Anda di halaman 1dari 7

1. Carilah peraturan yang mengatur tentang kerja lembur!

Ketenagakerjaan di Indonesia menjadi salah satu isu yang cukup penting. Hal-hal terkait
ketenagakerjaan di Indonesia telah dijelaskan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Di dalam Undang-undang tersebut membahas hal-hal terkait tenaga kerja di
Indonesia, yang dijabarkan pada beberapa bab dan pasal-pasal. Beberapa hal yang telah
dijelaskan di dalam undang-undang tersebut, diantaranya adalah pengertian tenaga kerja,
peluang dan kesempatan kerja yang ada, pelatihan kerja, penempatan tenaga kerja,
penggunaan tenaga kerja asing (TKA), hubungan kerja serta pemutusan hubungan kerja
(PHK). Termasuk juga mengenai peraturan lembur karyawan.

Hak Karyawan Menurut UU Ketenagakerjaan


Sebagai seorang karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan, sebaiknya mengetahui
hak-hak apa saja yang sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Jangan
sampai karyawan merasa dirugikan sebagai pihak pekerja karena ketidaktahuannya terhadap
hak karyawan yang sebetulnya dapat diklaim. Berikut ini adalah hak karyawan yang pada
umumnya perlu diketahui menurut UU Ketenagakerjaan Republik Indonesia:

1. Hak menjadi anggota serikat pekerja


2. Hak jaminan sosial dan K3
3. Hak Menerima Upah
4. Hak pembatasan waktu kerja, istirahat, cuti, dan libur
5. Hak membuat PKB
6. Hak Karyawan Perempuan
7. Hak perlindungan keputusan PHK

Peraturan Lembur Karyawan


Pengertian dan penjelasan terkait waktu kerja lembur mengacu pada Pasal 1 Kep-
102/MEN/VI/2004, yaitu: (a) Waktu kerja yang melebihi 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam
dalam seminggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. (b) Waktu kerja selama 8 jam dalam 1
hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. (c) Waktu kerja pada
hari libur mingguan dan/atau pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah. Namun
peraturan lembur karyawan tersebut tidak berlaku bagi karyawan yang termasuk dalam
golongan jabatan tertentu. Karyawan dengan golongan jabatan tertentu tidak berhak atas upah
kerja lembur. Alasannya adalah karena karyawan tersebut mendapatkan upah yang lebih
tinggi. Karyawan yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu tersebut memiliki tanggung
jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan. Dimana
waktu kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang telah ditetapkan perusahaan
sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku.
Pemerintah telah memberikan batasan maksimal bagi perusahaan dalam menugaskan
karyawan dalam melakukan kerja lembur, diantaranya adalah (a) Waktu kerja lembur hanya
dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu. (b) Ketentuan
waktu kerja lembur yang dimaksud tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu
istirahat mingguan atau hari libur resmi. Syarat-syarat melakukan kerja lembur adalah ada
perintah tertulis, karyawan setuju untuk melaksanakan kerja lembur, adanya rincian
pelaksanaan kerja lembur, dan ada bukti tanda tangan kedua belah pihak. Perusahaan yang
mempekerjakan karyawan selama waktu kerja lembur memiliki kewajiban untuk membayar
upah kerja lembur. Selain itu, perusahaan juga harus memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk istirahat secukupnya. Dan memberikan jatah makanan dan minuman
sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 jam atau lebih.

Mekanisme Perhitungan Upah Lembur


Mekanisme Perhitungan Upah Lembur mengacu pada Keputusan Menteri Nomor
102/MEN/VI/2004, yaitu waktu kerja lembur dan upah kerja lembur memiliki ketentuan
sebagai berikut:
1. Perhitungan upah lembur karyawan harus didasarkan pada upah bulanan.
2. Cara perhitungan upah dalam satu jam adalah 1/173 x upah satu bulan.

Ketidakadilan di dalam ketenagakerjaan seringkali dialami oleh banyak karyawan.


Terutama bagi mereka yang tidak mengetahui secara jelas mengenai berbagai hak yang
melekat pada karyawan. Sebaiknya setiap karyawan tidak bungkam jika mengetahui
ketidakadilan ketenagakerjaan terjadi. Setiap karyawan memang harus mempelajari dan
memahami dengan saksama segala hak dan kewajiban karyawan dalam peraturan
ketenagakerjaan Republik Indonesia dan juga perjanjian kerja antara karyawan dengan
perusahaan. Sedangkan pihak perusahaan juga sebaiknya memberikan informasi dan
sosialisasi secara jelas kepada setiap karyawan terkait peraturan dan kebijakan yang berlaku
di perusahaan.

