Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di
dunia,tampa mempersoalkan penyebabnya,dimana kandungan seorang perempuan
hamil dengan spontan gugur. Jadi perlu dibedakan antara “ abortus yang disengaja”
dan “abortus spontan” (Manuaba, 2011).
Adapun penyebab langsung kematian ibu di Indonesia pada tahun 2007 adalah
perdarahan yang mencapai 28%, pre eklamsi dan eklamsi 24%, infeksi 11% dan
aborsi tidak aman sebesar 5%, sedangkan penyebab tidak langsung adalah
rendahnya akses pada perempuan dalam mendapatkan layanan, terlalu tua saat
melahirkan 13,9%, terlalu muda 0,3%, terlalu sering melahirkan 37%, dan terlalu
pendek waktu melahirkan 9,4%.
Menurut WHO (World Health Organisation), Pada 2015 mendatang angka
kematian ibu melahirkan di Indonesia ditargetkan menurun menjadi 103 kematian
per 100.000 kelahiran, karena kementerian telah menyiapkan beberapa program
termasuk juga pengawasan dan evaluasi. Namun angka kematian ibu di Indonesia
saat ini pada tahun 2010 tergolong masih cukup tinggi yaitu mencapai 228
kematian per 100.000 kelahiran. Walaupun sebelumnya Indonesia telah mampu
melakukan penurunan dari angka 300 kematian per 100.000 kelahiran pada tahun
2009 (Ericca, 2011).
Penanganan yang terpenting dalam menangani masalah abortus adalah bidan
mampu mengetahui dari gejala-gejala abortus agar dalam mendiagnosa suatu
masalah tepat dan sebaiknya dalam hal ini bidan melakukan kolaborasi dengan
dokter dan di tunjang oleh fasilitas yang memadai.
Menurut WHO (World Health Organisation),, di seluruh dunia sekitar 40-60
juta ibu yang tidak menginginkan kehamilannya melakukan aborsi setiap tahun.
Sekitar 500.000 ibu mengalami kematian yang disebabkan oleh kehamilan dan
persalinan, sekitar 30-50 % di antaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang
tidak aman dan sekitar 90 % kematian tersebut terjadi di Negara berkembang
termasuk Indonesia, (Ericca, 2011).
AKI di Indonesia tahun 2010 masih cukup tinggi bahkan tertinggi di ASEAN
(Association of Southeast Asian Nations) yakni 228 kematian per 100.000

1
kelahiran hidup, AKI di Filipina 170 kemaian per 100.000 kelahiran hidup, di
Thailand 44 kematian per 100.000 kelahiran hidup, brunai 39,0 kematian per
100.000 kelahiran hidup dan di singapura 6 kematian per 100.000 kelahiran hidup,
(Susanto, C.E, 2011).
Di Sulawesi selatan berdasarkan data yang di peroleh dari dinas kesehatan
tingkat 1 dari bulan januari – desember 2007 jumlah ibu yang mengalami abortus
2478 orang dan yang mengalami kematian 4 orang dan pada tahun 2008 jumlah
ibu yang mengalami abortus adalah 2571 orang dan yang mengalami kematian 2
orang dan pada tahun 2009 jumlah ibu yang mengalami abortus adalah 2571 orang
dan yang mengalami kematian 6 orang(Susanto, C.E, 2011).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian abortus ?
2. Apa Jenis abortus?
3. Bagaimana Patofisiloginya abortus?
4. Apa Penyebababortus?
5. Bagaimana Uji diagnostic abortus?
6. Bagaimana Penatalaksanaan medis abortus?
7. Bagaimana Asuhan keperawatan?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian abortus
2. Mengetahui Jenis abortus
3. Mengetahui Patofisiloginyaabortus
4. Mengetahui Penyebab abortus
5. Mengetahui Uji diagnostic abortus
6. Mengetahui Penatalaksanaan medis abortus
7. Mengetahui Asuhan keperawatan abortus

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya
kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian
janin. Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan (Mochtar Rustam, Sinopsis Obstetri. 1998 : 209).
Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup di
luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang dari 20
minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan pertama
kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan matinya janin
dalam rahim.
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa
gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek
liewollyn&Jones, 2002).
Dalam ilmu kedokteran, istilah- istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi:
 Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan
atau sebab-sebab alami.
 Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang
disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
 Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan
tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, kadang-
kadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
 Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
 Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.
B. Klasifikasi
Ada beberapa jenis abortus atau keguguran, yaitu:
1. Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan, dalam
hal ini dibedakan sebagai berikut:

3
a. Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman
terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini
kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan. (Syaifudin. Bari
Abdul, 2000).
Ditandai dengan perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu,
ibu mungkin mengalami mulas atau tidak sama sekali. Pada abortus jenis
ini, hasil konsepsi atau janin masih berada di dalam, dan tidak disertai
pembukaan (dilatasi serviks).
b. Abortus insipiens adalah perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu dan disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus jenis ini
terjadi pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi masih di dalam
rahim atau uterus.
c. Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu. Sementara sebagian masih berada di dalam
rahim. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan, jaringan janin dapat diraba
dalam rongga uterus atau sudah menonjol dari os uteri eksternum.
Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan,
sehingga harus dikuret.
d. Abortus kompletus Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi
dikeluarkan sehingga rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal
kehamilan saat plasenta belum terbentuk. Perdarahan mungkin sedikit dan
os uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita yang mengalami
abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa, kecuali jika
datang ke rumah sakit masih mengalami perdarahan dan masih ada sisa
jaringan yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan cara dikuret.
e. Abortus Servikalis adalah pengeluaran hasil konsepsi terhalang oleh os
uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga mengumpul di dalam
kanalis servikalis (rongga serviks) dan uterus membesar, berbentuk
bundar, dan dindingnya
menipis.

Gb. 1 abortus spontanea

4
2. Abortus provokatus
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja
dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat
hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar
kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai 28 minggu, atau berat badan
bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus bayi dengan berat
dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Pengelompokan Abortus provokatus secara lebih spesifik:
a. Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus yang
dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud
dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-
syaratnya:
1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum,
psikologi).
3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
5) Prosedur tidak dirahasiakan.
6) Dokumen medik harus lengkap.
b. Abortus Provokatus Kriminalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa
adanya indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan
menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu.
C. Etiologi
Penyebab – penyebab terjadinya abosrtus spontanea adalah :
1. Usia di bawah 20 tahun, ibu yang terlalu muda sering kali secara fisik maupun
emosional belum matang. selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang
masih muda masih tergantung pada orang lain. Keguguran sebagian dilakukan
dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak
dikehendaki.

