Anda di halaman 1dari 20

SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

Tugas ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
yang dibina oleh:
Ns. Wiwik Agustina., M.Biomed

Disusun oleh:
Kelompok 1

Devi Safitri (1814314201006)


Diba Berliana Indah (1814314201007)
Rizqi Maulana Hasan (1814314201026)
Vega Luyuni Dwiyanti (1814314201033)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MAHARANI MALANG


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan “SISTEMIK
LUPUS ERITEMATOSUS” Pada makalah ini kami banyak mengambil dari
berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu,
dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya
terutama kepada Ns. Wiwik Agustina., M.Biomed yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini.
Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari
sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca.

Kelompok 1

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG…… ............................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................. 2
1.3 TUJUAN .......................................................................................... 2
1.4 MANFAAT ...................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 DEFINISI SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS ....................... 4
2.2 ETIOLOGI ....................................................................................... 4
2.3 KLASIFIKASI ................................................................................. 5
2.4 MANIFESTASI KLINIK ................................................................ 6
2.5 PREVALENSI ................................................................................ 9
2.6 PROGNOSIS ................................................................................... 9
2.7 PATOFISIOLOGI dan PATHWAY .............................................. 10
2.8 KOMPLIKASI ............................................................................... 12
2.9 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ................................................. 12
2.10 PENATALAKSANAAN ............................................................. 13

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN .............................................................................. 16
3.2 SARAN .......................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Imunohematologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari system ilmu pada
darah. Penyakit pada system imun yang sering kita kenal antara lain:
Hipersensitivitas, Autoimun, HIV/AIDS, dll. Autoimun, seperti dengan namanya
adalah keadaan abnormal dimana sistem imun tubuh menyerang bagian ubuh itu
sendiri seperti jaringan atau organ dalam karena dianggap oleh system imun
sebagai benda asing. Salah satu penyakit autoimun adalah systemic lupus
erythematosus atau yang sering dikenal sebagai penyakit lupus.
Penyakit lupus berasal dari bahasa Latin yang berarti “Anjing hutan,” atau
“Serigala,” memiliki ciri yaitu munculnya bercak atau kelainan pada kulit, dimana
disekitar pipi dan hidung akan terlihat kemerah-merahan seperti kupu-kupu.
Lupus juga menyerang organ dalam lainnya seperti ginjal, jantung, dan paru-paru.
Oleh karena itu penyakit ini dinamakan “Sistemik,” karena mengenai hampir
seluruh bagian tubuh kita. Jika Lupus hanya mengenai kulit saja, sedangkan organ
lain tidak terkena, maka disebut Lupus Kulit (lupus kutaneus) yang tidak terlalu
berbahaya dibandingkan lupus yang sistemik (Sistemik Lupus /SLE).
Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya
ditujukan untuk melawan bakteri maupun virus yang masuk ke dalam tubuh
berbalik merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah
merah, leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda
antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering berbeda,
misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak pada kaki dan perut, anemia
berat, dan jumlah trombosit yang sangat rendah (Sukmana, 2004).
Perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Menurut
hasil penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), pada tahun 2009 saja, di RS
Hasan Sadikin Bandung sudah terdapat 350 orang yang terkena SLE (sistemic
lupus erythematosus). Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering
terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat,

1
penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh
penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan
penderita SLE dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan dukungan
yang terkait dengan SLE. Manifestasi klinis dari SLE bermacam-macam meliputi
sistemik, muskuloskeletal, kulit, hematologik, neurologik, kardiopulmonal, ginjal,
saluran cerna, mata, trombosis, dan kematian janin (Hahn, 2005).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa definisi dari Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
2. Bagaimana etiologi dari Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
3. Bagaimana klasifikasi pada Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
4. Bagaimana manifestasi klinik pada Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
5. Bagaimana prevalensi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
6. Bagaimana prognosis dari Sistemik Lupus Eritematosus(SLE)?
7. Bagaimana patofisiologi pada Sistemik Lupus Eritematosus(SLE)?
8. Bagaimana komplikasi pada Sistemik Lupus Eritematosus(SLE)?
9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada Sistemik Lupus Eritematosus
(SLE)?
10. Bagaimana penatalaksanaan pada Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
2. Untuk mengetahui etiologi dari Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
3. Untuk mengetahui klasifikasi pada Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik pada Sistemik Lupus Eritematosus
(SLE)
5. Untuk mengetahui prevalesi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
6. Untuk mengetahui prognosis dari Sistemik Lupus Eritematosus(SLE)
7. Untuk mengetahui patofisiologi pada Sistemik Lupus Eritematosus(SLE)
8. Untuk mengetahui komplikasi pada Sistemik Lupus Eritematosus(SLE)
9. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Sistemik Lupus
Eritematosus (SLE)
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Sistemik Lupus Eritematosus
(SLE)?

