Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

“BUDAYA MAPPOGAU WANUA DALAM MASYARAKAT

DESA KANRUNG KECAMATAN SINJAI TENGAH”.

OLEH

SAKINAH

E071181012

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT Proposal


Penelitian yang berjudul “Budaya Mappogau Wanua dalam Masyarakat Desa
Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah” dapat diselesaikan meskipun dalam bentuk
dan isi yang sangat sederhana.
Dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini, berbagai macam
hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Namun, atas bimbingan dan kerja
sama berbagai pihak sehingga hambatan dan kesulitan tersebut dapat diatasi.
Olehnya itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan proposal ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan amalan yang setimpal atas
segala bantuan dan amal baiknya dan penulis berharap kiranya karya tulis ilmiah
ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khususnya pada penulis. Amin...

Makassar, Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ......................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 4
A. Kajian Teori .................................................................... 4
B. Kerangka Pikir ................................................................ 9
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................... 12
A. Jenis Penelitian ............................................................... 12
B. Sumber Data .................................................................... 12
C. Populasi dan Sampel ...................................................... 12
D. Teknik Pengumpulan data ............................................... 12
E. Teknik Analisis Data ....................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Republik Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, yang


didiami oleh beraneka ragam suku bangsa dan mempunyai adat istiadat tersebut,
didasarkan kepada warisan nenek moyang yang merupakan landasan hidup dan
kehidupan mereka. Namun demikian perbedaan adat dan kebudayaan tersebut
telah dihimpun dalam suatu ikatan yang kokoh dan kuat yakni “Bhineka Tunggal
Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.
Oleh karena itu, kebudayaan yang termasuk di dalamnya adat istiadat,
seharusnya mendapatkan suatu pembinaan dan pelestarian serta pewarisan secara
berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya. Hal ini dimaksudkan agar
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan panutan oleh kelompok
masyarakat yang bersangkutan. Kebudayaan daerah yang merupakan bagian dari
kebudayaan nasional, merupakan dasar utama pembangunan kebudayaan nasional
kita, seharusnya dilestarikan guna memperkaya khasanah budaya nasional.
Adat dan budaya yang dilaksanakan di setiap daerah memiliki prosesi
yang berbeda-beda, bahkan maksud dan tujuannya juga berbeda. Hal ini sungguh
sangat menakjubakan karena biarpun Indonesia memiliki banyak wilayah yang
berbeda suku bangsanya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama
lainnya. Namun, sungguh sangat disayangkan apabila para generasi penerus
bangsa tidak mengetahui tentang kebudayaan dari setiap daerah yang ada.
Kebanyakan dari mereka hanya mengetahui dan cukup mengerti tentang
kebudayaan dari salah satu daerah yang ada di Indonesia saja, padahal masih
sangat banyak kebudayaan dari daerah lain yang juga penting untuk diketahui dan
dapat dijadikan bahan perbandingan dengan kebudayaan daerah lain. Seperti salah
satu daerah di Sulawesi Selatan, tepatnya di Desa Kanrung Kecamatan Sinjai
Tengah yang memiliki adat dan budaya yang telah dilaksanakan secara turun

1
temurun selama ratusan tahun lamanya. Budaya ini dilaksanakan dengan tujuan
sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat setelah panen raya dangan hasil panen
yang melimpah.
Masyarakat melaksanakan budaya ini setiap tiga tahun sekali kerena
budaya ini dilaksanakan oleh tiga dusun yang berbeda secara bergilir yaitu Caile,
Bongkong dan Bole. Pelaksanaannya secara bergilir dengan maksud dan tujuan
yang sama agar ketiga daerah ini dapat mempertahankan tali silaturahmi dengan
baik.
Dalam pelaksanaannya, mereka memiliki aturan yaitu mewajibkan dua
daerah yang lain untuk menghadiri pelaksanaan adat di daerah tersebut. Mereka
melaksanakannya dengan penuh suka cita dimana seluruh warga akan berkumpul
bersama di sebuah tempat yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Rangkaian acara dalam budaya ini tersusun secara sistematis dan tidak
pernah mengalami perubahan karena dianggap sakral oleh warga. Itulah sebabnya
sehingga budaya ini perlu dijaga kelestariannya sekaligus mempopulerkan
dikalangan masyarakat pada umumnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis
tertarik mengkajinya secara ilmiah dengan judul “Budaya Mappogau Wanua
dalam Masyarakat Desa Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah”.

1.2 Rumusan Masalah

Penulis mencoba merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :


1. Faktor apa yang menyebabkan munculnya budaya Mappogau Wanua di Desa
Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah ?
2. Bagaimana bentuk prosesi budaya Mappogau Wanua di Desa Kanrung
Kecamatan Sinjai Tengah?
3. Apakah manfaat budaya Mappogau Wanua kepada masyarakat di Desa
Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah?

2
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah


sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor penyebab munculnya budaya Mappogau Wanua di
Desa Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah.
2. Untuk mengetahui prosesi budaya Mappogau Wanua di Desa Kanrung
Kecamatan Sinjai Tengah.
3. Untuk mengetahui manfaat budaya Mappogau Wanua kepada masyarakat di
Desa Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :


1. Bagi peneliti :
a. Sebagai salah satu wahana dalam penyusunan karya ilmiah.
b. Sebagai acuan untuk melakukan penelitan terhadap budaya yang ada di
Indonesia dan sebagai inovasi penelitian selanjutnya.
2. Bagi sekolah, masyarakat dan pemerintah dapat menjadi bahan masukan dalam
pengambilan kebijakan guna membentuk nilai karakter cinta kebudayaan dan
dapat ikut andil melestarikan kebudayaannya.

