Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Fitofarmaka

Materi 1 – Pembuatan Ekstrak Rimpang Kencur ( Kaempferia galanga )

Nama :Ummu Rosyidah

NIM :201410410311198

Kelas :D

Kelompok:8

Program Studi Farmasi


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan rempah-rempah, di samping itu juga kaya
akan tanaman biofarmaka. Biofarmaka merupakan tanaman yang bermanfaat sebagai obat-
obatan, biasanya dikonsumsi dari bagian tanaman berupa daun, buah, umbi (rimpang) atau
pun akarnya. Salah satu tanaman biofarmaka yang dimanfaatkan bagian umbi atau
rimpangnya adalah kencur. Kencur (Kaemferia galanga) adalah tanaman yang mengandung
bahan kimia aktif pada bagian rimpang. (Rismunandar, 1988)
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan satu di antara tanaman suku Zingiberaceae
yang telah dikaji dan dimanfaatkan sebagai fungisida alami. Akar rimpang kencur adalah
bagian yang digunakan sebagai obat. Menurut Winarto (2007) komponen yang terkandung di
dalam rimpang kencur seperti saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri memiliki
manfaat untuk pengobatan seperti batuk, mual, bengkak, bisul, antitoksin dan antijamur.
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Berdasarkan konsistensinya
ekstrak dibagi menjadi 3 bagian:
1. Ekstrak cair: Ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Eksrak liquida)
2. Semi solid: Ekstrak kental (Ekstrak spissa)
3. Kering: Ekstrak kering (Ekstracta sicca)
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas mahasiswa mampu melakukan ekstraksi dengan
menggunakan metode maserasi.
1.3 Manfaat
Berdasarkan latar belakang diatas manfaat dari praktikum ini adalah:
1. mahasiswa mampu melakukan ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi
2. Sebagai tambahan wawasan pengetahuan tentang rimpang kencur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tanaman Kencur (Kaempferia galanga L)
Merupakan bahan alamiah kering berupa rimpang (rhizoma) dari tanaman kencur
(Kaempferia galanga L.) yang digunakan untuk obat dan belum mengalami pengolahan apapun.
Tanaman ini sudah berkembang di Pulau Jawa dan diluar Jawa seperti Sumatra Barat, Sumatra
Utara dan Kalimantan Selatan. Sampai saat ini karakteristik utama yang dapat dijadikan sebagai
pembeda kencur adalah daun dan rimpang. Berdasarkan ukuran daun dan rimpangnya, dikenal 2
tipe kencur, yaitu kencur berdaun lebar dengan ukuran rimpang besar dan kencur berdaun sempit
dengan ukuran rimpang lebih kecil [Syukur dan Hernani, 2001].
Tanaman Kaempferia galanga mempunyai klasifikasi dalam sistematika tumbuhan
(taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga L
Kencur digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah
yang lunak dan tidak berserat. Rimpang kencur mempunyai aroma yang spesifik. Kencur tumbuh
dan berkembang pada musim tertentu, yaitu pada musim penghujan kencur dapat ditanam dalam
pot atau dikebun yang cukup sinar matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka [Thomas,
1989]
2. Kandungan Kimia dari Kencur
Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini, 1990 yaitu (1) Etil
sinamat, (2) Etil p-metoksisinamat, (3) p-Metoksisitiren, (4) Karen, (5) Borneol, dan (6) Parafin.
Diantara kandungan kimia ini, Etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari
kencur [Afriastini, 1990]. Rimpang mengandung minyak atsiri yang tersusun α-pinene (1,28%),
kampen (2,47%), benzene (1,33%), borneol (2,87%), pentadecane (6,41%), eucalyptol (9,59%),
karvon (11,13%), metilsinamat (23,23%) dan etil-p-metoksisinamat (31,77%) [Tewtrakul et al.,
2005]. Ekstrak rimpang kencur berpotensi aktif terhadap infeksi bakteri [Tewtrakul et al., 1983].
Rimpang kencur ditemukan memiliki aktivitas antikanker, antihipertensi dan aktivitas larvacidal
dan untuk berbagai penyakit kulit, rematik dan diabetes mellitus [Tara et al., 1991].
Senyawa Etil p-metoksisinamat
Merupakan salah satu senyawa hasil isolasi rimoang kencur dengan bahan dasar senyawa
tabir surya terutama yang berasal dari alam dirasa sangat penting saat ini dimana tidak hanya
wanita saja yang memerlukan perlindungan kulit akan tetapi pria pun memerlukan tabir surya
untuk melindungi kulit agar tidak coklat atau hitam tersengat sinar matahari [Barus, 2009].
EPMS juga merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion atau bedak setelah
mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil dari ester ini diganti oleh
oktil, etil heksil ataupun heptil melalui transesterifikasi maupun esterifikasi bertahap. Modifikasi
yang dilakukan diharapkan mengurangi kepolaran EPMS sehingga kelarutannya dalam air
berkurang yang merupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabir surya.
Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara lain pelarut
dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau mendekati
sama. [Taufikhurohmah, 2008].
3. Manfaat Kaempferia galanga

