Oleh :
Mersy, S. Ked
K1A1 13 032
Pembimbing:
dr. Agussalim Ali, M.Kes.,Sp.An
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Nn. A
Umur : 18 tahun
Tanggal Lahir : 05 Oktober 2001
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Lebojaya, Konda,
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku : Bugis-Tolaki
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Masuk : 12 Januari 2020
RM : 01-76-44
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Benjolan pada paha kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien Baru Masuk rujukan dari RS Aliyah II Poli Onkologi
dengan keluhan benjolan pada paha kiri yang dirasakan sejak ±3 tahun
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya benjolan kecil seperti kelereng yang
kemudian tumbuh perlahan seperti bola pimpong. Pasien merasa nyeri
kadang-kadang muncul ketika sedang beraktivitas. Nyeri yang dirasakan
seperti kram pada benjolan. Pada benjolan tidak terdapat kemerahan,
panas, keluar nanah, maupun berbau. Keluhan lain seperti demam, lesu
dan lemah disangkal. Nafsu makan baik dan tidak ada penurunan berat
badan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat Asma: tidak ada
b. Riwayat Diabetes Mellitus: tidak ada
c. Riwayat Alergi Obat dan Makanan: tidak ada
d. Riwayat terpapar radiasi: tidak ada
4. Riwayat kebiasaan:
Pola makan pasien jarang mengkonsumsi makanan berlemak dan
mengandung banyak garam. Riwayat konsumsi rokok dan alkohol tidak
ada, Pasien tidak rutin berolahraga.
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat keluarga yang menderita benjolan: ada, ayah pasien.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 72x/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan : 22x/menit, pernapasan torakoabdominal, simetris.
Suhu : 36,50 C/axillar
Status Generalisata :
Kulit Berwarna sawo matang
Kepala Normocephal
Rambut Berwarna hitam, tidak mudah tercabut.
Mata Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), Exopthalmus (-/-),
edema palpebra -/-, Gerakan bola mata dalam batas normal,
kornea refleks (+), pupil refleks (+)
Hidung Epistaksis (-), rinorhea (-)
Telinga Otorrhea (-) nyeri tekan mastoid (-)
Mulut Bibir pucat (-), bibir kering (-) perdarahan gusi (-)
Leher Inspeksi
Bentuk leher simetris, penonjolan vena jugularis (-), tampak
tumor (-)
Palpasi
Kaku kuduk (-), massa (-), pembesaran tiroid (-), posisi
trakea (ditengah)
Auskultasi
Bruit pd arteri karotis (-), bruit pada tiroid (-)
Thoraks Inspeksi
Pergerakan hemithorax simetris kiri dan kanan. Retraksi sela
iga (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus dalam batas normal
Perkusi
Sonor kiri = kanan
Auskultasi
Bunyi napas vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung Inspeksi
Ictus kordis tidak tampak
Palpasi
Ictus cordis teraba, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kanan pada linea parasternal dextra, batas
jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
BJ I dan II murni regular, murmur (-)
Abdomen Inspeksi
Datar, ikut gerak napas
Auskultasi
Peristaltic kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-)
Ekstremitas Inspeksi
Ekstremitas atas:
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat krepitasi, tidak
teraba massa dan teraba dingin.
Ekstremitas bawah:
Regio Femoris Sinistra: Teraba massa, ukuran diameter
±3 cm, permukaan rata, konsistensi kenyal, batas tegas,
nyeri tekan, mobile.
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hematologi (11-02-2020)
Parameter Nilai Rujukan Satuan
Bleeding time 2.35 1.00-3.00 Menit
Clothing time 5.15 3.00-6.00 Menit
Darah Rutin (11-02-2020)
Parameter Nilai Rujukan Satuan
WBC 8.9 4.00-10.00 103/uL
RBC 5,27 4.20-5.50 106/Ul
HGB 12,1 11.0-16.0 g/Dl
HCT 43,4 37.0-43.0 %
MCV 82.4 80.0-100.0 fL
MCH 22,9 27.0-34.0 Pg
MCHC 22,8 32.0-36.0 g/dL
PLT 252 150-400 103/uL
E. Resume
Pasien Baru Masuk rujukan dari RS Aliyah II Poli Onkologi dengan
keluhan benjolan pada paha kiri yang dirasakan sejak ±3 tahun sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya benjolan kecil seperti kelereng yang kemudian tumbuh
perlahan seperti bola pimpong. Pasien merasa nyeri kadang-kadang muncul
ketika sedang beraktivitas. Nyeri yang dirasakan seperti kram pada benjolan.
Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak ada
Riwayat Kebiasaan: Pola makan pasien jarang mengkonsumsi makanan
berlemak dan mengandung banyak garam. Riwayat konsumsi rokok dan
alkohol tidak ada, Pasien tidak rutin berolahraga.
Riwayat Penyakit Keluarga: Ada, ayah pasien.
Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dan sakit sedang.
Tekanan Darah: 110/80 mmHg. Nadi: 72 kali/menit, kuat angkat, regular.
Pernapasan: 22 kali/menit, simetris, torakoabdominal type. Suhu:
36,5ºC/axila. Teraba akral dingin. Pada ekstremitas bawah Regio Femoris
Sinistra: teraba massa, ukuran diameter ±3 cm, permukaan rata, konsistensi
kenyal, batas tegas, nyeri tekan, mobile.
Pemeriksaan Laboratorium didapatkan WBC: 8.9x103/uL. HB: 12.1 g/dL.
PLT: 252x103/uL. Berdasarkan Anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, pasien dapat di diagnosis sebagai Soft Tissue Tumor
Muscle Femoris Sinistra.
F. Assesment
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat disimpulkan :
Diagnosis pre operatif : Soft Tissue Tumor Muscle Femoris Sinistra.
Status Operatif : ASA I
Jenis Operasi : Biopsi/Eksisi
Jenis Anastesi : Regional Anastesi
G. Tindakan Operasi
1. Intra Operatif
Jenis Anastesi: Regional Anastesi
a. Persiapan Pre-Operasi :
1) Pre-operasi
a) Informed consent terhadap pasien dan keluarga mengenai
tindakan pembedahan dan anestesi
b) Pemberian antibiotik profilaksis Cefotaxim 1 gram/iv 30’-60’
sebelum tindakan
c) Monitoring tekanan darah, saturasi, heart rate, respiration rate
d) Maintenance cairan tubuh
Infus: Terapi cairan
Kebutuhan cairan pasien 2 cc/kgBB/jam
Kebutuhan cairan selama operasi di hitung dengan rumus :
M = Kebutuhan cairan/jam
PP = 8 x kebutuhan cairan/jam
SO = 4/6/8 x (Berat Badan)
Pemberian jam I (1/2 PP) + M + SO
Pemberian jam II & III (1/4 PP) + M + SO
Sehingga didapatkan perhitungan sbb :
M = 2cc x 42 = 84 cc/jam
PP = 8 x 84 = 672 cc
SO = 4 x 42 = 168 cc
Jam pertama = 336 + 84 + 168 = 588 cc
Jam kedua = 168 + 84 + 168= 420 cc
2) Premedikasi
a) Ondansetron 4 mg/iv
b) Dexamethasone 10 mg/iv
c) Midazolam 3mg/iv
d) Fentanyl 100 mcg/iv
3) Induksi Anestesia
Bupivakain
Lidokain
4) Pemeliharaan (Maintenance)
Atracurium basylate30 mg/iv
Fentanyl 50 mcg/iv
Propofol 100 mg/iv
Efedrin 50 mg/iv
Tramadol 100 mg/iv
Ketorolac 30 mg/iv
5) Tehnik anastesi :
a) injeksi midazolam 3 mg kemudian fentanyl 100 mcg
selanjutnya propofol 100 mg
b) menaikkan O2 4L/m, sevofluran volume 2 %
c) face mask di dekatkan ke wajah pasien
d) periksa refleks bulu mata untuk memastikan pasien sudah
tertidur
e) pasang fase mask ke wajah pasien
f) lakukan maneuver airway kemudian dilakukan bagging
g) segera lepaskan sungkup dan pasang laringoskop secepatnya
untuk mencegah penurunan saturasi
h) ETTdimasukan di mulut pasien sebelah kanan
i) Setelah ETT masuk, cuff dikembangkan
j) Segera pasang selang airway ke ETT
k) Memastikan udara masuk ke dalam paru dengan mendengarkan
menggunakan stetoskop untuk memastikan bunyi nafas paru
kiri dan kanan sama
l) Melakukan fiksasi ETT menggunakan Tape
m) Selanjutnya pernafasan dikontrol dengan bagging dari mesin
anastesi.
