan
letargi, penurunan performa, dan kelelahan.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguang pigmentasi dan
gangguan turgor kulit.

22
M. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA NOC NIC


Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam klien Manajemen elektrolit/cairan (2080)
dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Pantau adanya tanda dan gejala
berhubungan dengan
Keseimbangan Cairan (0601) retensi cairan
gangguan mekanisme Skor yang ingin 2. Jaga pencatatan intake/asupan dan
Skor
No Indikator dicapai output yang akurat
regulasi yang ditandai
Awal 1 2 3 4 5
dengan edema, oliguria, 1. 3. Batasi cairan yang sesuai
Tekanan darah
2. Keseimangan input 4. Siapkan pasien untuk dialysis
ketidakseimbangan elektrolit.
outpur dalam 24
jam Monitor cairan ( 4130)
3. Berat badan stabil 1. Monitor berat badan
4. Turgor kulit 2. Monitor nilai kadar serum dan
5. Kelembapan elektrolit urin
membran mukosa 3. Periksa turgor kulit
6. Serum elektrolit 4. Tentukan jumlah dan jenis intake
7. Hematokrit
dan output serta kebiasaan
1: sangat terganggu
2: banyak terganggu eliminasi
3: cukup terganggu
4: sedikit terganggu
5: tidak terganggu

23
Skor yang ingin
Skor
No Indikator dicapai
Awal 1 2 3 4 5
1. Kehausan
2. Kram otot
3. Pusing
1: berat
2: cukup berat
3: sedang
4: ringan
5: tidak ada
Tanda-tanda vital (0802)
Skor yang ingin
Skor
No Indikator dicapai
Awal 1 2 3 4 5
1. Suhu tubuh
Denyut nadi
2.
radial
Tingkat
3.
pernafasan
Tekanan darah
4.
sistolik
Tekanan darah
5.
diastolik

1:deviasi berat dari kisaran normal


2: deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3: deviasi sedang dari kisaran normal

24
4: deviasi ringan dari kisaran normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal
Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam klien Monitor Pernafasan (3350)
dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Monitor tingkat, irama kedalaman
berhubugan dengan
Status Pernafasan (0415) dan kesulitan bernafas;
perubahan membran alveolar Tujuan 2. Monitor suara nafas tambahan;
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 3. Monitor pola nafas;
kapiler yang ditandai dengan
1. Frekuensi pernafasan
sesak/dispnea, gelisah, pola 4. Catat pergerakan dada,
2. Irama pernafasan
3. Kedalaman inspirasi kesimetrisan, dan penggunaan
pernafasan abnormal. otot bantu pernafasan;
Suara auskultasi
4. 5. Auskultasi suara nafas;
nafas
Kepatenan jalan 6. Buka jalan napas;
5.
nafas 7. Berikan terapi oksigen.
Penggunaan otot
6.
bantu pernafasan Terapi Oksigen (3320)
Pernafasan bibir 1. Monitor aliran oksigen;
7. dengan mulut 2. Monitor peralatan oksigen untuk
mengerucut
memastikan bahwa alat tersebut
Dyspnea saat
8. tidak mengganggu upaya pasien
istirahat
Dyspnea dengan untuk bernapas.
9. 3. Pertahankan kepatenan jalan
aktivitas ringan
Pernafasan cuping nafas;
10.
hidung 4. Berikan oksigen seperti yang
Keterangan: diperintahkan;
1. Keluhan ekstrime 5. Periksa perangkat (alat)

25
2. Keluhan berat pemberian oksigen secara berkala
3. Keluhan sedang untuk memastikan bahwa
4. Keluhan ringan konsentrasi (yang telah)
5. Tidak ada keluhan ditentukan telah diberikan;

Manajemen Jalan Nafas(3140)


1. Auskultasi suara nafas,
mendengarkan ada atau tidak ada
adanya suara tambahan;
2. Posisikan pasien semi fowler;
3. Motivasi pasien untuk melakukan
batuk efektif;
4. Berikan pendidikan kesehatan
mengenai fisioterapi dada.