5
2. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun
dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan
perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan
baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di
bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya
perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia
dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
3. Paritas ibu Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan
janin dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah
lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan
asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat
dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada
paritas tinggi adalah tidak direncanakan..
Penyebab secara umum:
- Penyebab dari segi martenal :
Infeksi akut :
1. virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.
2. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
3. Parasit, misalnya malaria.
Infeksi kronis :
1. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
2. Tuberkulosis paru aktif.
3. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
4. Penyakit kronis, misalnya :
a) hipertensi
b) nephritis
c) diabetes
d) anemia berat
e) penyakit jantung
f) toxemia gravidarum
5. Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.
6. Trauma fisik.
6
- Penyebab yang bersifat lokal:
1. Fibroid, inkompetensia serviks.
2. Radang pelvis kronis, endometrtis.
3. Retroversi kronis.
4. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan
hiperemia dan abortus.
- Penyebab dari segi Janin
1. Kematian janin akibat kelainan bawaan.
2. Mola hidatidosa
3. Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi.
1. Abortus Provokatus Medisinalis
• Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang
terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
• Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
• Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
• Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya
pada tubuh seperti kanker payudara.
• Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
• Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
• Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung
organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif,
toksemia gravidarum yang berat.
• Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
• Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
• Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
• Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti
ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.
2. Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang tidak dikehendaki.
Ada beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya:
• Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
• Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak
7
lagi.
• Kehamilan di luar nikah.
• Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi
keluarga.
• Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
• Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar
keluarga).
• Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk
tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.
D. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan
nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi
korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat
dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan
sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin
dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk
seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya
(blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus
kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
E. Manifestasi Klinis
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat.
3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat
kontraksi uterus.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
2. pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
8
3. pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data laboratorium tes
urine, hemoglobin dan hematokrit, menghitung trombosit
4. kultur darah dan urine 5. Pemeriksaan Ginekologi:
a. Inspeksi vulva
• Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
• Adakah disertai bekuan darah
• Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
• Adakah tercium bau busuk dari vulva
b. Pemeriksaan dalam speculum
• Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
• Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
• Apakah tampak jaringan keluar ostium
• Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
c. Pemeriksaan dalam/ Colok vagina
• Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
• Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
• Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia kehamilan
• Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
• Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
• Adakah terasa tumor atau tidak
• Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak.
G. Penatalaksanaan
1. Abortus Iminens
a. Istirahat baring
Merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis.
b. Menerangkan pasien agar tidak gelisah dan khawatir
c. Semua pengeluaran dari vagina, pembalut wanita, kain yang terkena darah harus
diperhatikan kepada dokter atau petugas kesehatan untuk mengetahui apakah ada
jaringan yang keluar dari vagina,
d. Membersihkan vulva minimal 2 x sehari dengan cairan antiseptic untuk mencegah
infeksi.
e. Memberikan obat penenang biasanya 3 x 30 mg sehari dan preparat hernatinik
misalnyasulfas farosus 600 – 1000 mg sehari.
9
f. Test kehamilan dapat dilakukan, bila negatif mungkin janin sudah mati.
g. Jangan melakukan klisma karena dapat merangsang kontraksi uterus. Apabila terjadi
obstipasi dapat diberikan laksan ringan dapat juga berbentuk Supositoria.
Dianjurkan untuk menunggu 48 jam setelah pasien membaik, baru merangsang
peristaltic usus.
h. Denyut nadi dan suhu badan diperiksa 2 x sehari bila tidak panas, tiap 4 jam sekali
jika pasien panas.
a. Dianjurkan untuk istirahat secara fisik dan mental dengan istirahat baring sampai
2/3 hari setelah perdarahan berhenti.
b. Pemeriksaan dalam spekulum perlu untuk melihat kemungkinan adanya lesi
cerviks.
c. Diet tinggi protein dan tambahan zat besi dan vitamin G.
d. Setelah lepas dari perawatan, pasien harus banyak istirahat, mengurangi kegiatan
