DERMATOMIKOSIS Akhir
DERMATOMIKOSIS Akhir
Dermatomikosis
ii
Versi Dokumen
ii
Lembar Pengesahan
DR. Dr. Yuli Kurniawati, Sp.KK(K), DR. Dr. Rusmawardiana, Sp.KK (K),
FINSDV, FAADV FINSDV, FAADV
ii
Tim Penyusun
Pengarah
Direktur Utama dr . Mohammad Syahril, SpP, MPH
Direktur Medik dan Keperawatan dr. Hj. Zubaidah, SpP, MARS
Tim Penyusun dan Telaah
Ketua Divisi DR. Dr. Rusmawardiana, Sp.KK(K), FINSDV,
Dermatologi Alergo Imunologi FAADV
Dermatomikosis merupakan penyakit jamur pada kulit yang disebabkan oleh dermatofita
dan beberapa jamur oportunistik seperti Malasezzia, Candida (kecuali C. albicans),
Trichosporon, Rhodutorula, Cryptococcus atau Aspergillus, Geotrichum, Alternaria, dan lainnya.
Berdasarkan lingkungan hidupnya, dermatomikosis terbagi menjadi tiga golongan: (1)
superfisial, yang berkembang pada stratum corneum, rambut, kuku, (2) subkutaneus, yang
berkembang pada dermis dan/atau jaringan subkutan, dan (3) deep/systemic, yang dapat
menyebar melalui hematogen serta menyebabkan infeksi oportunistik pada host
immunocompromised. Mikosis superfisial juga dibagi menjadi dua, yaitu dermatofitosis dan
non dermatofitosis. Dermatofitosis merupakan infeksi jamur dermatofita (microsporum,
trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang epidermis bagian superfisial (stratum
korneum), kuku dan rambut. Dermatofitosis terdiri dari tinea capitis, tinea barbae, tinea
cruris, tinea pedis et manum, tinea unguium dan tinea corporis. Sedangkan non
dermatofitosis terdiri dari pitiriasis versikolor, piedra hitam, piedra putih, tinea nigra
palmaris, otomikosis dan keratomikosis.
Panduan praktik klinis (PPK) ini disusun berdasarkan acuan pada Pedoman nasional pelayanan
kedokteran (PNPK) yang terbaru dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Apabila PNPK tidak tersedia, maka PPK dapat dibuat berdasarkan Clinical Practice Guidelines
(CPG) terbaru dari negara/institusi kesehatan tertentu atau organisasi profesi Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI) dan kolegium Dermatologi dan Venereologi,
serta diadaptasi mengikuti kaidah evidence-based CPG. Apabila PNPK/CPG tidak tersedia, maka
PPK dapat didasarkan pada summaries of review yang berbasis Evidence-based Medicine (EBM)
seperti yang terdapat pada Dynamed®.
Jika semua acuan di atas tidak tersedia, maka penyusunan PPK dapat didasarkan pada dokumen
berikut, dengan mencantumkan sumber sitasi pada pernyataan yang terkait:
1. Systematic Review (lampirkan strategi pencarian dan telaah kritis)
2. Primary studies (lampirkan strategi pencarian dan telaah kritis)
3. Konsensus, pedoman, atau panduan yang dikeluarkan resmi oleh organisasi profesi
Penyusunan PPK ini dilakukan dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia di
RSMH meliputi:
1. Alat medis (diagnostik dan terapeutik) dan kompetensi yang tersedia di RSMH
2. Ketersediaan dan restriksi obat di Formularium RSMH dan Formularium Nasional
3. Pagu pembiayaan BPJS untuk RSMH
PPK ini akan ditinjau kembali dan diperbaharui (jika diperlukan) sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun sejak disahkan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran.
1. Definisi
Merupakan penyakit infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur kelompok
dermatofita (Trichophyton sp., Epidermophyton sp. dan Microsporum sp).1 Terminologi
“tinea” atau ringworm secara tepat menggambarkan dermatomikosis, dan dibedakan
berdasarkan lokasi anatomi infeksi.
Klasifikasi menurut lokasi:
- Tinea kapitis (ICD 10: B35.0)
- Tinea korporis (ICD 10: B35.4)
- Tinea kruris (ICD 10: B35.6)
- Tinea pedis (ICD 10: B35.3)
- Tinea manum (ICD 10: B35.2)
- Tinea unguium (ICD 10: B35.1)
- Tinea imbrikata (ICD 10: B35.5)
2. Kriteria diagnostik
Klinis
1. Tinea kapitis
Terdapat tanda kardinal untuk menegakkan diagnosis tinea kapitis2:
- Populasi risiko tinggi
- Terdapat kerion atau gejala klinis yang khas berupa skuama tipikal, alopesia dan
pembesaran kelenjar getah bening.
