Helen Fuji Fransis Mandayati*), Dwi Heppy Rochmawati **), Sawab ***)
*)
Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
**)
Dosen Program Studi Keperawatan Universitas Sultan Agung Semarang
***)
Dosen Program Studi Keperawatan Poltekkes Depkes KeMenkes Semarang
ABSTRAK
Pasien yang mengalami gangguan jiwa resiko perilaku kekerasan dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yang signifikan dengan berbagai faktor penyebab yang bervariasi. Pada tahun 2014
pasien yang mengalami gangguan jiwa resiko perilaku kekerasan sebanyak 3.879 orang di RSJ
Provinsi Amino Gondohutomo Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan pada pasien resiko perilaku
kekerasan di RSJ Provinsi Amino Gondohutomo Jawa Tengah. Penelitiaan ini menggunakan
rancangan quasy – expeiment One Group Pretest Posttest desaign without control 55 responden.
Sebelum dilakukan terapi kecemasan responden tertinggi adalah kecemasan sedang yaitu 49
responden. Sesudah dilakukan terapi yang mengalami kecemasan sedang menurun. Dari hasil
penelitian ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan kecemasan pada pasien
resiko perilaku kekerasan di RSJ Provinsi Amino Gondohutomo Jawa Tengah (p < 0.000).
Rekomendasi hasil penelitian ini adalah agar pasien dapat melakukan teknik relaksasi otot progresif
saat mengalami kecemasan.
ABSTRACT
Patients with violent Behavior Risk mental discorder is significantly increasing by year due to various
causal factors. In 2014, there were 3.879 Patients with violent Behavior Risk mental Patient at Dr.
Amino Gondohutomo Mental Hospital of Central Java. This study is intended to identify the influence
of Progressive Muscle Relaxation Therapy toward the Violent Behavior Risk Patient at Dr. Amino
Gondohutomo Mental Hospital of Central Java. This research is using quasy-expeiment One Group
Pretest Posttest desaign without control with 55 respondents. Before given the therapy, the highest
respondent is 49 (moderate anxiety). After therapy, the respondents with anxiety are declining. From
the result of the study, it can be concluded that there is Influence of Progressive Muscle Relaxation
Therapy toward the Violent Behavior Risk Patient at Dr. Amino Gondohutomo Mental Hospital of
Central Java (p<0.000). The recommendation of this patient can apply Progressive Muscle Relaxation
technique when they are experiencing anxiety.
Bibliography : 41 (2001-2014)
PENDAHULUAN
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah dan tidak sangat mengnginkan respons itu
perilaku yang menyertai marah dan merupakan berhenti. Individu yang mengalami gangguan
dorongan untuk bertindak dalam bentuk ansietas tidak psikotik – pada kenyataannya,
destruktif dan masih terkontrol (Yosep, 2007) mereka melakukan fungsi dalam batas – batas
Menurut Riyadi dan purwanto (2009, hal 25) realitas dan menyadari penuh bahwa episode
tentang peran perawat dalam perilaku aneh yang mereka alami itu tidak normal.
kekerasan adalah Perawat dapat Sebaliknya, individu yang psikotik, seperti
mengimplementasikan berbagai intervensi skizofernia, tidak menyadari bahwa perilaku
untuk mencegah dan memanajemen perilaku mereka yang tidak lazim itu berbeda dari
agresif, intervensi tersebut dapat melalui perilaku yang normal. (Sheila,hal 307.2008)
rentang intervensi keperawatan.
Menurut Herodes (2010 dalam Setyodi 2011,
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai hal 107) teknik relaksasi progresif adalah
yang samar – samar karena ketidaknyamanan teknik relaksasi otot dalam yang tidak
atau rasa takut yang disertai suatu respons memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti.
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidak Teknik ini memusatkan perhatian pada suatu
diketahui oleh individu); suatu perasaan takut aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot
akan terjadi sesuatu yang disebabkan oleh yang tegang kemudian menurunkan
antisipasi bahaya. Hal ini merupakan sinyal ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi
yang menyadarkan bahwa peringatan tentang untuk mendapatkan perasaan relaks
bahaya yang akan datang dan memperkuat
individu mengambil tindakan menghadapi Menurut Herodes (2010), alim (2009), dan
ancaman (NANDA,Hal 102.2009) Potter (2005) dalam Setyo dan Kushariyadi
(2011, hal 108) bahwa tujuan dari teknik
Gangguan cemas adalah sekelompok kondisi relaksasi ini adalah :
yang memberi gambaran penting tentang a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan,
ansietas yang berlebihan, disertai respons nyeri leher dan punggung,
perilaku, emosional, dan fisiologis. Individu tekanan darah tinggi, frekuensi jantung,
yang mengalami gangguan ansietas dapat laju metabolik.
memperlihatkan perilaku yang tidak lazim b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan
seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak oksigen.
beralasan terhadap objek atau kondisi c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang
kehidupan, melakukan tindakan berulang ulang terjadi ketika klien sadar
tanpa dapat dikendalikan mengalami kembali dan tidak mefokuskan perhatian seperti
peristiwa yang traumatik, atau rasa khwatir relaks.
yang tidak dapat di jelaskan atau berlebihan. d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.