Zingebraceae telah ditemukan sebagai sumber yang diperlukan sekali untuk agen pencegah
kanker sejak tumbuhan dari famili Zingeberaceae didemonstrasikan kemungkinan efek
hambatnya pada pertumbuhan kanker payudara (MCF-7), kanker kolon (HT- 29 dan Col2),
kanker paru- paru (A549), kanker perut (SNU- 638), dan kanker servic (CaSki). Dilaporkan juga
pada skrining ekstrak atau minyak esensial dari sejumlah anggota famili Zingiberaceae yaitu
dapat melawan strain bakteri, jamur, dan ragi (Tang et al.,2014).

Kebanyakan rizoma ginger banyak yang bisa dimakan yang telah lama digunakan sebagai
bahan untuk pengobatan tradisional selama berabad- abad tetapi ridak sepenuhnya telah
dilakukan indentifikasi terhadap aktivitas bioaktifnya (Tang et al.,2014).
Ekstrak dari Kaempfreia galanga L. memiliki aktivitas antiinflamasi, analgesik, nematasida,
penolak nyamuk, larvisida, vasorelaksan, sedatif, antineoplastik, antimikroba, antioksidan,
antialergidan penyembuh luka (Umar et al., 2011). Etil p- metoksisinamat dan etil sinamat
ditemukan sebagai senyawa vital yang berperan dalam kebanyakan sifat farmakologi. Efek
aktinosiseptik dari ekstrak Kaempferia galanga L. sebanding dengan aspirin, mengingat efek
nematisida Kaempferia galanga L. bahkan lebih poten dari pada Carbofuran dan Nametan (Umar
et al., 2011). Rimpang kencur berkhasiat untuk obat batuk, pengompresan bengkak, penambah
nafsu makan dan juga sebagai minuman segar (Rukmana, 1994).
4. Ekstraksi

Menurut Tiwari et al.,(2011), keberagaman dari metode ekstraksi biasanya berdasarkan


pada:

a. Lamanya periode ekstraksi


b. Pelarut yang digunakan
c. pH dari pelarut
d. Suhu
e. Ukuran partikel dari jaringan tumbuhan
f. Perbandingan pelarut terhadap sampel
Ekstraksi dalam hal farmaseutik merupakan pemisahan bagian yang aktif secara
medisinal dari jaringan tumbuhan dan hewan menggunakan pelarut tertentu melalui prosedur
standart. Selama ekstraksi, pelarut berdifusi ke dalam material padat tumbuhan dan melarutkan
senyawa- senyawa dengan kepolaran yang sama (Tiwari et al.,2011).
Parameter dasar yang mempengaruhi kualitas dari sebuah ekstrak adalah:
a. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai material awal
b. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
c. Prosedur ekstraksi
Keberagaman dalam metode ekstraksi yang berbeda yaitu akan mempengaruhi
kuantitas dan komposisi metabolit sekunder pada sebuah ekstrak yang tergantung pada:
a. Tipe ekstraksi
b. Waktu ekstraksi
c. Suhu
d. Sifat pelarut
e. Konsentrasi pelarut
f. Polaritas
Homogenasi jaringan tumbuhan dalam pelarut telah secara luas digunakan oleh
para peneliti. Kering atau basah, bagian tumbuhan digiling menggunakan blender untuk
mendapatkan ukuran partikel yang halus, diekstrak dalam pelarut tertentu dan dikocok
dengan kuat selama 5-10 menit atau dibiarkan selama 24 jam setelah selesai kemudian
ekstrak tersebut disaring. Filtrat kemudian diuapkan pelarutnya dan dilarutkan kembali
dalam pelarut untuk menentukan konsentrasi. Beberapa penelitian melakukan sentrifugasi
untuk menjernihkan ekstrak (Tiwari et al.,2011).
Matode ekstraksi yang telah berhasil yaitu dengan menggunakan kenaikan
kepolaran pelarut, dari mulai pelarut non polar (heksan) sampai pelarut yang lebih polar
(metanol) untuk menjamin bahwa rentang kepolaran yang luas menyebabkan banyak
senyawa yang dikandung dapat diektraksi (Tiwari et al.,2011).
a. Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri,
alkaloida, falvonoida dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM,
2000). Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia yang paling sederhana, menggunakan
pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (kamar)
(Ditjen POM, 2000). Maserasi digunakan untuk mencari zat aktif yang mudah larut dalam
cairan penyari, tidak mengandung stirak, benzoin dan lain-lain. Maserasi pada umumnya
dilakukan dengan cara merendam 10 bagian serbuk simplisia dalam 75 bagian cairan penyari
(pelarut) (Ditjen POM, 1986). Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan menggunakan
pelarut diam atau dengan adanya pengadukan beberapa kali pada suhu ruangan. Metode ini
dapat dilakukan dengan cara merendam bahan dengan sekali- kali dilakukan pengadukan.
Pada umumnya perendaman dilakukan selama 24 jam, kemudian pelarut diganti dengan
pelarut baru. Maserasi juga dapat dilakukan dengan pengadukan secara berkesinambungan
(maserasi kinetik). Kelebihan dari metode ini yaitu efektif untuk sneyawa yang tidak tahan
panas (terdegradasi karena panas), pelaratan yang digunakan relatif sederhana, murah, dan
mudah didapat. Namun metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu waktu ekstraksi
yang lama, membutuhkan pelarut dalam jumlah yang banyak dan adanya kemungkinan
bahwa senyawa tertentu tidak dapat diekstrak karena kelarutannya yang rendah pada suhu
ruang (Sarker et al., 2006).

2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan pelarut melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prosesnya terdiri dari tahap pengembangan dan
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relative konstan dengan adanya pendingin balik.
Umumnya dilakukan pengulangan pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat
termasuk proses ekstraksi sempurna.
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi yang berkelanjutan dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Sokletasi adalah suatu metode atau
proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan
berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang
diinginkan akan terisolasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara
pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan membasahi
sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali ke dalam labu dengan membawa
senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. (Anonim, 2015)
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50°C.
6. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur pemanasan air (bejana
infus tercelup dalam air penangas air mendidih), temperatur terukur (96-98°C) selama waktu
tertentu (15-20 menit).

7. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dengan temperatur titik didih air.
8. Destilasi Uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar
atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial. Senyawa menguap
akan terikut dengan fase uap air dari ketel secara kontinu dan diakhiri dengan kondensasi
fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air
bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Ditjen POM,
2000). Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung
minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi
pada tekanan udara normal, misalnya pada penyarian minyak atsiri yang terkandung dalam
tanaman Sereh (Cymbopogon nardus). Pada metode ini uap air digunakan untuk menyari
simplisia dengan adanya pemanasan kecil uap air tersebut menguap kembali bersama
minyak menguap dan dikondensasikan oleh kondensor sehingga terbentuk molekul-molekul
air yang menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah diisi air. Penyulingan
dilakukan hingga sempurna (Ditjen POM, 1986).

Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia selama 2 jam setelah itu
dimasukkan ke dalam bejana B, bejana A diisi air dan pipa-pipa penyambung serta
kondensor dan penampung corong pisah dipasang dengan kuat. Api Bunsen bejana A
dinyalakan sehingga airnya mendidih dan diperoleh uap air yang selanjutnya masuk ke
dalam bejana B melalui pipa penghubung untuk menyari sampel dengan adanya bantuan api
kecil pada bejana B, minyak menguap yang telah tersari selanjutnya menguap menuju
kondensor, karena adanya pendinginan balik uap dari minyak menguap ini, maka uap air
yang terbentuk menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah berisi air (Ditjen
POM, 1986).
Prinsip fisik destilasi uap yaitu jika dua cairan tidak bercampur digabungkan, tiap
cairan bertindak seolah – olah pelarut itu hanya sendiri, dan menggunakan tekanan uap.
Tekanan uap total dari campuran yang mendidih sama dengan jumlah tekanan uap parsial,
yaitu tekanan yang digunakan oleh komponen tunggal, karena pendidihan yang dimaksud
yaitu tekanan uap total sama dengan tekanan atmosfer, titik didih dicapai pada temperatur
yang lebih rendah daripada jika tiap – tiap cairan berada dalam keadaan murni (Ditjen POM,
1986).

II. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan antara lain :
 Analytical balance
 Batang pengaduk
 Erlenmeyer
 Kertas saring
 Rotavapor
 Gelas beaker
 Labu ukur
 Botol timbang
 Botol slai
 Vial 10ml
 Pipet panjang dan pendek
 Aluminium foil
 Tisu
 Kain lap
BAB III
PROSEDUR KERJA
Ditimbang 50g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi (Erlenmeyer
250ml) (ulangi sebanyak 7 kali)

Tambahkan 200ml etanol 96% pada masing-masing Erlenmeyer (8 erlenmeyer), aduk sampai
serbuk terbasahi

Hasil no. 2 tutup mulut bejana dengan aluminium, masukkan dalam bejana ultrasonik, dan
digetarkan selama 15 menit. (catat getaran ultrasonik yang digunakan)

Hasil maserasi disaring (8 erlenmeyer). Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi
dengan getaran ultrasonik dengan 200ml etanol 96% pada masing-masing residu (8
erlenmeyer) selama 15 menit

Hasil maserasi pada no. 4 disaring. Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi dengan
getaran ultrasonik dengan 200ml etanol 96% pada masing-masing residu (8 erlenmeyer)
selama 15 menit

Disaring kembali maserasi no. 5. Kumpulkan semua filtrat menjadi satu.

Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400ml.

Filtrat yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu penguapan dengan
penurunan tekanan hingga volume tersisa ± 400ml (tanda kalibrasi) dan pindahkan hasilnya
kedalam loyang. Ratakan ekstrak pada loyang.

Ditambahkan cap-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20g) dengan ditaburkan sedikit secara
merata kemudian diamkan selama semalam (sampai kering).

Homogenkan dan simplisia pada wadah tertutup (botol selai). Berikan label identitas pada
wadah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Rismunandar. 1988. Rempah-Rempah Komoditi Eksport Indonesia. Sinar Baru. Bandung.


Syukur, C., dan Hernani, 2001, Budidaya Tanaman Obat Komersial, Penebar Swadaya, Jakarta,
65.
Departemen Kesehatan RI, 2008. Farmakope herbal Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Thomas, A. N. S., 1989, Tanaman Obat Tradisional, Kanisius, Yogyakarta
Barus R, 2009, Amidasi p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaemferia galangal, L),
Sumatera Utara, Program Pascasarjana USU
Titik Taufikurohmah. (2008). Pemilihan dan Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa Etil Para
Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada
Industri Kosmetik. Artikel Penelitian
Umar, M. I., Mohammad, Z. B. A., Amirin, S., Rabia, A., & Muhammad, A. I. 2011.
Phytochemistry and medicinal properties of Kaemferia Galanga, L (zingiberaceae)
extract. African Journal of Pharmacy and Pharmacology, 5, 14, 1638-1647
Rukmana R. 1994. Kencur. Yogyakarta, Kanisius
Sarker, S. D., Latief, Z., and Gray, A. I., 2006. Natural Products Isolation 2nd Ed. New Jersey:
Humania Press
BPOM (Balai Pengawasan Obat dan Makanan) RI. 2000, Departemen Kesehatan RI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai