Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS ASOKA

“HEMOROID INTERNA DAN MASSA RECTI SUSPEK KEGANASAN”

Oleh :

Ghalia Yasmin G4A018046


Anisa Aolina R G4A018070
Novela Ananda TS G4A018084
Diah Ayu Novitasari G4A018091
Indah Pusparani G1A015091
Habib Laksmana P G1A015098

Pembimbing :

dr. Rachmad Aji, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
LEMBAR PENGESAHAN
HEMOROID INTERNA DAN CA RECTI

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu


Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Disusun oleh :

Ghalia Yasmin G4A018046


Anisa Aolina R G4A018070
Novela Ananda TS G4A018084
Diah Ayu Novitasari G4A018091
Indah Pusparani G1A015091
Habib Laksmana P G1A015098

Telah disetujui

Pada Tanggal, Januari 2020

Mengetahui

Pembimbing :

dr. Rachmad Aji, Sp.PD


I. IDENTITAS PASIEN

A. IDENTITAS PENDERITA

1. Nama : Tn. R

2. Umur : 53 Tahun

3. Jenis Kelamin : Laki – Laki

4. Alamat : Kebumen

5. Pekerjaan : Petani

6. Agama : Islam

7. Tgl Masuk RS : 6 Januari 2020

8. Tgl Periksa : 11 Januari 2020

9. Bangsal : Mawar Pria

10. CM : 02125442

B. ANAMNESIS

1. Keluhan utama :

Diare

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RS Margono Soekarjo dengan diare.


Diare dirasakan sejak 2 tahun yang lalu atau sebelum masuk rumah
sakit dan dirasa semakin memberat 1 tahun terakhir. Pasien
mengaku BAB lebih dari 5 kali dalam sehari dan terkadang
mengeluarkan darah menetes berwarna merah, maupun terkadang
keluar darah berwarna hitam. Selain itu, pasien juga mengeluhkan
BAB disertai dengan lendir. Jika BAB dirasa semakin meberat
pasien akan memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan dan
diberikan obat diare, lalu pasien mengaku setelah mengkonsumsi
obat diare membaik, namun ketika obat habis pasien akan kembali
diare. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut serta berat badan
turun 10 kg dalam sebulan terakhir.

Karena keluhan tersebut pasien memeriksakan diri di RS PKU


Gombong. Pasien dirawat selama 6 hari di RS PKU Gombong dan
dilakukan pemeriksaan RontgenAbdomen dan foto BNO abdomen 3
posisi dan di diagnosis dengan ileus obstruktif letak tinggi dan di
rujuk ke RSMS pada bulan juni 2019. Namun, pasien menolak untuk
dirujukdan memilih pulang. Kemudian pasien masuk ke IGD RSMS
dengan keluhan diare yang tak kunjung berhenti dan badan lemas

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat DM :disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat hipertensi : diakui
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat stroke ` : disangkal
Riwayat kanker : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi

a. Community

Pasien tinggal bersama dengan istri,anak,anak menantudan


seorang cucu . Hubungan pasien dengan keluarganya sangat
dekat. Setiap antar anggota keluarga saling membantu,
menyayangi, dan mendukung satu sama lain.
b. Home
Pasien tinggal di rumah sendiri dengan lantai dari semen dan
memiliki halaman rumah.Rumah pasien letaknya tidak jauh
dari sungai dan di lingkungan padat penduduk.
c. Occupational

Pasien merupakan seorang petani


d. Personal Habit

Pasien mempunyai pola makan yang teratur, makan sedikit dan


sering memakan sayuran, buah dan gorengan, jarang
C. PEMERIKSAAN FISIK (BANGSAL MAWAR 11 Januari 2020)

Keadaan Umum : Tampak sakitsedang

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign :

TD : 130/90 mmhg
N :74 x/menit
RR : 20 x/menit

S : 37 OC
Status Generalis

1. Pemeriksaan kepala dan leher

Bentuk : Mesosefal, simetris, venektasi temporal (-)

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),


reflex cahaya (+/+) normal, pupil bulat isokor

Hidung : Deformitas (-), epistaksis (-), deviasi


septum (-)
Mulut : Bibir sianosis (-)
Leher : Deviasi trakea (-), KGB tidak teraba pembesaran

2. Pemeriksaan Thorax

Paru
Inspeksi : Dada simetris (+), retraksi
dinding dada (-)
Palpasi : Fremitus kanan = kiri,
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis (-)

Palpasi : Iktus cordis teraba di linea midclavicula


sinistra lebih lateral ICS 5, lebar 1cm, kuat angkat
(-)
Perkusi : Batas jantung dbn

Auskultasi : S1>S2 irreguler, murmur (-), gallop (-)

3. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar, undulasi (-), spider


navy (-)