2
1.4 MANFAAT
Manfaat :
1. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam
mengetahui tentang penyakit lupus.
2. Sebagai bahan ajar dalam proses belajar-mengajar di kelas.
3. Dengan adanya makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususnya
seorang perawat maupun mahasiswa calon perawat dalam mengkaji
laporan pendahuluan (defenisi, etiologi, dan lain-lain) serta dalam
menyusun asuhan keperawatan pada klien yang menderita penyakit lupus

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit kolagen autoimun
inflamasi yang sifatnya kronis yang disebabkan oleh gangguan pengaturan imun
yang mengakibatkan produksi antibodi yang berlebihan.
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun
menahun yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai organ
tubuh, termasuk kulit, persendian dan organ dalam.
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang terjadi
karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan
dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh,
dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat
episodik diselangi episode remisi.
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang
kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari
penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk
didiognisis.
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit radang multisistem
yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut
dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya
berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.

2.2 ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) belum
diketahui, Diduga ada beberapa faktor yang terlibat seperti faktor genetic,inpeksi
dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi Sistemik Lupus Eritematosus
(SLE).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen
dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat
menghasilkan anti bodi secara terus menerus. Anti bodi ini juga berperan dalam

4
komplek imun sehingga mencetuskan penyakit implamasi imun sistemik dengan
kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan.
Terhadap beberapa factor :
- Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B Antibiotik
- Hiperaktivitas sel T helper
- Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
- Infeksi
- Antibiotik
- Sinar ultraviolet
- Stres yang berlebihan
- Obat-obatan yang tertentu
- Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh
pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita,
meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang
menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya
gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan
mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama esterogen) mungkin berperan
dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat
menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat
dihentikan.

2.3 KLASIFIKASI
Penyakit ini dikelompokkan dalam tiga jenis (kelompok), yaitu :
1. Penyakit Lupus Diskoid
Cutaneus Lupus atau sering disebut dengan discoid, adalah penyakit lupus
yang terbatas pada kulit. Klien dengan lupus diskoid memiliki versi penyakit yang
terbatas pada kulit, ditandai dengan ruam yang muncul pada wajah, leher, dan
kulit kepala, tetapi tidak memengaruhi organ internal. Penyakit ini biasanya lebih
ringan biasanya sekitar 10%-15% yang berkembang menjadi lupus sistemik.

5
2. Penyakit Lupus Sistemik
Pada sekitar 10% pasien lupus diskoid, penyakitnya berevolusi dan
berkembang menjadi lupus sistemik yang memengaruhi organ internal tubuh
seperti sendi, paru-paru, ginjal, darah, dan jantung. Lupus jenis ini sering ditandai
dengan periode suar (ketika penyakit ini aktif) dan periode remisi (ketika penyakit
ini tidak aktif). Tidak ada cara untuk memperkirakan berapa lama suar akan
berlangsung. Setelah suar awal, beberapa pasien lupus sembuh dan tidak pernah
mengalami suar lain, tetapi pada beberapa pasien lain suar datang dan pergi
berulang kali selama bertahun-tahun.
3. Drug Induced Lupus (DIL)
DIL atau dikenal dengan nama Lupus karena pengaruh obat. Jenis lupus ini
disebabkan oleh reaksi terhadap obat resep tertentu dan menyebabkan gejala
sangat mirip lupus sistemik. Obat yang paling sering menimbulkan reaksi lupus
adalah obat hipertensi hydralazine dan obat aritmia jantung procainamide, obat
TBC Isoniazid, obat jerawat Minocycline dan sekitar 400-an obat lain. Gejala
penyakit lupus mereda setelah pasien berhenti mengkonsumsi obat pemicunya.
Ada juga “Lupus neonatal” yang jarang terjadi. Kondisi ini terjadi pada bayi yang
belum lahir dan bayi baru lahir dapat memiliki ruam kulit dan komplikasi lain
pada hati dan darahnya karena serangan antibodi dari ibunya. Ruam yang muncul
akan memudar dalam enam bulan pertama kehidupan anak.

