Anda di halaman 1dari 19

Outlook

Edisi November 2019

Compiled by
2019
+62 21 2555 6138 Ext. 8304
Isu utama ekonomi dan pasar modal global di 2019 :
at.research@phintracosekuritas.com
• Kontroversi kebijakan Trump sejak menjabat Presiden AS pada 20 Januari 2017.
• Perang Dagang AS dengan Tiongkok yang berkepanjangan sejak Maret 2018.
• Ketegangan geopolitik sejumlah negara memengaruhi harga komoditi dunia.
• Belum adanya kata sepakat mengenai negosiasi Brexit dengan Uni Eropa.
• Fenomena inversi kurva yield obligasi pemerintah AS yang dianggap sebagai sinyal klasik
terjadinya resesi.

Fig 1. US Treasury Yield Curve : 2018-2019


Perang dagang AS dengan Tiongkok dimulai pada
4.0 8 Maret 2018 ketika Trump mengumumkan
3.5 Inverted US Treasury Yield Curve terjadi lagi
pengenaan tarif 25% pada impor baja dan 10%
3.0 untuk pertama kalinya sejak 21 Juni 2007
pada aluminium dari sejumlah negara. Pada
2.5 ketika terjadi suprime mortgage di AS.
22 Maret 2018, Trump menangguhkan tarif untuk
2.0 Terbentuknya Inverted US Treasury tahun ini
beberapa negara, nanun tidak untuk Tiongkok.
1.5 merupakan imbas eskalasi perang dagang AS
1.0 Selanjutnya Tiongkok merespon dengan daftar
dengan Tiongkok.
0.5 128 produk AS yang akan dikenakan bea masuk ke
0.0 Tiongkok sebesar 15-25% jika negosiasi gagal.
2018M1
2018M2
2018M3

2018M5
2018M6
2018M7

2018M9

2019M1
2019M2
2019M3

2019M5
2019M6
2019M7

2019M9
2018M4

2018M8

2019M4

2019M8
2018M10
2018M11

2019M10
2018M12

3 Mo 2 Yr 10 Yr 30 Yr

Source : US treasury.gov

Ekonomi dunia terus melambat di Q2-19, ketidakpastian global tetap tinggi : secara Fig 2. Global Uncertainty Index vs. Geopolitical
keseluruhan, perlambatan ekonomi dunia terus berlanjut pada Q3-19 sehingga aktivitas Risk Index
400
investasi dan konsumsi secara global melemah, kinerja ekspor pun melemah. Adapun faktor- 350
300
faktor yang mempengaruhi perlambatan ekonomi dunia adalah eskalasi perang dagang AS 250
200
150
dengan Tiongkok, tingginya ketidakpastian negosiasi BREXIT merespon perpanjangan tenggat 100
50
waktu (hingga awal tahun 2020), dan eskalasi risiko akibat ketegangan geopolitik sejumlah 0
2018M1

2018M3
2018M4

2018M7
2018M8

2019M1
2019M2

2019M4
2019M5
2019M6

2019M8
2018M2

2018M5
2018M6

2018M9

2019M3

2019M7
2018M10
2018M11
2018M12
negara yang berkepanjangan.

• Ketegangan geopolitik di Timur Tengah terjadi akibat peningkatan pengayaan uranium Global economic policy uncertainty (PPP weight)
Geopolitical Risk Index
Iran yang dianggap melanggar Perjanjian Nuklir tahun 2015.
Source : US treasury.gov
• Ketegangan hubungan antara AS dengan Korea Utara sejak Trump mengumumkan
perang dengan Korea Utara pada 25 September 2019 lalu.
• Ketegangan di semenanjung Korea setelah Korea Utara menembakkan rudal balistik,
yang salah satunya jatuh di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang.

Fig 3. World Consumer Confidence


Fig 4. World Trade, Industrial Production, Fig 5. Global Manufacturing and Service PMI
112
Manufacturing PMI 111
56
110
6 55 109
5 54 108
53 107
4 52 106
105
3 51 104
2 50 103
49 102
1
2018M1
2018M2
2018M3
2018M4
2018M5

2018M8
2018M9

2019M2
2019M3
2019M4
2019M5
2019M6
2018M6
2018M7

2019M1

2019M7
2019M8
2018M10
2018M11
2018M12

48
0 47
2018M2

2018M4

2018M6

2018M8

2019M3

2019M5

2019M7
2018M1

2018M3

2018M5

2018M7

2018M9

2019M1
2019M2

2019M4

2019M6

2019M8
2018M10
2018M11
2018M12

-1 46
2018M1

2018M5
2018M6

2019M4
2019M5
2018M2
2018M3
2018M4

2018M7
2018M8
2018M9

2019M1
2019M2
2019M3

2019M6
2019M7
2019M8
2018M11
2018M12
2018M10

-2 World Advanced economies


Emerging market economies
Trade Vol.
Industrial Production Source : CEIC, IMF
Manufacturing PMI: New Orders Manufacturing Services

Source : CEIC, IMF, Tradingeconomics

Hal 2
Kondisi tersebut di atas menyebabkan volume perdagangan dunia turun, suplai global tidak Fig 6. Industrial Production :World, US, Japan,
China, EA

menentu, terjadi Trade Diversion (AS mengalihkan permintaan produk impor dari Tiongkok ke 8.0
7.0

negara lain, demikian sebaliknya dengan Tiongkok) dan kinerja sektor manufaktur melemah, 6.0
5.0

terutama di negara maju (akibat melemahnya permintaan secara global dan meningkatnya 4.0
3.0
2.0
ketidakpastian global membuat konsumen lebih pesimis). Sampai Q3-19, dinamika ekonomi 1.0
0.0
global masih menjadi perhatian utama investor global karena kondisi tersebut dianggap dapat

2018M2
2018M3

2018M5
2018M6

2018M8
2018M9

2019M1
2019M2

2019M4
2019M5

2019M7
2019M8
2018M1

2018M4

2018M7

2019M3

2019M6
2018M10
2018M11
2018M12
-1.0
-2.0
memengaruhi stabilitas eksternal (pertumbuhan ekonomi dan aliran masuk modal asing). -3.0

World United States Japan China Euro Area

Source : CEIC, IMF

Table 1. WORLD as of Nov-19 GDP (F) as of Nov-19


GDP Rate Inflation Rate Interest Rate Jobless Rate Current Acc.* GDP Rate 2019 GDP (F)

Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 Q1 Q2 Q3 2019 2020

US 3.1 2.0 2.27 1.70 2.25 2.00 3.70 3.50 -2.42 -2.40^ US 2.7 2.3 2.0 2.4 2.1

Brazil 1.3 1.0^ 4.52 2.89 6.50 5.50 11.80 11.80 -1.61 -3.80 Brazil 0.5 0.1 - 0.9 2.0

Australia 2.6 1.4^ 1.90 1.70 1.5 1.00 5.00 5.20 -2.17 1.20^ Australia 1.7 1.4 - - -

China 6.5 6.0 2.40 3.00 4.35 4.20 3.80 3.60 0.69 1.60 China 6.4 6.2 6.0 6.1 5.8

India 7.0 5.0^ 3.70 3.99 6.50 5.40 - 7.20 -2.85 -2.00^ India 5.8 5.0 - 6.1 7.0

Japan 0.1 1.3 1.20 0.20 -0.10 -0.10 2.30 2.40 3.41 3.50 Japan 1.0 1.2 1.3 0.9 0.5

South Korea 2.1 2.0 2.00 -0.40 1.50 1.50 3.90 3.40 5.84 2.80^ South Korea 1.7 2.0 2.0 0.7 1.1

Indonesia 5.2 5.0 2.88 3.39 5.75 5.25 5.34 5.30 -3.23 -2.66 Indonesia 5.1 5.1 5.0 5.0 5.1

Malaysia 4.4 4.4 0.30 1.10 3.25 3.00 3.30 3.30 0.91 3.00 Malaysia 4.5 4.9 4.4 4.5 4.4
Singapore 1.1 0.1 0.5 0.5 1.0
Singapore 2.6 0.5 0.70 0.50 1.64 1.72 2.10 2.30 - -
Euro Area 1.3 1.2 1.2 1.2 1.4
Euro Area 1.7 1.2 2.10 0.90 0.00 0.00 8.00 7.50 - -
England 1.8 1.2 1.0 1.2 1.4
U.K. 1.6 1.0 2.40 1.70 0.75 0.75 4.10 3.80 -4.31 -4.57^
Russia 0.5 0.9 1.7 1.1 1.9
Russia 2.2 1.7 3.39 4.00 7.50 7.00 4.50 4.50 - -
Source : BI, CEIC, Tradingeconomics, IMF
*Current Account (% of GDP) | ^as of Q2-2019 | Source : BI, CEIC, Tradingeconomics

Pertumbuhan ekonomi sejumlah negara di bawah ekspektasi merespon ketidakpastian


global : dilihat dari data pertumbuhan masing-masing negara, perlambatan ekonomi negara
maju lebih mendalam dibanding perlambatan ekonomi negara berkembang. AS, Eropa,
Jepang, dan Tiongkok mengalami perlambatan akibat penurunan kinerja ekspor dan
permintaan domestik di masing-masing negara tersebut.

