Anda di halaman 1dari 10

LEMBAR TUGAS MANDIRI

KEPERAWATAN ANAK 2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN BAYI
DENGAN GERD

DENNY RIANDHIKA
NPM 1806269890

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2019
KASUS PEMICU

Bayi perempuan berusia 3 bulan dibawa ke poli anak dengan keluhan muntah
sering dan banyak. Ibu mengatakan sejak lahir bayinya sering sekali “gumoh” tiap
kali habis menyusu. Namun, belakangan ini gumohnya semakin sering dan banyak
berwarna kekuningan. Bayi juga jadi malas menyusu dan selalu nampak irritable
tiap kali habis gumoh. Berat badan bayi saat ini 3000 gram dan berat badan saat
lahir 2700 gram. Saat ini bayi hanya diberikan ASI saja.

1. PENDAHULUAN
Gumoh (spitting up atau gastroesophageal reflux) adalah keluarnya
sebagian susu saat atau setelah bayi minum susu. Gumoh sering ditemui pada
bayi sampai usia 1 tahun dan hal tersebut merupakan sesuatu yang normal
terjadi. Volume susu yang mengalir keluar dari mulut bervariasi, umumnya 1—
2 sendok makan. Bayi yang mengalami gumoh terlihat tetap aktif, nyaman,
mengalami peningkatan berat badan yang baik, dan tidak mengalami gangguan
pernapasan. Sebagian besar gumoh pada bayi sehat berlangsung kurang dari 3
menit, terjadi setelah makan, dan tidak bergejala atau dengan gejala ringan.
Menurut data di Indonesia, angka kejadian gumoh selama 2 bulan
pertama kehidupan bayi lebih tinggi dibanding negara lain. Menurut data ini,
25% bayi Indonesia mengalami gumoh lebih dari 4 kali selama bulan pertama
dan 50% bayi mengalami gumoh 1—4 kali per hari sampai usia 3 bulan. Sekitar
30% ibu di Indonesia mengalami kecemasan mengenai gumoh, dimana
kecemasan lebih berkaitan dengan frekuensi (66%) dibanding volume gumoh
(9%). Selain kecemasan mengenai frekuensi gumoh, orang tua juga
mengeluhkan gejala yang menyertai gumoh seperti menangis atau rewel.
Gumoh terutama terjadi karena ukuran lambung bayi yang masih sangat
kecil dan katup lambung yang belum kuat. Sampai usia 4 bulan, lambung bayi
hanya dapat menampung susu dalam jumlah kecil setiap kali minum. Volume
susu yang terlalu banyak akan menyebabkan terjadinya gumoh. Katup lambung
bayi juga belum dapat menutup dengan kuat dan erat sehingga menyebabkan
susu yang sudah berada dalam lambung dapat mengalir kembali ke mulut jika
volume susu terlalu banyak atau jika bayi langsung berbaring setelah minum.
Gumoh umumnya terjadi saat bayi minum susu terlalu banyak, saat bersendawa,
atau menelan banyak udara. Bayi dapat menelan banyak udara jika minum
terlalu cepat atau saat menangis.
Gumoh akan berkurang dan menghilang saat bayi mencapai usia 18—
24 bulan, yaitu saat ukuran lambung lebih besar dan katup lambung lebih kuat.
Gumoh yang disertai gangguan napas (tersedak, batuk, atau bunyi napas yang
tidak biasa), lebih banyak dari 2 sendok makan setiap kali gumoh, atau berat
badan bayi yang sulit naik, maka bayi harus dibawa ke fasilitas kesehatan.
Gumoh sering ditemui pada bayi namun jarang menyebabkan komplikasi
seperti radang saluran cerna atas (esofagitis), yaitu sekitar 5%.
Banyak orang tua yang khawatir dan sulit membedakannya dengan
muntah. Berbeda dengan gumoh dimana susu mengalir dengan sendirinya, saat
muntah bayi tampak mengalami usaha untuk mengeluarkan susu. Bayi yang
muntah tampak mengedan, tidak nyaman atau rewel. Sebagian besar muntah
bayi merupakan hal yang abnormal. Muntah dapat merupakan gejala tanda
penyakit refluks (gastroesphageal reflux disease), sumbatan usus, infeksi
telinga, infeksi usus, infeksi paru, radang otak, atau alergi protein. Jika refluks
isi lambung menyebabkan gejala dan/atau komplikasi, maka disebut
sebagai gastroesophageal reflux (GERD). Pada GERD, gumoh atau muntah
berkaitan dengan penurunan berat badan, rewel, menangis terus-menerus,
penolakan makan, atau gangguan napas kronik. GERD yang terjadi pada bayi
memerlukan penatalaksanaan khusus.