2. Intra Operasi
a. Pukul 09.30 WITA pasien masuk kamar operasi, manset dipasang di
tangan kanan dan monitor saturasi di tangan kiri
b. Premedikasi injeksi pukul 09.40
c. Pukul 10.50 WITA dilakukan induksi
d. Pukul 10.55 dilakukan Spinal
e. Operasi di mulai pukul 11.05 WITA
Laporan monitor anestesi selama operasi:
-VAS 10/10
A: ASA 2 E
Sabtu, Pasien menjalani Operasi
24/1/2020
Pukul
23.30
Minggu, Dokter S: Kesadaran menurun P:
25/1/2019 Anastesi O: KU: Lemah dan anemis, 1. Rawat ICU
Pukul GCS: E4VxM6 2. Awasi tanda
01.56 -TD: 130/75 mmHg vital dan
-N: 85 kali/menit balance
-P: 28 kali/menit cairan
-VAS 10/10 3. IVFD RL
A: Post Histerektomi + 1000 cc/24
Gagal napas e.c jam
Bleeding e.c Ruptur 4. IVFD
Uteri Dekstrose
500 cc/24
jam
5. Injeksi
Morfin 2
cc/jam via
Syringe
Pump
6. Injeksi Asam
Traneksamat
500 mg/IV/8
jam
7. Pasang 02
ventilator
mode SIMV,
TV 440, PS
15, PEEP 5,
FiO2 60%
8. Cek Lab, DR
Minggu, Dokter S: Kesadaran menurun P:
25/1/2019 Obgyn O: KU: Lemah dan anemis, 1. Rawat ICU
Pukul GCS: E4VxM6 2. Awasi tanda
02.00 -TD: 130/75 mmHg vital
-N: 85 kali/menit 3. IVFD RL +
-P: 28 kali/menit Oxytosin 2
-VAS 10/10 ampul/8 jam
A: Post Histerektomi + 4. Injeksi
Gagal napas e.c Bleeding Ceftriaxon 1
e.c Ruptur Uteri gram/12
jam/iv
5. Injeksi
Ketorolac 1
ampul/8 jam
6. Injeksi Asam
Traneksamat
1 ampul/8
jam/iv
7. Injeksi
Pantoprazol 1
vial/8 jam/iv
Minggu, Dokter S: Nyeri luka bekas Op P:
25/1/2019 Anastesi O: KU: Lemah dan anemis, 1. Ekstubasi
Pukul GCS: E4VxM6 2. Pasang NRM
15.00 -TD: 128/76 mmHg 8-10 lpm
-N: 78 kali/menit 3. IVFD RL
-P: 22 kali/menit 1000 cc/24
-VAS 6/10 jam
A: Post Histerektomi + 4. IVFD
Gagal napas e.c Bleeding Dekstrose
e.c Ruptur Uteri 5% 500 cc/24
jam
5. Diet bebas
(minum air
hangat)
6. Hasil lab Hb
11,9 g/dL
(post
transfusi 2
unit)
7. Terapi lain
dilanjutkan
Senin, Dokter S: Nyeri luka bekas Op P:
26/1/2020 Anastesi O: KU: Lemah dan anemis, 1. Terapi lain
Pukul GCS: E4V5M6 dilanjutkan
15.00 -TD: 128/76 mmHg 2. Pasien boleh
-N: 78 kali/menit pindah
-P: 22 kali/menit
-VAS 6/10
A: Post Histerektomi +
Gagal napas e.c Bleeding
e.c Ruptur Uteri
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Shivering atau menggigil merupakan komplikasi yang sering ditemukan
pada neuraxial anesthesia, terjadi pada 55% pasien. Shivering sering
menyebabkan ketidaknyamanan pasien dan dapat mengganggu monitoring
EKG, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Konsekuensi metabolic dan
hemodinamik shivering antara lain peningkatan pengeluaran energi
istemik ataupun jantung, peningkatan konsumsi oksigen, produksi
karbondioksida, dan peningkatan kerja jantung. Mekanisme yang dinilai
berperan dalam timbulnya shivering pada pasien yang mengalami operasi
adalah kehilangan temperatur saat jalannya operasi,
peningkatan tonus simpatis, nyeri, dan pelepasan pyrogen sistemik.1
Menggigil pascaanestesia merupakan gerakan involunter berulang pada 1
(satu) atau beberapa kelompok otot sebagai suatu mekanisme untuk
meningkatkan suhu inti tubuh.2
C. Fisiologi Pernapasan
Fungsi utama respirasi (pernapasan) adalah memperoleh O2 untuk
digunakan oleh sel tubuh dan untuk mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh
sel. Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan: respirasi
internal dan respirasi eksternal.6
Istilah respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada proses-
proses metabolik intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang
menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari
molekul nutrient.6
Istilah respirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian
dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.