Table 2. G4 as of Nov-19
GDP Rate Inflation Rate Interest Rate Jobless Rate Current Acc.* GDP (%) Q2-19 Q3-19 2019F 2020F

Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 World - - 2.9 3.0

US 3.1 2.0 2.27 1.70 2.25 2.00 3.70 3.50 -2.42 -2.40^ US 2.3 2.0 2.5 1.7

China 6.5 6.0 2.40 3.00 4.35 4.20 3.80 3.60 0.69 1.60 Euro Area 1.2 1.2 1.2 1.4

Japan 0.1 1.3 1.20 0.20 -0.10 -0.10 2.30 2.40 3.41 3.50 Japan 1.2 1.3 0.8 0.7

Euro Area 1.7 1.2 2.10 0.90 0.00 0.00 8.00 7.50 - - China 6.2 6.0 6.2 6.1
Source : CEIC, IMF, WorldBank
*Current Account (% of GDP) | ^as of Q2-2019 | Source : BI, CEIC, Tradingeconomics

Fig 9. Industrial Production : US, Japan, China, EA


Fig 7. GDP: US, Japan, China, EA Fig 8. Manufacture PMI : US, Japan, China, EA
8
8.0 65
7
7.0 6
60 5
6.0
4
5.0 55 3
4.0 2
3.0 50 1
0
2.0
2018M1

2018M3

2018M5
2018M6

2018M8

2019M1

2019M3
2019M4
2019M5
2019M6

2019M8
2018M2

2018M4

2018M7

2018M9

2019M2

2019M7
2018M10
2018M11
2018M12

45 -1
1.0 -2
0.0 40 -3
Q1-17 Q2-17 Q3-17 Q4-17 Q1-18 Q2-18 Q3-18 Q4-18 Q1-19 Q2-19 Q1-17Q2-17Q3-17Q4-17Q1-18Q2-18Q3-18Q4-18Q1-19Q2-19Q3-19 United States Japan China Euroa Area
United States Japan China Euroa Area United States Japan China Euroa Area
Source : CEIC, IMF, Tradingeconomics
Source : CEIC, IMF, Tradingeconomics

Hal 3
Ekonomi AS tumbuh melambat (2.3% yoy di Q2-19) : pertumbuhan ekonomi AS melambat
GDP Rate 2019 GDP (F)
dari 2.3% yoy di Q2-19 menjadi 2.0% yoy di Q3-19 akibat eskalasi perang dagang dan risiko
Q1 Q2 Q3 2019 2020
geopolitik. Sejumlah indikator ekonomi AS mengkonfirmasi perlambatan ekonomi di negara
US 2.7 2.3 2.0 2.4 2.1
tersebut. Perang dagang AS dengan Tiongkok yang berkepanjangan berimbas pada penurunan
Source : CEIC, IMF
ekspor (-0.06% yoy di Q2-19) seiring dengan turunnya permintaan dari Tiongkok. Penurunan
impor dari Tiongkok juga terjadi akibat eskalasi tarif. Kondisi ini juga memengaruhi pasar tenaga
kerja AS, terlihat dari stagnasi data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja AS di level 63% sejak
Februari 2019. Sementara itu, tekanan inflasi AS masih rendah (1.7% di Q3-19), dampak kenaikan
tarif impor terhadap inflasi AS diperkirakan hanya bersifat temporer.

Table 3. US as of Aug-19
Jan-19 Feb-19 Mar-19 Apr-19 Mei-19 Jun-19 Jul-19 Aug-19 Sep-19 Oct-19 Fig 10. Industrial Production
6
Export Growth (%) 3.52 2.50 0.35 -2.56 -2.45 -3.57 -1.12 -0.06 -2.70 -
5
Import Growth (%) 1.30 -0.83 1.54 -0.93 2.70 0.32 -1.06 -1.08 -4.40 - 4

Retail Sales Growth (%) 3.18 2.05 3.73 3.94 3.01 3.24 3.62 3.50 3.80 2.80 3

2
New Orders Growth (%) 4.12 0.6 1.20 0.57 -1.73 -1.32 0.38 -1.88 -3.50 -
1
Inflation Rate (%) 1.6 1.5 1.9 20 1.8 1.6 1.8 1.7 1.7 1.8 0

2018M2
2018M3
2018M4
2018M5

2018M7
2018M8
2018M9

2019M1
2019M2
2019M3
2019M4

2019M6
2019M7
2019M8
2018M1

2018M6

2019M5
2018M10
2018M11
2018M12
Interest Rate (%) 2.40 2.40 2.43 2.45 2.40 2.40 2.40 2.13 1.90 1.58

Unemployment Rate (%) 4.0 3.8 3.8 3.6 3.6 3.7 3.7 3.7 3.5 3.6
World Industrial production US Industrial Production
Labor Force Participation (%) 62.8 63 63 62.7 62.8 63.4 63.6 63.2 63.1 63.3
Source : CEIC, IMF
Consumer Confidence Index 121.7 131.4 124.2 129.2 131.3 124.3 135.8 134.2 126.3 125.9

Producer Price Index 199.1 199.2 200.8 202.1 201.7 200.3 201.0 199.3 198.2 198.5

Source : CEIC, Tradingeconomics

Fig 11. US : GDP - Manufacturing PMI Fig 12. US : GDP - Inflation - Jobless Fig 13. US : Inflation - Fed Rate

56 3.5 4.5 3.5 3.5


55.60 55.40 55.60 4.2
55 4 4 4.1 4 3 2.87
3 3.8 3.9 3
54 3.5 2.36 2.27
53.80 2.5 2.5 2.5 2.50 2.50 2.50
3 2.25 1.91 1.9
53 2.87 2 2.00
52.40 2 2.5 2 1.6
2.36 1.75
52 2.27 1.5
1.5 2 1.91 1.9 1.5
51 1.6
50.60 1.5 1
1 1
50 1 0.5
49 0.5 0.5
0.5
2.9 3.2 3.1 2.5 2.7 2.3 2.9 3.2 3.1 2.5 2.7 2.3 0
48 0 0 0 Q1-2018 Q2-2018 Q3-2018 Q4-2018 Q1-2019 Q2-2019
Q1-2018 Q2-2018 Q3-2018 Q4-2018 Q1-2019 Q2-2019 Q1-2018 Q2-2018 Q3-2018 Q4-2018 Q1-2019 Q2-2019
Inflation Fed Rate
GDP Manufacturing PMI GDP Inflation Jobless

Source : CEIC, IMF Source : CEIC, IMF

Ekonomi di kawasan Uni Eropa melambat ke 1.1% yoy di Q2-19 : perlambatan ekonomi Fig 14. Industrial Production : World - UK - EA

juga terjadi di kawasan Uni Eropa. GDP di kawasan Uni Eropa pada Q3-19 tercatat sebesar 6
5
1.2% yoy dibanding Q2-19 yang tercatat sebesar 1.1% yoy. Berlanjutnya perlambatan ekonomi 4

di kawasan ini dipengaruhi oleh eskalasi perang dagang AS dan Tiongkok. Indikator investasi, 3
2
seperti Industrial Confidence Index dan Service Confidence Index mengindikasikan penurunan, 1
sejalan dengan belum pulihnya sentimen dan kepercayaan industri. Data Labor Force 0
2018M1

2018M3
2018M4

2018M6
2018M7

2018M9

2019M2
2019M3

2019M5
2019M6

2019M8
2018M2

2018M5

2018M8

2019M1

2019M4

2019M7
2018M10

2018M12
2018M11

Participation Rate (57.3 per Juli 2019) dan Productivity Rate (105.2 per Juli 2019) juga belum -1
-2
menunjukkan perbaikan yang signifikan. Tingkat pengangguran masih cukup stabil di level
World Industrial production United Kingdom
7.4% - 7.5% sejak Juni 2019. Euro Arrea

Source : CEIC, IMF

Table 4. EURO AREA as of Jun-19


GDP Rate Inflation Rate Interest Rate Jobless Rate Current Acc.* GDP Rate 2019 GDP (F)

Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 Q3-18 Q3-19 Q1 Q2 Q3 2019 2020

Euro Area 1.7 1.2 2.10 0.90 0.00 0.00 8.00 7.50 - - Euro Area 1.3 1.2 1.2 1.2 1.4

U.K. 1.6 1.0 2.40 1.70 0.75 0.75 4.10 3.80 -4.31 -4.57^ England 1.8 1.2 1.0 1.2 1.4

*Current Account (% of GDP) | ^as of Q2-2019 | Source : BI, CEIC, Tradingeconomics Source : BI, CEIC, Tradingeconomics, IMF

Hal 4
Source : CEIC, IMF, Tradingeconomics

GDP Jepang tumbuh 1.3% yoy pada Q3-19 ditengah perlambatan Global : eskalasi perang
dagang dan risiko geopolitik berimbas pada ekonomi Jepang karena turunnya permintaan
global menekan kinerja ekspor dan impor (melambat sejak Juni 2019). Kepercayaan konsumen
terus turun sejak awal tahun 2019, terlihat dari Consumer Confidence Index yang turun ke
35.6% di Q2-19. Sementara itu, dari sisi tenaga kerja masih cukup baik dengan tingkat
pengangguran terjaga di level 2.4% hingga Q3-19; dan tekanan inflasi di Jepang cukup rendah
(0.2% per September 2019), bahkan masih jauh dari target inflasi yang ditetapkan
Bank of Japan, yaitu di level 2%.

Table 7. JAPAN as of Aug-19


Jan-19 Feb-19 Mar-19 Apr-19 Mei-19 Jun-19 Jul-19 Aug-19 Sep-19 Oct-19 Fig 17. Japan Industrial Production
6
Export Growth (%) -8.45 -1.40 -0.01 -3.65 -9.61 -3.67 -4.26 -7.65 -4.80 -9.80
5
Import Growth (%) 0.87 -6.26 3.50 5.38 -3.18 -2.78 -3.64 -8.41 -6.30 -14.20 4
3
Retail Sales Growth (%) 0.6 0.6 1.0 0.4 1.3 0.5 -2.0 1.8 9.2 -
2
Inflation Rate (%) 0.2 0.2 0.5 0.9 0.7 0.7 0.5 0.3 0.2 - 1
0
Interest Rate (%) -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1

2018M1

2018M3
2018M4

2018M6
2018M7

2018M9

2019M1

2019M3
2019M4

2019M6
2019M7
2018M2

2018M5

2018M8

2019M2

2019M5
2018M10

2018M12
2018M11
-1
Unemployment Rate (%) 2.5 2.3 2.5 2.4 2.4 2.3 2.2 2.2 2.4 - -2

Consumer Confidence Index 41.9 41.5 40.5 40.4 39.4 38.7 37.1 35.6 35.6 36.2 -3

World Japan
Industrial Prod. Index (%) 0.69 -1.15 -2.75 -1.63 0.09 -2.22 -1.06 -2.02 -0.58 -
Source : CEIC, IMF
Source : tradingeconomics, CEIC

Fig 18. Japan : GDP - Manufacturing PMI Fig 19. Japan : GDP - Inflation - Jobless
1.6 54 1.6 3
1.4 53.10 53.00 53 1.4 2.55 2.54
2.45 2.5
52.50 52.40 2.36 2.33 2.34
1.2 1.2
52
2
1 1
51
0.8 0.8 1.5
50 1.3
0.6 0.6 1.13
49.20 49.30 0.97 1
49 0.8
0.4 0.4 0.7
48 0.5
0.2 0.2
1.3 1.5 0.1 0.3 1 1 1.3 1.5 0.1 0.3 0.23
1 1
0 47 0 0
Q1-2018 Q2-2018 Q3-2018 Q4-2018 Q1-2019 Q2-2019 Q1-2018 Q2-2018 Q3-2018 Q4-2018 Q1-2019 Q2-2019

GDP Manufacturing PMI GDP Inflation Jobless

Source : CEIC, IMF, Tradingeconomics

Ekonomi Tiongkok masih melambat (GDP Q3-19 sebesar 6.0% yoy): sejumlah indikator
ekonomi mengkonfirmasi berlanjutnya perlambatan ekonomi Tiongkok, antara lain penurunan
Tiongkok membalas kenaikan tarif AS dengan
ekspor dan impor imbas pengenaan tarif tambahan oleh AS pada akhir tahun 2019, penurunan mengenakan kenaikan tarif sebesar 5-10% atas
konsumsi sejalan dengan turunnya tingkat pekerja dan penjualan ritel. Pengenaan tarif 75 miliar produk AS. Kenaikan tarif impor tersebut
sebagian berlaku mulai 1 September 2019 dan
tambahan oleh AS dibalas oleh Tiongkok dengan mengenakan kenaikan tarif atas 75 miliar sebagian pada 15 Desember 2019.
produk AS. Eskalasi perang tarif antara AS dengan Tiongkok berpotensi membuat ekonomi
Tiongkok melambat lebih dalam. Sementara itu, inflasi Tiongkok masih relatif stabil walaupun
ada sedikit peningkatan sejak Juli 2019.