2. PEMBAHASAN PENATALAKSANAAN GERD


Penatalaksanaan bergantung pada beratnya keadaan. Terapi tidak
diperlukan bagi bayi yang tumbuh kembangnya baik tanpa komplikasi
pernafasan. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk penatalaksanaan
GERD, yaitu :
a. Manajemen konservatif
Manajemen konservatif adalah pendekatan umum yang diambil
untuk bayi dengan gejala GERD yang ringan. Intervensi yang utama adalah
memberikan kepastian kepada orangtua bayi berkembang dan sehat. Selain
itu intervensinya adalah modifikasi dalam penentuan posisi, diet, dan
pemberian makan (Bowden dan Greenberg, 2009).
Berbagai kontoversi melingkupi pemberian makan dengan
pengentalan untuk mengatasi GERD. Umumnya pemberian makan dengan
cara sedikit demi sedikit tetapi sering dan sendawa yang frekuen. Pemberian
makan melalui sonde lambung secara terus-menerus mungkin diperlukan
bagi bayi yang menderita GERD dengan kegagalan timbuh kembang. Susu
formula yang dikentalkan dengan satu sendok teh sampai satu sendok
makan tepung beras per 30 cc susu formula dapat direkomendasikan sebagai
tindakan pendahuluan untuk penanganan GERD (Wong, dkk, 2008).
Sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa pemberian makanan
kental cukup efektif dalam mengurangi GER pada bayi dan tidak ada efek
samping yang serius (Horvath, Dziechciarz, & Szajewsha, 2008), sehingga
sering direkomendasikan. Ajari orang tua untuk mengentalkan pemberian
makan dengan nasi sereal (1 tbl / ons dengan formula 20-cal / oz standar)
dan menerapkan jadwal makan dengan volume makan yang lebih kecil pada
interval yang lebih sering (Bowden dan Greenberg, 2009).
Bukti bahwa bayi memiliki gejala GER yang jauh lebih sedikit pada
posisi tengkurap (prone) telah ditunjukkan dengan pemantauan pH.
Memposisikan bayi dengan GERD merupakan suatu hal yang menantang,
karena posisi tengkurap dikaitkan dengan sindrom kematian bayi mendadak
(SIDS). Rekomendasi dari North American Society for Pediatric
Gastroenterology and Nutrition Practice Guidelines (Rudolph et al., 2001)
menyarankan orang tua untuk menggunakan posisi nonprone untuk tidur.
Posisi tengkurap untuk GERD hanya dipertimbangkan ketika risiko
kematian akibat komplikasi GERD melebihi potensi risiko untuk terjadinya
SIDS. Untuk anak-anak yang berusia lebih dari 1 tahun, termasuk remaja,
pedoman menyatakan bahwa ada kemungkinan manfaat untuk posisi sisi
kiri selama tidur dan meninggikan kepala tempat tidur. Tidak ada bukti yang
cukup untuk mendukung peningkatan kepala, meskipun ini banyak
dipraktikkan, mungkin karena banyak anak dengan GERD juga dapat diberi
makan melalui tabung enteral. Memposisikan dengan sisi kanan bawah
mendorong pengosongan lambung dan dapat digunakan setelah menyusui
ketika bayi didukung dengan baik. Tempat duduk bayi pada mobil dapat
menyebabkan refluks. Jika kursi mobil digunakan, ajarkan orang tua untuk
memastikan bahwa bayi tidak membungkuk, karena dapat meningkatkan
tekanan intraabdomen (Bowden dan Greenberg, 2009).
Secara tradisional bayi yang menderita refluks gastroesofagus
direkomendasikan pada posisi duduk tegak dalam bangku khusus bayi.
Belakangan posisi berbaring telungkup (pronasio) dengan kepala
ditegakkan terbukti lebih superior dari pada posisi duduk tegak. Posisi ini
diberikan setelah bayi makan. Posisi berbaring telentang (supinasio) tidak
tidak digunakan karena akan membuat kondisi refluks semakin bertambah
parah. Pengecualiannya hanya dilakukan pada bayi sehat untuk menghindari
terjadinya sindrom kematian bayi mendadak atau SIDS (Sudden Infant
Death Syndrome) (Wong, dkk, 2008).
Monitor berat harian bayi dan grafik pertumbuhan untuk mencatat
kemajuan. Amati adanya tanda-tanda gangguan pernapasan, dan
pertahankan hidung dan mulut bayi bersih dari dari muntah. Ajari orang tua
bagaimana cara membersihkan hidung dan mulut jika terjadi muntah (Ball,
Bindler, dan Cowen, 2011).

b. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi dapat dilakukan sebagai terapi tambahan untuk
menangani bayi dan anak dengan gejala refluk gastroesofagus yang
perseisten. Preparat antagonis H2 seperti simetidin, ranitidin, atau famotidin
terbukti efektif untuk mengurangi jumlah asam dalam kandungan getah
lambung dan dapat mencegah esofagitis (Wong, dkk, 2008). Antasid dan
agen penghambat histamin-2 (simetidin, ranitidin) digunakan untuk
mengatasi gejala esofagitis dan mengurangi efek merusak dari isi lambung
yang dikeluarkan pada mukosa kerongkongan (Bowden dan Greenberg,
2009). Omeprazole dan lansoprazole merupakan golongan inhibitor pompa
proton efektif menyekat produksi asam lambung (Wong, dkk, 2008).
Agen prokinetik seperti metoclopramide, eritromisin dosis rendah,
dan cisapride (tersedia di Amerika Serikat, sangat terbatas karena potensi
obat untuk kardiotoksisitas) digunakan untuk meningkatkan pengosongan
lambung. Metoklorpramid ternyata sedikit meningkatkan tekanan sfingter
esofagus bagian bawah (resting LES pressure) sehingga akan meningkatkan
kecepatan pengosongan lambung. Meski demikian ada efek samping yang
dapat terjadi seperti gejala gelisah, mengantuk dan reaksi ekstra piramidal
(Wong, dkk, 2008). Metoclopramide juga bisa menyebabkan terjadinya
dystonia (Bowden dan Greenberg, 2009).
Sisaprid merupakan obat untuk meningkatkan pengosongan
lambung, namun sudah dihentikan sejak Juli 2000 karena adanyaa resiko
distritmia jantung yang serius dan kematian. Betanechol juga dapat
menaikkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah (LES) namun belum
terbukti bisa menurunkan frekuensi refluks. Betanechol juga memiliki efek
samping yang meliputi gejala respiratori seperti bersin-bersin (Wong, dkk,
2008).
Memberikan edukasi kepada orang tua tentang efek samping dari
obat-obatan ini sangatlah penting. Dengan demikian, berikan orang tua
instruksi lisan dan tertulis mengenai administrasi pengobatan, interaksi
obat, dan cara untuk mengenali reaksi yang tidak diinginkan (Bowden dan
Greenberg, 2009).

c. Penatalaksanaan bedah
Intervensi bedah untuk GERD diindikasikan ketika gejala tidak
merespon terapi medis, ketika terjadi komplikasi yang parah, atau ketika
tejadi episode yang mengancam jiwa (Bowden dan Greenberg, 2009).
Komplikasi berat seperti penumonia aspirasi rekuren, apnea, esofagitis berat
atau kegagalan tumbuh kembang. Tindakan fundoplikasi Nissen merupakan
prosedur bedah yang paling sering dikerjakan. Prosedur ini meliputi
pembalutan esofagus bagian distal dengan fundus lambung sampai 360
derajat (Wong, dkk, 2008).
Fundoplication menciptakan 'katup' satu arah dengan membungkus
fundus lambung 360 derajat di sekitar ujung bawah kerongkongan. Secara
tradisional, fundoplication telah dilakukan sebagai prosedur operasi
terbuka, membutuhkan 5—7 hari perawatan di rumah sakit. Baru-baru ini,
laparoskopi juga dapat digunakan. Pendekatan ini menawarkan pemulihan
yang lebih cepat, inisiasi menyusui lebih awal, lebih sedikit rasa sakit pasca
operasi, dan lebih baik secara kosmetik. Pasien dipulangkan lebih awal
daripada dengan pendekatan terbuka tradisional (Bowden dan Greenberg,
2009).
Komplikasi dapat terjadi sesudah tindakan fundoplikasi meliputi
obstruksi usus halus, muntah-muntah tanpa isi di liuar kehendak (retching),
sindrom meteorismus, dan sindrom dumping. Pada anak-anak dengan
gangguan neurologik yang mendapatkan nutrisi enteral secara kontinu,
alternatif lain untuk tindakan fundoplikasi dengan pemasangan selang
gastrostomi adalah tindakan nonbedah gastrojejunostomi perkutan dan
pemasangan selang jejunostomi (Fonkalsurd dkk, 1998 dalam Wong, dkk,
2008).
Anak yang menjalani intervensi bedah untuk GERD akan
membutuhkan instruksi tentang tabung gastrostomy. Ajari anak,
sebagaimana perkembangannya sesuai, dan keluarga tentang perawatan
tabung gastrostomy, penggunaan tabung gastrostomy untuk ventilasi
lambung, dan makan seperti yang ditunjukkan (Bowden dan Greenberg,
2009).
Anatomi normal, sumber https://www.mcw.edu/-
/media/MCW/Departments/Surgery/General-
Surgery/normalanatomy.jpg?w=1690&h=1123&mode=crop&anchor=mid
dlecenter&scale=both