Tanda kardinal tersebut merupakan faktor prediksi kuat untuk tinea kapitis.2 (B,2)
Anamnesis : gatal, kulit kepala berisisik, alopesia.3
Pemeriksaan fisik : bergantung pada etiologinya.
- Noninflammatory, human, atau epidemic type (“grey patch”)
Inflamasi minimal, rambut pada daerah terkena berubah warna menjadi abu-abu
dan tidak berkilat, rambut mudah patah di atas permukaan skalp. Lesi tampak
berskuama, hiperkeratosis, dan berbatas tegas karena rambut yang patah.
Berfluoresensi hijau dengan lampu Wood.1
- Inflammatory type, kerion
Biasa disebabkan oleh patogen zoofilik atau geofilik. Spektrum klinis mulai dari
folikulitis pustular hingga furunkel atau kerion. Sering terjadi alopesia sikatrisial.1
Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri dan limfadenopati servikalis posterior.
Fluoresensi lampu Wood dapat positif pada spesies tertentu.1
2. Tinea korporis
Anamnesis : ruam yang gatal di badan, ekstremitas atau wajah.4
Pemeriksaan fisik :imengenai kulit berambut halus, keluhan gatal terutama bila
berkeringat, dan secara klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif karena tanda
radang lebih jelas, dan polimorfi yang terdiri atas eritema, skuama, dan kadang papul dan
vesikel di tepi, normal di tengah (central healing).1,4
3. Tinea kruris
Anamnesis :Iruam kemerahan yang gatal di paha bagian atas dan inguinal.
Pemeriksaan fisik :ilesi serupa tinea korporis berupa plak anular berbatas tegas
dengan tepi meninggi yang dapat pula disertai papul dan vesikel. Terletak di daerah
inguinal, dapat meluas ke suprapubis, perineum, perianal dan bokong. Area genital dan
skrotum dapat terkena pada pasien tertentu. Sering disertai gatal dengan maserasi atau
infeksi sekunder.1
4. Tinea pedis
Anamnesis : gatal di kaki terutama sela-sela jari. Kulit kaki bersisik, basah dan
Iimengelupas.5
Pemeriksaan fisik :
- Tipe interdigital (chronic intertriginous type)
Bentuk klinis yang paling banyak dijumpai. Terdapat skuama, maserasi dan
eritema pada daerah interdigital dan subdigital kaki, terutama pada tiga jari
lateral. Pada kondisi tertentu, infeksi dapat menyebar ke telapak kaki yang
berdekatan dan bagian dorsum pedis. Oklusi dan ko-infeksi dengan bakteri dapat
5. Tinea manum
Biasanya unilateral, terdapat 2 bentuk:
- Dishidrotik: lesi segmental atau anular berupa vesikel dengan skuama di tepi pada
telapak tangan,jari tangan, dan tepi lateral tangan.1
- Hiperkeratotik: vesikel mengering dan membentuk lesi sirkular atau iregular,
eritematosa, dengan skuama difus. Garis garis tangan menjadi semakin jelas. Lesi
kronik dapat mengenai seluruh telapak tangan dan jari disertai fisur.1
6. Tinea unguium
Onikomikosis merujuk pada semua infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita, jamur nondermatofita, atau ragi (yeasts).1 Dapat mengenai kuku tangan
maupun kuku kaki, dengan bentuk klinis:1
- Onikomikosis subungual proksimal (OSPr)
- Onikomikosis subungual distal lateral (OSDL)
- Onikomikosis superfisial putih (OSP)
- Onikomikosis endoniks (OE)
- Onikomikosis distrofik totalis (ODT)
Klinis dapat ditemui distrofi, hiperkeratosis, onikolisis, debris subungual, perubahan
warna kuku, dengan lokasi sesuai bentuk klinis.1
3. Pemeriksaan penunjang2,4
a) Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku menggunakan mikroskop dan
KOH 20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora.6,7 (A,1) Pengambilan spesimen
pada tinea kapitis dapat dilakukan dengan mencabut rambut, menggunakan skalpel
untuk mengambil rambut dan skuama, menggunakan swab (untuk kerion) atau
menggunakan cytobrush.1,8,9 (B,2) Pengambilan sampel terbaik di bagian tepi lesi.
b) Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus (Mycosel, Mycobiotic): pada suhu 280C
selama 1-4 minggu (bila dihubungkan dengan pengobatan, kultur tidak harus selalu
dikerjakan kecuali pada tinea unguium).6,7 (A,1)
c) Lampu Wood hanya berfluoresensi pada tinea kapitis yang disebabkan oleh
Microsposrum spp. (kecuali M.gypsium).2 (D,5*)
4. Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa
1. Menghindari dan mengeliminasi agen penyebab
2. Mencegah penularan
Medikamentosa
Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut.
