Oleh :
Pembimbing :
Disusun oleh :
Telah disetujui
Mengetahui
Pembimbing :
A. IDENTITAS PENDERITA
1. Nama : Tn. R
2. Umur : 53 Tahun
4. Alamat : Kebumen
5. Pekerjaan : Petani
6. Agama : Islam
10. CM : 02125442
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Diare
a. Community
Vital Sign :
TD : 130/90 mmhg
N :74 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 37 OC
Status Generalis
2. Pemeriksaan Thorax
Paru
Inspeksi : Dada simetris (+), retraksi
dinding dada (-)
Palpasi : Fremitus kanan = kiri,
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Jantung
3. Pemeriksaan Abdomen
4. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-)
Inferior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil laboratorium
Hasil
Pemeriksaan Nilai Rujukan
06/01/20
Hemoglobin 7.4 L 11,2 - 17,3 g/dL
Leukosit 7770 3600 - 10600 U/L
Hematokrit 25 L 40- 52 %
Eritrosit 3.69 L 4.4 -5.9
Trombosit 501.000 H 150.000 – 440.000 /uL
MCV 67.2 L 80-100
MCH 20.1 L 26-34
MCHC 29.8 L 32-36
Basofil 0.3 0 -1 %
Eosinofil 5.5 H 2–4%
Batang 0.3 L 3-5
Segmen 58.3 50-70
Limfosit 28.4 25 – 40 %
Monosit 7.2 2 –8%
HbSAg Non Reaktif
Anti HIV Non Reaktif
Hasil
Pemeriksaan Nilai Rujukan
08/01/20
Hemoglobin 9.6 L 11,2 - 17,3 g/dL
Leukosit 8090 3600 - 10600 U/L
Hematokrit 31 L 40- 52 %
Eritrosit 4.45 4.4 -5.9
Trombosit 484.000 H 150.000 – 440.000 /uL
MCV 70.3 L 80-100
MCH 21.6 L 26-34
MCHC 30.7 L 32-36
Basofil 0.4 0 -1 %
Eosinofil 7.5 H 2–4%
Batang 0.2 L 3-5
Segmen 51.3 50-70
Limfosit 33.4 25 – 40 %
Monosit 7.2 2 –8%
PT 11.1
APTT 40.5
2. Colonoscopy RSMS 11/01/20
E. DIAGNOSIS
1. Haemorroid interna
2. Tumor recti
3. Anemia
F. PENATALAKSANAAN
1. IVFD D5 : Nacl 20 tpm
2. Laxadin syr 1x cth 1
3. Inj ranitidine 1A/ 12jam
4. Inj kalnex 500 mg/ 8jam
5. Tranfsusi PRC 2 kolf
6. Biopsy PA
7. Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad functionam : dubia
FOLLOW UP PERKEMBANGAN PASIEN
1. HP 1 (8/1/20) TD : 130/83 Diare kronis ec IVFD D5 : Nacl 20
Sakit perut Nadi : 70 kali/ susp colitis dd ca tpm
BAB 5 kali sehari menit colorectal Laxadin syr 1x
BAB berdarah RR : 20 Anemia cth 1
berwarna hitam kali/menit Inj ranitidine 1A/
Suhu : 36,8 12jam
Inj kalnex 500
mg/ 8jam
Tranfsusi PRC 2
kolf
Colonoscopy
2. HP 2 (9/1/20) TD : 115/74 Diare kronis ec IVFD D5 : Nacl 20
Pasien Nadi : 67 kali/ susp colitis dd ca tpm
mengeluhkan menit colorectal Laxadin syr 1x
BAB masih 6kali RR : 20 Anemia cth 1
sehari kali/menit Inj ranitidine 1A/
BAB berwarna Suhu : 36,8 12jam
hitam Inj kalnex 500
mg/ 8jam
Tranfsusi PRC 2
kolf
Colonoscopy
jumat
3. HP 3 (10/1/20) TD : 121/75 Diare kronis ec IVFD D5 : Nacl 20
Pasien Nadi : 73 kali/ susp colitis dd ca tpm
mengeluhkan menit colorectal Laxadin syr 1x
perut terasa RR : 20 Anemia cth 1
nyeri dan melilit, kali/menit Inj ranitidine 1A/
BAB 5 kali sehari Suhu : 36,8 12jam
BAB masih Inj kalnex 500
berdarah mg/ 8jam
Colonoscopy
hari ini
4. HP 4 (11/1/20) TD : 129/82 Tumor recti BLPL
Pasien Nadi : 81 kali/ anemia Laxadin syr 1x1
mengeluhkan menit cth
perut terasa RR : 20 Ranitidine 2x1
nyeri dan melilit, kali/menit Kalnex 3x1
BAB sudah tidak Suhu : 36,8
sering
BAB masih
berdara
berwarna merah
mengalir
II. TINJAUAN PUSTAKA
I. Hemoroid
A. Definisi
Hemoroid adalah distensi vena dan peregangan dari bantalan
vaskuler hemoroidal di rektum yang biasanya asimtomatik dan kembali
seperti semula tetapi dapat menimbulkan gejala perdarahan tanpa nyeri,
prolaps, serta anus yang gatal (Peery et al, 2015)
B. Etiologi
Konstipasi, diet rendah serat, gaya hidup sedentari, dan kehamilan
dianggap meningkatkan risiko hemoroid, sedangkan penelitian Peery, et al
(2015) mengatakan bahwa aktivitas fisik tidak berpengarih terhadap
kejadian hemoroid, sedangkan gaya hidup sedentari justru akan
menurunkan kejadian hemoroid. Faktor lain yaitu diare, serta mengejan
terlalu keras saat defekasi.
C. Faktor Resiko
Hemoroid adalah keadaan normal yang terjadi pada semua orang.
Hemoroid menbantu menahan feses sebab penutupan sfingter ani tidak
akan menutup kanalis analis secara sempurna. Aktivitas seperti bersin
yang meningkatkan tekanan dapat menyebabkan pembesaran pada
bantalan vaskuler dalam hemoroid yang mencegah feses keluar. Setelah
tekanan berkurang, normalnya bantalan vaskuler akan kembali ke bentuk
semula (Fontem & Eyvazzadeh, 2019).
D. Klasifikasi
Derajat Hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :
a.Nyeri yang hebat timbul karena terdapat trombosis yang luas dengan
udem dan radang.
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan
adanya darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga
akan mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat
II hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus
dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri
pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis (Perrotti et
al, 2015).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan
adanya trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada
kulit. Hemoroid internal biasanya timbul gejala hanya ketika
mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau
trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat
ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat
ulserasi dan trombosis (Greenspon et al,2014).
2. Pemeriksaan Fisik Hemoroid
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya
pembengkakan vena yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau
hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat
I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit
membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal
kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis (Varut,2012).
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau
tidaknya fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran,
perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai
(Acheson et al, 2016).
3. Pemeriksaan Penunjang Hemoroid
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan
anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai
mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid
(Cataldo et al, 2015).Side-viewing pada anoskopi merupakan
instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal
canal dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi,
anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa
banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada
fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan
dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus
dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien
dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap
hemoroid (Winangun, 2013).
G. Tatalaksana
Penatalaksanaan hemoroid pada umumnya meliputi modifikasi gaya
hidup, perbaikan pola makan dan minum dan perbaikan cara defekasi.
Diet seperti minum 30–40 ml/kgBB/hari dan makanan tinggi serat 20-30
g/hari. Perbaikan pola defekasi dapat dilakukan dengan berubah ke
jongkok pada saat defekasi (Sudarsono, 2015).
Penanganan lain seperti melakukan warm sits baths dengan merendam
area rektal pada air hangat selama 10- 15 menit 2-3 kali sehari.
Penatalaksanaan farmakologi untuk hemoroid adalah (Winangun, 2013):
a. Obat-obatan yang dapat memperbaiki defekasi. Serat bersifat laksatif
memperbesar volume tinja dan meningkatkan peristaltik.
b. Obat simptomatik yang mengurangi keluhan rasa gatal dan nyeri. Bentuk
suppositoria untuk hemoroid interna dan ointment untuk hemoroid
eksterna.
c. Obat untuk menghentikan perdarahan campuran diosmin dan hesperidin.
d. Obat analgesik dan pelembut tinja mungkin bermanfaat. Terapi topikal
dengan nifedipinedan krim lidokain lebih efektif untuk menghilangkan
rasa sakit daripada lidokain (Xylocaine). Pada pasien hemoroid eksternal
berat, pengobatan dengan eksisi atau insisi dan evakuasi dari trombus
dalam waktu 72 jam dari onset gejala lebih efektif daripada pengobatan
konservatif.
Penatalaksanaan invasif dilakukan bila manajemen konservatif
mengalami kegagalan, antara lain (Winangun, 2013):
a. Rubber band ligation merupakan prosedur dengan menempatkan karet
pengikat di sekitar jaringan hemoroid interna sehingga mengurangi aliran
darah ke jaringan tersebut menyebabkan hemoroid nekrosis, degenerasi,
dan ablasi.
b. Laser, inframerah, atau koagulasi bipolar menggunakan laser atau sinar
inframerah atau panas untuk menghancurkan hemoroid interna.
Penatalaksanaan bedah dengan tindakan hemoroidektomi
H. Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, pasien yang simptomatik akan menjadi
asimptomatik. Dengan melakukan terapi operatif dengan hemoroidektomi
hasilnya sangat baik, namun bisa muncul kembali (rekuren) dengan angka
kejadian rekuren sekitar 2-5%. Terapi non operatif seperti ligasi cincin
karet(rubber band ligation) menimbulkan kejadian rekuren sekitar 30-50%
antara kurun waktu 5-10 tahun kedepan. Akan tetapi, hemoroid rekuren ini
biasanya dapat ditangani dengan terapi non operatif. Hingga saat ini belum
ada penelitian yang menunjukkan keberhasilan terapi dengan PPH. Setelah
sembuh, penderita tidak boleh sering mengejan dan dianjurkan makan
makanan yang berserat tinggi (Sudarsono, 2015).
II. Kanker Kolorektal
A. Definisi
Kanker kolorektal adalah penyakit heterogen yang muncul
akibat dari hasil berbagai jalur pembentukan tumor yang terjadi
pada segmen kolon, sigmoid, dan rektum yang khususnya
menyerang sel-sel kelenjar sehingga memiliki jenis kanker
adenokarsinoma (Sierra & Forman, 2016)
B. Etiologi
Adenokarsinoma kolon dan rektum adalah hasil dari
progresi dari jaringan normal menjadi epitel displasia hingga ke
karsinoma yang dibarengi dengan perubahan genetik seperti
onkogen, inaktivasi dari gen supresor tumor, dan tidak
fungsionalnya gen reparasi. Proses perubahan jaringan ini dapat
memakan banyak waktu, dan sangat dipengaruhi oleh kerentanan
pasien serta paparan yang terjadi sepanjang proses perjalanan
penyakit (Siera & Forman, 2016)
C. Faktor Resiko
Riwayat keluarga dengan kanker kolorektal (seperti
Familiar Adenomatous Polyposis/FAP, Hereditary non-polyposis
Colorectal Cancer/HNPCC, dan MUTHY-associated
polyposis/MAP) berefek lebih banyak pada kanker kolon dibanding
kanker rektum. Terdapat data yang menunjukkan peningkatan IMT
sebesar 5 kg/m2 berhubungan dengan peningkatan insidensi kanker
kolorektal sebesar 24% pada pria dan 9% pada wanita. Tetapi,
peningkatan risiko signifikan ditemukan pada wanita dalam
kategori IMT tertinggi. Faktor lain yaitu diet produk susu dan diet
tinggi magnesium akan menurunkan risiko terkena kanker
kolorektal, sedangkan merokok dan riwayat radioterapi akan
meningkatkan risiko kanker kolorektal. Pasien dengan diabetes
mellitus memiliki risiko lebih besar dibanding nondiabetes mellitus
(38% dan 20%) (Fazeli & Keramati, 2015).
D. Klasifikasi
Rektum merupakan bagian bawah kolon mulai 12 cm
anocutan line(ACL) ke arah anus diatas anal kanal dan dibagi
menjadi 3 bagian:1/3 atas, 1/3 tengah dan 1/3 bawah.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektum
• Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik
• Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa
diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per
anum (darah segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi
(risk factor), riwayat kanker dalam keluarga, riwayat polip usus,
riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium,
ureterosigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat,
banyak lemak) (Crist, 2014).
2. PemeriksaanFisik
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya
perubahan pola buang air besar (change of bowel habits), bisa
diare bisa juga obstipasi. Semakin distal letak tumor semakin
jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses
semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang
menyempit, bahkan bias disertai nyeri dan perdarahan, bias jelas
atau samar. Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang,
purple, mahogany, dan kadang kala merah kehitaman. Makin ke
distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering
disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai
adanya proses patologis pada colorectal. Selain itu, pemeriksaan
fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba pada fossa iliaca
dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar.
Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5%
kasus sudah metastasis jauh kehepar(Crist, 2014).
Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap penderita
dengan tujuan untuk menentukan keutuhan spinkterani, ukuran
dan derajat fiksasi tumor pada rectum 1/3 tengah dan distal.
Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah
pertama, keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum.
Kedua, mobilitas tumor untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran yang diukur dari
ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas
atau fiksasi lesi (Mankin et al, 2015).
3. PemeriksaanPenunjang
a. Pemeriksaanlaboratorium
Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara
makroskopis/mikroskopis atau ada darah samar (occult blood)
serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic antigen). Kadar
yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat
meninggi pada tumor epithelial dan mesenkimal, emfisema paru,
sirhosishepatis, hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis
ulserosa, penyakit crohn, tukak peptik, serta pada orang sehat
yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah bila diagnosis
karsinoma colorectal sudah ditegakkan dan ternyata CEA
meninggi yang kemudian menurun setelah operasi maka CEA
penting untuk tindak lanjut (ACS,2013).
b. Double-contrast barium enema (DCBE)
Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan
dengan Single contras procedure (barium saja) atau Double
contras procedure (udaradan barium). Kombinasi udara dan
barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail.
Akan tetapi barium enema hanya bias mendeteksi lesi yang
signifikan (lebihdari 1 cm). DCBE memiliki spesifisita suntuk
adenoma yang besar 96% dengan nilai prediksi negatif 98%.
Metode ini kurang efektif untuk mendeteksi polips di
rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada DCBE
1/25.000 sedangkan pada Single Contras Barium Enema
(SCBE) 1/10.000 (Goldblum, & John, 2014).
c. Flexible Sigmoidoscopy
Flexible Sigmoidoscopy (FS) merupakan bagian dari
endoskopi yang dapat dilakukan pada rectum dan bagian bawah
dari colon sampai jarak 60 cm (sigmoid) tanpa dilakukan sedasi.
Prosedur ini sekaligus dapat melakukan biopsi. Hasilnya
terbukti dapat mengurangi mortalitas akibat karsinoma
colorectal hingga 60%-80% dan memiliki sensistivitas yang
hamper sama dengan colonoscopy 60%-70% untuk mendeteksi
karsinoma colorectal. Walaupun jarang, FS juga mengandung
resiko terjadinya perforasi 1/20.000 pemeriksaan (Mankin et al,
2015).
Intepretasi hasil biopsi dapat menentukan apakah
jaringan normal, prekarsinoma, atau jaringan karsinoma.
American Cancer Society (ACS) merekomendasikan untuk
dilakukan colonoscopy apabila ditemukan jaringan adenoma
padapemeriksaan FS. Sedangkanhasil yang negative pada
pemeriksaan FS, dilakukan pemeriksaan ulang setelah 5 tahun
(Maliya, 2015).
d. Endoscopy dan biopsi
Endoscopy dapat dikerjakan dengan rigid endoscope
untuk kelainan-kelainan sampai 25 cm – 30 cm, dengan
fiberscope untuk semua kelainan dari rectum sampai caecum.
Biopsi diperlukan untuk menentukan secara patologis anatomis
jenis tumor (Goldblum, & John, 2014)
e. Colonoscopy
Colonoscopy adalah prosedur dengan menggunakan
tabung fleksibel yang panjang dengan tujuan memeriksa seluruh
bagian rectum dan usus besar. Colonoscopy umumnya dianggap
lebih akurat daripada barium enema, terutama dalam mendeteksi
polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus besar, maka
biasanya diangkat dengan menggunakan colonoscope dan
dikirim ke ahli patologi untuk kemudian diperiksa jenis
kankernya. Tingkat sensitivitas colonoscopy dalam
mendiagnosis adenokarsinoma atau polip colorectal adalah 95%.
Namun tingkat kualitas dan kesempurnaan prosedur
pemeriksaannya sangat tergantung pada persiapan colon, sedasi,
dan kompetensi operator. Colonoskopi memiliki resiko dan
komplikasi yang lebih besar dibandingkan FS. Angka kejadian
perforasi pada skrining karsinoma colorectal antara 3-61/10.000
pemeriksaan, dan angka kejadian perdarahansebesar 2-3/1.000
pemeriksaan (Laghi et al, 2016).
G. Komplikasi
Anemia karena Perdarahan
a) Manifestasi Klinis Anemia :
1)Perdarahan Akut
a)Mengatasi perdarahan
b)Mengatasi renjatan dengan transfusi darah atau
pemberian cairan perinfus
2)Perdarahan Kronik
a)Mengobati sebab perdarahan
b)Pemberian preparat Fe
H. Tatalaksana
Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila
sudah dijumpai penyebaran tumor maka pengobatan hanya
bersifat operasi paliatif untuk mencegah obstruksi, perforasi dan
perdarahan. Tujuan ideal penanganan kankeradalah eradikasi
keganasan dengan preservasi fungsi anatomi dan fisologi. Kriteria
untuk menetukan jenis tindakan adalah letak tumor, jenis kelamin
dan kondisi penderita.Tindakan untuk kanker rektum :
a. Pembedahan
b. Terapi Radiasi
c. Kemotherapi
Kemoterapi dalam bahasa inggris (chemotherapy) adalah
penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit. Kemoterapi
adalah penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit. Dalam
penggunaan modernnya, istilah ini hampir merujuk secara
eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat
kanker.
Kemoterapi bermanfaat untuk menurunkan ukuran kanker
sebelum operasi, merusak semua sel-sel kanker yang tertinggal
setelah operasi, dan mengobati beberapa macam kanker darah.
Kemoterapi Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan
menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat
menghambat proliferasi sel-sel kanker. Kemoterapi memerlukan
penggunaan obat untuk menghancurkan sel kanker. Walaupun
obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak
merugikan sel biasa, kebanyakan obat tidak selektif. Malahan,
obat didesain untuk mengakibatkan kerusakan yang lebih besar
pada sel kanker daripada sel biasa, biasanya dengan
menggunakan obat yang mempengaruhi kemampuan sel untuk
bertambah besar. Pertumbuhan yang tak terkendali dan cepat
adalah ciri khas sel kanker. Tetapi, karena sel biasa juga perlu
bertambah besar, dan beberapa bertambah besar cukup cepat
(seperti yang di sumsum tulang dan garis sepanjang mulut dan
usus), semua obat kemoterapi mempengaruhi sel biasa dan
menyebabkan efek samping.
Efek samping yang bisa timbul adalah antara lain: Lemas, Mual
dan Muntah, Gangguan Pencernaan, Sariawan, Efek Pada Darah,
Otot dan Saraf, Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna,
dan Produksi Hormon. Dalam beberapa penelitian kemoterapi
mampu menekan jumlah kematian penderita kanker tahap dini,
namun bagi penderita kanker tahap akhir / metastase, tindakan
kemoterapi hanya mampu menunda kematian atau
memperpanjang usia hidup pasien untuk sementara waktu.
Bagaimanapun manusia hanya bisa berharap sedangkan kejadian
akhir hanyalah Tuhan yang menentukan.
I. Prognosis
Secara keseluruhan 5-year survival ratesuntuk kanker
kolorektal adalah sebagai berikut :Stadium I -72% Stadium II -
54% Stadium III -39% Stadium IV -7% 50% dari seluruh pasien
mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan lokal,
jauh maupun keduanya. Kekambuhanlokal lebih sering terjadi.
Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2
tahunpertama setelah operasi. Faktor –faktor yang mempengaruhi
terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium
tumor, lokasidan kemapuan untuk memperoleh batas -batas negatif
tumor. Tumorpoorly differentiated mempunyai prognosis lebih
buruk dibandingkan dengan well differentiated. Bila dijumpai
gambaran agresif berupa”signet ring cell” dan karsinoma musinus
prognosis lebihburuk.Rekurensi lokal setelah operasi reseksi
dilaporkan mencapai 3-32% penderita. Beberapa faktor seperti
letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan kelenjar limfa,
perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga
sebagai faktor yang mempengaruhi rekurensi lokal (Arafat, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Faseli MS & Keramati MR. 2015. Rectal cancer: a review. Med J Islam Repub
Iran (2015) 29:171.
Greenspon J, Williams SB, Young HA, Orkin BA. 2014. Thrombosed external
hemoroids: outcome after conservative or surgical management. Dis
ColonRectum47(9): 1493–1498
Haryono. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta :
Gosyen Publishing.
Jemal, A., Rebecca, S., Elizabeth, W., Yongping, H., Jiaquan, X., Taylor, M.,
Michael, J.. Thun. 2018. Cancer Statistics 2008. CA Cancer J Clin 58:71–
96
Maliya, A. 2015. Perubahan Sel Menjadi Kanker Dari Sudut Pandang Biologi
Molekuler. Infokes Vol 8 No 1.
Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and
Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974: 103-25.
NCCN Guidelines Version 1.2015: Rectal Cancer
Peery AF, Sandler RS, Baron JA. 2015. Risk factor for hemorrhoids on screening
colonoscopy.