OLEH
SAKINAH
E071181012
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
1 PENDAHULUAN
1
temurun selama ratusan tahun lamanya. Budaya ini dilaksanakan dengan tujuan
sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat setelah panen raya dangan hasil panen
yang melimpah.
Masyarakat melaksanakan budaya ini setiap tiga tahun sekali kerena
budaya ini dilaksanakan oleh tiga dusun yang berbeda secara bergilir yaitu Caile,
Bongkong dan Bole. Pelaksanaannya secara bergilir dengan maksud dan tujuan
yang sama agar ketiga daerah ini dapat mempertahankan tali silaturahmi dengan
baik.
Dalam pelaksanaannya, mereka memiliki aturan yaitu mewajibkan dua
daerah yang lain untuk menghadiri pelaksanaan adat di daerah tersebut. Mereka
melaksanakannya dengan penuh suka cita dimana seluruh warga akan berkumpul
bersama di sebuah tempat yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Rangkaian acara dalam budaya ini tersusun secara sistematis dan tidak
pernah mengalami perubahan karena dianggap sakral oleh warga. Itulah sebabnya
sehingga budaya ini perlu dijaga kelestariannya sekaligus mempopulerkan
dikalangan masyarakat pada umumnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis
tertarik mengkajinya secara ilmiah dengan judul “Budaya Mappogau Wanua
dalam Masyarakat Desa Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah”.
2
1.3 Tujuan Penelitian
3
4
BAB II
2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
5
dalam kehidupan masyarakat. Rasa dan cipta dinamakan juga kebudayaan
rohaniah (spiritual atau immaterial culture).
Mengenai unsur-unsur pokok dari suatu kebudayaan dapat dijelaskan
menurut para ahli Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (dalam buku
Sosiologi Konsep dan Teori)
a. Melville J. Herskovits (1955) mengajukan empat unsur pokok yang terdapat
dalam kebudayaan, yakni :
1) Alat-alat teknologi
2) Sistem ekonomi
3) Keluarga
4) Kekuasaan politik
b. Bronoslaw Malinowski juga mengajukan empat unsur pokok yang terdapat
dalam kebudayaan, yakni :
1) Sistem norma yang memungkinkan adanya kerjasama antara para anggota
masyarakat agar menguasai alam sekelilingnya.
2) Organisasi ekonomi
3) Alat-alat dan lembaga lembaga atau petugas untuk pendidikan perlu diingat
bahwa keluaraga merupakan lembaga pendidikan yang utama.
4) Organisasi kekuatan.
Bronislaw Malinowski terkenal sebagai penganut teori fungsional yang
selalu mencoba mencari fungsi atau kegunaan dari setiap unsur dalam kebudayaan
untuk kepentingan masyarakat. Menurut teori ini tidak ada suatu kebudayaan yang
tidak memiliki kegunaan yang cocok dalam rangka kebudayaan sebagai
keseluruhan. Apabila ada unsure kebudayaan yang kehilangan kegunaannya,
maka unsure-unsur itu akan lenyap dengan sendirinya.
C. Kluckhohn dalam karyanya yang berjudul Universal Categories of
Culture (1953) yang dikutip oleh Soerjono Soekanto (1982: 170), menyebutkan
bahwa banyak pendapat para sarjana tentang unsur-unsur kebudayaan ini, tetapi
pada intinya dapat disebutkan tujuan unsur kebudayaan yang dianggap sebagai
cultural universal, yaitu :
6
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi, dan sebagainya.)
b. Mata pencaharian hidu dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan,
sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya).
c. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum,
sistem perkawinan).
d. Bahasa (lisan maupun tulisan).
e. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya)
f. Sistem pengetahuan
g. Religi (sistem kepercayaan)
Robin M. Williams dalam bukunya American Society Interpretation
(1967), yang dikutip Soerjono Soekanto (1982; 177), menyebutkan sifat hakiki
kebudayaan sebagai berikut :
a. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perikelakuan manusia.
b. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu dari lahirnya suatu generasi tertentu. Dan
tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
c. Diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
d. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,
tindakan-tindakan, yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dllarang
dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
Hal yang harus diketahui jika seseorang ingin memahami sifat hakiki yang
esensial suatu kebudayaan adalah perihal pertentangan yang mungkin terdapat di
dalamnya. Dalam hal ini, Melville J. Herskovits berpendapat (Selo Soemadjan
dan Soelaeman Soemardi, 1964: 120-123) bahwa pertentangan yang mungkin
terdapat dalam kebudayaan dapat diterangkan sebagai beikut :
a. Dalam pengalaman manusia menunjukkan bahwa kebudayaan bersifat
universal, tetapi perwujudannya memiliki ciri-ciri khusus yang sesuai dengan
situasi maupun lokasinya yang menjadi atribut dari setiap masyarakat di dunia
ini.
b. Kebudayaan ini bersifat stabil, tetapi dinamis, karenanya setiap kebudayaan
selalu mengalami perubahan-perubahan secara kontinu, dengan kata lain tidak
7
ada satu kebudayaan pun yang tidak mengalami perkembangannya kecuali
kebudayaan itu telah mati
c. Pada hakikatnya kebudayaan mengsisi serta menentukan jalan kehiduan
manusia, walaupun hal ini jarang disadari oleh manusia sendiri. Gejala tersebut
dapat diterangkan dengan penjelasan bahwa walaupun kebudayaan merupakan
atribut dari manusia, namun tak mungkin seseorang mengetahui dan meyakini
seluruh unsur-unsur kebudayaan itu sendiri.
Istilah masyarakat ditemukan oleh Taneko Soleman (1989) dan dalam bahasa
Inggris disebut society, sedangkan dalam bahasa Arab disebut syareha yang
artinya ikut berpartisipasi dan bergaul. Istilah sosiologinya disebut berinteraksi.
Masyarakat mrupakan suatu sistem sosial atau kesatuan hidup yang mempunyai
banyak faktor dalam pembentukannya.
Masyarakat mencakup beberapa unsur berikut ini yaitu sebagai berikut:
a. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak
ada ukuran mutlak atauun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah
manusia yang harus ada. Akan tetapi, secara teoritis angka minimnya adalah
dua orang yang hidup bersama.
b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah
sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan
sebagainya. Karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul
manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan
mengerti. Mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan
kesan-kesan atau perasaan-persaannya. Sebagai hidup bersama itu, timbullah
sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
antar manusia dalam kelompok tersebut.
c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama
menimbulkan kebudayaan karena setiap anggota kelompok merasa dirinya
terikat dengan lainnya.
Ahmadi mengemukakan bahwa terdapat sejumlah faktor yang
mendorong individu untuk membentuk masyarakat yaitu sebgai berikut :
8
a. Dorongan seksual (reproduksi), yaitu dorongan individu untuk
mengembangkan keturunannya.
b. Kesadaran bahwa individu itu lemah sehingga akan selalu mencari kekuatan
bersama.
c. Perasaan diuntungkan ketika bergabung dengan individu lainnya.
d. Kesamaan keturunan, territorial, nasib dan kesamaan-kesamaan lainnya.
Suatu masyarakat sebenarnya merupakan sistem adaptif, karena
masyarakat wadah untuk memenuhi berbagai kepentingan dan tentunya juga
untuk bertahan. Namun disamping itu, masyarakat sendiri juga mempunyai
berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi agar masyarakat dapat hidup terus..
Dengan demikian, setiap masyarakat mempunyai komponen-komponen
dasarnya yakni sebagai berikut :
a. Populasi, yakni warga-warga suatu masyarakat yang dilihat dari sudut
pandangan kolektif.
b. Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa dari kehidupan bersama.
c. Hasil-hasil kebudayaan materiil.
d. Organisasi sosial, yaitu jaringan hubungan antara warga-warga masyarakat
yang bersangkutan.
e. Lembaga-lembaga sosial dan sistemnya.