Tinea kapitis
1. Topikal
Tidak disarankan bila hanya terapi topikal saja.2 (B,2)
Rambut dicuci dengan sampo antimikotik: selenium sulfida 1% dan 2,5% 2-4
kali/minggu10 (B,2) atau sampo ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu8 (B,2)
2. Sistemik
Spesies Microsporum
Obat pilihan:
- Griseofulvin fine particle/microsize 20-25 mg/kgBB/hari dan ultramicrosize 10-15
mg/kgBB/hari selama 8 minggu.10-11 (A,1)
Alternatif:
- Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu.9,11 (A,1)
5. Diagnosis banding1,2,6
1. Tinea kapitis
Dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis atopik, liken simpleks kronik, alopesia areata,
trikotilomania, liken plano pilaris1
2. Tinea pedis dan manum
Dermatitis kontak, psoriasis, keratoderma, skabies, pompoliks (eksema dishidrotik)1
3. Tinea korporis
Psoriasis, pitiriasis rosea, Morbus Hansen tipe PB/ MB, eritema anulare centrifugum, tinea
imbrikata, dermatitis numularis1
4. Tinea kruris
Eritrasma, kandidosis, dermatitis intertriginosa, dermatitis seboroik, dermatitis kontak,
psoriasis, lichen simpleks kronis1
5. Tinea unguium
Kandidosis kuku, onikomikosis dengan penyebab lain, onikolisis, 20-nail dystrophy
(trachyonychia), brittle nail, dermatitis kronis, psoriasis, lichen planus1
7. Prognosis
8. Kepustakaan
1. Craddock LN, Schieke SM. Superficial fungal infection. In: Kang S, Amagai M, Bruckner
AL, Enk AH, Margolis DJ, Mcmichael AJ, Orringer JS, editors. Fitzpatrick’s Dematology
in general medicine. Edisi ke-9. New York: Mc Graw-Hill; 2019.h. 909-933.
2. Fuller LC, Barton RC, Mustapa MFM, Proudfoot LE, Punjabi SP, Higgins EM. British
Association of Dermatologists’ guideline for the management of tinea capitis 2014. BJD.
2014;171:454-63.
3. Grigoryan KV, Tollefson MM, Olson MA, Newman CC. Pediatric tinea capitis caused by
Trichophyton violaceum and Trichophyton soudanense in Rochester, Minnesota, United
States. Int J Dermatol. 2019;58(8):912-915.
4. Alter SJ, McDonald MB, Schloemer J, Simon R, Trevino J. Common Child and Adolescent
Cutaneous Infestations and Fungal Infections. Curr Probl Pediatr Adolesc Health Care.
2018;48(1):3-25.
5. Ely JW, Rosenfeld S, Seabury Stone M. Diagnosis and management of tinea infections. Am
Fam Physician. 2014 Nov 15;90(10):702-10.
6. Gupta AK, Mays RR, Versteeg SG, Shear NH, Piguet V. Update on current approaches to
diagnosis and treatment of onychomycosis. Expert Rev Anti Infect Ther. 2018;16(12):929-
Level of evidence
Derajat Jenis evidence
Ia Evidence merupakan hasil meta-analisis atau sistematik review dari berbagai uji
Ib Evidence berasal dari minimal satu uji klinik acak dengan kontrol/kelola
IIa Evidence berasal dari paling sedikit satu uji klinik dengan pembanding, tetapi
tanpa randomisasi
IIb Evidence berasal dari paling sedikit satu hasil penelitian dengan rancangan
quasi-experimental
III Evidence berasal dari penelitian deskriptif non eksperimental seperti misalnya
IV Evidence berasal dari laporan komite ahli atau opini ataupun pengalaman klinik
Level A Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik lebih baik dengan
risiko sedikit
Level B Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit lebih baik
Level D Suatu penelitian yang tidak mempunyai bukti cukup, kualitas jelek atau
banyak pertentangan