Hal 5
Table 8. CHINA as of Jun-19
Year 2019 JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT

Export Growth Rate (%) 9.50 1.50 16.90 -8.30 3.40 2.60 0.70 -0.40 1.2 -1.3

Import Growth Rate (%) -1.40 6.50 -3.80 -4.30 -4.90 -2.40 -9.30 -2.20 -7.9 -10.2

Retail Sales Growth Rate (%) 7.0 7.0 8.7 7.2 8.6 9.8 7.6 7.5 - -

Consumer Confidence Index 123.7 126 124.1 125.3 123.4 125.9 124.4 122.4 124.1 -

Production Price Index (Coal) 100.1 100.1 100.4 100.9 100.6 100 99.7 99.2 98.8 98.4

Source : CEIC, Tradingeconomics Fig 20. China Industrial Production


8
7
Fig 21. China : GDP - Inflation- Interest Rate Fig 22. China Manufacturing PMI - Non 6
Manufacturing PMI
8 5
56 55.0 54.9 4
7 54.6 54.8
55 54.2
6 53.8 3
54
53 2
5
4.35 4.35 4.35 4.35 4.35 4.35 52 51.5 51.5 1
4 50.8 50.5
51 0
3 50 49.4 49.4

2018M1
2018M2
2018M3
2018M4
2018M5

2018M7
2018M8

2019M1
2019M2

2019M4
2019M5
2019M6
2019M7
2018M6

2018M9

2019M3
2018M10
2018M11
2018M12
2.7
2.4 2.3 49
2 2.03 1.91
1.74
48
1
6.8 6.7 6.5 6.4 6.4 6.2 47
0 46
World China
Q1-2018 Q2-2018 Q3-2018 Q4-2018 Q1-2019 Q2-2019 Q1-2018 Q2-2018 Q3-2018 Q4-2018 Q1-2019 Q2-2019

GDP Inflation Interest Manufacturing PMI Non Manufacturing PMI Source : CEIC, IMF

Source : CEIC, IMF, Tradingeconomics

Sejumlah bank sentral global menempuh kebijakan akomodatif merespon Fig 23. Global Central Bank Rate
perlambatan global : tekanan inflasi sejumlah negara di tengah perlambatan 8
ekonomi membuat sejumlah bank sentral menempuh kebijakan akomodatif, di 7
6.5 6.5 6.75
6 6.25 6.25 6.25
antaranya dengan menurunkan suku bunga dan mengeluarkan paket stimulus untuk 5
5.4
4.35 4.35 4.35 4.35 4.35 4.35
memacu pertumbuhan ekonomi. The Fed menurunkan Fed Fund Rate (FFR) sebesar 4 4.2
3
25 bps menjadi 2%-2.25%; European Central Bank (ECB) mengeluarkan stimulus dan 2 2 2.25 2.5 2.5 2.5
2
1.75
melonggarkan kebijakan moneter untuk memacu pertumbuhan ekonomi di kawasan 1 0 0 0 0 0 0 0
0 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1
Uni Eropa; Bank of Japan (BoJ) mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar -1 Mar-18 Jun-18 Sep-18 Dec-18 Mar-19 Jun-19 Sep-19

dan melanjutkan program pembelian aset besar-besaran untuk mendukung Federal Reserved European Central Bank
Bank of Japan People Bank of China
ekonomi Jepang; People’s Bank of China (POBC) mengubah kebijakan penetapan Reserve Bank of India

suku bunga pinjaman (sehingga biaya pinjaman menjadi lebih rendah) untuk Source : tradingeconomics

memacu pertumbuhan ekonomi Tiongkok; dan Reserve Bank of India (RBI) juga
menurunkan suku bunga untuk memacu pertumbuhan ekonomi India.
Fig 24. Global Issues vs. Commodity Price

Pasar komoditas terimbas perang dagang AS dengan Tiongkok dan 800 140
700 135
ketegangan geopolitik yang berkepanjangan : ketegangan hubungan dagang 600 130
500 125
antara AS dengan Tiongkok dan ketegangan geopolitik sejumlah negara yang 400 120
300 115
berkepanjangan makin menekan volume perdagangan dunia dan menekan harga 200 110
100 105
sejumlah komoditas global sejak Mei 2019, seperti minyak mentah, batu bara dan 0 100
2018M2

2018M4
2018M5

2018M7

2018M9

2019M2
2019M3

2019M5

2019M7
2019M8
2018M1

2018M3

2018M6

2018M8

2019M1

2019M4

2019M6
2018M10

2018M12
2018M11

gas alam.

US trade policy uncertainty Geopolitical Risk Index


Hingga September 2019, harga minyak mentah terus melemah : harga minyak All commodities
mentah dunia mengalami penurunan sejak Mei 2019, bahkan per September 2019
harga minyak mentah mencapai US$58.4/barel. Tekanan harga minyak dunia Fig 25. Commodity Price Index

dipengaruhi oleh meningkatnya cadangan minyak AS, meningkatnya ketidakpastian 200


180
pertumbuhan global seiring meningkatnya ketegangan hubungan dagang AS 160
140
dengan Tiongkok dan Meksiko; dan meningkatnya ketegangan geopolitik sejumlah 120

negara, diantaranya ketidakpastian BREXIT dan konflik di Timur Tengah. 100


80
60
Harga CPO dunia bergerak variatif sejak Mei 2019 : pergerakan harga CPO dunia 40
2018M1

2018M3
2018M4

2018M7
2018M8

2019M1
2019M2

2019M4
2019M5

2019M7
2019M8
2018M2

2018M5
2018M6

2018M9

2019M3

2019M6
2018M10
2018M11
2018M12

sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca (sehingga terjadi peningkatan produksi CPO
dari Malaysia dan Indonesia) dan melemahnya permintaan akibat penerapan tarif
All commodities Metals Food Energy
impor CPO.
Source : indexmundi

Hal 6
Fig 30. Coal Production & Consumption - Coal Price Fig 31. Coal Price : 2007 - 2019
(USD/MT)
5000.0 140
140
120
4000.0 120
100
100
3000.0 80 80
2000.0 60 60
40 40
1000.0
20 20
- 0 0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

2007M1
2007M6

2008M4
2008M9

2009M7

2011M3

2012M1
2012M6

2013M4
2013M9

2014M7

2016M3

2017M1
2017M6

2018M4
2018M9

2019M7
2009M2

2010M5

2011M8

2014M2

2015M5

2016M8

2019M2
2009M12

2010M10

2014M12

2015M10
2007M11

2012M11

2017M11
World Coal Production (Millions of tonnes) World Coal Consumption (Millions of tonnes)
China Coal Consumption (Millions of tonnes) Coal Price
Source : tradingeconomics
Source : BP

Harga komoditi logam (nikel, timah) mengalami penurunan sejak Mei 2019 : Fig 32. Global Metal Price
300
perlambatan ekonomi global dan berlanjutnya perang dagang AS dengan Tiongkok
250
menjadi sentimen utama yang memengaruhi pelemahan harga nikel dan timah di 200
pasar global. Sementara itu, pengetatan kebijakan ekspor timah oleh pemerintah 150

Indonesia juga memengaruhi pelemahan harga timah. 100

50
Emas sebagai safe haven asset tidak melanjutkan penguatannya akibat 0

ketidakpastian global : permintaan emas sebagai safe haven assets meningkat

Jan-18

Jun-18

Jan-19

Jun-19
May-18

May-19
Jul-18

Jul-19
Oct-18
Apr-18

Apr-19
Nov-18
Dec-18
Feb-18

Aug-18
Sep-18

Feb-19

Aug-19
Sep-19
Mar-18

Mar-19
sejak Agustus 2018, dipicu oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi global dan Aluminum Copper Iron ore Nickel
meningkatnya ketidakpastian global akibat eskalasi perang dagang antara AS Source : tradingeconomics, indexmundi
dengan Tiongkok. Sayangnya, penguatan harga emas tidak berlanjut walaupun
pasar global masih dibayangi ketegangan perang dagang antara As dengan
Tiongkok. Ini terjadi karena adanya substitusi terhadap safe have assets lainnya,
seperti obligasi pemerintah AS, Jerman dan Jepang.

Fig 35. Global Currency Rates Index


Fig 33. Nickel and Tins Price Fig 34. Gold Price Index : Jan 1st, 2019 = 100; 22-day Moving Average
(USD/MT) USD/t oz
115
25000 1600
110
20000 1500
105
15000 1400
100
10000 1300
95
5000 1200
90
0 1100
Jan-18

Jun-18

Jan-19

Jun-19
Jul-18
May-18

May-19

Jul-19
Oct-18
Apr-18

Apr-19
Nov-18
Dec-18
Feb-18

Aug-18
Sep-18

Feb-19

Aug-19
Sep-19
Mar-18

Mar-19
Jun-19
Jan-18

Jun-18

Jan-19
Apr-18
May-18

Jul-18

Apr-19
May-19

Jul-19
Oct-18

Oct-19
Nov-18
Dec-18
Feb-18

Aug-18
Sep-18

Feb-19

Aug-19
Sep-19
Mar-18

Mar-19

1000
Jul-19
Jul-18
Jan-18

Jun-18

Oct-18

Jan-19

Jun-19

Oct-19
Apr-18
May-18

Apr-19
May-19

Aug-19
Aug-18
Sep-18

Sep-19
Feb-18
Mar-18

Nov-18
Dec-18

Feb-19
Mar-19

USD Index Euro to USD GBP to USD Yuan to USD


Nickel (USD/MT) Tin (USD/MT)
Source : CNBC, investing
Source : tradingeconomics

Mata uang global dipengaruhi ketidakpastian global yang berimbas pada


perlambatan ekonomi dan pelonggaran kebijakan moneter : mata uang negara
maju cenderung melemah merespon tingginya ketidakpastian global, kecuali Yen
Fig 36. Volatility Index - MSCI Index
Jepang karena sejumlah investor cenderung mencari safe haven assets. Sementara
250 120
itu, mata uang negara berkembang cenderung mixed (kecuali Yuan) merespon 100
200
perkembangan perang dagang AS dengan Tiongkok dan perubahan kebijakan 80
150
moneter bank sentral dunia. Yuan terkoreksi cukup tajam akibat penetapan kenaikan 60
100
tarif impor oleh AS terhadap produk impor Tiongkok (bahkan POBC sempat 40
50 20
melakukan intervensi supaya pelemahan Yuan tidak berlanjut).
0 0
Jul-18

Jul-19
Jun-18

Jan-19

Jun-19
Jan-18

Apr-18

Oct-18

Apr-19
May-18

May-19
Aug-18
Sep-18

Aug-19
Sep-19
Mar-18

Nov-18
Dec-18

Mar-19
Feb-18

Feb-19

Ketidakpastian global sangat memengaruhi volatilitas indeks global : secara


keseluruhan, perlambatan ekonomi global yang terus berlanjut, eskalasi perang CBOE Volatility Index MSCI World MSCI Emerging Markets
dagang AS dengan Tiongkok, belum adanya kesepakatan BREXIT, eskalasi Source : investing

ketegangan AS dengan Iran dan Korea Utara menjadi sentimen global yang
memengaruhi volatilitas indeks global. Tingginya volatilitas indeks global tercermin Volatility Index atau sering dikenal dengan “Fear Index”karena
pada fluktuasi Volatility Indeks. Dilihat dari tren MSCI World, indeks saham negara volatilitas erat kaitannya dengan risiko.

maju masih menguat; sedangkan dari tren MSCI Emerging Market, indeks saham
negara berkembang cenderung melemah, namun tidak signifikan.

Hal 7
Kebijakan suku bunga bank sentral global memberi sentimen positif ke pasar saham :
kebijakan moneter akomodatif sejumlah bank sentral dunia direspon positif oleh investor
pasar saham secara global karena langkah tersebut diekspektasikan efektif untuk mendukung
momentum pertumbuhan ekonomi global dengan tingkat inflasi yang terjaga. Seperti yang
telah disampaikan pada ulasan sebelumnya, The Fed menurunkan FFR Rate sebesar 25 bps
menjadi 2%-2.25%; ECB mengeluarkan stimulus dan melonggarkan kebijakan moneter untuk
memacu pertumbuhan ekonomi di kawasan Uni Eropa; BoJ mempertahankan kebijakan
moneter ultra-longgar dan melanjutkan program pembelian aset besar-besaran untuk
mendukung ekonomi Jepang; POBC mengubah kebijakan penetapan suku bunga pinjaman
(sehingga biaya pinjaman menjadi lebih rendah) untuk memacu pertumbuhan ekonomi
Tiongkok; dan RBI juga menurunkan suku bunga untuk memacu pertumbuhan ekonomi India.

Source : CNBC, Bloomberg Source : CNBC, Bloomberg Source : CNBC, Bloomberg

REVIEW : 2019
Isu utama ekonomi dan pasar modal domestik di 2019 :
• Perkembangan politik Indonesia (Pemilu Presiden 2019 hingga pelantikan).
• S&P 500 menaikkan rating utang Indonesia menjadi BBB (outlook stabil).
• Meningkatnya kewaspadaan terhadap resesi global (Inverted US Treasury).
• Eskalasi perang dagang dan risiko geopolitik memengaruhi ekonomi Indonesia.
• Pemindahan ibu kota Indonesia ke Penajam Paser Utama dan susunan Kabinet Indonesia
Maju (Kabinet Kerja II) periode 2020-2024.
Source : BPS

Pertumbuhan ekonomi Indonesia terjaga di level 5% di tengah perlambatan ekonomi


global : berdasarkan data BPS, ekonomi Indonesia pada Q3-19 tercatat 5.02% yoy, angka ini
lebih rendah dari pencapaian pertumbuhan ekonomi pada Q2-19, yang tercatat 5.05% yoy.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Q3-19 masih ditopang dari
Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (PK-
LNPRT), dengan tingkat pertumbuhan 7.44% yoy. Kinerja ekspor masih belum membaik,
dengan tingkat pertumbuhan -7.82% yoy pada periode Januari-September 2019 merespon
perlambatan permintaan secara global (imbas perlambatan ekonomi global). Demikian hal nya
dengan kinerja impor yang masih melemah, dengan tingkat pertumbuhan -8.96% yoy pada
periode yang sama, imbas sinergi bauran kebijakan untuk mengendalikan defisit neraca
Source : CNBC, Bloomberg
transaksi berjalan.

Source : BPS Source : BPS

Hal 8
Per September 2019 Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) mencatatkan defisit
US$160 juta : berdasarkan data BPS, NPI Indonesia yang sebelumnya mencatatkan
surplus sebesar US$80 juta per Agustus 2019, berbalik mencatatkan defisit sebesar
US$160 juta per September 2019. Defisit NPI pada periode September 2019 terjadi
karena nilai ekspor tercatat US$14.1 miliar (-1.29% mtm), lebih rendah dari nilai
impor yang tercatat sebesar US$14.26 miliar (+0.63% mtm). Secara kumulatif, nilai
ekspor Indonesia Januari—September 2019 tercatat US$124.17 miliar (-8% yoy),
demikian juga dengan ekspor nonmigas yang tercatat US$114.75 miliar (-6.22% yoy).
Sementara itu, secara kumulatif, nilai impor Indonesia Januari—September 2019
tercatat US$116.72 miliar (-15.87% yoy), demikian juga dengan impor nonmigas
yang tercatat US$110.25 miliar (-12.58% yoy).

Source : BPS, Bank Indonesia

Cadangan devisa Indonesia per September 2019 masih kuat untuk mendukung
ketahanan eksternal : berdasarkan data BI, posisi cadangan devisa Indonesia per
September 2019 tercatat sebesar US$124.3 miliar. Angka ini dinilai masih cukup
tinggi walaupun lebih rendah dibanding posisi per Agustus 2019, yang tercatat
sebesar US$126.4 miliar. Posisi cadangan devisa Indonesia per September 2019
setara dengan pembiayaan 7.2 bulan impor atau 7 bulan impor dan pembayaran
utang luar negeri Pemerintah (angka ini masih di atas standar kecukupan
internasional, yaitu sekitar 3 bulan impor). BI menilai posisi cadangan devisa
Indonesia masih memadai dan mampu mendukung ketahanan eksternal dan
Source : BPS
menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia.

“Penurunan cadangan devisa Indonesia per


September 2019 dipengaruhi oleh kebutuhan
pembayaran utang luar negeri Pemerintah
dan berkurangnya penempatan valas di Bank
Indonesia”.

Source : BPS

Volalitilitas Rupiah masih tinggi ditengah perlambatan ekonomi global:


berdasarkan data BI, per September 2019 Rupiah bergerak menguat terbatas
dibanding periode Agustus 2019 (lihat grafik). Volatilitas Rupiah hingga September
2019 masih dipengaruhi oleh sentimen global, seperti perkembangan kesepakatan
dagang antara AS dengan Tiongkok, kebijakan suku bunga bank sentral dunia untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi global; serta perkembangan ekonomi dan politik
di dalam negeri yang kondusif. Source : Invsting

Hal 9
Per September 2019 inflasi Indonesia cukup terkendali, BI mempertahankan
kebijakan moneter akomodatif : berdasarkan data BPS, per September 2019
tingkat inflasi Indonesia tercatat tercatat sebesar 3.39% yoy. Angka ini masih cukup
terkendali dan masih dibawah target inflasi 2019, yiatu sebesar 3.5% yoy. Merespon
data inflasi yang dirilis oleh BPS, BI memutuskan untuk menurunkan BI 7-day
Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5.25%. Langkah BI ini
merupakan langkah pre-emptive untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
domestik ditengah bayang-bayang perlambatan ekonomi global.
Source : BPS, Bank Indonesia
Kinerja sektor perbankan masih terjaga dengan tingkat NPL di level rendah :
berdasarkan data statistik perbankan periode Juli 2019, Capital Adequacy Ratio
(CAR) tercatat sebesar 23.19% dengan Non Performing Loan (NPL) tercatat sebesar
2.55% dan Net Interest Margin (NIM) terjaga di level 4.9%. Sementara itu,
per Juli 2019 perlambatan pertumbuhan kredit masih berlanjut, yaitu 9.57% (yoy),
sedangkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) membaik (8.04% yoy)
dibandingkan periode Juli 2019 (8% yoy). Secara keseluruhan stabilitas sistem
perbankan Indonesia tetap terjaga ditengah perlambatan ekonomi global.

Table 8. INDONESIA as of Aug-19


(Rp trillion) / % 2017 2018 Aug-18 Dec-18 Aug-19 % YTD % Yoy
Total Assets 7,388 8,068 7,644 8,068 8,245 2.19% 7.86%
Total Loans 4,738 5,295 5,032 5,295 5,465 3.21% 8.60%
Third Party Funds 5,289 5,630 5,400 5,630 5,812 3.23% 7.63%
Current Accounts 1,233 1,367 1,249 1,315 1,358 3.27% 8.73%
Savings 1,701 1,740 1,714 1,825 1,825 0.00% 6.48%
Time Deposits 2,355 2,467 2,437 2,490 2,628 5.54% 7.84%
Net Profits 131 150 96 150 104 n.a. 8.33%
NIM 5.3% 5.1% 5.1% 5.1% 4.9% -20.00 -20.00
LDR 89.6% 94.0% 93.2% 94.8% 94.0% -80.00 80.00
CAR 23.2% 23.0% 22.8% 23.0% 23.9% 90.00 110.00
NPL Gross 2.6% 2.4% 2.7% 2.4% 2.6% 20.00 -10.00
Source : Bank Indonesia

Pergerakan IHSG Q3-19 sangat sensitif terhadap isu perlambatan ekonomi Fig 49. Indonesia Sectoral Performance - % YTD Change
global dan perkembangan politik Indonesia menjelang pelantikan Presiden :
Infrastructure, Utilities & Transportation 14.54
perlambatan ekonomi global yang salah satunya diindikasikan oleh pelemahan Property, Real Estate & Building Const. 12.06

transaksi global memberikan sentimen negatif terhadap sejumlah sektor di bursa, di Finance 4.34
Trade, Service & Investment 1.64
antaranya sektor Manufaktur (mencakup sektor Aneka Industri, Konsumsi dan
Basic Industry & Chemicals -0.75
Industri Dasar), sektor Agrikultur, dan sektor Pertambangan sebagai penghasil -8.84 Mining

komoditas ekspor utama Indonesia (lihat tabel), sehingga emiten-emiten pada sektor -12.38 Manufacturing
-13.67 Agriculture
tersebut cenderung melemah. Selain akibat sentimen negatif global, pelemahan -16.32 Cons. Goods Industry

emiten-emiten pada sektor tersebut di atas terjadi akibat meningkatnya risiko -17.18 Misc. Industry

-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20


ketidakpastian selama periode Pemilu Presiden 2019 dan masa konsolidasi pasca
pemilu 2019. Source : BEI

Sementara itu, sektor Infrastruktur dan Properti (termasuk Konstruksi) menguat


paling signifikan, sejalan dengan fokus pemerintah Indonesia terhadap pemerataan
infrastruktur di Indonesia dan kebijakan moneter akomodatif BI untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi. Sebagai informasi, kedua sektor tersebut melemah paling
signifikan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan data statistik
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode Januari—September 2019, tiga emiten terdepan
yang menjadi mover IHSG adalah BBCA (+18.75% YTD), BBRI (+7.65% YTD), dan
TLKM (+11.20% YTD); sedangkan tiga emiten terdepan yang menjadi laggard IHSG
adalah HMSP (-37.20% YTD), GGRM (-34.35% YTD) dan ASII (-22.19% YTD).