2. Mappogau Wanua
9
Adapun rangakaian acara yang menandai pesta adat Mappogau Wanua
diantaranya melakukan siarah ke makam para pendahulunya (nenek moyang)
yang dipandu oleh beberapa pemangku adat yang diikuti oleh seluruh warga yang
hadir dari semua kasta-kasta yang ada di daerah itu dan diiringi oleh alunan suara
gendang “paggenrang” setelah itu acara kembali dilanjukan di tempat terbuka
yang telah dipersipakan jauh hari sebelumnya, disinilah para pemangku adat
tampil di atas panggung memberikan atraksi “Mangngaru” yang bermakna pesan-
pesan adat yang dijaga dan dilestarikan hingga saat ini sekaligus penghormatan
kepada leluhur “Puang Salohe” nama salah satu pendahulunya “Mangngaru”.
Prospek organisasi pelaksanaan adat upacara ini diperankan oleh beberapa
tokoh adat antara lain sebagai berikut :
a. Puang Bongki
b. Puang salohe
c. Puang Sanro Wanua
d. Puang To ma toa Bunne
e. To ma Toa Saharu
f. To ma Toa Salompe
g. To ma Toa Syammeru
Acara ini juga dihadiri oleh warga dari tiga daerah yaitu Caile, Bongkong
dan Bole dimana daerah itu memiliki hubungan emosional yang sangat dekat
dengan perjanjian para pendahulunya berupa kesepakatan tiga daerah itu untuk
senantiasa menjaga hubungan ukhuwah islamiah, dimana merupakan suatu
kewajiban para generasi daerah itu untuk menghadiri setiap acara pesta adat
tahunan dengan memberikan seruan kepada semua keluarga yang ada di daerah
lain untuk kembali ke daerahnya mengikuti acara Mappogau Wanua.
B. Kerangka Pikir
10
kehidupan mereka. Namun demikian perbedaan adat dan kebudayaan tersebut
telah dihimpun dalam suatu ikatan yang kokoh dan kuat yakni “Bhineka Tunggal
Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.
Adat dan budaya yang dilaksanakan di setiap daerah memiliki prosesi
yang berbeda-beda, bahkan maksud dan tujuannya juga berbeda.Hal ini sungguh
sangat menakjubakan karena biarpun Indonesia memiliki banyak wilayah yang
berbeda suku bangsanya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama
lainnya. Namun, sungguh sangat disayangkan apabila para generasi penerus
bangsa tidak mengetahaui tentang kebudayaan dari setiap daerah yang ada.
Kebanyakan dari mereka hanya mengetahui dan cukup mengerti tentang
kebudayaan dari salah satu daerah yang ada di Indonesia saja, padahal masih
sangat banyak kebudayaan dari daerah lain yang juga penting untuk diketahui dan
dapat dijadikan bahan perbandingan dengan kebudayaan daerah lain. Seperti salah
satu daerah di Sulawesi Selatan, tepatnya di Desa Kanrung Kecamatan Sinjai
Tengah Sinjai Tengah yang memiliki adat dan budaya yang telah dilaksanakan
secara turun temurun selama ratusan tahun lamanya. Adat dan budaya ini
dilaksanakan dengan tujuan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat setelah
panen raya dangan hasil panen yang melimpah.
Untuk lebih jelasnya, penulis mencoba merumuskan dalam bentuk skema
kerangka pikir seperti yang tergambar di bawah ini :
11
SKEMA KERANGKA PIKIR
12
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk menguraikan suatu keadaan atau fakta
secara cermat dan faktual.
B. SUMBER DATA
13
budaya Mappogau Wanua di desa Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah yang
diteliti. Observasi melihat dan mengamati sendiri perilaku dan kejadian
sebagaimana kejadian sebenarnya.
2. Wawancara yakni berdialog langsung dengan infroman dan dapat
menggunakan pedoman wawancara.
3. Dokumentasi yakni pengumpulan data dan dokumen-dokumen penting pada
setiap subyek penelitian atau pada kantor terkait.
14
BAB IV
A. HASIL PENELITIAN
15
Di kehidupan masyarakat tradisional bahkan perhitungan waktu sangatlah
penting dalam menentukan hasil pertanian, maka masyarakat tidak serta merta
melakukan pertanian tanpa memperhatikan waktu. Seperti yang diungkapkan oleh
In yang dituakan dalam menentukan waktu pelaksanaan upacara Mappogau
Wanua dalam pernytaannya sebagai berikut :
“Kami masyarakat Caile melaksanakan upacara Mappogau Wanua setiap 3
tahun sekali secara bergiliran dengan dua desa lainnya, hanya setelah
panen raya diadakan” (Hasil wawancara tanggal 15 September 2016)
Hal ini dipertegas oleh Bapak Ia selaku kepala dusun Caile Desa Kanrung,
seperti yang diungkapkannya berikut ini :
16
Wanua sehingga kami benar-benar merasa selalu besama” (Hasil
wawancara tanggal 15 September 2016)
“Dulu Saya ini adalah perantau yang bertahun-tahun baru bisa kembali ke
kampung karena faktor jarak dan ekonomi, tapi jika saya mendengar kabar
bahwa akan diadakan upacara Mappogau Wanua maka saya akan berusaha
kembali ke kampung untuk menyaksikan acara tersebut karena sebegitu
menariknya rangkaian acaranya ” (Hasil wawancara tanggal 16 September
2016)
Hal ini dipertegas oleh In yang berperan sebagai ketua adat yang
menyatakan bahwa:
“Karena kami ingin menjaga kebersamaan yang diwariskan oleh orang tua
kami dulu atau leluhur kami, maka dari itu melestarikan budaya atau
upacara adat Mappogau Wanua merupakan hal penting” (Hasil wawancara
tanggal 16 September 2016)
Kepercayaan akan sesuatu seringkali jadi alasan dalam melakukan dan
menghindari suatu hal. Masyarakat tradisional masih memiliki kepercayaan akan
dua hal yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme. Diadakannya upacara-
upacara adat semuanya berlandaskan akan kepercayaan atas animisme dan
dinamisme seperti halnya di Desa Kanrung. Hal tersebut diungkapkan oleh Sr,
salah satu warga yang masih mempercayai animisme dan dinamisme bahwa :
“Saya masih mempercayai akan roh nenek moyang karena kata orang tua
dulu bahwa kita akan terus diganggu jika tidak memperdulikan roh nenek
moyang, dan jika kita tidak mengeluarkan sebagian hasil yang kita
dapatkan dari bercocok tanam maka hasil selanjutnya tidak lagi sebagus
hasil sebelumnya . ” (Hasil wawancara tanggal 17 September 2016)
Hal ini dipertegas oleh Bapak In selaku ketua adat upacara Mappogau
Wanua mengungkapkan bahwa :
“Hal mengapa diadaknnya upacara Mappogau Wanua adalah karena kami
masih percaya akan roh nenek moyang yang sudah mewariskan nikmat
dan mewariskan sumber daya alam yaitu berupa persawahan yang bisa kita
nikmati hasilnya sekarang dan bisa saja jika kita tidak mensyukuri
pemberian itu maka nikmat itu akan hilang ” (Hasil wawancara tanggal 17
September 2016)
17
Faktor tempat atau alam juga menjadi penyebab munculnya budaya
Mappogau Wanua. Pada kenyataannya, budaya tergantung pada tempat
pelaksanaannya. Budaya tidak akan terlaksana tanpa dua pendukung yaitu
masyarakat dan tempat pelaksanaan. Oleh karena itu jika masyarakat ingin terus
melanjutkan kebudayaan dan mengetahui makna kebudayaan dari leluhurnya
maka kebudayaan itu akan terus bertahan, dan jika tempat pelaksanaan upacara
ada (budaya Mappogau Wanua) didominasi oleh persawahan atau perkebunan
maka upacara adat itu pasti yang berkaitan dengan persawahan atau hasil
pertanian. Pernyataan tersebut didukung oleh Ao dalam penuturannya :
“Di desa Kanrung ini kita melaksanakan upacara Mappogau Wanua
tujuannya karena untuk mensyukuri nikmat atas hasil panen raya karena
tempat kita ini di dominasi oleh persawahan ” (Hasil wawancara tanggal
17 September 2016)
Hal ini dipertegas oleh penuturan bapak Rn bahwa:
“Diadakannya upacara Mappogau Wanua hanyalah setelah panen raya
oleh masyarakat, bukti rasa syukurnya atas melimpahnya hasil panen dan
suburnya lahan persawahan mereka” (hasil wawancara tanggal 17
September 2016)
Hal ini juga dikemukakan oleh In yang merupakan salah satu tokoh adat:
“Saat antraksi di panggung kami selalu menyampaikan ikrar bahwa kami
akan selalu bersatu dan akan selalu berbagi dengan masyarakat dari
wilayah lain atau dusun-dusun lain, yang yang juga telah diucapkan oleh
leluhur kami mulai sejak masih zaman penjajahan, ”(Hasil wawancara
tanggal 17 September 2016”)
Munculnya budaya Mappogau Wanua disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu waktu, rasa kebersamaan masyarakat yang tinggi, kepercayaan animisme
18
dan dinamisme, dan tempat atau faktor alam, dan perjanjian leluhur dengan
leluhur lainnya, serta pembagian wilayah kekuasaan.
19
oleh tokoh-tokoh masyarakat atau instansi pemerintahan” (Hasil
wawancara 17 September 2016)
Lain halnya dengan kebudayaan Mappogau Wanua di Karampuang yaitu
tanpa persiapan yang serius karena merupakan upacara tahunan diadakan yakni
satu kali setahun dan tanpa prosesi yang panjang dan tanpa membutuhkan waktu
yang lama.
Sesuatu yang sering diadakan atau sering dilaksanakan dan sesuatu yang
kita dapatkan tanpa proses kadang membosankan dan tidak terlalu berkesan
sehingga kita kadang hanya menganggap itu hal biasa , seperti yang diungkapkan
oleh Ui, yang menyatakan bahwa :
“Masyarakat Karampuang melaksanakan upacara Mappogau Wanua untuk
menghargai jasa leluhur mereka dan diadakan sekali setahun, sedangkan
upacara Mappogau Wanua di desa Kanrung itu untuk menunjukkan rasa
syukur atas hasil panen raya yang diadakan tiga tahun sekali” (Hasil
wawancara tanggal 16 September 2016)
Hal senada diungkapkan Hi yang mengungkapkan bahwa :
“Di tempat ini merupakan upacara Mappogau Wanua yang sangat menarik
karena prosesinya begitu panjang dan melibatkan orang banyak yang acara
intinya adalah Manggaru atau atraksi yang dilaksanakan sejak masih masa
penjajahan dan upacara ini dilakukan di beberapa dusun di Kanrung secara
bergilir, lain halnya di Karampuang yang prosesinya tidak menunjukkan
atraksi dan tanpa pengucapan ikrar oleh tokoh adat dan hanya berpusat
pada satu tempat (Dusun)” (Hasil wawancara tanggal 21 Agustus 2015)
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Si, yang melaksanakan ,
bahwa :
20
Dari hasil wawancara tersebut, sebagian besar informan menyatakan hal
yang sama yaitu acara Mappogau Wanua di Desa Kanrung harus melalui prosesi
yang panjang karena harus ada persiapan sebelum acara inti yakni harus dilakukan
pembenahan desa terlebih dahulu, baik dari segi kebersihan maupun
keamanannya. Acara intinya sekaligus acara hiburan adalah Manggaru atau
atraksi sedangkan di tempat lain tidak memiliki prosesi yang begitu panjang dan
tidak memiliki prosesi Manggaru oleh tokoh-tokh adat. Waktu pelaksanaan
upacara adat Mappogau Wanua di Kanrung dilaksanakan hanya dalam tiga tahun
sekali pada tempat yang sama karena diadakan ditiga dusun secara bergiliran
sedangkan di Karampuang diadakan setidaknya satu kali setahun karena hanya
diadakan pada satu tempat.
Dalam suatu kegiatan pasti memiliki manfaat baik itu bagi jiwa maupun
rohani. Begitupun dengan upacara adat Mappogau Wanua yang bermanfaat bagi
jiwa karena dapat membuat tubuh lebih sehat dengan banyaknya aktifitas-aktifitas
yang dilakukan sebelum prosesi maupun pada saat prosesi. Upacara adat
Mappogau Wanua juga dapat bermanfaat bagi rohani karena dapat membuat
perasaan menjadi senang dengan kebersamaan yang terbentuk dan hiburan-
hiburan yang disajikan.
Kebersamaan yang terjalin antar tiga dusun di desa Kanrung sekarang ini
menunjukkan bukti keberhasilan leluhur mempersatukan mereka.Hal ini
dikemukakan oleh Ke bahwa:
21
“Pada saat upacara kami semua dapat bertemu dengan keluarga karena setiap
pelaksanaan acara itu biar keluarga dari daerah lain akan datang dan
ketemunya di acara tersebut, dan biasanya pemerintah juga hadir, tapi meski
pemerintah selalu hadir di acara ini tapi pemerintah belum menjadikan budaya
ini menjadi asset daerah sehingga belum populer” (Hasil wawancara tanggal 17
September 2016)
Selain bermanfaat untuk menjalin kebersamaan, budaya Mappogau
Wanua Juga bermanfaat bagi jasmani dan rohani. Bagi jasmani upacara adat
berfungsi untuk menyehatkan dan bagi rohani dapat menghibur serta dapat
membuat hati tenang karena telah mensyukuri nikmat Allah Swt. Hal ini
dikemukakan oleh Im bahwa:
22
B. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
23
menyayangi atau tidak saling menyakiti serta mereka juga mempererat hubungan
dengan cara saling member.
c. Kepercayaan animisme dan dinamisme
Faktor munculnya budaya Mappogau Wanua dikarenakan oleh
kepercayaan masyarakat terhadap animisme dan dinamisme. Kepercayaan
masyarakat kepada roh nenek moyang sampai sekarang masih berkembang.
kepercayaan dinamisme masyarakat di suatu daerah berbeda-beda berdasarkan
benda yang dikeramatkan di daerah tersebut. Kepercayaan masyarakat terhadap
jasa roh nenek moyang membuat Masyarakat ingin selalu mengingat jasa nenek
moyang karena mereka percaya bahwa nenek moyang akan terus mengganggu
jika mereka tidak mngingat nenek moyang .
d. Faktor alam atau lingkungan
Alam atau lingkungan sangat mempengaruhi kebudayaan di suatu daerah,
semakin makmur daerah tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa daerah
tersebut memiliki banyak kebudayaan. Upacara adat biasanya tergantung pada
hasil-hasil alam.
e. Perjanjian leluhur
Seringkali karena faktor perjanjian, membuat masyarakat melakukan hal-
hal berlebihan untuk mempertahankan perjanjian itu, baik pihak pertama maupun
pihak kedua dengan cara membuat surat perjanjian. Begitupun dengan leluhur kita
yang belum mengenal tulisan mempertahankan perjanjian dengan cara
mengucapkan ikrar perjanjian yang dianggap sah di depan orang banyak.
Perjanjian leluhur kita juga berkaitan dengan pembagian wilayah kekuasaan,Yang
mereka krarkan bahwa meski berbeda-beda wilayah tapi tetaplah bersatu dan
tetaplah saling member karena kita satu yaitu satu nenek moyang.
2. PROSESI UPACARA ADAT MAPPOGAU WANUA PADA
MASYARAKAT DESA KANRUNG KECAMATAN SINJAI TENGAH
Prosesi dalam suatu upacara adat merupakan suatu hal yang lazim kita
temukan karena hal itu merupakan pembeda dari setiap upacara adat di daerah
lain. Prosesi dalam upacara adat merupakan hal penting karena setiap prosesi
punya makna dan sakral dan prosesi juga sebagai penanda bahwa suatu upacara
24
adat mempunyai peran penting di masyarakat, dan sangat sakral terlebih lagi
dengan hasil penelitian yang menjelaskan secara rinci prosesi budaya Mappogau
Wanua.
Sebelum hari pelaksanaan banyak rangkaian acara yang dilakukan untuk
persiapan pelaksanaanya, diantaranya penentuan hari pelaksanaan dan
membersihkan lingkungan. Setelah hari pelaksanaan hal yang pertama masyarakat
naik gunung dan mengambil air di gunung sambil membawa gendang, lalu
meminumnya kemudian esok harinya masyarakat memotong hewan ternak dan
makan bersama sambil memainkan gendang di rumah adat, lalu esok harinya
masyarakat berbondong-bondong menyiarahi kubur, setelah menyiarahi kubur
barulah dilaksankan acara Manggaru atau atraksi oleh tokoh-tokoh adat.
Setiap prosesi memiliki makna seperti menaiki gunung dan mengambil air
lalu meminumnya mempunyai filosofi bahwa jika ingin menikmati keberhasilan
maka bersusah payahlah terlebih dahulu. Memotong hewan ternak dan makan
bersama sambil memainkan gendang punya filosofi bahwa kita harus selalu
berbagi, menyiarahi kubur punya makna bahwa kita harus menghargai perjuangan
leluhur kita yang telah mendahului dan kita harus menyadari apakah yang akan
kita wariskan kepada anak cucu kita. Atraksi Manggaru punya filosofi bahwa
ikrar atau perjanjian tidak boleh diingkari dan hidup juga perlu hiburan. Inilah
yang menyebabkan prosesi upacara adat dikatakan sakral.
3. MANFAAT UPACARA ADAT MAPPOGAU WANUA DALAM
MASYARAKAT DESA KANRUNG KECAMATAN SINJAI TENGAH
Sesuatu yang kita lakukan pasti punya manfaat, baik bagi jasmani dan
rohani, tapi tergantung pada individu masing-masing. Masyarakat ada yang
beranggapan bahwa upacara adat hanya bermanfaat bagi rohani saja, mungkin hal
ini dikemukakannya karena ia tidak mengikuti semua rangkaian acaranya yang
harus melibatkan fisik atau jasmani seperti naik gunung atau bergotong royong
membersihkan lingkungan, Karena ia hanya menikmati hiburan-hiburan semata.
Namun ada pula yang merasakan manfaat baik bagi jasmaninya maupun
25
rohaninya, mungkin karena ia mengikuti semua prosesinya baik itu naik gunung,
bergotong royong membersihkan lingkungan maupun atraksi
26
BAB V
A. SIMPULAN
B. SARAN
Dari hasil penelitian di desa Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah, maka
saran yang dapat penulis kemukakan adalah :
1. Untuk Masyarakat
Masyarakat seharusnya tidak menghilangkan budaya yang terdapat di
daerahnya dengan cara tidak menghilangkan beberapa rangkaian prosesinya.
Masyarakat juga harus berupaya untuk mewariskan budaya kepada generasi-
generasinya agar budaya itu tidak punah.
27
2. Untuk sekolah
Sekolah seharusnya menyarankan siswa untuk mengikuti ekstrakulikuler
dibidang seni dan budaya agar setiap siswa lebih mengerti tentang kesenian
dan kebudayaan dapat melestarikannya. Selain itu, siswa juga dapat ikut
berpartisipasi dalam upacara adat daerahnya masing-masing.
3. Untuk pemerintah
Pemerintah seharusnya lebih memperkenalkan kebudayaan yang ada di
daerah kita agar kebudayaan tersebut dapat dipertahankan oleh masyarakat dan
kelestariannya tetap terjaga.
28
DAFTAR PUSTAKA
Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif : Anlisis Data. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metode Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara.
Wulansari, Dewi. 2009. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung : Rafika Aditama.
29