Ketidakseimbangan nutrisi: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam klien Terapi Nutrisi (1120)
dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Monitor asupan makanan harian
kurang dari kebutuhan tubuh
Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan (1009) 2. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai
behubungan dengan kurang Skor yang kebutuhan
Skor
No Indikator ingin dicapai 3. Motivasi klien untuk
asupan makanan,
Awal 1 2 3 4 5
ketidakmampuan mencerna mengkonsumsi makanan dan
Asupan
minuman yang bernutrisi, tinggi
makanan yang ditandai 1. makanan
protein, kalori dan mudah
secara oral
dengan ketidakmampuan Asupan cairan dikonsumsi serta sesuai kebutuhan
2.
secara oral

26
memakan makanan. Asupan cairan Monitor Nutrisi (1160)
3.
intravena 1. Timbang berat badan pasien
Keterangan: 2. Identifikasi penurunan berat badan
1: Tidak Adekuat terakhir
2: Sedikit Adekuat 3. Tentukan pola makan
3: Cukup Adekuat
4: Sebagian Besar Adekuat
Terapi Menelan (1860)
5: Sepenuhnya Adekuat
1. Sediakan/gunakan alat bantu
Status Menelan (1010) sesuai kebutuhan.
Skor yang 2. Hindari penggunaan sedotan
Skor
No Indikator ingin dicapai untuk minum.
Awal 1 2 3 4 5 3. Bantu pasien untuk berada pada
1. Mempertahankan posisi duduk selama 30 menit
makanan di setelah makan.
mulut
4. Instruksikan klien untuk tidak
2. Produksi ludah
berbicara selama makan.
3. Kemampuan
mengunyah 5. Sedikan perawatan mulut sesuai
4. Jumlah menelan kebutuhan.
sesuai dengan
ukuran atau
tekstur bolus
5. Durasi makan
sesuai dengan
jumlah yang
dikonsumsi
Keterangan:

27
1: Tidak Adekuat
2: Sedikit Adekuat
3: Cukup Adekuat
4: Sebagian Besar Adekuat
5: Sepenuhnya Adekuat
Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam klien NIC
dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: Manajemen Tekanan (3500)
berhubungan dengan
Status Kerusakan integritas kulit (00046) 1. Monitor kulit akan adanya
gangguang pigmentasi dan Tujuan kemerahan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Monitor aktivitas dan mobilisasi
gangguan turgor kulit.
Suhu, elastisitas pasien
1. hidrasi dan
3. Monitor status nutrisi pasien
sensasi
2. Perfusi jaringan 4. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Keutuhan kulit 5. Jaga kebersihan kulit agar tetap
Eritema kulit bersih dan kering
4.
sekitar 6. Mobilisasi pasien (ubah posisi
Luka berbau pasien) setiap 2 jam sekali
5.
busuk 7. Oleskan lotion atau minyak/baby
6. Granulasi oil pada daerah yang tertekan
Pembentukan
7. 8. Memandikan pasien dengan sabun
jaringan parut
8. Penyusutan luka dan air hangat
Keterangan: 9. Anjurkan pasien untuk
1. Keluhan ekstrime menggunakan pakaian yang
2. Keluhan berat longgar
3. Keluhan sedang

28
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Mual Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam klien NIC
dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: Manejemen Mual (1450)
Kontrol Mual dan Muntah (1618) 1. Observasi tanda-tanda nonverbal
No Indikator Awal Tujuan adanya ketidaknyamanan
1 2 3 4 5 2. Evaluasi pengalaman masa lalu
1. Mengenali onset individu terhadap mual
mual
3. Bantu pasien untuk belajar
2. Mendeskripsikan
strategi mengatasi mual sendiri
faktor-faktor
penyebab 4. Dorong pasien untuk memantau
3. Mengendalikan pengalaman diri terhadap mual
pencetus 5. Dapatkan riwayat lengkap
stimulasi muntah perawatan sebelumnya
4. Menggunakan 6. Dapatkan riwayat diet seperti
langkah-langkah
yang disukai pasien
pencegahan
7. Berikan informasi mengenai
5. Menghindari
faktor-faktor mual
penyebab bila 8. Dorong penggunaan teknik non
mungkin farmakologi sebelum mual
6. Melaporkan meningkat atau terjadi
kegagalan
pengobatan
emetik