Hal 10
Table 9. LQ45 % as of Oct 16th-19
Summary Performance

Name Sector Sub-sector Last %YTD 2019 Low 2019 High PER PBV
ANTM Aneka Tambang Tbk Mining Metal & Mineral Mining 960 25.49% 660 1,175 31.54 1.17
INCO Vale Indonesia Tbk Mining Metal & Mineral Mining 3,590 10.12% 2,410 4,320 -48.18 1.36
TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk Basic Industry Chemicals 9,200 55.27% 4,680 9,350 176.23 6.55
SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk Basic Industry Cement 12,600 9.57% 10,075 14,450 77.08 2.47
INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Basic Industry Cement 19,875 7.72% 17,000 22,875 57.16 3.35
KLBF Kalbe Farma Tbk Consumer Pharmaceutical 1,655 8.88% 1,260 1,690 30.83 5.29
ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Consumer Food & Beverage 11,325 8.37% 8,950 12,550 25.65 5.8
INDF Indofood Sukses Makmur Tbk Consumer Food & Beverage 7,575 1.68% 5,850 8,050 13.07 1.9
UNVR Unilever Indonesia Tbk Consumer Cosmetic 45,600 0.44% 41,525 50,525 47.05 68.55
WIKA Wijaya Karya (Persero) Tbk Property Building Construction 1,910 15.41% 1,635 2,500 9.62 1.12
CTRA Ciputra Development Tbk Property Property & Real Estate 1,165 15.35% 855 1,335 36.47 1.49
BSDE Bumi Serpong Damai Tbk Property Property & Real Estate 1,410 12.35% 1,120 1,580 6.48 0.96
PWON Pakuwon Jati Tbk Property Property & Real Estate 620 0.00% 570 815 10.94 2.19
EXCL XL Axiata Tbk Infrastructure Telecommunication 3,530 78.28% 1,955 3,660 66.8 2.02
JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk Infrastructure Toll Road, Airport & Harbor 5,675 32.59% 4,280 6,450 19.43 2.33
TLKM Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk Infrastructure Telecommunication 4,170 11.20% 3,480 4,500 18.64 4.4
PGAS Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk Infrastructure Energy 2,220 4.72% 1,775 2,720 35.21 1.51
BTPS BTPN Syariah Tbk Finance Bank 3,620 101.67% 1,800 4,020 22.64 6
BBCA Bank Central Asia Tbk Finance Bank 31,075 19.52% 25,575 31,450 29.49 4.75
BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Finance Bank 3,990 9.02% 3,580 4,730 15.07 2.58
MNCN Media Nusantara Citra Tbk Trade Advertising, Printing & Media 1,320 91.30% 675 1,495 8.14 1.78
Source : IDX—Diolah

Table 10. LQ45 % ( 2014-2018) as of Oct 16th-19


Summary Performance - Highest %Dividend Yield (Average 2014-2018)

Name Sector Sub-Sector Last %YTD 2019 Low 2019 High % Div. Yield
ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk Mining Coal Mining 12,675 -37.41% 11,700 24,475 12.90%
ADRO Adaro Energy Tbk Mining Coal Mining 1,315 8.23% 1,010 1,510 4.25%
INDY Indika Energy Tbk Mining Coal Mining 1,300 -17.98% 1,155 2,260 4.12%
INKP Indah Kiat Pulp and Paper Tbk Basic Industry Pulp & Paper 6,975 -39.61% 5,325 13,700 4.45%
INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Basic Industry Cement 19,875 7.72% 17,000 22,875 4.31%

TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk Basic Industry Chemicals 9,200 55.27% 4,680 9,350 4.29%
JPFA Japfa Comfeed Indonesia Tbk Basic Industry Animal Feed 1,580 -26.51% 1,280 3,100 4.15%
GGRM Gudang Garam Tbk Consumer Tobacco 54,650 -34.65% 49,175 100,975 4.58%
INDF Indofood Sukses Makmur Tbk Consumer Food & Beverage 7,575 1.68% 5,850 8,050 3.93%
TLKM Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk Infrastructure Telecommunication 4,170 11.20% 3,480 4,500 3.96%
ERAA Erajaya Swasembada Tbk Trade Retail Trade 1,590 -27.73% 965 2,590 4.83%
UNTR United Tractors Tbk Trade Wholesale 20,350 -25.59% 19,650 29,525 3.74%
Source : IDX—Diolah

Table 11_A. LQ45 1H-2019 (% ) as of Oct 16th-19


Summary Performance - Highest 1H-2019 Net Income Growth (%yoy)

Name Sector Sub-Sector Last %YTD 2019 Low 2019 High 1H-19 Rp bio %yoy
ADRO Adaro Energy Tbk Mining Coal Mining 1,315 8.23% 1,010 1,510 4,198 49.16%
INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Basic Industry Cement 19,875 7.72% 17,000 22,875 640 80.24%
SRIL Sri Rejeki Isman Tbk Misc. Industry Textile Garment 294 -17.88% 274 372 894 10.24%
INDF Indofood Sukses Makmur Tbk Consumer Food & Beverage 7,575 1.68% 5,850 8,050 2,545 30.13%
GGRM Gudang Garam Tbk Consumer Tobacco 54,650 -34.65% 49,175 100,975 4,281 20.43%
ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Consumer Food & Beverage 11,325 8.37% 8,950 12,550 2,575 12.38%
HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk Consumer Tobacco 2,300 -38.01% 2,090 4,080 6,770 10.75%
Source : IDX—Diolah

Hal 11
Table 11_B. LQ45 1H-2019 (% ) as of Oct 16th-19
Summary Performance - Highest 1H-2019 Net Income Growth (%yoy)

Name Sector Sub-Sector Last %YTD 2019 Low 2019 High 1H-19 Rp bio %yoy
BSDE Bumi Serpong Damai Tbk Property Property Real Estate 1,410 12.35% 1,120 1,580 2,093 411.37%
WIKA Wijaya Karya (Persero) Tbk Property Building Construction 1,910 15.41% 1,635 2,500 891 72.23%
CTRA Ciputra Development Tbk Property Property Real Estate 1,165 15.35% 855 1,335 296 68.24%
PWON Pakuwon Jati Tbk Property Property Real Estate 620 0.00% 570 815 1,365 20.89%
TLKM Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk Infrastructure Telecommunication 4,170 11.20% 3,480 4,500 11,078 27.36%
BTPS BTPN Syariah Tbk Finance Bank 3,620 101.67% 1,800 4,020 610 35.88%
BBCA Bank Central Asia Tbk Finance Bank 31,075 19.52% 25,575 31,450 12,862 12.61%
BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk Finance Bank 6,625 -10.17% 6,275 8,175 13,531 11.11%
MNCN Media Nusantara Citra Tbk Trade Advertising, Printing & Media 1,320 91.30% 675 1,495 1,158 81.88%
Source : IDX—Diolah

OUTLOOK : 2020
• Perkembangan kesepakatan dagang antara AS dengan Tiongkok tetap menjadi isu utama.
• Perkembangan negosiasi Brexit dengan Uni Eropa tetap menjadi perhatian investor.
• Kebijakan moneter sejumlah bank sentral dunia merespon pertumbuhan global.
• Risiko ketidakpastian menjadi downside risk besar di tahun 2020.

Pertumbuhan ekonomi global tahun 2020 masih dibayangi oleh downside risk akibat
Kesepakatan AS– Tiongkok di awal Oktober 2019
masih tingginya ketidakpastian : perkembangan negosiasi dagang antara AS dengan
“Tiongkok berencana meningkatkan impor produk
Tiongkok; perkembangan terbaru atas kesepakatan penundaan Brexit pada 31 Januari 2020, agrikultur asal AS; dan AS berencana menunda
penerapan kenaikan tarif impor sejumlah produk
serta eskalasi ketegangan geopolitik masih akan menjadi isu utama yang menjadi perhatian
asal Tiongkok.
investor di tahun 2020. Perang dagang antara AS dengan Tiongkok memasuki fase baru,
menyusul keberhasilan negosiasi dagang tingkat tinggi yang berlangsung awal Oktober 2019.
Hanya saja, rencana-rencana tersebut belum direalisasikan dalam bentuk kesepakatan tertulis.
Oleh karena itu, diperkirakan eskalasi perang dagang antara AS dengan Tiongkok masih akan
berlanjut tahun 2020, terutama menjelang US Presidential Election pada 3 November 2020.