Auskultasi : Bising usus (+)


meningkatPalpasi : Nyeri tekan
(+)epigastica,

Perkusi : Timpani seluruhlapang abdomen


Hepar : Batas paru hepr di SIC V LMCD teraba 5
jari dibawah arcus costae dextra, tepi
tumpul dan permukaan berbenjol
Lien : tak teraba

4. Pemeriksaan Ekstremitas

Superior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-)

Inferior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-)

5. Pemeriksaan Rectal Touche

a. Inspeksi : perineum kemerahan (-), massa (-)


b. Palpasi : tonus sfingter ani (+), baik, mukosa licin, ampula recti colaps (-),
nyeri (-), massa (+) lunak, licin,

c. Handscoen : feses (-),darah (-), lendir(-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil laboratorium

Hasil
Pemeriksaan Nilai Rujukan
06/01/20
Hemoglobin 7.4 L 11,2 - 17,3 g/dL
Leukosit 7770 3600 - 10600 U/L
Hematokrit 25 L 40- 52 %
Eritrosit 3.69 L 4.4 -5.9
Trombosit 501.000 H 150.000 – 440.000 /uL
MCV 67.2 L 80-100
MCH 20.1 L 26-34
MCHC 29.8 L 32-36
Basofil 0.3 0 -1 %
Eosinofil 5.5 H 2–4%
Batang 0.3 L 3-5
Segmen 58.3 50-70
Limfosit 28.4 25 – 40 %
Monosit 7.2 2 –8%
HbSAg Non Reaktif
Anti HIV Non Reaktif
Hasil
Pemeriksaan Nilai Rujukan
08/01/20
Hemoglobin 9.6 L 11,2 - 17,3 g/dL
Leukosit 8090 3600 - 10600 U/L
Hematokrit 31 L 40- 52 %
Eritrosit 4.45 4.4 -5.9
Trombosit 484.000 H 150.000 – 440.000 /uL
MCV 70.3 L 80-100
MCH 21.6 L 26-34
MCHC 30.7 L 32-36
Basofil 0.4 0 -1 %
Eosinofil 7.5 H 2–4%
Batang 0.2 L 3-5
Segmen 51.3 50-70
Limfosit 33.4 25 – 40 %
Monosit 7.2 2 –8%
PT 11.1
APTT 40.5
2. Colonoscopy RSMS 11/01/20
E. DIAGNOSIS

1. Haemorroid interna

2. Tumor recti

3. Anemia

F. PENATALAKSANAAN
1. IVFD D5 : Nacl 20 tpm
2. Laxadin syr 1x cth 1
3. Inj ranitidine 1A/ 12jam
4. Inj kalnex 500 mg/ 8jam
5. Tranfsusi PRC 2 kolf
6. Biopsy PA

7. Prognosis

Ad vitam : dubia

Ad sanationam : dubia

Ad functionam : dubia
FOLLOW UP PERKEMBANGAN PASIEN
1. HP 1 (8/1/20) TD : 130/83 Diare kronis ec IVFD D5 : Nacl 20
Sakit perut Nadi : 70 kali/ susp colitis dd ca tpm
BAB 5 kali sehari menit colorectal Laxadin syr 1x
BAB berdarah RR : 20 Anemia cth 1
berwarna hitam kali/menit Inj ranitidine 1A/
Suhu : 36,8 12jam
Inj kalnex 500
mg/ 8jam
Tranfsusi PRC 2
kolf
Colonoscopy
2. HP 2 (9/1/20) TD : 115/74 Diare kronis ec IVFD D5 : Nacl 20
Pasien Nadi : 67 kali/ susp colitis dd ca tpm
mengeluhkan menit colorectal Laxadin syr 1x
BAB masih 6kali RR : 20 Anemia cth 1
sehari kali/menit Inj ranitidine 1A/
BAB berwarna Suhu : 36,8 12jam
hitam Inj kalnex 500
mg/ 8jam
Tranfsusi PRC 2
kolf
Colonoscopy
jumat
3. HP 3 (10/1/20) TD : 121/75 Diare kronis ec IVFD D5 : Nacl 20
Pasien Nadi : 73 kali/ susp colitis dd ca tpm
mengeluhkan menit colorectal Laxadin syr 1x
perut terasa RR : 20 Anemia cth 1
nyeri dan melilit, kali/menit Inj ranitidine 1A/
BAB 5 kali sehari Suhu : 36,8 12jam
BAB masih Inj kalnex 500
berdarah mg/ 8jam
Colonoscopy
hari ini
4. HP 4 (11/1/20) TD : 129/82 Tumor recti BLPL
Pasien Nadi : 81 kali/ anemia Laxadin syr 1x1
mengeluhkan menit cth
perut terasa RR : 20 Ranitidine 2x1
nyeri dan melilit, kali/menit Kalnex 3x1
BAB sudah tidak Suhu : 36,8
sering
BAB masih
berdara
berwarna merah
mengalir
II. TINJAUAN PUSTAKA
I. Hemoroid
A. Definisi
Hemoroid adalah distensi vena dan peregangan dari bantalan
vaskuler hemoroidal di rektum yang biasanya asimtomatik dan kembali
seperti semula tetapi dapat menimbulkan gejala perdarahan tanpa nyeri,
prolaps, serta anus yang gatal (Peery et al, 2015)
B. Etiologi
Konstipasi, diet rendah serat, gaya hidup sedentari, dan kehamilan
dianggap meningkatkan risiko hemoroid, sedangkan penelitian Peery, et al
(2015) mengatakan bahwa aktivitas fisik tidak berpengarih terhadap
kejadian hemoroid, sedangkan gaya hidup sedentari justru akan
menurunkan kejadian hemoroid. Faktor lain yaitu diare, serta mengejan
terlalu keras saat defekasi.

C. Faktor Resiko
Hemoroid adalah keadaan normal yang terjadi pada semua orang.
Hemoroid menbantu menahan feses sebab penutupan sfingter ani tidak
akan menutup kanalis analis secara sempurna. Aktivitas seperti bersin
yang meningkatkan tekanan dapat menyebabkan pembesaran pada
bantalan vaskuler dalam hemoroid yang mencegah feses keluar. Setelah
tekanan berkurang, normalnya bantalan vaskuler akan kembali ke bentuk
semula (Fontem & Eyvazzadeh, 2019).

D. Klasifikasi
Derajat Hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :

a.Hemoroid derajat I : Berdarah, tidak menonjol keluar anus.

b.Hemoroid derajat II : Berdarah, menonjol keluar anus dan reposisi


secara spontan.

c.Hemoroidderajat III : Berdarah, menonjol keluar anus dan reposisi


manual.

d.Hemoroidderajat IV : Berdarah, menonjol keluar anus dan sudah


tidak dapat direposisi lagi.
E. Manifestasi Klinis
Gejala umum dari derajat Hemoroid interna yaitu :

a.Nyeri yang hebat timbul karena terdapat trombosis yang luas dengan
udem dan radang.

b.Perdarahan biasanya timbul pada hemoroid interna akibat trauma


feses yang keras.

c. Anemia berat biasanya terjadi akibat perdarahan yang


berulang.

d. Prolaps pada rectum biasanya timbul sewaktu defekasi dan reduksi


spontan sewaktu defekasi.

e. Iritasi kulit perinatal dapat menimbulkan rasa gatal yang


disebabka noleh kelembaban yang terus menerus pada anus sehingga
terjadi rangsangan mukus.

F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan
adanya darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga
akan mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat
II hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus
dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri
pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis (Perrotti et
al, 2015).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan
adanya trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada
kulit. Hemoroid internal biasanya timbul gejala hanya ketika
mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau
trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat
ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat
ulserasi dan trombosis (Greenspon et al,2014).
2. Pemeriksaan Fisik Hemoroid
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya
pembengkakan vena yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau
hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat
I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit
membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal
kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis (Varut,2012).
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau
tidaknya fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran,
perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai
(Acheson et al, 2016).
3. Pemeriksaan Penunjang Hemoroid
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan
anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai
mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid
(Cataldo et al, 2015).Side-viewing pada anoskopi merupakan
instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal
canal dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi,
anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa
banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada
fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan
dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus
dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien
dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap
hemoroid (Winangun, 2013).
G. Tatalaksana
Penatalaksanaan hemoroid pada umumnya meliputi modifikasi gaya
hidup, perbaikan pola makan dan minum dan perbaikan cara defekasi.
Diet seperti minum 30–40 ml/kgBB/hari dan makanan tinggi serat 20-30
g/hari. Perbaikan pola defekasi dapat dilakukan dengan berubah ke
jongkok pada saat defekasi (Sudarsono, 2015).
Penanganan lain seperti melakukan warm sits baths dengan merendam
area rektal pada air hangat selama 10- 15 menit 2-3 kali sehari.
Penatalaksanaan farmakologi untuk hemoroid adalah (Winangun, 2013):
a. Obat-obatan yang dapat memperbaiki defekasi. Serat bersifat laksatif
memperbesar volume tinja dan meningkatkan peristaltik.
b. Obat simptomatik yang mengurangi keluhan rasa gatal dan nyeri. Bentuk
suppositoria untuk hemoroid interna dan ointment untuk hemoroid
eksterna.
c. Obat untuk menghentikan perdarahan campuran diosmin dan hesperidin.
d. Obat analgesik dan pelembut tinja mungkin bermanfaat. Terapi topikal
dengan nifedipinedan krim lidokain lebih efektif untuk menghilangkan
rasa sakit daripada lidokain (Xylocaine). Pada pasien hemoroid eksternal
berat, pengobatan dengan eksisi atau insisi dan evakuasi dari trombus
dalam waktu 72 jam dari onset gejala lebih efektif daripada pengobatan
konservatif.
Penatalaksanaan invasif dilakukan bila manajemen konservatif
mengalami kegagalan, antara lain (Winangun, 2013):
a. Rubber band ligation merupakan prosedur dengan menempatkan karet
pengikat di sekitar jaringan hemoroid interna sehingga mengurangi aliran
darah ke jaringan tersebut menyebabkan hemoroid nekrosis, degenerasi,
dan ablasi.
b. Laser, inframerah, atau koagulasi bipolar menggunakan laser atau sinar
inframerah atau panas untuk menghancurkan hemoroid interna.
Penatalaksanaan bedah dengan tindakan hemoroidektomi
H. Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, pasien yang simptomatik akan menjadi
asimptomatik. Dengan melakukan terapi operatif dengan hemoroidektomi
hasilnya sangat baik, namun bisa muncul kembali (rekuren) dengan angka
kejadian rekuren sekitar 2-5%. Terapi non operatif seperti ligasi cincin
karet(rubber band ligation) menimbulkan kejadian rekuren sekitar 30-50%
antara kurun waktu 5-10 tahun kedepan. Akan tetapi, hemoroid rekuren ini
biasanya dapat ditangani dengan terapi non operatif. Hingga saat ini belum
ada penelitian yang menunjukkan keberhasilan terapi dengan PPH. Setelah
sembuh, penderita tidak boleh sering mengejan dan dianjurkan makan
makanan yang berserat tinggi (Sudarsono, 2015).
II. Kanker Kolorektal