Pada kesempatan yang jarang terjadi, banyak e. Memeperbaiki kemampuan untuk
orang memperlihatkan salah satu dari perilaku mengatasi setres.
yang tidak lazim tersebut sebagai respons f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan,
normal terhadap ansietas. iritabilitas, spasme otot,
Perbedaan antara respons ansietas yang tidak fobia ringan, gagap ringan.
lazim ini dengan gangguan ansietas ialah g. Membangun emosi positif dari emosi
bahwa respons ansietas cukup berat sehingga negatif.
bisa mengganggu kinerja individu, kehidupan
keluarga, dan lingkungan sosial. Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011, hal
Banyaknya individu yang mengalami 108) bahwa indikasi dari terapi relaksasi otot
gangguan ansietas merasa takut mereka akan “ progresif, yaitu Klien yang mengalai
menjadi gila “ karena perilaku mereka yang insomnia, Klien yang setres, Klien yang
tidak lazim atau mereka mengalami serangan mengalami kecemasan, Klien yang mengalami
jantung karena respons fisiologis seperti depresi. Gerakan terapi relaksasi otot progresif
palpitasi, berkeringat, dan kesulitan bernapas. menurut Setyoadi (2011, hal, 108) sebagai
Mereka merasa bahwa mereka tidak memiliki berikut :
kendali atas respons yang tidak lazim tersebut
Relaksasi Progresif terhadapTingkat Kecemasan pada pasien Perilaku Kekerasan... (Helen,. 2015) 1
a. Gerakan pertama ditujukan untuk melatih mengatupkan rahang, diikuti dengan
otot tangan yang dilakukan dengan cara menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di
menggenggam tangan kiri sambil membuat sekitar otot-otot rahang.
suatu kepalan. Klien diminta membuat g. Gerakan kedelapan ini dilakukan untuk
kepalan ini semakin kuat, sambil merasakan mengendurkan otot-otot sekitar mulut.
sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya
kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk sehingga akan dirasakan ketegangan di
merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan sekitar mulut.
pada tangan kiri ini dilakukan dua kali h. Gerakan kesembilan dan gerakan
sehingga klien dapat membedakan kesepuluh ditujukan untuk merilekskan
perbedaan antara ketegangan otot dan otot-otot leher bagian depan maupun
keadaan relaks yang dialami. Prosedur belakang. Gerakan diawali dengan otot
serupa juga dilatihkan pada tangan kanan. leher bagian belakang baru kemudian otot
b. Gerakan kedua adalah gerakan untuk leher bagian depan. Klien dipandu
melatih otot tangan bagian belakang. meletakkan kepala sehingga dapat
Gerakan ini dilakukan dengan cara beristirahat, kemudian diminta untuk
menekuk kedua lengan ke belakang pada menekankan kepala pada permukaan
pergelangan tangan sehingga otot-otot di bantalan kursi sedemikian rupa sehingga
tangan bagian belakang dan lengan bawah klien dapat merasakan ketegangan di bagian
menegang, jari-jari menghadap ke langit- belakang leher dan punggung atas.
langit. i. Sedangkan gerakan kesepuluh bertujuan
c. Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot- untuk melatih otot leher bagian depan.
otot Biceps. Otot biceps adalah otot besar Gerakan ini dilakukan dengan cara
yang terdapat di bagian atas pangkal membawa kepala ke muka, kemudian klien
lengan. Gerakan ini diawali dengan diminta untuk membenamkan dagu ke
menggenggam kedua tangan sehingga dadanya. Sehingga dapat merasakan
menjadi kepalan kemudian membawa ketegangan di daerah leher bagian muka.
kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot j. Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih
biceps akan menjadi tegang. otot-otot punggung. Gerakan ini dapat
d. Gerakan keempat ditujukan untuk melatih dilakukan dengan cara mengangkat tubuh
otot-otot bahu. Relaksasi untuk dari sandaran kursi, kemudian punggung
mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilengkungkan, lalu busungkan dada
dilakukan dengan cara mengangkat kedua sehingga tampak seperti pada gambar 6.
bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu Kondisi tegang dipertahankan selama 10
akan dibawa hingga menyentuh kedua detik, kemudian rileks. Pada saat rileks,
telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil
kontras ketegangan yang terjadi di bahu, membiarkan otot-otot menjadi lemas.
punggung atas, dan leher. k. Gerakan berikutnya adalah gerakan
e. Gerakan kelima sampai ke delapan adalah keduabelas, dilakukan untuk melemaskan
gerakan-gerakan yang ditujukan untuk otototot dada. Pada gerakan ini, klien
melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot diminta untuk menarik nafas panjang untuk
wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-
mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk banyaknya. Posisi ini ditahan selama
dahi dapat dilakukan dengan cara beberapa saat, sambil merasakan
mengerutkan dahi dan alis sampai ketegangan di bagian dada kemudian turun
ototototnya terasa dan kulitnya keriput. ke perut. Pada saat ketegangan dilepas,
Gerakan yang ditujukan untuk klien dapat bernafas normal dengan lega.