2.4 MANIFESTASI KLINIK


Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul
mendadak disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh.
Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh
gejala yang terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapat remisi dan
eksaserbsi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti
kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan
biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang,
kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah
demam, kadang-kadang disertai menggigil.
- Gejala Muskuloskeletal

6
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal, berupa
artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal
didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan
kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi. Artritis
biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau ankilosis.
Adakala terdapat nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai
tempat, dan ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan
streroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.
- Gejala Mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus SLE.
Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut, subakut,
diskoid, dan livido retikularis.
Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus pada
hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh
tanpa bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul
ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit akut.
Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan
atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup oleh
sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama
akan berbentuk sikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai
yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual. Livido
retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.
- Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering
ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik kegagalan ginjal
jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang urinnya menunjukkan
kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus dan
nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus difus merupakan kelainan yang paling
berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan

7
fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus membranosa lebih jarang
ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta
perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah
pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu
penyebab kematian SLE kronik.
- Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis
organik dan kejang-kejang.
Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif
SLE pada sistem lain-lainnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping
gejala khas organik otak seperti sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat
kembali gambar-gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak
dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru dapat
diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai.
Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan sebaliknya.
Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang
mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.
- Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai
akibat keadaan tersebut.
- Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pluera
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari kejadian
tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.
- Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual dan
diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat
pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril

8
atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan
ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis.
2.5 PREVALENSI
Di Indonesia, jumlah penderita Lupus secara tepat belum diketahui.
Prevalensi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) di masyarakat berdasarkan
survei yang dilakukan di Malang memperlihatkan angka sebesar 0,5% terhadap
total populasi.
Peningkatan jumlah kasus Lupus perlu diwaspadai oleh masyarakat
dengan memberi perhatian khusus karena diagnosis penyakit Lupus tidak mudah
dan sering terlambat. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) atau Systemic Lupus
Erythematosus (SLE) yang dikenal sebagai penyakit “seribu wajah” merupakan
penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya, dan memiliki
sebaran gambaran klinis yang luas dan tampilan perjalanan penyakit yang
beragam. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan
penatalaksanaan kasus.
Penyakiy Lupus dapat menyerang siapa saja. Meskipun Lupus sebagian
besar menyerang perempuan usia produktif (15-44 tahun), namun kaum pria,
kelompok anak-anak dan remaja juga dapat terkena Lupus. Penyakit ini juga dapat
menyerang semua ras, namun lebih sering ditemukan pada ras kulit berwarna.
Penelitian mengenai penyakit Lupus di Amerika tahun 2013 mendapat bahwa
Lupus ditemukan pada perempaun kulit berwarna (Afrika Amerika,
Hispanik/Latin, Asia, penduduk asli Amerika, Alaska, Hawaii dan Kepulauan
Pasifik lainnya) sebanyak dua sampai tiga kali lebih banyak dibandingkan
perempuan ras kaukasoid.

2.6 PROGNOSIS
Prognosis untuk Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) bervariasi dan
bergantung pada keparahan gejala, organ-organ yang terlibat, dan lama waktu
remisi dapat dipertahankan. Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) tidak dapat
disembuhkan, penatalaksanaan ditujukan untuk mengatasi gejala. Prognosis
berkaitan dengan sejauh mana gejala-gejala ini dapat diatasi.

9
2.7 PATOFISIOLOGI
Penyakit Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) terjadi akibat terganggunya
regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan.
Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor
genetic, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti
kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit Sistemik Lupus Eritematosus
(SLE) akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada Sistemik Lupus Eritematosus (SLE), peningkatan produksi
autoantibody diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T supresor yang abnormal
sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi
akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibody tambahan dan
siklus tersebut berulang kembali.

10
PATHWAY

Genetik, Lingkungan (kuman/virus, sinar UV) dan obat-obatan


tertentu

Sistem regulasi kekebalan terganggu

Mengaktivasi sel T dan B

Fungsi sel T supresor abnormal

Peningkatan produksi auto antibodi

Penumpukkan kompleks imun Kerusakan jaringan

Kulit Sendi Paru-paru Ginjal Darah

Kerusakan Artrithis Efusi Artrithis Hb


integritas Pleura
kulit

Intoleransi O2
Intoleransi Ketidakef aktivitas
aktivitas ektifan
jalan
napas ATP
Ketidakefe
ktifan
jalan
napas Keletihan