A. Definisi
Kanker kolorektal adalah penyakit heterogen yang muncul
akibat dari hasil berbagai jalur pembentukan tumor yang terjadi
pada segmen kolon, sigmoid, dan rektum yang khususnya
menyerang sel-sel kelenjar sehingga memiliki jenis kanker
adenokarsinoma (Sierra & Forman, 2016)
B. Etiologi
Adenokarsinoma kolon dan rektum adalah hasil dari
progresi dari jaringan normal menjadi epitel displasia hingga ke
karsinoma yang dibarengi dengan perubahan genetik seperti
onkogen, inaktivasi dari gen supresor tumor, dan tidak
fungsionalnya gen reparasi. Proses perubahan jaringan ini dapat
memakan banyak waktu, dan sangat dipengaruhi oleh kerentanan
pasien serta paparan yang terjadi sepanjang proses perjalanan
penyakit (Siera & Forman, 2016)

C. Faktor Resiko
Riwayat keluarga dengan kanker kolorektal (seperti
Familiar Adenomatous Polyposis/FAP, Hereditary non-polyposis
Colorectal Cancer/HNPCC, dan MUTHY-associated
polyposis/MAP) berefek lebih banyak pada kanker kolon dibanding
kanker rektum. Terdapat data yang menunjukkan peningkatan IMT
sebesar 5 kg/m2 berhubungan dengan peningkatan insidensi kanker
kolorektal sebesar 24% pada pria dan 9% pada wanita. Tetapi,
peningkatan risiko signifikan ditemukan pada wanita dalam
kategori IMT tertinggi. Faktor lain yaitu diet produk susu dan diet
tinggi magnesium akan menurunkan risiko terkena kanker
kolorektal, sedangkan merokok dan riwayat radioterapi akan
meningkatkan risiko kanker kolorektal. Pasien dengan diabetes
mellitus memiliki risiko lebih besar dibanding nondiabetes mellitus
(38% dan 20%) (Fazeli & Keramati, 2015).
D. Klasifikasi
Rektum merupakan bagian bawah kolon mulai 12 cm
anocutan line(ACL) ke arah anus diatas anal kanal dan dibagi
menjadi 3 bagian:1/3 atas, 1/3 tengah dan 1/3 bawah.

E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektum

antara lain adalah:

• Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik

itu darah segar maupun yang berwarna hitam.

• Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar-benar

kosong saat BAB.

• Feses yang lebih kecil dari biasanya.

• Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung,

rasa penuh pada perut atau nyeri.

• Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.

• Mual dan muntah.

• Rasa letih dan lesu.

• Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan

nyeri pada daerah gluteus.