mengendurkan otot-otot mata diawali Sebagaimana dengan gerakan yang lain,
dengan menutup keras-keras mata sehingga gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga
dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dapat dirasakan perbedaan antara kondisi
dan otot-otot yang mengendalikan gerakan tegang dan rileks.
mata. l. Setelah latihan otot-otot dada, gerakan
f. Gerakan ketujuh bertujuan untuk ketigabelas bertujuan untuk melatih otot-
mengendurkan ketegangan yang dialami otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan
oleh otot-otot rahang dengan cara cara menarik kuat-kuat perut ke dalam,
49 89.1 %
Sedang
Sedang 10 18.2 %
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa
sebelum dilakukan terapi relaksasi otot sesudah dilakukan terapi relaksasi otot
progresif. Pasien resiko perilaku kekerasan progresif mengalami penurunan karena pasien
yang mengalami kecemasan yang tertinggi resiko perilaku kekerasan sejumlah 45 orang
adalah kecemasan sedang adalah 49 orang sebanyak 81.8 % tidak ada kecemasan dan
Variab Mea Medi Sdt. Mi Ma kecemasan sedang 10 orang sebanyak 18.2 % .
el n an Devia n x
si
Tabel 5.8
Skor 9.92 9.00 4.68 3.0 26. Distribusi Tingkat Kecemasan sesudah
Kece 0 00 intervensi relaksasi progresif di RSJ Dr.
masan Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah,
Tahun 2015 (n = 55)
sebanyak (89.1 %) dan yang menempati paling
rendah adalah tidak ada kecemasan sejumlah 6
orang sebanyak (10.9 ).
SARAN
Variabe N Me P Std.devi T Berdasarkan dari hasil penelitian yang
l an asi diperoleh ada beberapa saran yang perlu
dijadikan pertimbangan bagi peneliti dalam
Pre Test 55 21.6 0.0 6.75597 13.5 penelitian antara lain:
34 00 70
Post 55 4.68194 1. Bagi profesi keperawatan
Test 9.92
Dapat memberikan informasi kepada
perawat untuk menerapkan, mengatasi
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa kejiwaan dan membantu mempercepat
terdapat ada pengaruh perubahan dari tingkat proses penyembuhan pada pasien resiko
penurunan kecemasan pada pasien resiko perilaku kekerasan yang mengalami
perilaku kekerasan di RSJ Dr. Amino kecemasan. Hal ini juga bertujuan untuk
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah, terbukti memberikan informasi kepada semua
dari nilai p value kurang dari 0.05 (0.000). perawat yang bekerja di RSJ Dr. Amino
Dari nilai mean dari pre test dan mean post Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah dalam
test, terlihat bahwa terjadi penurunan tingkat penerapan pemberian terapi relaksasi otot
kecemasan pada pasien resiko perilaku progresif terhadap tingkat kecemasan pada
kekerasan di RSJ Dr. Amino Gondohutomo pasien resiko perilaku kekerasan.
Provinsi Jawa Tengah, dimana nilai mean pre
test 21.63 dan nilai mean post test 9.92. Hal ini
menunjukkan adanya penurunan tingkat
kecemasan setelah dilakukan terapi relaksasi
otot progresif.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Martha D dkk. (2005). Panduan Relaksasi Purwanto. (2004). Efektifitas Relaksasi Otot
& Reduksi Stres. Jakarta : EGC Progresif untuk Menurunkan
Maramis W.F. 2000, Catatan Ilmu Kecemasan pada Mahasiswa
Kedokteran jiwa. Surabaya : Psikologis UMS.
Airlangga University Rahayu, S,R (2014). Pengaruh relaksasi
2004, Catatan Ilmu progresif terhadap tingkat
Kedokteran jiwa. Surabaya : kecemasan pada pasien diabetes
Airlangga University militus di RS Ambarawa
Nita F. 2009. prinsip dasar dan aplikasi
penulisan laporan pendahuluan Riyadi dkk. (2009). Asuhan keperawatan
dan strategi pelaksanaan tindakan jiwa. Edisi pertama. Yogyakarta :
keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Graha Ilmu
salemba medika
,. (2010). Metodologi Riyanto A. 2011. Aplikasi Metodologi
penelitian kebidanan dan teknik Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :
analisa data. Jakarta : Salemba Nuha Medika.
Medika
,. (2011). Metode penelitian Setyoadi. (2011). Teknik relaksasi
kebidanan teknik analisa data. progresif.
Edisi pertama. Jakarta : Salemba http://www.psikologizone.com/lang
Medika kah-langkah-relaksi-otot
progresif/065115 diperoleh tanggal
Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan 27 Desember 2014
metodologi penelitian ilmu
keperawatan. Jakarta : Salemba Smeltzer, S. C & Bare, B. G. (2002). Buku
Medika Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
. ,. (2008). konsep dan
penerapan metodologi penelitian ilmu
Stuart Gail W. (2007). Buku saku
keperawatan jiwa. Edisi ke 5.
Jakarta : EGC