Intoleransi
aktivitas

11
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) meliputi :
- Hipertensi (41%)
- Gangguan pertumbuhan (38%)
- Gangguan paru-paru kronik (31%)
- Abnormalitas mata (31%)
- Kerusakan ginjal permanen (25%)
- Gejala neuropsikiatri (22%)
- Kerusakan muskuloskeleta (9%)
- Gangguan fungsi gonad (3%)
2.9 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorim
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan :
1. Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia, trombosittopenia
2. Kelainan Imunologis
Ditemukan sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti
DNA, faktor reumatitoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.
b. Histopatologi
1. Umum :
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi
onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-
Sacks.
2. Ginjal :
2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus
membranosa
3. Kulit
Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit igG granular
pada dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%)
maupun pada kulit yang tak terkena (70%). Yang paling karakteristik

12
untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan
terpanjan.
2.10 PENATALAKSANAAN
Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis
gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan
organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari
pemeriksaan serologis. Monotoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan
parameter laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.
1. Pendidikan terhadap Pasien.
Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya
(perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap positif
terhadap penanggulangan penyakit.
2. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE
a. Monitoring yang teratur
b. Penghematan energi
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol.
Diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan
pentingnya tidur yang cukup.
c. Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan.
Dapat juga digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan
sinar matahari langsung.
d. Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas
sebabnya, pasien harus memeriksanya.
e. Merencanakan kehamilan
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien
sedang mendapatkan pengobatan dengan obat imunosupresif.
3. Pengobatannya
- Lupus diskoid
Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal.
Krim luocinonid 5% lebih efektif dibandingkan krim hidrokrortison 1%.

13
Terapi dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin
efektif terhadap 50% pasien.
- Serositis lupus (plueritis, perikarditis)
Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap
gangguan ginjal), anti-malaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis
rendah.
- Arthritis lupus
Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan
pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan ati-malaria. Sedangkan untuk
keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor
antidepresan (amitriptilin)
- Miositis lupus
Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan
prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen
meningkat mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan
untuk mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara
pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih
150-250 mg) metrotreksat atau azathioprine.
- Fenomena Raynaud
Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin
dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.
- Lupus nefritis
Lupus nefritis kelas II mempunyai prognosis yang baik dan
membutuhkan terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai
karna menggambarkan perubahan status penyakit menjadi lebih parah. Lupus
nefritis III memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan DPGN. Pada
lupus nefritis IV kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena.
Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian,
diperiksa kadar leukositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan dinaikkan
atau diturunkan tergantung pada jumlah leukositnya (normalnya 3.000-
4.0000/ml). Pada lupus nefritis V regimen terapi yang di berikan adalah
(1) monoterapi dengan kortikosteroid.

14
(2) terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A.
(3) sikofosfamid, azathioprine atau klorambusil. Pada lupus nefritis V tahap
lanjut, pilihan terapinya adalah dialisis dan transplantasi renal.
- Gangguan hematologis
Untuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini
adalah kortikosteroid, imunoglobulin intravena. Sedangkan untuk anemi
hemolitik, terapi yang dipertimangkan adalah kortikosteroid, danazol, dan
spelenektomi.
- Pneumonitis intersititialis lupus
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan
siklfosfamid intravena.
- Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan
siklfosfamid intravena.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Lupus adalah penyakit peradangan (inflamasi) kronis yang disebabkan
oleh sistem imun atau kekebalan tubuh yang menyerang sel, jaringan, dan
organ tubuh sendiri. Penyakit seperti ini disebut penyakit autoimun. Lupus
dapat menyerang berbagai bagian dan organ tubuh seperti kulit, sendi, ginjal,
paru-paru, jantung, dan sumsum tulang belakang.
Pada kondisi normal, sistem imun akan melindungi tubuh dari infeksi.
Akan tetapi pada penderita lupus, sistem imun justru menyerang tubuhnya
sendiri. Penyebab terjadinya lupus pada seseorang hingga saat ini belum
diketahui. Sejauh ini, diduga penyakit yang lebih menyerang wanita
dibandingkan dengan laki-laki ini dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik
dan lingkungan.
3.2 SARAN
kami menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah
dalam kesimpulan di atas.

16
DAFTAR PUSTAKA

Robins., dkk. 1996. Buku Saku Robins : Dasar Patologi Penyakit (edisi 5). Buku
Kedokteran
Smeltzer, Suzanne C. 2007. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddart edisi 8 volume 3. Jakarta : EGC

17

Anda mungkin juga menyukai