F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa
diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per
anum (darah segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi
(risk factor), riwayat kanker dalam keluarga, riwayat polip usus,
riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium,
ureterosigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat,
banyak lemak) (Crist, 2014).
2. PemeriksaanFisik
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya
perubahan pola buang air besar (change of bowel habits), bisa
diare bisa juga obstipasi. Semakin distal letak tumor semakin
jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses
semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang
menyempit, bahkan bias disertai nyeri dan perdarahan, bias jelas
atau samar. Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang,
purple, mahogany, dan kadang kala merah kehitaman. Makin ke
distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering
disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai
adanya proses patologis pada colorectal. Selain itu, pemeriksaan
fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba pada fossa iliaca
dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar.
Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5%
kasus sudah metastasis jauh kehepar(Crist, 2014).
Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap penderita
dengan tujuan untuk menentukan keutuhan spinkterani, ukuran
dan derajat fiksasi tumor pada rectum 1/3 tengah dan distal.
Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah
pertama, keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum.
Kedua, mobilitas tumor untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran yang diukur dari
ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas
atau fiksasi lesi (Mankin et al, 2015).
3. PemeriksaanPenunjang
a. Pemeriksaanlaboratorium
Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara
makroskopis/mikroskopis atau ada darah samar (occult blood)
serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic antigen). Kadar
yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat
meninggi pada tumor epithelial dan mesenkimal, emfisema paru,
sirhosishepatis, hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis
ulserosa, penyakit crohn, tukak peptik, serta pada orang sehat
yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah bila diagnosis
karsinoma colorectal sudah ditegakkan dan ternyata CEA
meninggi yang kemudian menurun setelah operasi maka CEA
penting untuk tindak lanjut (ACS,2013).
b. Double-contrast barium enema (DCBE)
Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan
dengan Single contras procedure (barium saja) atau Double
contras procedure (udaradan barium). Kombinasi udara dan
barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail.
Akan tetapi barium enema hanya bias mendeteksi lesi yang
signifikan (lebihdari 1 cm). DCBE memiliki spesifisita suntuk
adenoma yang besar 96% dengan nilai prediksi negatif 98%.
Metode ini kurang efektif untuk mendeteksi polips di
rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada DCBE
1/25.000 sedangkan pada Single Contras Barium Enema
(SCBE) 1/10.000 (Goldblum, & John, 2014).
c. Flexible Sigmoidoscopy
Flexible Sigmoidoscopy (FS) merupakan bagian dari
endoskopi yang dapat dilakukan pada rectum dan bagian bawah
dari colon sampai jarak 60 cm (sigmoid) tanpa dilakukan sedasi.
Prosedur ini sekaligus dapat melakukan biopsi. Hasilnya
terbukti dapat mengurangi mortalitas akibat karsinoma
colorectal hingga 60%-80% dan memiliki sensistivitas yang
hamper sama dengan colonoscopy 60%-70% untuk mendeteksi
karsinoma colorectal. Walaupun jarang, FS juga mengandung
resiko terjadinya perforasi 1/20.000 pemeriksaan (Mankin et al,
2015).
Intepretasi hasil biopsi dapat menentukan apakah
jaringan normal, prekarsinoma, atau jaringan karsinoma.
American Cancer Society (ACS) merekomendasikan untuk
dilakukan colonoscopy apabila ditemukan jaringan adenoma
padapemeriksaan FS. Sedangkanhasil yang negative pada
pemeriksaan FS, dilakukan pemeriksaan ulang setelah 5 tahun
(Maliya, 2015).
d. Endoscopy dan biopsi
Endoscopy dapat dikerjakan dengan rigid endoscope
untuk kelainan-kelainan sampai 25 cm – 30 cm, dengan
fiberscope untuk semua kelainan dari rectum sampai caecum.
Biopsi diperlukan untuk menentukan secara patologis anatomis
jenis tumor (Goldblum, & John, 2014)
e. Colonoscopy
Colonoscopy adalah prosedur dengan menggunakan
tabung fleksibel yang panjang dengan tujuan memeriksa seluruh
bagian rectum dan usus besar. Colonoscopy umumnya dianggap
lebih akurat daripada barium enema, terutama dalam mendeteksi
polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus besar, maka
biasanya diangkat dengan menggunakan colonoscope dan
dikirim ke ahli patologi untuk kemudian diperiksa jenis
kankernya. Tingkat sensitivitas colonoscopy dalam
mendiagnosis adenokarsinoma atau polip colorectal adalah 95%.
Namun tingkat kualitas dan kesempurnaan prosedur
pemeriksaannya sangat tergantung pada persiapan colon, sedasi,
dan kompetensi operator. Colonoskopi memiliki resiko dan
komplikasi yang lebih besar dibandingkan FS. Angka kejadian
perforasi pada skrining karsinoma colorectal antara 3-61/10.000
pemeriksaan, dan angka kejadian perdarahansebesar 2-3/1.000
pemeriksaan (Laghi et al, 2016).
G. Komplikasi
Anemia karena Perdarahan
a) Manifestasi Klinis Anemia :