29
7. Menggunakan
emetik sesuai
yang dianjurkan
8. Melaporkan efek
samping
penggunaan
emetik
Keterangan:
1. Keluhan ekstrime
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam klien NIC
dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: Peningkatan Citra Tubuh (5220)
NOC 1. Tentukan harapan citra diri
Citra tubuh (1200) pasien didasarkan kepada tahap
Tujuan perkembangan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Gunakan bimbingan antisipasif
Gambaran internal
1. menyiapkan pasien terkait
diri
Kesesuaian antara perubahan citra tubuh
realitas tubuh dan 3. Kaji secara verbal dan nonverbal
2. respon klien terhadap tubuhnya
ideal tubuh dengan
penampilan tubuh 4. Bantu pasien mendiskusikan
Deskripsi bagian perubahan terhadap tubuh akibat
3.
tubuh yang terkena penyakit dan pembedahan

30
Sikap terhadap 5. Bantu pasien mendiskusikan
4. menyentuh bagian perubahan akibat penuaan yang
yang kena dampak tepat
Sikap terhadap 6. Ajarkan pada pasien mengenai
strategi untuk
5. perubahan normal yang terjadi
meningkatkan
penampilan dalam tubuh terkait tahap proses
Kepuasan dengan penuaan
6.
penampilan tubuh 7. Identifikasi dampak dari budaya,
Sikap terhadap agama, ras, jenis kelamin, dan
penggunaan strategi usia terkait citra diri
7.
untuk meningkatkan 8. Monitor frekuensi mengkritik
fungsi tubuh
dirinya
Kepuasan dengan
8. 9. Monitor pernyataan yang
fungsi tubuh
Penyesuaian terhadap mengidentifikasi citra tubuh
9. perubahan mengenai ukuran dan berat
penampilan fisik badan
Penyesuaian terhadap 10. Jelaskan tentang pengobatan,
10. perubahan fungsi perawatan, kemajuan dan
tubuh
prognosis penyakit
Penyesuaian terhadap
11. Dorong klien mengungkapkan
11. perubahan status
kesehatan perasaannya
Penyesuaian terhadap 12. Bantu pasien mengidentifikasi
12. perubahan tubuh bagian dari tubuhnya yang
akibat cidera memiliki persepsi positif
13. Penyesuaian terhadap 13. Identifikasi arti pengurangan

31
perubahan tubuh melalui pemakaian alat bantu
akibat pembedahan (rambut palsu, kosmetik,
Penyesuaian terhadap pakaian)
perubahan tubuh 14. Fasilitasi kontak dengan individu
14.
akibat proses
lain dalam kelompok kecil
penuaan
Keterangan: 15. Bantu pasien untuk
1. Tidak pernah positif mengidentifikasi tindakan-
2. Jarang positif tindakan yang akan
3. Kadang-kadang positif meningkatkan penampilan
4. Sering positif 16. Gunakan latihan membuka diri
5. Secara konsisten positif dengan kelompok

32
N. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru.
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi.

O. Discharge Planning
Discharge planning yang dapat dilakukan pada pasien yaitu pemberian
informasi pada klien dan keluarga tentang:
1. Obat: beritahu klien dan kelurga tentang daftar nama obat dosis, waktu
pemberian obat. Jangan mengonsumsi obat-obatan tradisional dan vitamin
tanpa instruksi dokter. Konsumsi obat secara teratur. Jika merasakan ada efek
samping dari obat segera cek ke rumah sakit. Perhatikan aktivitas ketika
selesai meminum obat yang memiliki efek samping mengantuk.
2. Diet: pertahankan diet seperti yang dianjurkan petugas kesehatan seperti
mengkonsusmsi makanan tinggi kalori dan rendah protein. Hal ini
daikarenakan protein dipecah oleh asam amino dengan bantuan enzim
kemudian diproses oleh ginjal. Semakin banyak protein yang dicerna maka
semakin banyak asam amino yang disaring oleh ginjal sehingga membuat
ginjal bekerja lebih berat. Kebutuhan kalori harus dipenuhi guna mencegah
terjadinya pembakaran protein tubuh dan merangsang pengeluaran insulin.
Banyak mengonsumsi makanan rendah natrium dan kalium. Hal ini
disebabkan karena natrium berhubungan dengan peningkatan tekanan darah.

33
Rendah kalium guna mencegah timbulnya kegawatan jantung karena
hiperkalemia.
3. Latihan: melatih membuat jantung lebih kuat, menurunkan tekanan darah, dan
membantu membuat klien tetap sehat. Cara terbaik untuk mulai berolahraga
perlahan-lahan dan lakukan lebih berat untuk membuat klien lebih kuat.

34

Anda mungkin juga menyukai