fisik, jangan dulu mengangkat beban berat, menghindari kelelahan dan ketegangan
jiwa, 2-3 minggu setelah lepas perawatan jangan melakukan senggama. Bila terjadi
perdarahan ulang, segera istirahat baring dan lapor segera ke petugas kesehatan.
2. Abortus Incomplete
a. Bila disertai syok karena perdarahan segera berikan infuse NaCl atau cairan ringer
dilanjutkan dengan transfuse!
b. Setelah syok teratasi lakukan kerokan untuk mengeluarkan sisa konsepsi.
c. Pasca tindakan diberi suntikan ergometrin 6,2 mg Intra muskuler,
d. Bila pasien dalam keadaan anemi beri obat hematinik, sulfas ferroscus dan vitamin
C.
e. Diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
3. Abortus kompletus
a. Bila kondisi baik berikan ergometrin 3×1 tablet selama 3-5 hari.
b. Bila pasien anemi berikan hematinik, jika terlalu anemi bisa dipertimbangkan
transfuse.
c. Antibiotik untuk cegah infeksi.
d. Dianjurkan makan makanan tinggi protein, vitamin, mineral.
4. Abortus incipiens .
a. Sebelum dokter mendiagnosis sebagai abortus Incipiens, maka harus ditangani
sebagai abortus Iminens, kecuali bila perdarahan banyak suntikan ergometrin 0,5 mg
Intra muskuler, dan apapun yang keluar dari vagina ditunjukkan pada dokter.
10
b. Apabila perdarahan tidak banyak dapat ditunggu terjadinya abortus spontan,
pertolongan dalam keadaan ini berlangsung dalam 36 jam. Morfin sangat berguna
disamping menghilangkan rasa sakit dapat merelaksasi cerviks sehingga
memudahkan ekspulsinya hasil konsepsi.
c. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu adalah dengan segera melakukan
pengosongan uterus.
d. Pemberian infus oksitosin dapat mempercepat proses abortus. Digunakan pada
kehamilan lebih dari 12 minggu karena biasanya perdarahan tidak banyak dan
bahaya perforasi pada saat kerokan lebih besar. Pemberian oksitosin 10 unti dalam
500 ml dekstrose 5 % dimulai 8 tetes/ menit dinaikkan sesuai kontraksi uterus sampai
terjadi abortus komplit. Bila janin sudah keluar tetapi placenta masih tertinggal
sebaiknya pengeluaran placenta secara digital.
e. Bila perdarahan banyak dan pasien harus segera mendapatkan pertolongan dapat
dilakukan pengeluaran jaringan secara digital,
f. Bila dengan demikian masih tertinggal, harus dirujuk ke rumah sakit untuk tindakan
pengosongan uteri,
g. Pengosongan kavum uteri dapat dilakukan dengan kuret vakum / cunam abortus,
h. Suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler diberikan jika pengosongan uterus sudah
selesai dilakukan untuk mempertahankan kontraksi uterus.
5. Abortus infeksiosus dan abortus septic
a. Bila perdarahan banyak berikan transfusi dan cairan yang cukup.
b. Berikan antibiotik yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan uji
kepekaan obat). Berikan suntikan penisillin 1 juta tiap 6 jam berikan suntikan
streptomycin 500 mg setiap 12 jam atau antibiotik spectrum luas lainnya.
c. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotik atau lebih cepat bila
terjadi perdarahan banyak lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan
hasil konsepsi.
d. Infuse dan pemberian antibiotik diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan
penderita.
e. Pada abortus septic terapi sama saja hanya dosis dan jenis antibiotik ditinggikan
dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan
kuman.
f. Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan
dilakukan bila keadaan umum membaik dan panas reda.
11
H. Penatalaksanaan pasca keguguran
Semua wanita yang mengalami abortus, baik spontan maupun buatan, memerlukan
asuhan pascakeguguran. Asuhan pascakeguguran terdiri dari:
1. Tindakan pengobatan abortus inkomplit
Setiap fasilitas kesehatan seyogyanya menyediakan dan mampu
melakukan tindakan pengobatan abortus inkomplit sesuai dengan
kemampuannya. Biasanya tindakan evakuasi/kuretase hanya tersedia di
Rumah Sakit Kabupaten. Hal ini merupakan kendala yang dapat berakibat
fatal, bila Rumah Sakit tersebut sulit dicapai dengan kendaraan umum.
Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan pengobatan abortus
inkomplit di setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai dengan kemampuannya
akan mengurangi risiko kematian dan kesakitan.
Tindakan pengobatan abortus inkomplit meliputi :
• Membuat diagnosis abortus inkomplit
• .Melakukan konseling tentang keadaan abortus dan rencana pengobatan.
• Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.
• Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah tindakan.
• Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim.
• Seminar
2. Konseling dan pelayanan kontrasepsi Pasca keguguran
Kesuburan segera kembali setelah 12 hari pascaabortus. Untuk itu pelayanan
kontrasepsi hendaknya merupakan bagian dari pelayanan Asuhan
Pascakeguguran.Secara praktek hampir semua jenis kontrasepsi dapat dipakai
pascaabortus.
3. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu
Kejadian abortus hendaknya dijadikan kesempatan untuk memperhatikan
segi lain dari Kesehatan Reproduksi. Misalnya masalah Penyakit Menular
Seksual (PMS) dan skrining kanker ginekologik termasuk kanker payudara.
I. Pencegahan
Adapun upaya – upaya penceghan terjadinya abrtus ialah :
1. Yaitu melakukan making pregnancy safer (MPS) dengan 3 pesan
kunci yaitu:
a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
b. Semua komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan adekuat
12
c. Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi abortus
yang aman.
2. Penuhi ADIK (asam folat, dua asam amino, iron dan kalsium)
Pencegahan abortus provakatus dapat dilakukan dengan cara :
Suatu kehamilan yang tidak dikehendaki dapat dicegah seandainya
pasangan menggunakan kontrasepsi darurat. Yang dimaksud kontrasepsi
darurat adalah kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan bila digunakan
setelah hubungan seksual. Hal ini sering disebut “Kontrasepsi pasca senggama”
atau “morning after pill” atau “morning after treatment “. lstilah “kontrasepsi
sekunder” atáu “kontrasepsi darurat” asalnya untuk menepis anggapan obat
tersebut harus segera dipakai/ digunakan setelah hubungan seksual atau harus
menunggu hingga keesokan harinya dan bila tidak, berarti sudah terlambat
sehingga tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Sebutan kontrasepsi darurat juga
menekankan bahwa dalam cara KB ini lebih baik dari pada tidak ada sama
sekali. Namun tetap kurang efektif dibandingkan dengan cara KB yang sudah
ada.

J. Komplikasi
Ada pun komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu :
1. Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu
ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus
ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing.
Oleh sebab itu, letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama
pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh digunakan
tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan
tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih
besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi
perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan
seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan
suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan

13
meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi
percobaan dengan segera.
2. Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat
timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka
pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah
perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan
vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya
incompetent cerviks.
3. Pelekatan pada kavum uteri
Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan
miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan
terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya
kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut
dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
4. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola
hidatidosa terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu
hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan tampon
kasa ke dalam uterus dan vagina.

5. Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka
bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat
menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian.
Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada
saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.
6. Lain-lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl
hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga
peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala
konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau

14
hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada
pemberian prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan diare.
Komplikasi yang dapat timbul pada janin
Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri
kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis
sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan
abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami cacat
fisik.

K. Prognosis
Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada
seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan
Llewellyn - Jones memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39%
(Wiknjosastro, 2007).

15
Gb 2. Curretage

Gb 3. Aborsi

Gb 4. Etiologi
abortus

16
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Biodata:
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- ,
lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama:
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang
c. Riwayat Kesehatan:
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah
Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus
haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan:
e. Riwayat pembedahan:
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan
, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
f. Riwayat penyakit yang pernah dialami:
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung ,
hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-
penyakit lainnya.
g. Riwayat kesehatan keluarga:
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi
mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
h. Riwayat kesehatan reproduksi:
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah,
bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi,
gejala serta keluahan yang menyertainya.
i. Riwayat kehamilan , persalinan
j. dan nifas:
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini,
bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
17
k. Riwayat seksual:
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn
yang menyertainya.
l. Riwayat pemakaian obat:
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat
lainnya.
m. Pola aktivitas sehari-hari:
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur,
hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
2. Pemeriksaan fisik, (Johnson & Taylor, 2005 : 39) meliputi :
a. Inspeksi:
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap
drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh,
pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan
seterusnya
b. Palpasi :
1) Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban
dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
2) Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan
posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
3) Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang
abnormal
c. Perkusi:
1) Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan
ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
2) Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan
pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding
perut atau tidak
d. Auskultasi:
mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi
jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin
3. Pemeriksaan laboratorium:
a. Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap
smear.
18
b. Keluarga berencana :
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien
menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.

4. Diagnosa Keperawatan
a. Devisit Volume Cairan s.d perdarahan pervagina
b. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kontraksi uterus
c. Cemas s.d kurang pengetahuan tentang abortus
d. Berduka b.d kehilangan
e. Resiko tinggi syok hipovolemik b.d perdarahan pervagina

5. Intervensi Keperawatan
1. Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan
Tujuan : Dalam 1x24 jam tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake
dan output baik jumlah maupun kualitas.
Kriteria hasil: Tidak ada perdarahan, intake dan output dalam rentan normal

No Intervensi Rasional

1 Kaji kondisi status Pengeluaran cairan pervaginal


hemodinamika sebagai akibat abortus memiliki
karekteristik bervariasi

2 Ukur pengeluaran harian Jumlah cairan ditentukan dari


jumlah kebutuhan harian ditambah
dengan jumlah cairan yang hilang
pervaginal

3 Berikan sejumlah cairan Tranfusi mungkin diperlukan pada


pengganti harian kondisi perdarahan massif

4 Evaluasi status hemodinamika Penilaian dapat dilakukan secara


harian melalui pemeriksaan fisik

2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri


Tujuan : Dalam perawatan 1x24, nyeri klien dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil: Klien tidak meringis kesakitan, klien menyatakan nyerinya berkurang

19
No Intervensi Rasional

1 Kaji kondisi nyeri yang dialami klien Pengukuran nilai ambang nyeri dapat
dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.

2 Terangkan nyeri yang diderita klien Meningkatkan koping klien dalam melakukan
dan penyebabnya guidance mengatasi nyeri

3 Kolaborasi pemberian analgetika Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat


dilakukan dengan pemberian analgetika oral
maupun sistemik dalam spectrum
luas/spesifik

3. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang abortus


Tujuan : Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit
meningkat
Kriteria hasil: RR dalam rentan normal, klien tidak gelisah

No Intervensi Rasional

1 Kaji tingkat pengetahuan/persepsi Ketidaktahuan dapat menjadi dasar


klien dan keluarga terhadap penyakit peningkatan rasa cemas

2 Kaji derajat kecemasan yang dialami Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan
klien penurunan penialaian objektif klien tentang
penyakit

3 Bantu klien mengidentifikasi Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan


penyebab kecemasan keperawatan merupakan support yang
mungkin berguna bagi klien dan
meningkatkan kesadaran diri klien

4 Asistensi klien menentukan tujuan Peningkatan nilai objektif terhadap masalah


perawatan bersama berkontibusi menurunkan kecemasan

5 Terangkan hal-hal seputar aborsi yang Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi
perlu diketahui oleh klien dan klien untuk meningkatkan pengetahuan dan
keluarga membangun support system keluarga; untuk
mengurangi kecemasan klien dan keluarga.