Gejala anemia secara umum menurut University of North


Calorina (2002) dalam Briawan (2014) adalah cepat lelah,
pucat (kuku, bibir, gusi, mata, kulit kuku, dan telapak tangan),
jantung berdenyut kencang saat melakukan aktivitas ringan,
napas tersengal atau pendek saat melakukan aktivitas ringan,
nyeri dada, pusing, mata berkunang, cepat marah (mudah rewel
pada anak),dan tangan serta kaki dingin atau mati rasa. Gejala
anemia karena defisiensi zat besi bergantung pada kecepatan
terjadinya anemia pada diri seseorang. Gejalanya dapat
berkaitan dengan kecepatan penurunan kadar hemoglobin,
karena penurunan kadar hemoglobin memengaruhi kapasitas
membawa oksigen, maka setiap aktivitas fisik pada anemia
defisiensi zat besi akan menimbulkan sesak napas. Awalnya
penderita anemia karena defisiensi zat besi akan
mengeluhkan rasa mudah lelah dan mengantuk. Keluhan lainnya
adalah sakit kepala, tinitus, dan gangguan cita rasa.
Kadangkala antara kadar hemoglobin dan gejala anemia
terdapat korelasi buruk. Semakin meningkatnya intensitas
defisiensi zat besi, penderita anemia defisiensi zat besi akan
memperlihatkan gejala pucat pada konjungtiva, lidah, dasar
kuku, dan palatum mole. Seseorang yang menderita anemia
defisiensi zat besi yang sudah berlangsung lama dapat
muncul gejala dengan ditemukannya atrofi papilaris pada
lidah dan bentuk kukunya dapat berubah menjadi bentuk
seperti sendok.
b). Tatalaksana

1)Perdarahan Akut

a)Mengatasi perdarahan
b)Mengatasi renjatan dengan transfusi darah atau
pemberian cairan perinfus
2)Perdarahan Kronik
a)Mengobati sebab perdarahan
b)Pemberian preparat Fe

H. Tatalaksana
Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila
sudah dijumpai penyebaran tumor maka pengobatan hanya
bersifat operasi paliatif untuk mencegah obstruksi, perforasi dan
perdarahan. Tujuan ideal penanganan kankeradalah eradikasi
keganasan dengan preservasi fungsi anatomi dan fisologi. Kriteria
untuk menetukan jenis tindakan adalah letak tumor, jenis kelamin
dan kondisi penderita.Tindakan untuk kanker rektum :

1. Tumor yang berjarak < 5 cm dari anal verge dilakukan eksisi


abdominoperineal.

2. Tumor yang berjarak 5-10 cm dari anal verge dilakukan low


anterior reseksi.

3. Tumor yang berjarak > 5 cm dari anal verge dilakukan reseksi


anterior standar.

Pada tumor yang kecil dan masih terlokalisir, reseksi sudah


mencukupi untuk kuratif.Pertimbangan untuk melakukan reseksi
atau tidak pada kanker rektumtidak hanya kuratif tetapi juga
paliatif seperti elektrokoagulasi dan eksisi lokal, fulgurasi,
endokaviti irradiasi atau braki terapi. Beberapa pilihan pada
penderita berisiko tinggidapatdilakukan laparoskopi, eksternal
beam radiation, elektrokoagulasi,ablasi laser, eksisi lokal dan
stent endoskopi. Sebelum melakukan tindakan operasi harus
terlebih dahulu dinilai keadaan umum dan toleransi operasi serta
ekstensi dan penyebaran tumor.Pada eksisi radikal rektum harus
diusahakan pengangkatan mesorektum dan kelenjar limfa
sekitarnya.Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasienkanker
kolorektal. Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah
tindakanbedah. Tujuan utama tindakanbedah adalahmemperlancar
saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif. Beberapa
adalah terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam
penelitian klinis.Terapi standar untuk kanker rektum yang
digunakan antara lain adalah :

a. Pembedahan

Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas


diterima sebagai penangan kuratif untuk kanker kolorektal.
Pembedahan kuratif untuk kaker kolorektal. Pembedahan kuratif
harus mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regional
lymphadenektomi sementara mempertahankan fungsi dari kolon
sebisanya. Untuk lesi diatas rektum, reseksi tumor dengan
minimum margin 5 cm bebas tumor (Casciato, 2004). Menurut
Haryono (2012), pembedahan merupakan tindakan primer pada
kira-kira 75% pasien dengan kanker kolorektal.

Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang


terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop.
Kolosotomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur
yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya
pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai
pedoman dalan membuat keputusan dikolon massa tumor
kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan
lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang
dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. Tujuan pembedahan
dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar
dan mencangkup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak
dapat dilakukan.