Lembur atau overtime terkadang dianggap seperti dua sisi permukaan uang logam. Dapat
diinginkan saat ingin mengejar target produksi, namun disisi lainnya dalam jumlah tertentu
bisa juga menjadi indikator rendahnya volume produksi saat jam kerja normal. Apapun latar
belakangnya, perusahaan wajib mengetahui regulasi atau ketentuan yang mengatur tentang
mekanisme pelaksanaan hingga perhitungan nominal upah lembur yang harus dibayarkan.
Dengan mengetahui peraturan lembur karyawan, maka perusahaan tidak akan salah dalam
memberikan hak karyawan saat melaksanakan kerja lembur. Gunakan bantuan aplikasi HRD
untuk meminimalisir adanya kesalahan hitung upah karyawan. Dengan sistem online yang
terintegrasi, perhitungan upah atau gaji karyawan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan
akurat. Sleekr memiliki fitur-fitur terbaik dan andal sehingga sangat cocok untuk manajemen
HR di perusahaan Anda. Gunakan software HR Sleekr dan dapatkan berbagai kemudahan
serta keuntungannya untuk menunjang kesuksesan perusahaan Anda.
2. Bagaimanakah penerapannya di negara kita? Sudahkah sesuai
dengan peraturan yang berlaku?
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi dan kompleks, suatu
himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau
keseluruhan yang kompleks. Terdapat komponen yang terhubung dan mempunyai fungsi
masing-masing terhubung menjadi sistem menurut pola. Sistem merupakan susunan
pandangan, teori, asas yang teratur.
Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan beberapa sistem hukum. Sistem hukum
Indonesia merupakan perpaduan dari hukum agama, hukum adat, dan hukum negara eropa
terutama Belanda sebagai Bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Belanda berada di
Indonesia sekitar 3,5 abad lamanya. Maka tidak heran apabila banyak peradaban mereka yang
diwariskan termasuk sistem hukum. Bangsa Indonesia sebelumnya juga merupakan bangsa
yang telah memiliki budaya atau adat yang sangat kaya. Bukti peninggalan atau fakta sejarah
mengatakan bahwa di Indonesia dahulu banyak berdiri kerajaan-kerajaan hindu-budha seperti
Sriwijaya, Kutai, Majapahit, dan lain-lain. Zaman kerajaan meninggalkan warisan-warisan
budaya yang hingga saat ini masih terasa. Salah satunya adalah peraturan-peraturan adat yang
hidup dan bertahan hingga kini. Nilai-nilai hukum adat merupakan salah satu sumber
hukum di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar maka
tidak heran apabila bangsa Indonesia juga menggunakan hukum agama terutama Islam
sebagai pedoman dalam kehidupan dan juga menjadi sumber hukum Indonesia.

Sejarah Hukum di Indonesia

 Periode Kolonialisme

Periode kolonialisme dibedakan menjadi tiga era, yaitu: Era VOC, Liberal Belanda dan
Politik etis hingga pendudukan Jepang.
a. Era VOC
Pada era penjajahan VOC, sistem hukum yang digunakan bertujuan untuk:
1. Keperluan ekspolitasi ekonomi untuk membantu krisis ekonomi di negera Belanda;
2. Pendisiplinan rakyat asli Indonesia dengan sistem yang otoriter
3. Perlindungan untuk orang-orang VOC, serta keluarga, dan para imigran Eropa.

Hukum Belanda diterapkan terhadap bangsa Belanda atau Eropa. Sedangkan untuk
rakyat pribumi, yang berlaku ialah hukum-hukum yang dibuat oleh tiap-tiap komunitas secara
mandiri. Tata politik & pemerintahan pada zaman itu telah mengesampingkan hak-hak dasar
rakyat di nusantara & menjadikan penderitaan yang pedih terhadap bangsa pribumi di masa
itu.

b. Era Liberal Belanda


Tahun 1854 di Hindia-Belanda dikeluarkan Regeringsreglement (kemudian dinamakan RR
1854) atau Peraturan mengenai Tata Pemerintahan (di Hindia-Belanda) yang tujuannya
adalah melindungi kepentingan usaha-usaha swasta di tanah jajahan & untuk yang pertama
kalinya mencantumkan perlindungan hukum untuk rakyat pribumi dari pemerintahan jajahan
yang sewenang-wenang. Hal ini bisa dilihat dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang
mengatur soal pembatasan terhadap eksekutif (paling utama Residen) & kepolisian, dan juga
jaminan soal proses peradilan yg bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap terjadi pada era ini, meskipun tidak lagi
sekejam dahulu. Pembaharuan hukum yang didasari oleh politik liberalisasi ekonomi ini
ternyata tidak dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi, sebab eksploitasi masih
terus terjadi.