Hal lain adalah, proses negosiasi Brexit yang berkepanjangan dan eskalasi ketegangan
geopolitik, terutama di kawasan Timur Tengah dan Semenanjung Korea yang dikhawatirkan
masih akan berlanjut di tahun 2020. Perkembangan terbaru menunjukkan adanya kesepakatan Real GDP Projection as of Oct- 2019
penundaan batas waktu Brexit dari 31 Oktober 2019 menjadi 31 Januari 2020. Penundaan ini
Annual % ch. 19F* 19F 20F* 20F
diharapkan memperbesar kemungkinan soft Brexit, sehingga dapat meminimalkan potensi
France 0.8 1.2 1.4 1.3
dampak negatif dari Brexit terhadap perekonomian Inggris, Uni Eropa dan kawasan secara
Germany 1.3 0.5 1.5 1.2
keseluruhan. Meski demikian, negosiasi masih jauh dari selesai. Pasalnya, setelah Brexit, Inggris
Italy 0.1 0.0 0.9 0.5
dan Uni Eropa masih akan melanjutkan negosiasi untuk menyepakati beberapa hal hingga
Spain 2.1 2.2 1.9 1.8
akhir tahun 2020.
U.K. 1.2 1.2 1.4 1.4

Perkembangan atas ketiga isu utama di atas berpotensi memicu ketikdapastian suplai global U.S. 2.3 2.4 1.9 2.1

(terutama komoditas pertambangan), berlanjutnya trade diversion dan pelemahan kinerja Japan 1.0 0.9 0.5 0.5

manufaktur global yang pada akhirnya berimbas pada turunnya volume perdagangan dunia. Singapore 2.3 0.5 2.4 1.0

Oleh karena itu, tantangan-tantangan yang dihadapi di tahun 2019 diperkirakan masih akan China 6.3 6.1 6.1 5.8

berlanjut di tahun 2020, bahkan dikhawatirkan berpotensi meluas (down-side risk meningkat). India 7.3 6.1 7.5 7.0

Perkembangan isu-isu di atas mendasari Internasional Monetary Funds (IMF) memproyeksikan Philippines 6.5 5.7 6.6 6.2

potensi terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi global tahun 2020, seperti yang dirilis Malaysia 4.7 4.5 4.8 4.4

dalam World Economic Outlook (WOE) edisi Oktober 2019. Dalam laporan tersebut IMF Thailand 3.5 2.9 3.5 3.0

memproyeksikan perlambatan pertumbuhan tidak hanya dialami oleh Emerging Market and Indonesia 5.2 5.0 5.2 5.1

Developming Economics (negara berkembang) tapi juga dialami oleh Advanced Economics Vietnam 6.5 6.5 6.5 6.5

(negara maju). Source : IMF | *as of April 2019

Hal 12
Kebijakan akomodatif sejumlah bank sentral global masih akan berlanjut di tahun Global Inflation Rate
2020 : Sejumlah bank sentral global diperkirakan masih akan melanjutkan kebijakan Annual % ch. Sep-19 2019F* 2020F*
akomodatif di tahun 2020 untuk mengantisipasi meningkatnya risiko perlambatan France 0.9 1.2 1.3
pertumbuhan ekonomi global. Germany 1.2 1.5 1.7
Italy 0.4 0.7 1.0
• The Fed diperkirakan tidak terlalu agresif dalam menentukan kebijakan moneternya di
Spain 0.1 0.7 1.0
tahun 2020. Adapun beberapa faktor yang mendasari proyeksi tersebut adalah
Eurozone 0.9 1.2 1.4
perkembangan positif negosiasi dagang antara AS dengan Tiongkok, tingkat inflasi AS
U.K. 1.7 1.8 1.9
yang bertahan di kisaran 2% (sesuai target level yang ditetapkan The Fed) serta tingkat
U.S. 1.7 1.8 2.3
pengangguran AS yang cenderung turun. Diperkirakan ekspektasi pasar akan turunnya
Japan 0.2 1.0 1.3
Fed Rate akan kembali meningkat memasuki akhir tahun 2020, sejalan dengan
Singapore 0.5 0.7 1.0
perkembangan kondisi ekonomi global.
China 3.0 2.3 2.4
• ECB diperkirakan mempertahankan kebijakan moneter akomodatif di tahun 2020 Source : tradingeconomics.com | *IMF

(memberikan stimulus dan kebijakan suku bunga rendah). Kebijakan ini bertujuan untuk
mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi di kawasan Uni Eropa. Pasalnya sejumlah
negara di kawasan Uni Eropa mengindikasikan perlambatan pertumbuhan ekonomi
seiring dengan rendahnya tingkat inflasi pada periode yang sama.

• BOJ diperkirakan mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar dan melanjutkan


program pembelian aset besar-besaran untuk mendukung upaya pemerintah Jepang
mendorong sektor konsumsi. Kebijakan ini mulai menunjukkan hasil yang positif,
terlihat dari tren peningkatan inflasi tahun 2019. Diperkirakan tingkat inflasi Jepang
akan naik ke 1% yoy di akhir tahun 2019 dan 1.3% di tahun 2020.

• POBC diperkirakan pemberian stimulus berlanjut di tahun 2020 untuk meningkatkan


penyaluran pinjaman, meningkatkan likuiditas perbankan dan menjaga pertumbuhan
ekonomi Tiongkok dari kemungkinan hard landing, mengingat laju pertumbuhan
ekonomi Tiongkok terus melambat dari 6.7% di Q2-2016 menjadi 6.2% yoy di Q2-2019.

Harga komoditi berbasis energi diperkirakan masih akan tertekan di tahun 2020,
sedangkan komoditas berbasis logam diperkirakan membaik : harga komoditas
global berbasis energi, terutama minyak mentah, batu bara dan gas alam diperkirakan
masih akan tertekan di tahun 2020, setidaknya hingga 1H-2020. Kondisi ini didasari oleh
proyeksi berlanjutnya tren negatif global trade, seiring dengan masih tingginya
ketidakpastian global di tahun 2020.

• Harga minyak mentah dunia dibayangi kekhawatiran over-supply : kekhawatiran


over-supply didasari oleh tingginya produksi minyak negara-negara non-OPEC,
terutama AS. Sebagai informasi, data cadangan minyak AS cenderung mencatatkan
peningkatan sepanjang tahun 2019, terutama pada Q2-2019 dan Q3-2019. Merespon
kondisi ini, diperkirakan OPEC akan melanjutkan kebijakan pembatasan volume
produksi tahun 2020 dan terus berupaya mendorong negara-negara penghasil minyak
non-OPEC (seperti AS dan Rusia) untuk melakukan pembatasan produksi.
Source : OPEC, EIA

• Harga CPO dunia diperkirakan masih akan berfluktuatif : faktor cuaca masih akan
menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan harga CPO di tahun 2020 (siklus
berulang yang mempengaruhi volume dan harga CPO). Volume produksi dan cadangan
CPO diperkirakan mencapai level terendahnya pada Februari 2020, bersamaan dengan
puncak musim penghujan di Indonesia dan Malaysia (sebagai dua negara penghasil
CPO terbesar). Turunnya suplai CPO pada periode tersebut diperkirakan memicu
penguatan harga CPO. Memasuki Q3-2020 atau awal Q4-2020 harga CPO dunia
diperkirakan cenderung melemah bersamaan dengan akhir musim kemarau. Sementara
itu, perkembangan kebijakan impor CPO (terutama dari Indonesia) oleh Uni Eropa,
volume impor CPO oleh India (sebagaai konsumen utama CPO) serta penerapan
kebijakan energi baru dan terbarukan (salah satunya adalah penggunaan biosolar Source : MPOC

sebagai bahan bakar kendaraan bermotor komersial).

Hal 13
Pemerintah Indonesia mendorong percepatan penerapan B30 di awal 2020 dan B50 di akhir 2020.
“Presiden Joko Widodo memutusan program Biodiesel 30 (B30) akan mulai berlaku efektif pada Januari
2020 dan Desember 2020 persiapan lanjutan untuk B50 sudah bisa dijalankan. Per 1 Oktober 2019,
pemerintah mulai melakukan persiapan pemberlakuan program tersebut”.

• Harga gas alam dunia dibayangi kekhawatiran over-supply : proyeksi atas


berlanjutnya tren negatif perdagangan global di tahun 2020 menjadi isu utama yang
mempengaruhi harga gas alam dunia. Kekhawatiran tersebut didasari oleh proyeksi
eskalasi perang dagang antara AS dengan Tiongkok yang bisa terjadi kapan saja di
tahun 2020.

• Harga batu bara tertekan oleh kekhawatiran over-supply dan penerapan


penggunaan bahan bakar ramah lingkungan : adanya upaya penggunaan bahan
bakar ramah lingkungan, Tiongkok sebgai konsumen batu bara terbesar dunia telah
melakukan pembatasan impor batu bara sejak 2019. Oleh karena itu, over-supply bisa
saja terjadi, bukan hanya karena peralihan penggunaan bahan bakar yang lebih ramah
lingkungan tapi karena adanya penurunan aktivitas manufaktur, seiring eskalasi perang
dagang antara AS dengan Tiongkok di tahun 2020. Source : BP

• Harga logam dunia diproyeksikan membaik di tahun 2020 seiring potensi naiknya
Penggunaan batu bara mulai tergantikan dengan sumber
demand dari produksi masal mobil listrik : dalam jangka pendek, upaya Indonesia energi lain, seperti energi panas matahari (Pembangkit
untuk membatasi ekspor Timah dan Nikel berpotensi memicu rebound harga kedua Listrik Tenaga Surya) dan angin (Pembangkit Listrik
Tenaga Bayu).
komoditas tersebut. Pasalnya, PT Timah (Persero) Tbk (TINS) merupakan satu dari 5
Indonesia bahkan mulai mengoperasikan Pembangkit Listrik
(lima) negara penghasil timah terbesar di dunia. Selanjutnya, harga komoditas logam Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap (75 MW) pada Juli 2018 dan
PLTB Tolo-I (60 MW) pada September 2019.
diperkirakan membaik seiring dengan mulai diproduksinya mobil listrik secara masal.
Indonesia juga sudah mulai menerapkan penggunaan mobil listrik.

• Penguatan harga emas dunia di tahun 2020 dibayangi instrumen safe haven
lainnya : permintaan emas sebagai safe haven assets diperkirakan masih cukup tinggi
di tahun 2020 seiring dengan masih tingginya risiko ketidakpastian global. Belum
adanya kesepakatan konkret antara AS dengan Tiongkok (terkait perang dagang)
membuat ketidakpastian global tetap tinggi (down side risk tinggi). Namun demikian,
penguatan harga emas diperkirakan akan dibayangi oleh naiknya harga instrumen safe
haven lainnya, seperti Obligasi Pemerintah AS. Sebagai informasi, sepanjang tahun
2019 US 10-year Bond Yield dan US 2-yr Bond Yield cenderung turun.

Proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan kebijakan akomodatif


sejumlah bank sentral dunia mempengaruhi pergerakan mata uang global di tahun
Pelemahan Yuan ini merupakan salah satu sikap
2020 : masih tingginya ketidakpastian global di tahun 2020 menjadi faktor utama yang pemerintah Tiongkok terhadap penerapan dan ancaman
mempengaruhi penguatan USD terhadap mayoritas mata uang lainnya. Mata uang negara penerapan tambahan (kenaikan) tarif impor atas sejumlah
produk asal Tiongkok oleh pemerintah AS. Kebijakan ini
maju diperkirakan cenderung melemah di tahun 2020, terutama Euro dan GBP akibat merupakan upaya untuk meningkatkan competitiveness
dari produk-produk asal Tiongkok di pasar global.
tekanan proses Brexit yang masih akan berlanjut di 2020. Sementara itu, mata uang
negara berkembang relatif lebih fluktuatif dibanding mata uang negara maju, kecuali
Yuan yang diperkirakan cenderung melemah di tahun 2020.