Banyak pasiendengan kanker kolorektal dilakukan pemotongan


bedah dari kolon dengan anastomosis dari sisa usus sebagai
prosedur pengobatan. Penyebaran ke kelenjar getah bening
regional dibedakan untuk dipotong bila berisi lesi
metastase.Sering tumor di bagian asenden, transversum,
desendendan colonsigmoid dapat dipotong.Kolostomiadalah
membuat ostomi di kolon. Dibuatbila usus tersumbat oleh tumor
sebagai penatalaksanaansementara untuk mendukung
penyembuhan dari anastomosisatau sebagai pengeluaran feses
permanen bila kolon bagian distal dan rektum diangkat /dibuang.
Kolostomidiberi nama berdasarkan: asendenkolostomi,
transversumkolostomi, desendenkolostomidan sigmoid kolostomi.
Kolostomi sigmoid sering permanen, sebagian dilakukan untuk
kanker rektum. Biasanya dilakukan selama reseksi/pemotongan
abdominoperineal. Prosedur ini meliputi pengangkatan kolon
sigmoid, rektum, dan anus melalui insisi perineal dan abdominal.
Saluran anal ditutupdan stoma dibentuk dari kolon sigmoid
proksimal. Stoma berlokasi di bagian bawah kuandran kiri
abdomen. Bila kolostomi double barrel, dibentuk dua stoma yang
terpisah. Kolon bagian distal tidak diangkattetapi dibuat saluran
bebas/bypass. Stoma proksimal yang fungsionalmengalirkan feses
ke dinding abdomen. Stoma distal berlokasi dekat dengan stoma
proksimalatau di akhir dari bagian tengah insisi. Disebut juga
mukus fistula, stoma distal mengeluarkan mukus dari kolon
distal.Kolostomi double barrel dapat diindikasikan untuk kasus
trauma, tumoratau peradangan, dan dapat sementara atau
permanen.Dalam prosedur emergensi digunakan untuk mengatasi
sumbatan usus atau perforasi.Pada prosedur Hartmann, prosedur
kolostomisementara. Bagian distal dari kolonditempatkan di kiri
dan dirawatuntuk ditutup kembali. Kolostomi sementara dapat
dibentuk bila usus istirahat atau dibutuhkan penyembuhan, seperti
pemotongan tumor atau peradangan pada usus. Juga dibentuk
akibati traumatikinjuripada kolon, seperti luka tembak.
Penyambungan kembali atau anastomosisdari bagian kolon tidak
dilakukan segera karena kolonisasi bakteri berat dari luka kolon
tidak diikuti penyembuhan sempurna darianastomosis. Berkisar 3
–6 bulan kolostomi ditutup dan dibentuk anastomosiskolon.

b. Terapi Radiasi

Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan


menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker.
Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal
radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan
tergantung pada tipe dan stadium dari kanker (Henry Ford, 2006).

c. Kemotherapi
Kemoterapi dalam bahasa inggris (chemotherapy) adalah
penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit. Kemoterapi
adalah penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit. Dalam
penggunaan modernnya, istilah ini hampir merujuk secara
eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat
kanker.
Kemoterapi bermanfaat untuk menurunkan ukuran kanker
sebelum operasi, merusak semua sel-sel kanker yang tertinggal
setelah operasi, dan mengobati beberapa macam kanker darah.
Kemoterapi Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan
menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat
menghambat proliferasi sel-sel kanker. Kemoterapi memerlukan
penggunaan obat untuk menghancurkan sel kanker. Walaupun
obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak
merugikan sel biasa, kebanyakan obat tidak selektif. Malahan,
obat didesain untuk mengakibatkan kerusakan yang lebih besar
pada sel kanker daripada sel biasa, biasanya dengan
menggunakan obat yang mempengaruhi kemampuan sel untuk
bertambah besar. Pertumbuhan yang tak terkendali dan cepat
adalah ciri khas sel kanker. Tetapi, karena sel biasa juga perlu
bertambah besar, dan beberapa bertambah besar cukup cepat
(seperti yang di sumsum tulang dan garis sepanjang mulut dan
usus), semua obat kemoterapi mempengaruhi sel biasa dan
menyebabkan efek samping.

Tujuan pemberian kemoterapi : Pengobatan, Mengurangi massa


tumor selain pembedahan atau radiasi, Meningkatkan
kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup, Mengurangi
komplikasi akibat metastase. Kemoterapi dapat diberikan dengan
cara Infus, Suntikan langsung (pada otot, bawah kulit, rongga
tubuh) dan cara Diminum (tablet/kapsul).

Efek samping yang bisa timbul adalah antara lain: Lemas, Mual
dan Muntah, Gangguan Pencernaan, Sariawan, Efek Pada Darah,
Otot dan Saraf, Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna,
dan Produksi Hormon. Dalam beberapa penelitian kemoterapi
mampu menekan jumlah kematian penderita kanker tahap dini,
namun bagi penderita kanker tahap akhir / metastase, tindakan
kemoterapi hanya mampu menunda kematian atau
memperpanjang usia hidup pasien untuk sementara waktu.
Bagaimanapun manusia hanya bisa berharap sedangkan kejadian
akhir hanyalah Tuhan yang menentukan.