Respirasi eksternal mencakup empat langkah:
1. Udara secara bergantian dimasukkan ke dan dikeluarkan dari paru
sehingga udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan eksternal)
dan kantung udara (alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh
tindakan mekanis bernapas atau ventilasi. Kecepatan ventilasi diatur untuk
menyesuaikan aliran udara antara atmosfer dan alveolus sesuai kebutuhan
metabolik tubuh akan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2
2. O2 dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di dalam
kapiler paru melalui proses difusi
3. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru dan jaringan.
4. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara jaringan dan darah melalui proses
difusi menembus kapiler sistemik (jaringan).6
Gambar 1. Ventilasi tekanan negatif, iron lung (kiri), rocking bed (kanan)
PEMBAHASAN
A. Analisa Kasus
Ny. N, Perempuan usia 35 tahun rujukan dari RS. Dr.Soetomo dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir yang dirasakan sejak pagi sekitar pukul
06.00. Pasien mengaku tidak merasakan gerakan janinnya sejak pukul 14.00.
Pasien merasakan nyeri perut bagian bawah yang dirasakan sejak pukul 15.00.
Nyeri bertambah berat dengan perubahan posisi. Keluhan lain: pusing (+),
sakit kepala (-), penglihatan kabur (-), mual (-), muntah (-), nyeri epigastrium
(-), lemas (+).
Riwayat Penyakit Dahulu pada pasien yaitu riwayat Persalinan 4 kali
dan lahir normal pada kehamilan sebelumnya di tolong oleh Dukun, riwayat
Seksio Sesaria (+) 2 tahun yang lalu, riwayat kejang saat hamil sebelumnya (-
), riwayat Hipertensi (-), riwayat Asma (-), riwayat Diabetes Mellitus (-),
riwayat Alergi Obat dan Makanan (-), dan Riwayat ANC (+) 4x. Riwayat
kebiasaan pasien yaitu pola makan pasien mengkonsumsi makanan berlemak
dan mengandung banyak garam (-), riwayat konsumsi rokok dan alkohol (-)
dan pasien juga jarang melakukan olahraga. Riwayat Penyakit Keluarga yaitu
tidak ada yang memiliki riwayat eklampsia.
Pemeriksaan tanda vital menunjukkan Tekanan Darah: 90/60 mmHg,
Nadi: 115 kali/menit, reguler, Suhu: 36,0º, SpO2 100%. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak lemas dengan GCS E1V5M6.
Pada pemeriksaan Leopold 2 tidak terdengar denyut jantung janin. Pada
perabaan, kulit teraba hangat, kering, urine 500 cc/24 jam, turgor kulit baik.
Diagnosis Pre Operatif pasien ini adalah G4P3A0 + Gravid Aterm +
KJDR + Ruptur Uteri dengan status fisik ASA 2 E. Tindakan yang
direncanakan untuk pasien ini adalah Pro Histerektomi Total dengan
Tubektomi Bilateral. Diagnosa Post Operatif adalah Post Histerektomi +
Gagal napas e.c Bleeding e.c Ruptur Uteri.
B. Pembahasan
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Angka kejadian
ruptur uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar antara 1:92 sampai 1:428
persalinan. Angka-angka tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan
dengan negara-negara maju yaitu antara 1:1250 sampai 1:2000 persalinan.
Angka kematian Ibu akibat ruptur uteri juga masih tinggi yaitu berkisar antara
17,9% sampai 62,6%, sedangkan angka kematian anak pada ruptur uteri
berkisar antara 89,1% sampai 100%. Janin umumnya meninggal pada ruptur
uteri. Janin hanya dapat ditolong apabila pada saat terjadinya ruptur uteri ia
masih hidup dan segera dilakukan laparatomi untuk melahirkannya. Angka
kematian janin pada ruptur uteri mencapai 85%.4
Ruptur uteri pada bekas seksio sesaria biasanya terjadi tanpa banyak
menimbulkan gejala, hal ini terjadi karena tidak terjadi robekan secara
mendadak melainkan terjadi perlahan-lahan pada sekitar bekas luka. Daerah
disekitar bekas luka lambat laun makin menipis sehingga akhirnya benar-
benar terpisah dan terjadilah ruptur uteri. Robekan pada bekas sayatan lebih
mudah terjadi karena tepi sayatan sebelah dalam tidak berdekatan,
terbentuknya hematom pada tepi sayatan, dan adanya faktor lain yang
menghambat proses penyembuhan. Hal ini merupakan salah satu faktor risiko
pada pasien yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri, dimana pasien
memiliki Riwayat seksio sesaria 2 tahun yang lalu. Pasien ini tidak segera ke
Rumah Sakit ketika darah keluar sejak pagi, keadaan ini menyebabkan pasien
kehilangan banyak darah dan datang ke Rumah Sakit dalam keadaan lemah.
Kemudian ketika di lakukan Pemeriksaan Leopold tidak ditemukan denyut
jantung janin.4
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut dan persalinan. Faktor etiologi ruptur uteri pada pasien ini
dapat dibedakan menjadi 3 yaitu faktor trauma pada uterus, faktor jaringan
parut pada uterus, dan faktor yang terjadi secara spontan. Faktor prediposisi
terjadinya ruptur uteri dipengaruhi oleh faktor uterus dimana Ibu telah
melakukan Seksio Sesaria sebelumnya sehingga tebentuk jaringan parut pada
dinding abdomen, ibu, janin, plasenta, dan persalinan.4
Setelah dilakukan tindakan Histerektomi Total, akibat perdarahan
pasien mengalami gagal napas sehingga dilakukan tindakan pemasangan
Ventilator Mekanik. Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik pada pasien ini
adalah pasien mengalami gagal napas yang disebabkan oleh syok hipovolemik
karena perdarahan akibat ruptur uteri. Pada gagal napas ini, aliran darah ke
paru tidak mencukupi oksigenasi atau pembersihan CO2. Semua jenis syok
menyebabkan proses metabolik seluler yang akan memicu terjadinya jejas sel,
organ failure, dan kematian. Syok akan menyebabkan paling tidak tiga respon
pernapasan, yaitu: peningkatan ruang mati ventilasi, disfungsi otot-otot
pernapasan, dan inflamasi pulmoner. Gagal napas dibagi 2, yaitu Tipe 1
(hipoksemi) bila PaO2< 60 mmHg (sering ditemukan pada kerusakan
parenkim paru, seperti pneumonia, emboli paru dan acute respiratory distress
syndrome/ARDS) dan Tipe 2 (hiperkapni) bila PaCO2> 50 mmHg (sering
ditemukan pada pasien neuromuskuler seperti Myastenia Gravis/MG dan
GBS) circulation/sirkulasi Nilai apakah sirkulasi adekuat dan hemodinamik
stabil. Meliputi tekanan darah/MAP (target: 100–120 mmHg), tekanan vena
sentral (jika terpasang CVC, dengan target 5–12 mmHg) ), dan cerebral
perfusion pressure/CPP (target 50-70 mmHg).9
Pada pasien ini membutuhkan perawatan di ICU dengan ventilator
karena sistem respirasi pada pasien ini gagal mencapai oksigenasi, ventilasi
atau kebutuhan metabolisme. Indikasi untuk rawat ICU pada pasien ini adalah
karena hemodinamik pasien yang tidak stabil dan memerlukan monitoring
ketat.
Mode ventilasi mekanik yang paling umum digunakan adalah ventilasi
pressure support, tekanan yang ditambahkan untuk mencapai volume total 5–
8 mL/kgBB dan frekuensi pernapasan <25 kali/menit. Pasien yang koma atau
dengan pola pernapasan abnormal memerlukan controlled mechanical
ventilation; SIMV (Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation)
merupakan pilihan utama.
Mode ventilator yang digunakan pada pasien ini adalah mode SIMV
(Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation). Pada mode SIMV,
pengaturan volume tidal disesuaikan dengan usaha napas spontan pasien dan
jika tidak ada nafas spontan volume tidal yg dikeluarkan oleh ventilator akan
disesuaikan dengan mengaturan frekwensi nafas (preset rate) sehingga volume
minimal terpenuhi. Bila pasien bernapas spontan maka bantuan ventilator
untuk memberikan volume tidal tidak ada, akan tetapi mesin akan tetap
mengalirkan oksigen.10
Pasien dipasangkan Ventilator Mekanik selama 1 hari kemudian
dilepaskan karena telah memenuhi syarat penyapihan. Problem yang
menyebabkan pasien membutuhkan ventilator telah teratasi, pasien telah sadar
dan responsive, respon terhadap analgesik yang baik, dapat batuk, fungsi usus
normal, tidak ada distensi abdomen, Status metabolik mengarah ke normal,
HB cukup. Selanutnya angka-angka yang digunakan untuk memprediksi
weaning yang berhasil:
- Minute ventilation: < 10 lpm
- Kapasitas vital/BB: > 10 ml/kgBB
- Laju napas < 35 x/menit
- Volume tidal/BB : > 5 ml/kgBB
- Tekanan inspirasi maksimal : < - 25 cmH2O
- PaO2/PAO2 : > 0,35
- RR/Volume tidal : < 105
- PaO2/FiO2 : > 200 mmHg (26,3 kPa)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem respirasi merupakan sistem yang penting dalam kehidupan,
yang berfungsi dalam mengadakan pertukaran O2 dan CO2. Apabila fungsi
respirasi mengalami gangguan atau kegagalan, maka kebutuhan oksigen untuk
memenuhi metabolisme tidak dapat dipenuhi. Disinilah peran ventilator
mekanik sebagai alat pengganti fungsi pompa dada yang mengalami
kegagalan.
Alat bantu napas mekanik yang sering digunakan saat ini adalah jenis
ventilasi tekanan positif. Ventilator ini memberikan tekanan positif kedalam
rongga dada sehingga memulai proses inspirasi. Terdapat 4 jenis ventilator
berdasarkan mekanisme kerjanya yakni: pressure cycled, time-cycled,
volumecycled, dan flow-cycled.
Selain harus memilih ventilator berdasarkan mekanisme kerjanya,
merupakan hal yang penting untuk mengatur mode ventilator menyesuaikan
keadaan masing-masing pasien di ICU. Terdapat beberapa mode yang sering
digunakan diikuti dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing mode.
Mode tersebut antara lain : CMV, Assist-controlled ventilation, IMV, SIMV,
PEEP, CPAP, dan lain-lain. Sebelum pemasangan ventilator mekanik, penting
untuk sebelumnya menganalisis penyulit yang dapat terjadi, di antaranya
adalah ventilator associated pneumonia (VAP), atelektasis, barotrauma, dan
efek pada gastrointestinal. Pasien dengan ventilasi mekanik tidak dianjurkan
untuk berlama-lama menggunakan alat bantu napas tersebut, sehingga
diperlukan pula pengetahuan tentang teknik penyapihan dari ventilator.
DAFTAR PUSTAKA