OUTLOOK :
2020
• Dibayangi risiko global, ekonomi Indonesia ditargetkan tumbuh 5% yoy pada 2020.
• Kebijakan akomodatif BI di tahun 2020 akan didukung sejumlah insentif fiskal.
• Kinerja sektor perbankan di tahun 2020 dibayangi oleh ketatnya likuiditas.
• Respon pasar atas kinerja Kabinet Indonesia Maju pada 100 hari pertama menjabat.
• IHSG diperkirakan menguat ke level 6600—6800 di akhir tahun 2020.

Hal 14
Ekonomi Indonesia ditargetkan tumbuh di atas 5% yoy di tahun 2020 dengan Asumsi Dasar Makroekonomi Indonesia
stabilitas makro yang tetap terjaga : pada APBN 2020 pemerintah menargetkan APBN 2019 APBN 2020
pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5.3% yoy. Target ini relatif konservatif Pertumbuhan Ekonomi (%) 5.3 5.3
karena angka pertumbuhannya sama dengan angka pertumbuhan yang ditargetkan Inflasi (%) 3.5 3.1
pada APBN 2019 lalu. Di sisi lain, IMF dalam World Economic Outlook 2019 Nilai Tukar (Rp/USD) 15,000 14,400
memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5.1% yoy di tahun 2020. Sukubunga SPN (%) 5.3 5.4
Sebagai informasi, berdasarkan data statistik BPS realisasi pertumbuhan ekonomi Harga Minyak (US$/barrel) 70 63
Indonesia pada Q3-19 tercatat sebesar 5.02% yoy, relatif sejalan dengan angka Lifting Minyak (barrel/hari) 775,000 755,000
pertumbuhan yang diproyeksikan IMF untuk tahun 2019, yaitu sebesar 5% yoy. Lifting Gas (barrel/hari) 1,250,000 1,191,000
Pengangguran 4.8 - 5.2 4.8 - 5.0
Secara keseluruhan, konsumsi domestik masih akan menjadi penopang utama
Kemiskinan 8.5 - 9.5 8.5 - 9.0
pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020. Eskalasi perang dagang antara AS
Gini Ratio 0.380 - 0.390 0.375 - 0.380
dengan Tiongkok diperkirakan masih akan memberikan dampak negatif terhadap
Source : Kementerian Keuangan RI
pertumbuhan ekspor impor Indonesia di tahun 2020. Upaya pemerintah Indonesia
untuk menekan defisit APBN ke level 1.76% terhadap PDB di tahun 2020
diperkirakan akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekspor Indonesia.
Sementara itu, Belanja Pemerintah dan Investasi diperkirakan akan membaik sejalan
dengan upaya Pemerintah untuk meningkatkan peringkat Indonesia terkait
Ease of Doing Business dan Competitiveness Index melalui bauran kebijakan
moneter akomodatif dan sejumlah insentif fiskal.

Selain tingkat pertumbuhan, pemerintah juga menetapkan beberapa asumsi dasar


makroekonomi Indonesia tahun 2020, seperti yang disajikan pada tabel 14.

• Tingkat inflasi diperkirakan terkendali di kisaran 3.1% yoy : ini merupakan


bagian dari upaya pemerintah untuk menjaga konsumsi daya beli rumah tangga
dengan menciptakan stabilitas pasokan barang dan harga. Pasalnya, Konsumsi
Rumah Tangga (Konsumsi Domestik) merupakan sumber pertumbuhan utama
Indonesia.

• Suku bunga SPN sebesar 5.4%. : tingkat suku bunga diperkirakan relatif stabil di
kisaran 5% (BI 7-day Repo Rate per November 2019), mengingat ruang
penurunan suku bunga diperkirakan mulai terbatas karena inflasi terjaga di atas
3% sejak Mei 2019. Selain itu, asumsi tingkat suku bunga ini juga
mempertimbangkan yield obligasi Indonesia agar tetap menarik bagi investor.

• Lifting minyak sebesar 734.000 barrel per hari dan lifting gas sebesar
1.191.000 barrel per hari: asumsi ini relatif lebih rendah dari asumsi yang
ditetapkan untuk tahun 2019. Berdasarkan asumsi tersebut dapat dikatakan
bahwa outlook pasar komoditas, terutama energi, masih ada potensi mengalami
tekanan di tahun 2020.

Tahun 2020 pemerintah Indonesia juga menetapkan sejumlah target pembangunan


dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Tingkat Gini Ratio merupakan alat pengukur derajat ketidakmerataan
distribusi penduduk. Gini Ratio berkisar antara 0 - 1. Apabila
pengangguran akan terus ditekan hingga kisaran 4.8% - 5.1% sehingga Gini Rasio Gini Ratio bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan
bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
diperkirakan semakin kecil, yaitu di kisaran 0.375 - 0.380 dan Indeks Pembangunan
Manusia di level 72.51. Sebagai informasi, tingkat pengangguran per Agustus 2019
tercatat sebesar 5.28%.

BI tetap melanjutkan kebijakan akomodatif dan akan didukung oleh sejumlah


insentif fiskal : sejauh ini BI telah menerapkan sejumlah kebijakan moneter
akomodatif, termasuk sejumlah stimulus moneter, untuk mendorong ekspansi dari
sisi suplai. Tahun 2020, pemerintah Indonesia telah menyusun sejumlah kebijakan
fiskal (terutama APBN 2020) untuk mendorong ekspansi dari sisi demand. Tujuan
utama kebijakan fiskal tersebut adalah untuk meningkatkan peringkat Indonesia
terkait Ease of Doing Business dan Competitiveness Indeks.

Hal 15
Mengacu pada postur APBN 2020, pemerintah menargetkan Pendapatan Negara sebesar
Rp2.233 triliun dan anggaran Belanja Negara sebesar Rp2.540 triliun, sehingga defisit APBN 2020
diperkirakan mencapai 1.76% terhadap PDB. Terkait Belanja Pemerintah Pusat ada 5 (lima) hal yang
menjadi prioritas utama, yaitu :

• Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) : untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing SDM
Indonesia, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp508,1 triliun untuk anggaran pendidikan
dan sebesar Rp132,2 triliun untuk anggaran kesehatan. Sebagai langkah konkret, pemerintah
berencana menerbitkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan Kartu Pra-kerja untuk mendukung
KIP yang sudah lebih dulu diterbitkan oleh Pemerintah.

• Penguatan Program Perlindungan Sosial : pemerintah menganggarkan dana sebesar


Rp372,5 triliun untuk Anggaran Perlindungan Sosial. Program ini masih bagian dari upaya
pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing SDM Indonesia.

• Akselerasi Pembangunan Infrastruktur : pemerintah menganggarkan dana sebesar


Rp423.3 triliun untuk Anggaran Infrastruktur karena pemeratan pembangunan infrastruktur dan
peningkatan kualitas infrastruktur masih menjadi fokus utama pemerintah.

• Birokrasi yang efisien, melayani dan bebas korupsi : kebijakan ini ditetapkan pemerintah
untuk mengupayakan peningkatan peringkat Indonesia terkait Ease of Doing Business dan
Competitiveness Indeks.

• Antisipasi Ketidakpastian : pemerintah melakukan penguatan fiscal buffer untuk mengantisipasi


ketidakpastian global, meliputi stabilitas ekonomi, keamanan dan politik, mitigasi risiko bencana
dan pelestarian lingkungan dan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Kinerja sektor perbankan Indonesia tahun 2020 dibayangi ketatnya likuiditas perbankan :
berdasarkan data statistik BI, rasio Loan to Deposit Rasio (LDR) dalam beberapa tahun terakhir
menunjukkan tren meningkat. LDR sektor perbankan per Agustus 2019 tercatat 94,66% (lebih tinggi
dari batas atas kehati-hatian yang ditetapkan oleh BI, yaitu di level 92%). Oleh karena itu, tahun
2020 sektor perbankan Indonesia akan menghadapi potensi peningkatan risiko solvabilitas, artinya
kemampuan sektor perbankan dalam menyalurkan kredit diperkirakan lebih terbatas.
Mengantisipasi kondisi ini, BI perlu melakukan bauran kebijakan dengan meningkatkan
Current Account and Saving Account (CASA) sektor perbankan dan melakukan stimulus moneter
(seperti penurunan rasio GWM). Di sisi lain, sektor perbankan Indonesia perlu mempertahankan
tren perbaikan kualitas aset, diukur dari rasio Non Performing Loan (NPL) dan mempertahankan
rasio kecukupn modal (Capital Adequcy Ratio atau CAR) yang jauh di atas batas minimal yang
ditetapkan BI, yaitu 8%. Kedua rasio ini mengindikasikan ketahanan sektor perbankan Indonesia
terhadap risiko-risiko perbankan.

Mempertimbangkan faktor tersebut di atas, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan target
pertumbuhan kredit yang konservatif untuk sektor perbankan Indonesia di tahun 2020, yiatu
sebesar 13% yoy. Angka pertumbuhan ini sedikit lebih tinggi dari target pertumbuhan kredit yang
ditetapkan tahun 2019, yaitu sebesar 12% yoy. Sebagai informasi, realisasi pertumbuhan kredit
sektor perbankan Indonesia periode Januari hingga September 2019 baru mencapai 7.8% yoy.

Kinerja Parlemen dan Kabinet Indonesia Maju dalam 100 hari pertama menjabat : kinerja 100
hari pertama dari para anggota Parlemen dan jajaran Kabinet Indonesia Maju menjadi penentu arah
kebijakan atau pembangunan Indonesia ke depan. Terkait Kabinet Indonesia Maju, Presiden RI,
Joko Widodo telah menegaskan tidak ada visi dan misi Menteri, hanya ada visi dan misi Presiden
dan Wakil Presiden dalam Rapat Kabinet Paripurna pertama pasca pelantikan. Hal tersebut
bertujuan untuk menyelaraskan arah kebijakan Presiden dan Wakil Presiden dengan Kementerian di
Indonesia sehingga tidak lagi terjadi dispute terkait kebijakan antar Kementerian yang dapat
menyebabkan ketidakpastian. Dampak langsung dari konsistensi kebijakan tersebut adalah potensi
peningkatan peringkat Ease of Doing Business dan Competitiveness Index, sehingga Indonesia
semakin menarik bagi investor. Secara tidak langsung, konsistensi kebijakan akan berdampak positif
pada upaya-upaya pembangunan SDM dan infrastruktur oleh Pemerintah Indonesia.

Hal 16
Table 12. Ease of Doing Business Ranking Table 13. Global Competitiveness Ranking
2014 2017 2018 2019* 2014 vs 2019 2019 Diff. from 2018
Singapore 1 2 2 2 -1 Singapore 1 +1
United States 4 8 6 8 -4 United States 2 -1

Malaysia 6 23 24 15 -9 Hong Kong SAR 3 +4


Germany 21 17 20 24 -3 Netherland 4 +2

Thailand 18 46 26 27 -9 Switzerland 5 -1

Netherlands 28 28 32 36 -8 Japan 6 -1
Switzerland 29 31 33 38 -9 Malaysia 27 -2
China 96 78 78 46 +50 China 28 -
Brunei Darussalam 59 72 56 55 +4 Thailand 40 -2
Vietnam 99 82 68 69 +30 Indonesia 50 -5
Indonesia 120 91 72 73 +47 Brunei Darussalam 56 +6
Philippines 108 99 113 124 -16 Philippines 64 -8
Source : World Bank | *as of “Doing Business 2020” report Source : IMF | *as of April 2019

IHSG berpotensi menguat ke kisaran level 6600 s.d. 6800 pada akhir tahun 2020 :
mempertimbangkan berbagai peluang dan tantangan yang mungkin dihadapi di tahun 2020 maka
IHSG diperkirakan bergerak dalam kisaran lower band dengan target level di kisaran 6600-6800
pada akhir tahun 2020.

JCI PER Projection


Highest Average Lowest
2019F 27.20 23.93 19.80
2020F 28.09 25.00 20.94
2021F 28.24 25.22 21.23
2022F 28.26 25.26 21.29
2023F 28.26 25.26 21.31
2024F 28.26 25.27 21.31
Source : Phintraco Sekuritas Research Team

Source : IDX, Phintraco Sekuritas Research Team

Berikut adalah sejumlah sektor potensial di tahun 2020 :

• Property, Real Estate and Building Construction : sektor ini akan menjadi mover IHSG di tahun
2020, didasari oleh berlanjutnya upaya pemerataan pembangunan di Indonesia yang salah
satunya diwujudkan dengan pemerataan infrastruktur, terutama di luar pulau Jawa. Sektor ini juga
memperoleh sentimen positif dari potensi penurunan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
sejalan dengan tren penurunan suku bunga acuan BI di tahun 2019 dan 2020. Berikut adalah
emiten yang direkomendasikan : BSDE, CTRA, PWON dan WIKA.

• Finance : kinerja sektor perbankan Indonesia relatif solid, meskipun dibayangi oleh meningkatnya
risiko likuiditas di sepanjang tahun 2019. Sektor perbankan Indonesia tahun 2020 akan
memperoleh sentimen positif dari sejumlah pelonggaran kebijakan moneter oleh BI, mulai dari
penurunan tingkat suku bunga acuan hingga penurunan rasio GWM. Kebijakan tersebut
merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia,
terutama di sisi supply. Berikut adalah emiten yang direkomendasikan: BBCA, BBNI, BBRI dan
BMRI.

• Basic Industry and Chemical : perbaikan iklim investasi di Indonesia diperkirakan bergerak
searah dengan peningkatan kebutuhan bahan baku, baik bahan baku industri (chemical) maupun
pembangunan infrastruktur (semen). Emiten yang direkomendasikan adalah INTP dan SMGR.

Hal 17
• Infrastructure, Utilities and Transportation : sektor ini diperkirakan masih akan menjadi mover
utama IHSG di tahun 2020. Secara sederhana, sebagian besar emiten di sektor ini merupakan
perusahaan-perusahaan defensif dengan produk atau jasa yang berkaitan dengan hajat hidup
orang banyak. Di samping itu, jasa-jasa yang ditawarkan oleh sektor ini merupakan bagian dari
infrastruktur yang menjadi fokus pembangunan pemerintah Indonesia di tahun 2020. Berikut
adalah emiten yang direkomendasikan: JSMR, TLKM dan PGAS.

• Consumer Goods Industry : sektor ini diperkirakan akan tetap tumbuh di tahun 2020, mengingat
upaya pemerintah untuk menjaga pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga di tahun 2020.
Pasalnya, kontribusi pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia relatif besar. Berikut adalah emiten yang direkomendasikan: ICBP, INDF dan UNVR.

Table 14. Summary Shares Recommendation as of Nov 20th-19


Summary Performance

Sector Sub-sector Last %YTD Q3-19 Net Income %yoy Fair Price
BSDE* Property Property Real Estate 1,370 9.16% 411.37% 1,931
CTRA Property Property Real Estate 1,075 6.44% -27.73% 1,365^
PWON Property Property Real Estate 605 -2.42% 51.24% 754^
WIKA Property Building Construction 1,985 19.94% 98.12% 2,350
BBRI Finance Bank 4,220 15.30% 20.83% 4,641^
BBCA Finance Bank 31,750 22.12% 24.22% 31,211^
BBNI Finance Bank 7,650 -13.07% 17.88% 9,296
BMRI Finance Bank 7,100 -3.73% 34.38% 8,771^
INTP* Basic Industry Cement 19,800 7.32% 80.24% 20,592^
SMGR Basic Industry Cement 12,400 7.83% -11.29% 15,150^
JSMR Infrastructure Toll Road, Airport & Harbor 5,175 20.91% -21.02% 6,631^
TLKM Infrastructure Telecommunication 4,090 9.07% -8.16% 4,642^
PGAS Infrastructure Energy 1,985 -6.37% 38.52% 2,398
ICBP Consumer Food & Beverage 11,425 9.33% 27.74% 12,390^
INDF Consumer Food & Beverage 8,000 7.38% 8.23% 8,954^
UNVR Consumer Cosmetic 42,550 -6.28% 5.36% 45,611
Source : IDX—Diolah | *as of financial Statement Q2-2019 | ^consensus by marketscreener.com as of November 21, 2019

PHINTRACO SEKURITAS
The EAST Tower 16th Floor Compiled by
Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Kav. E3.2 No. 1
Mega Kuningan, Jakarta 12950 Fera Yoe
CALL CENTER : +62 21 2555 6111
P. +62 21 2555 6138 fera@phintracosekuritas.com
F. +62 21 2555 6139
www.phintracosekuritas.com

Valdy Kurniawan

valdy@phintracosekuritas.com

DISCLAIMER
This report is provided for information purposes only. It is not a complete analysis of every material fact respecting any company, industry, security or investment. Opinions expressed are subject to change without notice.
Statements of fact have been obtained from sources considered reliable but no representation is made by Phintraco Sekuritas or any of its affiliates as to their completeness or accuracy. Phintraco Sekuritas in this report,
which position may change from time to time, buy or sell such securities or investments. Phintraco Sekuritas or its affiliates may from time to time perform investment banking or other services for, or solicit in investment
banking or other business from, any company mentioned in this report. An employee of Phintraco Sekuritas or its affiliates may be director of a company mentioned in this report. Neither this report, nor any opinion
expressed herein, should be construed as an offer to sell or a solicitation of an offer to acquire any securities or other investments mentioned herein. The company accepts no liability whatsoever for any direct or conse-
quential loss arising from the use of this report or its contents. This report may not be reproduced, distributed or published by any recipient for any purpose.

Hal 18
Lampiran 1. Summary Shares Recommendation as of Nov 20th-19
Summary Performance

Sector Sub-sector Last %YTD 2019 Low 2019 High ROE NPM Q3-19 Net Income %yoy PER PBV % Div. Yield Fair Price
BSDE* Property Property Real Estate 1,370 9.16% 1,120 1,580 7.38 58.11 411.37% 6.30 0.93 0.40% 1,931
CTRA Property Property Real Estate 1,075 6.44% 855 1,335 2.79 8.79 -27.73% 36.57 1.36 0.77% 1,365^
PWON Property Property Real Estate 605 -2.42% 560 815 14.92 41.03 51.24% 10.16 2.02 1.11% 754^
WIKA Property Building Construction 1,985 19.94% 1,635 2,500 8.55 7.39 98.12% 9.87 1.13 1.35% 2,350

Sector Sub-sector Last %YTD 2019 Low 2019 High ROE NPM Q3-19 Net Income %yoy PER PBV % Div. Yield Fair Price
BBRI Finance Bank 4,220 15.30% 3,580 4,730 12.57 22.53 20.83% 15.60 2.61 3.01% 4,641^
BBCA Finance Bank 31,750 22.12% 25,575 31,900 12.46 33.41 24.22% 27.78 4.62 1.39% 31,211^
BBNI Finance Bank 7,650 -13.07% 6,650 10,250 10.08 21.98 17.88% 8.85 1.19 3.32% 9,296
BMRI Finance Bank 7,100 -3.73% 6,275 8,175 10.3 22.97 34.38% 12.15 1.67 2.55% 8,771^

Sector Sub-sector Last %YTD 2019 Low 2019 High ROE NPM Q3-19 Net Income %yoy PER PBV % Div. Yield Fair Price
INTP* Basic Industry Cement 19,800 7.32% 17,000 22,875 2.93 9.17 80.24% 56.94 3.34 4.31% 20,592^
SMGR Basic Industry Cement 12,400 7.83% 10,075 14,450 4.15 4.6 -11.29% 42.60 2.36 2.15% 15,150^

Sector Sub-sector Last %YTD 2019 Low 2019 High ROE NPM Q3-19 Net Income %yoy PER PBV % Div. Yield Fair Price
JSMR Infrastructure Toll Road, Airport & Harbor 5,175 20.91% 4,280 6,450 8.29 7.1 -21.02% 18.75 2.07 1.15% 6,631^
TLKM Infrastructure Telecommunication 4,090 9.07% 3,480 4,500 22.03 16.04 -8.16% 18.46 4.07 3.96% 4,642^
PGAS Infrastructure Energy 1,985 -6.37% 1,775 2,720 4.97 4.59 38.52% 19.72 1.31 2.39% 2,398

Sector Sub-sector Last %YTD 2019 Low 2019 High ROE NPM Q3-19 Net Income %yoy PER PBV % Div. Yield Fair Price
ICBP Consumer Food & Beverage 11,425 9.33% 8,950 12,550 16.22 11.85 27.74% 25.72 5.56 2.25% 12,390^
INDF Consumer Food & Beverage 8,000 7.38% 5,850 8,050 9.73 6.1 8.23% 14.92 1.94 3.93% 8,954^
UNVR Consumer Cosmetic 42,550 -6.28% 41,525 50,525 79.99 17.03 5.36% 44.19 47.14 2.15% 45,611
Source : IDX—Diolah | *as of financial Statement Q2-2019 | ^^consensus by marketscreener.com as of November 21, 2019

Hal 19

Anda mungkin juga menyukai