I. Prognosis
Secara keseluruhan 5-year survival ratesuntuk kanker
kolorektal adalah sebagai berikut :Stadium I -72% Stadium II -
54% Stadium III -39% Stadium IV -7% 50% dari seluruh pasien
mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan lokal,
jauh maupun keduanya. Kekambuhanlokal lebih sering terjadi.
Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2
tahunpertama setelah operasi. Faktor –faktor yang mempengaruhi
terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium
tumor, lokasidan kemapuan untuk memperoleh batas -batas negatif
tumor. Tumorpoorly differentiated mempunyai prognosis lebih
buruk dibandingkan dengan well differentiated. Bila dijumpai
gambaran agresif berupa”signet ring cell” dan karsinoma musinus
prognosis lebihburuk.Rekurensi lokal setelah operasi reseksi
dilaporkan mencapai 3-32% penderita. Beberapa faktor seperti
letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan kelenjar limfa,
perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga
sebagai faktor yang mempengaruhi rekurensi lokal (Arafat, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Acheson AG, Scholefield JH. 2016. Management ofhaemorrhoids. BMJ


336(7640): 380–383.
American Cancer Society. 2013. Rhabdomyosarcoma. Atlanta, Ga : American
Cancer Society

Arafat. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Tn. N Dengan Ca Colon Di Ruang


Dahlia RSUD Banyumas. Thesis. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1994,“Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah”, Binarupa Aksara, Jakarta, hal. 266-271.
Brown, John Stuart, 1995, “Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor”, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.184-189.
Casciato. 2004. Manual Of Clinical Oncology. 5th. Edition. Lippincott William &
Wilkins: USA.
Cataldo P, Ellis CN, Gregorcyk S, Hyman N, BuieWD, Church J. 2015. Standards
Practice Task Force,The American Society of Colon and Rectal Surgeons,
USA. Practice parameters for the management of hemoroids (revised).Dis
ColonRectum. 48(2): 189–194
Crist, W. 2014. Sarkoma Jaringan Lunak. In W. Nelson, Ilmu Keseharan Anak
Edisi 15 (pp. 1786-1789). Jakarta: EGC

Faseli MS & Keramati MR. 2015. Rectal cancer: a review. Med J Islam Repub
Iran (2015) 29:171.

Goldblum, & John. 2014. Rhabdomyosarcoma. In Enzinger, & Weiss, Enzinger


and Weiss's Soft Tissue Tumor, Sixth Edition (pp. 601-638). Elsevier Inc

Greenspon J, Williams SB, Young HA, Orkin BA. 2014. Thrombosed external
hemoroids: outcome after conservative or surgical management. Dis
ColonRectum47(9): 1493–1498
Haryono. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta :
Gosyen Publishing.
Jemal, A., Rebecca, S., Elizabeth, W., Yongping, H., Jiaquan, X., Taylor, M.,
Michael, J.. Thun. 2018. Cancer Statistics 2008. CA Cancer J Clin 58:71–
96

Karsinah. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Anemia Di Ruang


Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Thesis. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Laghi, L., Ann, E., Randolph, D., P., Chauhan, Giancarlo, M., Eugene, O., Major.,
James, V., Neel, Boland C., R. 2016. JC virus DNA is present in the
mucosa of the human kolon and in colorectal cancers. The National
Academy of SciencesMedical Sciences.

Maliya, A. 2015. Perubahan Sel Menjadi Kanker Dari Sudut Pandang Biologi
Molekuler. Infokes Vol 8 No 1.

Mankin, H. J., & Hornicek, F. J. 2015. Diagnosis, Classification, and


Management of. Cancer Control

Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and
Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974: 103-25.
NCCN Guidelines Version 1.2015: Rectal Cancer
Peery AF, Sandler RS, Baron JA. 2015. Risk factor for hemorrhoids on screening
colonoscopy.

Perrotti P, Antropoli C, Molino D, De Stefano G, Antropoli M. 2015.


Conservative treatment of acute thrombosed external hemoroids with
topical nifedipine. Dis Colon Rectum44(3):405– 409.
Siera MS, Forman P. 2016. Etiology of colorectal cancer (C18-20) in Central and
South America. Cancer in Centran and South America.

Sudarsono, Danar. 2015. Diagnosis dan Penanganan Hemoroid. J Majority. Vol 4


(6) : 31-34.
Varut L. 2012.Hemoroids: From basic pathophysiology to clinical management.
World Gastroenterol 18(17): 2009–2017
Winangun, I Made Arya. 2013. Management of internal hemoroid with rubber
band ligation procedure. E-jurnal Medika Udayana 2(10): 2303-1395

Anda mungkin juga menyukai