3
4
BAB II

2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan kajian teori berdasarkan


judul Budaya Mappogau Wanua dalam Masyarakat Desa Kanrung Kecamatan
Sinjai Tengah yaitu sebagai beikut :
1. Budaya
Kata Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan
diartikan sebagai hala-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Adapun istilah culture dari bahasa asing yang sama artinya dengan
kebudayaan berasal dari kata Latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan ,
yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian
culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan
mengubah alam.
Seorang antropolog, yaitu E. B. Tylor pernah mencoba memberikan
defenisi mengenai kebudayaan yaitu kebudayaan adalah kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
Selo Soemardjan dan Soelaeman merumuskan kebudayaan sebagai semua
hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi
dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang
diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya serta hasilnya dapat
diabadikan untuk keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia
mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk
mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti luas. Cipta merupakan baik
yang berwujud teori murni maupun yang telah disusun untuk langsung diamalkan

5
dalam kehidupan masyarakat. Rasa dan cipta dinamakan juga kebudayaan
rohaniah (spiritual atau immaterial culture).
Mengenai unsur-unsur pokok dari suatu kebudayaan dapat dijelaskan
menurut para ahli Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (dalam buku
Sosiologi Konsep dan Teori)
a. Melville J. Herskovits (1955) mengajukan empat unsur pokok yang terdapat
dalam kebudayaan, yakni :
1) Alat-alat teknologi
2) Sistem ekonomi
3) Keluarga
4) Kekuasaan politik
b. Bronoslaw Malinowski juga mengajukan empat unsur pokok yang terdapat
dalam kebudayaan, yakni :
1) Sistem norma yang memungkinkan adanya kerjasama antara para anggota
masyarakat agar menguasai alam sekelilingnya.
2) Organisasi ekonomi
3) Alat-alat dan lembaga lembaga atau petugas untuk pendidikan perlu diingat
bahwa keluaraga merupakan lembaga pendidikan yang utama.
4) Organisasi kekuatan.
Bronislaw Malinowski terkenal sebagai penganut teori fungsional yang
selalu mencoba mencari fungsi atau kegunaan dari setiap unsur dalam kebudayaan
untuk kepentingan masyarakat. Menurut teori ini tidak ada suatu kebudayaan yang
tidak memiliki kegunaan yang cocok dalam rangka kebudayaan sebagai
keseluruhan. Apabila ada unsure kebudayaan yang kehilangan kegunaannya,
maka unsure-unsur itu akan lenyap dengan sendirinya.
C. Kluckhohn dalam karyanya yang berjudul Universal Categories of
Culture (1953) yang dikutip oleh Soerjono Soekanto (1982: 170), menyebutkan
bahwa banyak pendapat para sarjana tentang unsur-unsur kebudayaan ini, tetapi
pada intinya dapat disebutkan tujuan unsur kebudayaan yang dianggap sebagai
cultural universal, yaitu :

6
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi, dan sebagainya.)
b. Mata pencaharian hidu dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan,
sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya).
c. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum,
sistem perkawinan).
d. Bahasa (lisan maupun tulisan).
e. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya)
f. Sistem pengetahuan
g. Religi (sistem kepercayaan)
Robin M. Williams dalam bukunya American Society Interpretation
(1967), yang dikutip Soerjono Soekanto (1982; 177), menyebutkan sifat hakiki
kebudayaan sebagai berikut :
a. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perikelakuan manusia.
b. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu dari lahirnya suatu generasi tertentu. Dan
tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
c. Diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
d. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,
tindakan-tindakan, yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dllarang
dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
Hal yang harus diketahui jika seseorang ingin memahami sifat hakiki yang
esensial suatu kebudayaan adalah perihal pertentangan yang mungkin terdapat di
dalamnya. Dalam hal ini, Melville J. Herskovits berpendapat (Selo Soemadjan
dan Soelaeman Soemardi, 1964: 120-123) bahwa pertentangan yang mungkin
terdapat dalam kebudayaan dapat diterangkan sebagai beikut :
a. Dalam pengalaman manusia menunjukkan bahwa kebudayaan bersifat
universal, tetapi perwujudannya memiliki ciri-ciri khusus yang sesuai dengan
situasi maupun lokasinya yang menjadi atribut dari setiap masyarakat di dunia
ini.
b. Kebudayaan ini bersifat stabil, tetapi dinamis, karenanya setiap kebudayaan
selalu mengalami perubahan-perubahan secara kontinu, dengan kata lain tidak

7
ada satu kebudayaan pun yang tidak mengalami perkembangannya kecuali
kebudayaan itu telah mati
c. Pada hakikatnya kebudayaan mengsisi serta menentukan jalan kehiduan
manusia, walaupun hal ini jarang disadari oleh manusia sendiri. Gejala tersebut
dapat diterangkan dengan penjelasan bahwa walaupun kebudayaan merupakan
atribut dari manusia, namun tak mungkin seseorang mengetahui dan meyakini
seluruh unsur-unsur kebudayaan itu sendiri.
Istilah masyarakat ditemukan oleh Taneko Soleman (1989) dan dalam bahasa
Inggris disebut society, sedangkan dalam bahasa Arab disebut syareha yang
artinya ikut berpartisipasi dan bergaul. Istilah sosiologinya disebut berinteraksi.
Masyarakat mrupakan suatu sistem sosial atau kesatuan hidup yang mempunyai
banyak faktor dalam pembentukannya.
Masyarakat mencakup beberapa unsur berikut ini yaitu sebagai berikut:
a. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak
ada ukuran mutlak atauun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah
manusia yang harus ada. Akan tetapi, secara teoritis angka minimnya adalah
dua orang yang hidup bersama.
b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah
sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan
sebagainya. Karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul
manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan
mengerti. Mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan
kesan-kesan atau perasaan-persaannya. Sebagai hidup bersama itu, timbullah
sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
antar manusia dalam kelompok tersebut.
c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama
menimbulkan kebudayaan karena setiap anggota kelompok merasa dirinya
terikat dengan lainnya.
Ahmadi mengemukakan bahwa terdapat sejumlah faktor yang
mendorong individu untuk membentuk masyarakat yaitu sebgai berikut :

8
a. Dorongan seksual (reproduksi), yaitu dorongan individu untuk
mengembangkan keturunannya.
b. Kesadaran bahwa individu itu lemah sehingga akan selalu mencari kekuatan
bersama.
c. Perasaan diuntungkan ketika bergabung dengan individu lainnya.
d. Kesamaan keturunan, territorial, nasib dan kesamaan-kesamaan lainnya.
Suatu masyarakat sebenarnya merupakan sistem adaptif, karena
masyarakat wadah untuk memenuhi berbagai kepentingan dan tentunya juga
untuk bertahan. Namun disamping itu, masyarakat sendiri juga mempunyai
berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi agar masyarakat dapat hidup terus..
Dengan demikian, setiap masyarakat mempunyai komponen-komponen
dasarnya yakni sebagai berikut :
a. Populasi, yakni warga-warga suatu masyarakat yang dilihat dari sudut
pandangan kolektif.
b. Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa dari kehidupan bersama.
c. Hasil-hasil kebudayaan materiil.
d. Organisasi sosial, yaitu jaringan hubungan antara warga-warga masyarakat
yang bersangkutan.
e. Lembaga-lembaga sosial dan sistemnya.