Nissen fundoplication, sumber https://www.mcw.edu/-


/media/MCW/Departments/Surgery/General-
Surgery/nissenfundoplication.jpg?w=1690&h=1123&mode=crop&anchor
=middlecenter&scale=both
d. Perawatan komunitas
Tindak lanjut untuk perawatan kesehatan di rumah sangat membantu
untuk mendukung keluarga selama periode pasca operasi awal dan untuk
membantu orang tua mentransfer pengetahuan mereka dengan sukses.
Pemantauan respons yang sedang berlangsung terhadap terapi medis
dilakukan di rawat jalan dan rumah. Mengembangkan rencana bagi anak
untuk kembali ke penitipan anak atau sekolah. Ketika seorang anak
membutuhkan tabung gastrostomi, mengarahkan orang tua untuk
menghubungi pihak sekolah. Pertimbangkan untuk memasukkan penitipan
anak dan personel sekolah, atau pengasuh lainnya ketika edukasi rawat
jalan. Perawat sekolah adalah kolaborator penting dalam upaya ini.

3. PENUTUP
Bayi sering muntah merupakan salah satu hal yang biasa, terutama
setelah menyusu. Sebagian besar tidak memerlukan tindakan apa-apa. Namun
jika bayi muntah yang diiringi dengan rewel, sesak napas, sering muntah
sehingga pertumbuhannya terganggu, atau membuat berat badannya tidak
bertambah. Jika bayi sering muntah terutama setiap kali habis makan, hal ini
perlu ditelusuri lebih lanjut. Bayi memiliki kemungkinan
mengalami Gastroesophageal Reflux Disease (GERD).
Penatalaksanaan bergantung pada beratnya keadaan. Terapi tidak
diperlukan bagi bayi yang tumbuh kembangnya baik tanpa komplikasi
pernafasan. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk penatalaksanaan
GERD, yaitu manajemen konservatif dengan memodifikasi diet, pemeberian
posisi yang tepat. Jika tidak merespon dengan manajemen konservatif bisa
dilakukan dnegan terapi farmakologi dan tindakan pembedahan Nissen
Fundoplication.
Perawat harus memberikan edukasi mengenai GERD kepada orang tua
agar mengetahui bagaimana tanda gejala bayi yang mengalami GERD dan
bagaimana tatalaksana. Edukasi ini menurut penulis bisa dilakukan kepada
orang tua pasca kelahiran bayi, sehingga ketika mereka sudah kembali kerumah,
orang tua mengetahui jika bayi mereka mengalami GERD.
DAFTAR PUSTAKA

Ball, J., Bindler, R., dan Cowen, K. (2011). Principles of pediatric Nursing Caring
for Children Fifth Edition. New Jersey : Pearson

Bowden, V.R. dan Greenberg, C.S. (2009). Children and Their Families The
Continuum of Care Second Edition. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins

Nissen Fundoplication GERD Surgery - Laparoscopic Nissen Fundoplication.


Diakses pada tanggal 07 September 2019 dari https://www.mcw.edu/-
/media/MCW/Departments/Surgery/General-
Surgery/nissenfundoplication.jpg?w=1690&h=1123&mode=crop&anchor
=middlecenter&scale=both

Normal Anatomy GERD Surgery - Laparoscopic Nissen Fundoplication. Diakses


pada tanggal 07 September 2019 dari https://www.mcw.edu/-
/media/MCW/Departments/Surgery/General-
Surgery/normalanatomy.jpg?w=1690&h=1123&mode=crop&anchor=mid
dlecenter&scale=both

Wong, D.L., dkk. (2008). Wong Buku Ajar Keprawatan Pediatrik Alih bahasa
Andry Hartono, Sari Kurnianingsih, Setiawan, Editor Egi Komala Yudha
Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC

Yolanda, N. (2016). Bedanya ‘Gumoh’ Dan Muntah Pada Bayi. Diakses pada
tanggal 04 September 2019 dari
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhananak/bedanya%E2%80%98gu
moh%E2%80%99-dan-muntah-pada-bayi

Anda mungkin juga menyukai