c. Era Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang


Politik Etis diterapkan di awal abad ke-20. Kebijakan-kebijakan awal politik etis yang
berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum antara lain:
1. Pendidikan bagi rakyat pribumi, termasuk juga pendidikan lanjutan hukum;
2. Pendirian Volksraad, yaitu lembaga perwakilan untuk kaum pribumi;
3. Manajemen organisasi pemerintahan, yang utama dari sisi efisiensi;
4. Manajemen lembaga peradilan, yang utama dalam hal profesionalitas;
5. Pembentukan peraturan perundang-undangan yg berorientasi pada kepastian hukum.
Sampai saat hancurnya kolonialisme Belanda, pembaruan hukum di Hindia Belanda
meninggalkan warisan: i) Pluralisme/dualisme hukum privat dan pluralisme/dualisme
lembaga-lembaga peradilan; ii) Pengelompokan rakyat ke menjadi tiga golongan; Eropa dan
yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa & Non-Tionghoa, & Pribumi.

Masa penjajahan Jepang tidak banyak terjadi pembaruan hukum di semua peraturan
perundang-undangan yang tidak berlawanan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku
sambil menghapus hak-hak istimewa orang-orang Belanda & Eropa lainnya. Sedikit
perubahan perundang-undangan yang dilakukan: i) Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
yang awalnya hanya berlaku untuk golongan Eropa & yang setara, diberlakukan juga untuk
kaum Cina; ii) Beberapa peraturan militer diselipkan dalam peraturan perundang-undangan
pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang terjadi adalah: i) Penghapusan
pluralisme/dualisme tata peradilan; ii) Unifikasi kejaksaan; iii) Penghapusan pembedaan
polisi kota & lapangan/pedesaan; iv) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; v) Pengisian
secara besar-besaran jabatan-jabatan administrasi pemerintahan & hukum dengan rakyat
pribumi.

 Era Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal

a. Era Revolusi Fisik


i) Melanjutkan unfikasi badan-badan peradilan dengan melaksanakan penyederhanaan;
ii) Mengurangi serta membatasi peranan badan-badan pengadilan adat & swapraja, terkecuali
badan-badan pengadilan agama yg bahkan diperkuat dengan pembentukan Mahkamah Islam
Tinggi.

b. Era Demokrasi Liberal


Undang-undang Dasar Sementara 1950 yang sudah mengakui HAM. Namun pada era ini
pembaharuan hukum & tata peradilan tidak banyak terjadi, yang terjadi adalah dilema untuk
mempertahankan hukum & peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya
menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan
internasional. Selajutnya yang terjadi hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan
seluruh badan-badan & mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan
negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat
No. 1/1951 tentang Susunan & Kekuasaan Pengadilan.
 Era Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru

a. Era Demokrasi Terpimpin


Perkembangan dan dinamika hukum di era ini
i) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan & mendudukan MA & badan-badan
pengadilan di bawah lembaga eksekutif;
ii) Mengubah lambang hukum "dewi keadilan" menjadi "pohon beringin" yang berarti
pengayoman;
iii) Memberikan kesempatan kepada eksekutif untuk ikut campur tangan secara langsung atas
proses peradilan sesuai UU No.19/1964 & UU No.13/1965;
iv) Menyatakan bahwa peraturan hukum perdata pada masa pendudukan tidak berlaku
kecuali hanya sebagai rujukan, maka dari itu hakim harus mengembangkan putusan-putusan
yang lebih situasional & kontekstual.

b. Era Orde Baru


Pembaruan hukum pada masa Orde Baru dimulai dari penyingkiran hukum dalam proses
pemerintahan dan politik, pembekuan UU Pokok Agraria, membentuk UU yang
mempermudah modal dari luar masuk dengan UU Penanaman modal Asing, UU
Pertambangan, dan UU Kehutanan. Selain itu, orde baru juga melancarkan: i) Pelemahan
lembaga hukum di bawah kekuasaan eksekutif; ii) Pengendalian sistem pendidikan &
pembatasan pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Kesimpulannya, pada era
orba tidak terjadi perkembangan positif hukum Nasional.

 Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)

Semenjak kekuasaan eksekutif beralih ke Presiden Habibie sampai dengan sekarang, sudah
dilakukan 4 kali amandemen UUD RI 1945. Beberapa pembaruan formal yang terjadi antara
lain: 1) Pembaruan sistem politik & ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum & HAM;
dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.

Ciri-ciri Sistem Hukum


 terdapat perintah dan larangan
 terdapat sanksi tegas bagi yang melanggar

 perintah dan larangan harus ditaati untuk seluruh masyarakat

Tiap-tiap orang harus bertindak demikian untuk menjaga ketertiban dalam bermasyarakat.
Oleh karena itu, hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan mengatur
hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain yang dapat disebut juga kaedah
hukum yakni peraturan-peraturan kemasyarakatan.

Kaedah Hukum
Sumber-sumber yang menjadi kaedah hukum atau peraturan kemasyarakatan:
1. Norma Agama merupakan peraturan hidup yang berisi perintah dan larangan yang
bersumber dari Yang Maha Kuasa. Contoh: jangan membunuh, hormati orang tua, berdoa, dll
2. Norma Kesusilaan merupakan peraturan yang bersumber dari hati sanubari. contohnya:
melihat orang yang sedang kesulitan maka hendaknya kita tolong.
3. Norma Kesopanan merupakan peraturan yang hidup di masyarakat tertentu. contohnya:
menyapa orang yang lebih tua dengan bahasa yang lebih tinggi atau baik.
4. Norma Hukum merupakan peraturan yang dibuat oleh penguasa yang berisi perintah dan
larangan yang bersifat mengikat: contohnya: ttiap indakan pidana ada hukumannya.
Unsur-unsur Hukum
Di dalam sebuah sistem hukum terdapat unsur-unsur yang membangun sistem tersebut yaitu:
1. Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat
2. Peraturan yang ditetapkan oleh instansi resmi negara
3. Peraturan yang bersifat memaksa
4. Peraturan yang memiliki sanksi tegas.

Sifat Hukum
Agar peraturan hidup kemasyarakatan agar benar-benar dipatuhi dan di taati sehingga
menjadi kaidah hukum, peraturan hidup kemasyarakata itu harus memiliki sifat mengatur dan
memaksa. Bersifat memaksa agar orang menaati tata tertib dalam masyarakaty serta
memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh
menaatinya.

Tujuan Hukum
Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum harus
pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Sementara itu,
para ahli hukum memberikan tujuan hukum menurut sudut pandangnya masing-masing.
1. Prof. Subekti, S.H. hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya
ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
2. Prof. MR. dr. L.J. Van Apeldoorn, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup
manusia secara damai.
3. Geny, hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan, dan sebagai unsur
daripada keadilan disebutkannya “kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.
4. Jeremy Betham (teori utilitas), hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa
yang berfaedah bagi orang.
5. Prof. Mr. J. Van Kan, hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya
kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.

Berdasarkan pada beberapa tujuan hukum yang dikemukakan para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa tujuan hukum itu memiliki dua hal, yaitu :
1. untuk mewujudkan keadilan
2. semata-mata untuk mencari faedah atau manfaat.

Selain tujuan hukum, ada juga tugas hukum, yaitu :


1. menjamin adanya kepastian hukum.
2. Menjamin keadilan, kebenaran, ketentraman dan perdamaian.
3. Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam pergaulan
masyarakat.

Sumber Hukum
Sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan-kekutatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang jika dilanggar
mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum dapat ditinjau dari segi :
1. Sumber hukum material, sumber hukum yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang,
misalnya ekonomi, sejarah, sosiologi, dan filsafat. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog)
akan menyatakan bahwa yang menjadi sumber hukum adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam masyarakat. Demikian sudut pandang yang lainnya pun seterusnya akan bergantung
pada pandangannya masing-masing bila kita telusuri lebih jauh.
2. Sumber hukum formal, membagi sumber hukum menjadi :
 Undang-undang (statue), yaitu suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.

a) Dalam arti material adalah setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
yang dilihat dari isinya mengikat secara umum seperti yang diatur dalam TAP MPRS No.
XX/MPRS/1966.
b) Dalam arti formal adalah keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang
karena bentuknya dan dilibatkan dalam pembuatannya disebut sebagai undang-undang
 Kebiasaan (custom/adat), perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang
dalam hal yang sama kemudian diterima dan diakui oleh masyarakat. Apabila ada
tindakan atau perbuatan yang berlawanan dengan kebiasaan tersebut, hal ini dirasakan
sebagai pelanggaran.
 Keputusan Hakim (Jurisprudensi); adalah keputusan hakim terdahulu yang dijadikan
dasar keputusan oleh hakim-hakim lain dalam memutuskan perkara yang sama.
 Traktat (treaty); atau perjanjian yang mengikat warga Negara dari Negara yang
bersangkutan. Traktat juga merupakan perjanjian formal antara dua Negara atau lebih.
Perjanjian ini khusus menyangkut bidang ekonomi dan politik.
 Pendapat Sarjana Hukum (doktrin); merupakan pendapat para ilmuwan atau para
sarjana hukum terkemuka yang mempunyai pengaruh atau kekuasaan dalam
pengambilan keputusan.

Anda mungkin juga menyukai