2. Mappogau Wanua

Mappogau wanua dalam masyarakat desa Kanrung Kecamatan Sinjai


Tengah berarti menunjukkan rasa syukur kepada sang pencipta yang telah
memberikan rezeki berupa keberhasilan dalam segala hal terutama setelah
berhasilnya panen raya masyarakat terutama hasil-hasil pertanian yan melimpah,
dan rasa terima kasih kepada nenek moyang yang telah merintis dan mewariskan
kekayaan budaya dengan berbondong-bondong mendatangi makam para
leluhurnya.
Acara ini dilaksanakan tiga tahun sekali oleh masyarakat desa Kanrung
demi melesatrikan adat dan trdaisi lelehurnya sehingga dapat diwarisi oleh anak
cucu.

9
Adapun rangakaian acara yang menandai pesta adat Mappogau Wanua
diantaranya melakukan siarah ke makam para pendahulunya (nenek moyang)
yang dipandu oleh beberapa pemangku adat yang diikuti oleh seluruh warga yang
hadir dari semua kasta-kasta yang ada di daerah itu dan diiringi oleh alunan suara
gendang “paggenrang” setelah itu acara kembali dilanjukan di tempat terbuka
yang telah dipersipakan jauh hari sebelumnya, disinilah para pemangku adat
tampil di atas panggung memberikan atraksi “Mangngaru” yang bermakna pesan-
pesan adat yang dijaga dan dilestarikan hingga saat ini sekaligus penghormatan
kepada leluhur “Puang Salohe” nama salah satu pendahulunya “Mangngaru”.
Prospek organisasi pelaksanaan adat upacara ini diperankan oleh beberapa
tokoh adat antara lain sebagai berikut :
a. Puang Bongki
b. Puang salohe
c. Puang Sanro Wanua
d. Puang To ma toa Bunne
e. To ma Toa Saharu
f. To ma Toa Salompe
g. To ma Toa Syammeru
Acara ini juga dihadiri oleh warga dari tiga daerah yaitu Caile, Bongkong
dan Bole dimana daerah itu memiliki hubungan emosional yang sangat dekat
dengan perjanjian para pendahulunya berupa kesepakatan tiga daerah itu untuk
senantiasa menjaga hubungan ukhuwah islamiah, dimana merupakan suatu
kewajiban para generasi daerah itu untuk menghadiri setiap acara pesta adat
tahunan dengan memberikan seruan kepada semua keluarga yang ada di daerah
lain untuk kembali ke daerahnya mengikuti acara Mappogau Wanua.

B. Kerangka Pikir

Negara Republik Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, yang


didiami oleh beraneka ragam suku bangsa dan mempunyai adat istiadat tersebut,
didasarkan kepada warisan nenek moyang yang merupakan landasan hidup dan

10
kehidupan mereka. Namun demikian perbedaan adat dan kebudayaan tersebut
telah dihimpun dalam suatu ikatan yang kokoh dan kuat yakni “Bhineka Tunggal
Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.
Adat dan budaya yang dilaksanakan di setiap daerah memiliki prosesi
yang berbeda-beda, bahkan maksud dan tujuannya juga berbeda.Hal ini sungguh
sangat menakjubakan karena biarpun Indonesia memiliki banyak wilayah yang
berbeda suku bangsanya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama
lainnya. Namun, sungguh sangat disayangkan apabila para generasi penerus
bangsa tidak mengetahaui tentang kebudayaan dari setiap daerah yang ada.
Kebanyakan dari mereka hanya mengetahui dan cukup mengerti tentang
kebudayaan dari salah satu daerah yang ada di Indonesia saja, padahal masih
sangat banyak kebudayaan dari daerah lain yang juga penting untuk diketahui dan
dapat dijadikan bahan perbandingan dengan kebudayaan daerah lain. Seperti salah
satu daerah di Sulawesi Selatan, tepatnya di Desa Kanrung Kecamatan Sinjai
Tengah Sinjai Tengah yang memiliki adat dan budaya yang telah dilaksanakan
secara turun temurun selama ratusan tahun lamanya. Adat dan budaya ini
dilaksanakan dengan tujuan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat setelah
panen raya dangan hasil panen yang melimpah.
Untuk lebih jelasnya, penulis mencoba merumuskan dalam bentuk skema
kerangka pikir seperti yang tergambar di bawah ini :

11
SKEMA KERANGKA PIKIR

Indonesia sebagai negara multikultural

Masyarakat desa Kanrung


(Dusun Caile, Bole dan Bongkong)

Faktor penyebab munculnya Faktor penyebab munculnya Manfaat Budaya Mappogau


budaya Mappogau Wanua budaya Mappogau Wanua Wanua

Budaya Mappogau Wanua

12
BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk menguraikan suatu keadaan atau fakta
secara cermat dan faktual.

B. SUMBER DATA

Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari informan
melalui teknik wawancara atau interview.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan-laporan yang
berkaitan dengan penelitian ini. Sumber dapat berupa arsip desa,dan data statistik
yang diterbitkan pemerintah setempat.

C. POPULASI DAN SAMPEL


Populasi dalam penelitian ini adalah warga desa Kanrung Kecamatan
Sinjai Tengah. Tehnik Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah purposive
sampling yaitu memilih langsung secara sengaja informan berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan. Adapun kriteria pemilihan sampel yaitu : 10 warga yang
terlibat langsung dalam budaya Mappogau Wanua.
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Observasi yakni pengamatan langsung pada lokasi penelitian atau melihat
langsung aktivitas yang berjalan pada lokasi penelitian. Observasi
dimaksudkan sebagai pengamatan dan pencatatan proses yang mempengaruhi

13
budaya Mappogau Wanua di desa Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah yang
diteliti. Observasi melihat dan mengamati sendiri perilaku dan kejadian
sebagaimana kejadian sebenarnya.
2. Wawancara yakni berdialog langsung dengan infroman dan dapat
menggunakan pedoman wawancara.
3. Dokumentasi yakni pengumpulan data dan dokumen-dokumen penting pada
setiap subyek penelitian atau pada kantor terkait.

E. TEKNIK ANALISIS DATA

Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif


yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Analisis itu
berlangsung sejak pertama kali terjun langsung ke lapangan /lokasi penelitian
sampai pada pengumpulan data dan telah terjawab sejumlah pertanyaan yang ada.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan,pemfokusan, penyerderhanaan,
abstraksi dan pentransformasian data mentah yang terjadi dalam catatan-
catatan lapangan tertulis.
2. Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan akhir penelitian
kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan melakukan verifikasi,
baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh
subjek tempat penelitian itu dilaksanakan. Dimana dalam mencari
makna,peneliti harus menggunakan pendekatan emik yaitu dari kacamata key
informan, dan bukan penafsiran menurut pandangan peneliti (pendekatan etik).

14
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Faktor penyebab munculnya budaya Mappogau Wanua di desa Kanrung


Kecamatan Sinjai Tengah
Dalam masyarakat Kecamatan Sinjai Tengah kita sering menyaksikan
pelaksanaan upacara - upacara adat. tradisi dan peninggalan sejarah yang
memberi corak khas kebudayaan bangsa serta hasil-hasil pembangunan yang
mempunyai nilai perjuangan bangsa dan sumber daya alam yang terus melimpah
dari Allah SWT sehingga perlu dihargai ataupun disyukuri. Dengan begitu
masyarakat Sinjai Tengah sering melaksanakan upacara adat demi menghargai
jasa para leluhurnya dan mensyukuri nikmat Allah SWT.
Faktor pekejaan utama leluhur yang bisa menyebabkan munculnya budaya-
budaya atau upacara-upacara ritual di suatu daerah. Para leluhur pekerjaan utama
mereka adalah bertani, karena di desa lebih dominan persawahannya. Masyarakat
dahulu sangat bergantung pada musim sehingga mereka hanya bertani pada bulan
Maret dan Oktober karena di waktu tersebut adalah musim penghujan. Mereka
juga sangat bergantung pada perhitungan kalender mereka yang mereka yakini
bahwa ada hari atau waktu-waktu yang suci atau sakral sehingga tidak boleh
melakukan sesuatu hal yang dapat merusak kesucian hari itu.
Jika pekerjaan leluhur itu bisa mensejahterakan kehidupan mereka begitupun
dengan keturunan mereka maka, mereka akan berusaha untuk menjaga hasil dari
pekerjaanya dengan cara melaksanakan upacara-upacara adat yang tujuannya
untuk meminta kepada sang pencipta agar tetap menjaga kesuburan tanah agar
hasil pertanian mereka juga tetap terjaga. Tujuan yang lain adalah agar hasil kerja
mereka juga dapat bermanfaat bagi orang banyak sehingga hasilnya akan penuh.
Upacara-upacara adat tidak serta merta dilaksanakan sesuai dengan waktu yang
kita tentukan sendiri ataupun hanya sesuai dengan kesempatan yang kita miliki,
tetapi harus berdasarkan waktu terjadinya peristiwa tersebut.

15
Di kehidupan masyarakat tradisional bahkan perhitungan waktu sangatlah
penting dalam menentukan hasil pertanian, maka masyarakat tidak serta merta
melakukan pertanian tanpa memperhatikan waktu. Seperti yang diungkapkan oleh
In yang dituakan dalam menentukan waktu pelaksanaan upacara Mappogau
Wanua dalam pernytaannya sebagai berikut :
“Kami masyarakat Caile melaksanakan upacara Mappogau Wanua setiap 3
tahun sekali secara bergiliran dengan dua desa lainnya, hanya setelah
panen raya diadakan” (Hasil wawancara tanggal 15 September 2016)
Hal ini dipertegas oleh Bapak Ia selaku kepala dusun Caile Desa Kanrung,
seperti yang diungkapkannya berikut ini :

“Setiap 3 tahun setelah panen raya baru diadakan upacara Mappogau


Wanua setiap bulan 10, tapi tiga tahun baru diadakan kembali di tempat
yang sama karena dilaksanakan secara bergilir yaitu Bole, Caile, dan
Bongkong yang merupakan pekerjaan masyarakatnya adalah petani”.
(Hasil wawancara tanggal 15 September 2016)
Kebersamaan bisa saja melahirkan beberapa budaya yang tujuannya untuk
memperkenalkan etika-etika atau akhlak-akhlak yang baik pada generasi-generasi
berikutnya. Para leluhur berupaya mempertahankan kebersamaan sampai ke
generasi-generasi berikutnya dengan cara melaksanakan rangkaian acara yang
bisa mempersatukan, misalnya upacara adat. Agar kebersamaan itu tidak terlalu
monoton maka masyarakat mengupayakan agar kebersamaan itu lebih indah dan
menarik, yaitu dengan cara menunjukkan atraksi-atraksi ataupun hiburan-hiburan
saat mereka berkumpul.
Dengan kebersamaan maka kita akan senantiasa dipengaruhi rasa ingin
selalu bersama dan tidak ingin terpisahkan satu sama lain. Lingkungan
persahabatan yang mengajak kita untuk selalu bersama, baik dalam beribadah
maupun dalam beraktifitas sehari-hari. Kebersamaan juga selalu dirasakan oleh Ie
saat upacara Mappogau Wanua, seperti yang diungkapkannya berikut ini :
“Saat upacara Mappogau Wanua saya sangat merasakan yang namanya
kebersamaan karena keluarga saya yang merantau atau berada di luar
daerah akan kembali ke kampung ini untuk menyaksikan upacara
Mappogau Wanua dan banyaknya tamu yang datang dari desa lain dan
bahkan pejabat daerah pun datang untuk menyaksikan upacara Mappogau

16
Wanua sehingga kami benar-benar merasa selalu besama” (Hasil
wawancara tanggal 15 September 2016)

Hal senada juga dikatakan oleh Ik yang mengatakan bahwa ;

“Dulu Saya ini adalah perantau yang bertahun-tahun baru bisa kembali ke
kampung karena faktor jarak dan ekonomi, tapi jika saya mendengar kabar
bahwa akan diadakan upacara Mappogau Wanua maka saya akan berusaha
kembali ke kampung untuk menyaksikan acara tersebut karena sebegitu
menariknya rangkaian acaranya ” (Hasil wawancara tanggal 16 September
2016)
Hal ini dipertegas oleh In yang berperan sebagai ketua adat yang
menyatakan bahwa:

“Karena kami ingin menjaga kebersamaan yang diwariskan oleh orang tua
kami dulu atau leluhur kami, maka dari itu melestarikan budaya atau
upacara adat Mappogau Wanua merupakan hal penting” (Hasil wawancara
tanggal 16 September 2016)
Kepercayaan akan sesuatu seringkali jadi alasan dalam melakukan dan
menghindari suatu hal. Masyarakat tradisional masih memiliki kepercayaan akan
dua hal yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme. Diadakannya upacara-
upacara adat semuanya berlandaskan akan kepercayaan atas animisme dan
dinamisme seperti halnya di Desa Kanrung. Hal tersebut diungkapkan oleh Sr,
salah satu warga yang masih mempercayai animisme dan dinamisme bahwa :
“Saya masih mempercayai akan roh nenek moyang karena kata orang tua
dulu bahwa kita akan terus diganggu jika tidak memperdulikan roh nenek
moyang, dan jika kita tidak mengeluarkan sebagian hasil yang kita
dapatkan dari bercocok tanam maka hasil selanjutnya tidak lagi sebagus
hasil sebelumnya . ” (Hasil wawancara tanggal 17 September 2016)

Hal ini dipertegas oleh Bapak In selaku ketua adat upacara Mappogau
Wanua mengungkapkan bahwa :
“Hal mengapa diadaknnya upacara Mappogau Wanua adalah karena kami
masih percaya akan roh nenek moyang yang sudah mewariskan nikmat
dan mewariskan sumber daya alam yaitu berupa persawahan yang bisa kita
nikmati hasilnya sekarang dan bisa saja jika kita tidak mensyukuri
pemberian itu maka nikmat itu akan hilang ” (Hasil wawancara tanggal 17
September 2016)

17
Faktor tempat atau alam juga menjadi penyebab munculnya budaya
Mappogau Wanua. Pada kenyataannya, budaya tergantung pada tempat
pelaksanaannya. Budaya tidak akan terlaksana tanpa dua pendukung yaitu
masyarakat dan tempat pelaksanaan. Oleh karena itu jika masyarakat ingin terus
melanjutkan kebudayaan dan mengetahui makna kebudayaan dari leluhurnya
maka kebudayaan itu akan terus bertahan, dan jika tempat pelaksanaan upacara
ada (budaya Mappogau Wanua) didominasi oleh persawahan atau perkebunan
maka upacara adat itu pasti yang berkaitan dengan persawahan atau hasil
pertanian. Pernyataan tersebut didukung oleh Ao dalam penuturannya :
“Di desa Kanrung ini kita melaksanakan upacara Mappogau Wanua
tujuannya karena untuk mensyukuri nikmat atas hasil panen raya karena
tempat kita ini di dominasi oleh persawahan ” (Hasil wawancara tanggal
17 September 2016)
Hal ini dipertegas oleh penuturan bapak Rn bahwa:
“Diadakannya upacara Mappogau Wanua hanyalah setelah panen raya
oleh masyarakat, bukti rasa syukurnya atas melimpahnya hasil panen dan
suburnya lahan persawahan mereka” (hasil wawancara tanggal 17
September 2016)

Faktor perjanjian leluhur memunculkan beberapa ikrar yang dipenuhi makna


kesetiaan dan rasa ingin berbagi serta rasa saling mempercayai. Dalam pembagian
wilayah kekuasaan leluhur juga mempunyai perjanjian untuk tetap
mempersatukan masyarakatnya, Hal ini didukung oleh penuturan Aa bahwa:
“Beberapa tokoh adat menyampaikan ikrar sebagaimana yang disampaikan
oleh leluhurnya saat melakukan perjanjian yaitu rasa untuk selalu bersama
dan rasa untuk berbagi, yang diungkapkan di depan orang banyak saat
pertunjukan” (hasil wawancara tanggal 17 September 2016)

Hal ini juga dikemukakan oleh In yang merupakan salah satu tokoh adat:
“Saat antraksi di panggung kami selalu menyampaikan ikrar bahwa kami
akan selalu bersatu dan akan selalu berbagi dengan masyarakat dari
wilayah lain atau dusun-dusun lain, yang yang juga telah diucapkan oleh
leluhur kami mulai sejak masih zaman penjajahan, ”(Hasil wawancara
tanggal 17 September 2016”)
Munculnya budaya Mappogau Wanua disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu waktu, rasa kebersamaan masyarakat yang tinggi, kepercayaan animisme

18
dan dinamisme, dan tempat atau faktor alam, dan perjanjian leluhur dengan
leluhur lainnya, serta pembagian wilayah kekuasaan.

2. PROSESI BUDAYA MAPPOGAU WANUA DI DESA KANRUNG


KECAMATAN SINJAI TENGAH

Dalam media pemberitaan, banyak ditemukan informasi seperti fenomena


ajaran-ajaran sesat. Hal-hal yang pengajaran yang dapat dipetik dari upacara-
upacara adat bertentangan dengan ajaran-ajaran islam dan dapat menggoyahkan
keimanan. Karena hanya dipenuhi dengan hiburan, mabuk-mabukan dan hura-
hura, serta menyembah berhala yang dapat menyebabkan pertikaian atau perpecah
belahan yang semuanya bersifat negatif. Tetapi, hasil wawancara kami tidak
mendukung hal tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh In bahwa :

“Upacara Mappogau Wanua berkaitan erat dengan alam karena upacara


adat tersebut berkaitan dengan tanda rasa syukur atas hasil pertanian serta
menunjukkan kebersamaan dalam menjaga lingkungan” (Hasil wawancara
tanggal 17 September 2016)
Hal yang sama diungkapkan oleh Ia, yang mengungkapkan bahwa :
“Dalam upacara Mappogau Wanua atas hasil panen raya didahului dengan
pembersihan lingkungan baik dari sampah maupun dari hewan perusak
atau hama seperti memburu babi, membersihkan kuburan dilaksanakan
sekitar seminggu sebelum acara inti” (Hasil wawancara tanggal 17
September 2016)
Hal senada diungkapkan oleh Ie yang mengungkapkan bahwa :
“Masyarakat Kanrung bergotongroyong untuk pembenahan desa sebelum
pelaksanaan upacara adat Mappogau Wanua” (Hasil wawancara tanggal 17
September 2016)
Hal ini dipertegas oleh Rn sebagai tokoh masyarakat, bahwa:
“Pada hari pelaksanaan hal yang pertama dilakukan adalah menaiki gunung
dan mengambil air sambil membawa gendang, setelah dari gunung barulah
memotong hewan ternak seperti ayam, lalu pada malam harinya barulah
melaksanakan marumatang atau makan bersama dan membaca doa sambil
memainkan gendang di rumah adat, setelah memainkan gendang, esok
harinya semua warga berangkat menyiarahi kuburan sambil dipandu oleh
pemangku adat, setelah menyiarahi kuburan barulah dilaksanakan acara
manggaru atau antraksi oleh tokoh-tokoh adat dan pemberian sambutan

19
oleh tokoh-tokoh masyarakat atau instansi pemerintahan” (Hasil
wawancara 17 September 2016)
Lain halnya dengan kebudayaan Mappogau Wanua di Karampuang yaitu
tanpa persiapan yang serius karena merupakan upacara tahunan diadakan yakni
satu kali setahun dan tanpa prosesi yang panjang dan tanpa membutuhkan waktu
yang lama.
Sesuatu yang sering diadakan atau sering dilaksanakan dan sesuatu yang
kita dapatkan tanpa proses kadang membosankan dan tidak terlalu berkesan
sehingga kita kadang hanya menganggap itu hal biasa , seperti yang diungkapkan
oleh Ui, yang menyatakan bahwa :
“Masyarakat Karampuang melaksanakan upacara Mappogau Wanua untuk
menghargai jasa leluhur mereka dan diadakan sekali setahun, sedangkan
upacara Mappogau Wanua di desa Kanrung itu untuk menunjukkan rasa
syukur atas hasil panen raya yang diadakan tiga tahun sekali” (Hasil
wawancara tanggal 16 September 2016)
Hal senada diungkapkan Hi yang mengungkapkan bahwa :

“Di tempat ini merupakan upacara Mappogau Wanua yang sangat menarik
karena prosesinya begitu panjang dan melibatkan orang banyak yang acara
intinya adalah Manggaru atau atraksi yang dilaksanakan sejak masih masa
penjajahan dan upacara ini dilakukan di beberapa dusun di Kanrung secara
bergilir, lain halnya di Karampuang yang prosesinya tidak menunjukkan
atraksi dan tanpa pengucapan ikrar oleh tokoh adat dan hanya berpusat
pada satu tempat (Dusun)” (Hasil wawancara tanggal 21 Agustus 2015)
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Si, yang melaksanakan ,
bahwa :

“Perbedaan budaya Mappogau Wanua di Desa Kanrung dengan di


Karampuang sangat jauh berbeda karena kenapa, di Kanrung ada banyak
rangkaian acaranya antara lain yang pertama membersihkan semua jalan
yang ada di desa Kanrung serta halaman-halaman rumah, yang kedua
memburu babi atau mengusir babi, yang ketiga memotong hewan ternak,
yang keempat menabur bunga di kuburan, dan yang kelima adalah
antraksi-antraksi manggaru, tapi semua itu harus terlebih dahulu
ditentukan hari pelaksanaannya sedangkan di Karampuang hanya
melakukan prosesi yang lain dan tanpa diadaknnya prosesi atraksi oleh
tokoh-tokoh adat” (Hasil wawancara tanggal 16 September 2016)

20
Dari hasil wawancara tersebut, sebagian besar informan menyatakan hal
yang sama yaitu acara Mappogau Wanua di Desa Kanrung harus melalui prosesi
yang panjang karena harus ada persiapan sebelum acara inti yakni harus dilakukan
pembenahan desa terlebih dahulu, baik dari segi kebersihan maupun
keamanannya. Acara intinya sekaligus acara hiburan adalah Manggaru atau
atraksi sedangkan di tempat lain tidak memiliki prosesi yang begitu panjang dan
tidak memiliki prosesi Manggaru oleh tokoh-tokh adat. Waktu pelaksanaan
upacara adat Mappogau Wanua di Kanrung dilaksanakan hanya dalam tiga tahun
sekali pada tempat yang sama karena diadakan ditiga dusun secara bergiliran
sedangkan di Karampuang diadakan setidaknya satu kali setahun karena hanya
diadakan pada satu tempat.

3. MANFAAT BUDAYA MAPPOGAU WANUA PADA MASYARAKAT


DESA KANRUNG KECAMATAN SINJAI TENGAH

Dalam suatu kegiatan pasti memiliki manfaat baik itu bagi jiwa maupun
rohani. Begitupun dengan upacara adat Mappogau Wanua yang bermanfaat bagi
jiwa karena dapat membuat tubuh lebih sehat dengan banyaknya aktifitas-aktifitas
yang dilakukan sebelum prosesi maupun pada saat prosesi. Upacara adat
Mappogau Wanua juga dapat bermanfaat bagi rohani karena dapat membuat
perasaan menjadi senang dengan kebersamaan yang terbentuk dan hiburan-
hiburan yang disajikan.