20
4. Berduka bd kehilangan
Tujuan : Dalam perawatan 1x24 jam, klien dapat mengatasi rasa berdukanya
Kriteria Hasil: Klien tidak marah, menangis, dan menyesali rasa berduka terlalu larut.

No Intervensi Rasional

1 Kembangkan hubungan saling percaya Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu

dengan pasien. Perlihatkan empati dan kebutuhan yang terapeutik.


perhatian. Jujur dan tepati semua janji

2 Perlihatkan sikap menerima dan Sikap menerima menunjukkan kepada pasien


membolehkan pasien untuk bahwa anda yakin bahwa ia merupakan
mengekspresikan perasaannya secara seseorang pribadi yang bermakna. Rasa
terbuka percaya meningkat.

3 Bantu pasien untuk mengerti bahwa Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang


perasaan seperti rasa bersalah dan wajar yang berhubungan dengan berduka
marah terhadap konsep kehilangan yang normal dapat menolong mengurangi
adalah perasaan yang wajar dan dapat beberapa perasaan bersalah menyebabkan
diterima selama proses berduka. timbulnya respon-respon ini.

4 Bantu pasien menentukan Umpan balik positif meningkatkan harga diri


metodametoda koping yang lebih dan mendorong pengulangan perilaku yang
adaptif terhadap pengalaman diharapkan.
kehilangan. Berikan umpan balik positif
untuk identifikasi strategi dan membuat
keputusan.

5 Dorong pasien untuk menjangkau Menguatkan keimanan dan mohon kekuatan


dukungan spiritual selama waktu ini kepada sang Pencipta agar diberi kekuatan
dalam bentuk apapun yang diinginkan menghadapi masalahnya
untuknya.

5. Resiko tinggi syok hipovolemik b.d perdarahan pervagina


Tujuan: Dalam 1x24 jam perawatan, tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria hasil: Tanda vital (nadi, suhu, tensi, RR) dalam rentan normal.

No Intervensi Rasional

21
1 Monitor keadaan umum pasien Untuk memonitor kondisi pasien selama
perawatan terutama saat terjadi perdarahan.
Perawat segera mengetahui tanda-tanda
presyok /syok.

2 Observasi vital sign setiap 3 jam atau Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign
lebih untuk memastikan tidak terjadi presyok /
syok.

3 Jelaskan pada pasien dan keluarga Dengan melibatkan pasien dan keluarga
tanda perdarahan, dan segera laporkan maka tanda-tanda perdarahan dapat segera
jika terjadi perdarahan diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat

dapat segera diberikan.

4 Kolaborasi : Pemberian cairan Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi


intravena kehilangan cairan tubuh secara hebat.

5 Kaji tanda-tanda dehidrasi Dehidrasi merupakan salah satu tanda syok


hipovolemik

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Penyebab dari keguguran adalah
multifaktor, salah satunya kelainan sel telur pada awal kehamilan.

B. Saran
Semua wanita yang mengalami abortus, baik spontan maupun buatan,
memerlukan asuhan pascakeguguran. Asuhan pascakeguguran terdiri dari:
1. Tindakan pengobatan abortus inkomplit dengan segala kemungkinan komplikasinya.
2. Konseling dan pelayanan kontrasepsi pascakeguguran.
3. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu

23
DAFTAR PUSTAKA
http://pastakyu.wordpress.com/2010/01/21/asuhan-keperawatan-kehilangan-dan-
berduka/,diakses tanggal 20 November 2011 jam 19.38
http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com, diakses tanggal 20 November 2011 jam 19.40
Kusuma. H, dan Nurarif. A. H. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA
(North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. Yogyakarta: Media Hardy.
Morgan, (2011).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa: I Made K., Nimade S.
Musliha (2010). Keperawatan Gawat Darurat nuha medika, Yogyakarta.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

24

Anda mungkin juga menyukai