Kebersamaan yang terjalin antar tiga dusun di desa Kanrung sekarang ini
menunjukkan bukti keberhasilan leluhur mempersatukan mereka.Hal ini
dikemukakan oleh Ke bahwa:

“Diadakannya upacara adat Mappogau Wanua mempersatukan dusun-


dusun di daerah Kanrung dan mempersatukan keluarga yang berjauhan
dan dapat menjadi ajang pertemuan dengan pemerintah daerah, meskipun
begitu budaya ini belum popular di kalangan masyarakat luar” (Hasil
penelitian tanggal 17 September 2016)“
Hal sependapat dikemukakan oleh Ha yang mengatakan bahwa:

21
“Pada saat upacara kami semua dapat bertemu dengan keluarga karena setiap
pelaksanaan acara itu biar keluarga dari daerah lain akan datang dan
ketemunya di acara tersebut, dan biasanya pemerintah juga hadir, tapi meski
pemerintah selalu hadir di acara ini tapi pemerintah belum menjadikan budaya
ini menjadi asset daerah sehingga belum populer” (Hasil wawancara tanggal 17
September 2016)
Selain bermanfaat untuk menjalin kebersamaan, budaya Mappogau
Wanua Juga bermanfaat bagi jasmani dan rohani. Bagi jasmani upacara adat
berfungsi untuk menyehatkan dan bagi rohani dapat menghibur serta dapat
membuat hati tenang karena telah mensyukuri nikmat Allah Swt. Hal ini
dikemukakan oleh Im bahwa:

“Manfaat yang dapat saya rasakan dengan adanya upacara Mappogau


Wanua adalah saya lebih semangat beraktifitas dalam melaksanakan
prosesi upacara adat sehingga saya merasa lebih sehat serta saya merasa
lebih bahagia karena dapat bertemu keluarga yang jaraknya berjauhan
serta saya juga dapat menikmati hiburan-hiburan” ( Hasil wawancara
tanggal 17 September 2016)
Hal ini senada dengan pendapat bapak Ao yang berpendapat bahwa:

“Pelaksanaan upacara adat Mappogau Wanua membut perasaan saya


lebih bahagia karena saya dapat berkumpul dengan keluarga yang
berjauhan dengan saya dan saya juga merasa bahagia karena selalu dekat
dengan sang pencipta dengan cara selalu bersyukur” (Hasil wawancara
17 September 2016)
Dari hasil wawancara dengan beberapa informan semua mengungkapkan
hal yang sama bagaimana manfaat budaya Mappogau Wanua yang mereka
rasakan. Mereka semua merasakan senang dengan adanya upacara Mappogau
Wanua karena bisa berkumpul dengan keluarga untuk memanjatkan syukur atas
limpahan rahmat dari Allah SWT. Mereka juga merasakan fisik mereka semakin
sehat dengan adanya upacara Mappigau Wanua karena banyaknya prosesi
acaranya yang memerlukan fisik yang kuat sehingga mereka termotifasi untuk
menjadi sehat.

22
B. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis akan menguaraikannya


sebagai berikut :
1. FAKTOR-FAKTOR MUNCULNYA BUDAYA MAPPOGAU WANUA
PADA MASYARAKAT DESA KANRUNG KECAMATAN SINJAI
TENGAH
Mappogau Wanua adalah tradisi untuk mengumpulkan semua keluarga
yang jaraknya berjauhan atau daerah yang berbeda yang diadakan tiga tahun
sekali. Yang dimaksud Mappogau Wanua disini adalah acara yang harus
melibatkan semua warga di desa tersebut dalam rangka merayakan hasil raya
yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Dalam menganalisis faktor – faktor penyebab munculnya budaya
Mappogau Wanua sangat beragam. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa penyebab munculnya budaya Mappogau Wanua sebagai berikut :
a. Faktor pekerjaan utama leluhur
Faktor perjaan utama leluhur yang dimaksud adalah petani maka dari itu
mereka melaksanakan upacara adat yang berkaitan dengan hasil pertanin, setiap
bulan-bulan oktober. Jika bukan atau bahkan tidak ada waktu atau musim untuk
panen raya maka, acara Mappogau Wanua di Kanrung tidak ada, karena tujuan
utamanya adalah untuk merayakan hasil panen raya. Masyarakat masih sangat
tergantung pada musim jika musim tidak mendukung untuk bertani maka
masyarakat tidak akan melaksanakan panen raya terlebih jika bercocok tanam
bukan pada waktunya karena didukung oleh faktor tertentu maka hasilnya pun
tidak sesuai yan kita harapkan.
b. Rasa kebersamaan leluhur yang tinggi
Yang menyebabkan munculnya budaya Mappogau Wanua bukan hanya
disebabkan oleh pekerjaan utama para leluhur, tetapi juga datang dari leluhur
sendiri yaitu rasa kebersamaan mereka yang sangat tinggi., Mereka melakukan
beberapa cara agar kebersamaan mereka tetap terjaga sampai kepada generasi-
generasi selanjutnya. Adapun cara mereka mempertahankan kebersamaan, yaitu
dengan cara sering melakukan pertemuan dan melakukan perjanjian agar saling

23
menyayangi atau tidak saling menyakiti serta mereka juga mempererat hubungan
dengan cara saling member.
c. Kepercayaan animisme dan dinamisme
Faktor munculnya budaya Mappogau Wanua dikarenakan oleh
kepercayaan masyarakat terhadap animisme dan dinamisme. Kepercayaan
masyarakat kepada roh nenek moyang sampai sekarang masih berkembang.
kepercayaan dinamisme masyarakat di suatu daerah berbeda-beda berdasarkan
benda yang dikeramatkan di daerah tersebut. Kepercayaan masyarakat terhadap
jasa roh nenek moyang membuat Masyarakat ingin selalu mengingat jasa nenek
moyang karena mereka percaya bahwa nenek moyang akan terus mengganggu
jika mereka tidak mngingat nenek moyang .
d. Faktor alam atau lingkungan
Alam atau lingkungan sangat mempengaruhi kebudayaan di suatu daerah,
semakin makmur daerah tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa daerah
tersebut memiliki banyak kebudayaan. Upacara adat biasanya tergantung pada
hasil-hasil alam.
e. Perjanjian leluhur
Seringkali karena faktor perjanjian, membuat masyarakat melakukan hal-
hal berlebihan untuk mempertahankan perjanjian itu, baik pihak pertama maupun
pihak kedua dengan cara membuat surat perjanjian. Begitupun dengan leluhur kita
yang belum mengenal tulisan mempertahankan perjanjian dengan cara
mengucapkan ikrar perjanjian yang dianggap sah di depan orang banyak.
Perjanjian leluhur kita juga berkaitan dengan pembagian wilayah kekuasaan,Yang
mereka krarkan bahwa meski berbeda-beda wilayah tapi tetaplah bersatu dan
tetaplah saling member karena kita satu yaitu satu nenek moyang.
2. PROSESI UPACARA ADAT MAPPOGAU WANUA PADA
MASYARAKAT DESA KANRUNG KECAMATAN SINJAI TENGAH
Prosesi dalam suatu upacara adat merupakan suatu hal yang lazim kita
temukan karena hal itu merupakan pembeda dari setiap upacara adat di daerah
lain. Prosesi dalam upacara adat merupakan hal penting karena setiap prosesi
punya makna dan sakral dan prosesi juga sebagai penanda bahwa suatu upacara

24
adat mempunyai peran penting di masyarakat, dan sangat sakral terlebih lagi
dengan hasil penelitian yang menjelaskan secara rinci prosesi budaya Mappogau
Wanua.
Sebelum hari pelaksanaan banyak rangkaian acara yang dilakukan untuk
persiapan pelaksanaanya, diantaranya penentuan hari pelaksanaan dan
membersihkan lingkungan. Setelah hari pelaksanaan hal yang pertama masyarakat
naik gunung dan mengambil air di gunung sambil membawa gendang, lalu
meminumnya kemudian esok harinya masyarakat memotong hewan ternak dan
makan bersama sambil memainkan gendang di rumah adat, lalu esok harinya
masyarakat berbondong-bondong menyiarahi kubur, setelah menyiarahi kubur
barulah dilaksankan acara Manggaru atau atraksi oleh tokoh-tokoh adat.
Setiap prosesi memiliki makna seperti menaiki gunung dan mengambil air
lalu meminumnya mempunyai filosofi bahwa jika ingin menikmati keberhasilan
maka bersusah payahlah terlebih dahulu. Memotong hewan ternak dan makan
bersama sambil memainkan gendang punya filosofi bahwa kita harus selalu
berbagi, menyiarahi kubur punya makna bahwa kita harus menghargai perjuangan
leluhur kita yang telah mendahului dan kita harus menyadari apakah yang akan
kita wariskan kepada anak cucu kita. Atraksi Manggaru punya filosofi bahwa
ikrar atau perjanjian tidak boleh diingkari dan hidup juga perlu hiburan. Inilah
yang menyebabkan prosesi upacara adat dikatakan sakral.
3. MANFAAT UPACARA ADAT MAPPOGAU WANUA DALAM
MASYARAKAT DESA KANRUNG KECAMATAN SINJAI TENGAH

Sesuatu yang kita lakukan pasti punya manfaat, baik bagi jasmani dan
rohani, tapi tergantung pada individu masing-masing. Masyarakat ada yang
beranggapan bahwa upacara adat hanya bermanfaat bagi rohani saja, mungkin hal
ini dikemukakannya karena ia tidak mengikuti semua rangkaian acaranya yang
harus melibatkan fisik atau jasmani seperti naik gunung atau bergotong royong
membersihkan lingkungan, Karena ia hanya menikmati hiburan-hiburan semata.
Namun ada pula yang merasakan manfaat baik bagi jasmaninya maupun

25
rohaninya, mungkin karena ia mengikuti semua prosesinya baik itu naik gunung,
bergotong royong membersihkan lingkungan maupun atraksi

26
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan penelitian, penulis menarik simpulan yaitu sebagai berikut :


1. Faktor penyebab munculnya budaya Mappogau Wanua karena pekerjaan
utama leluhur yang bertani, rasa kebersamaan leluhur yang tinggi, kepercayaan
animisme dan dinamisme, faktor alam atau tempat, perjanjian leluhur dalam
pembagian wilayah kekuasaan.
2. Prosesi budaya Mappogau Wanua di Desa Kanrung terkesan tidak jauh berbeda
dengan budaya Mappogau Wanua di Karampuang. Tetapi, karena adanya acara
Manggaru atau atraksi oleh tokoh adat yang mengucapkan ikrar oleh leluhur,
dan acara makan bersama dengan masyarakat, serta waktu pelaksanaanya yang
hanya tiga tahun sekali menyebabkan budaya tersebut berbeda dengan di
Karampuang, hal tersebut akan membuat kebersamaan mereka semakin
menonjol.
3. Budaya Mappoggau Wanua memiliki manfaat bagi masyarakat baik jasmani
maupun rohani. Upacara adat dapat memberikan maanfaat rohani, sedangkan
rangkaian acaranya seperti naik gunung, bergotong royong membersihkan
desa, dan ikut serta dalam tradisi dapat memberikan manfaat jasmani bagi
masyarakat.

B. SARAN
Dari hasil penelitian di desa Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah, maka
saran yang dapat penulis kemukakan adalah :
1. Untuk Masyarakat
Masyarakat seharusnya tidak menghilangkan budaya yang terdapat di
daerahnya dengan cara tidak menghilangkan beberapa rangkaian prosesinya.
Masyarakat juga harus berupaya untuk mewariskan budaya kepada generasi-
generasinya agar budaya itu tidak punah.

27
2. Untuk sekolah
Sekolah seharusnya menyarankan siswa untuk mengikuti ekstrakulikuler
dibidang seni dan budaya agar setiap siswa lebih mengerti tentang kesenian
dan kebudayaan dapat melestarikannya. Selain itu, siswa juga dapat ikut
berpartisipasi dalam upacara adat daerahnya masing-masing.
3. Untuk pemerintah
Pemerintah seharusnya lebih memperkenalkan kebudayaan yang ada di
daerah kita agar kebudayaan tersebut dapat dipertahankan oleh masyarakat dan
kelestariannya tetap terjaga.

28
DAFTAR PUSTAKA

Berry, David . 2010. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Jakarta: C.V.


Rajawali

Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif : Anlisis Data. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada

Nasution S. 2009. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT Bumi Aksara

Parwitaningsih. 2009. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Universitas Terbuka


Departemen Pendidikan Nasional.

Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo


Persada.
Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metode Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara.

Wulansari, Dewi. 2009. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung : Rafika Aditama.

Pananrang, Abbas Pali. Usaha Melestarikan Pelasksanaan Upacara Adat


Mappogau Wanua di Caile Desa Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah
Propinsi Sulawesi Selatan.

29

Anda mungkin juga menyukai