Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT

KECEMASAN PADA PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RSJ PROVINSI Dr.


AMINO GONDOHUTOMO JAWA TENGAH

Helen Fuji Fransis Mandayati*), Dwi Heppy Rochmawati **), Sawab ***)

*)
Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
**)
Dosen Program Studi Keperawatan Universitas Sultan Agung Semarang
***)
Dosen Program Studi Keperawatan Poltekkes Depkes KeMenkes Semarang

ABSTRAK

Pasien yang mengalami gangguan jiwa resiko perilaku kekerasan dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yang signifikan dengan berbagai faktor penyebab yang bervariasi. Pada tahun 2014
pasien yang mengalami gangguan jiwa resiko perilaku kekerasan sebanyak 3.879 orang di RSJ
Provinsi Amino Gondohutomo Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan pada pasien resiko perilaku
kekerasan di RSJ Provinsi Amino Gondohutomo Jawa Tengah. Penelitiaan ini menggunakan
rancangan quasy – expeiment One Group Pretest Posttest desaign without control 55 responden.
Sebelum dilakukan terapi kecemasan responden tertinggi adalah kecemasan sedang yaitu 49
responden. Sesudah dilakukan terapi yang mengalami kecemasan sedang menurun. Dari hasil
penelitian ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan kecemasan pada pasien
resiko perilaku kekerasan di RSJ Provinsi Amino Gondohutomo Jawa Tengah (p < 0.000).
Rekomendasi hasil penelitian ini adalah agar pasien dapat melakukan teknik relaksasi otot progresif
saat mengalami kecemasan.

Kata Kunci : Relaksasi otot progresif, kecemasan

ABSTRACT

Patients with violent Behavior Risk mental discorder is significantly increasing by year due to various
causal factors. In 2014, there were 3.879 Patients with violent Behavior Risk mental Patient at Dr.
Amino Gondohutomo Mental Hospital of Central Java. This study is intended to identify the influence
of Progressive Muscle Relaxation Therapy toward the Violent Behavior Risk Patient at Dr. Amino
Gondohutomo Mental Hospital of Central Java. This research is using quasy-expeiment One Group
Pretest Posttest desaign without control with 55 respondents. Before given the therapy, the highest
respondent is 49 (moderate anxiety). After therapy, the respondents with anxiety are declining. From
the result of the study, it can be concluded that there is Influence of Progressive Muscle Relaxation
Therapy toward the Violent Behavior Risk Patient at Dr. Amino Gondohutomo Mental Hospital of
Central Java (p<0.000). The recommendation of this patient can apply Progressive Muscle Relaxation
technique when they are experiencing anxiety.

Key Words : Progressive Muscle Relaxation, anxiety.

Bibliography : 41 (2001-2014)
PENDAHULUAN

Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah dan tidak sangat mengnginkan respons itu
perilaku yang menyertai marah dan merupakan berhenti. Individu yang mengalami gangguan
dorongan untuk bertindak dalam bentuk ansietas tidak psikotik – pada kenyataannya,
destruktif dan masih terkontrol (Yosep, 2007) mereka melakukan fungsi dalam batas – batas
Menurut Riyadi dan purwanto (2009, hal 25) realitas dan menyadari penuh bahwa episode
tentang peran perawat dalam perilaku aneh yang mereka alami itu tidak normal.
kekerasan adalah Perawat dapat Sebaliknya, individu yang psikotik, seperti
mengimplementasikan berbagai intervensi skizofernia, tidak menyadari bahwa perilaku
untuk mencegah dan memanajemen perilaku mereka yang tidak lazim itu berbeda dari
agresif, intervensi tersebut dapat melalui perilaku yang normal. (Sheila,hal 307.2008)
rentang intervensi keperawatan.
Menurut Herodes (2010 dalam Setyodi 2011,
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai hal 107) teknik relaksasi progresif adalah
yang samar – samar karena ketidaknyamanan teknik relaksasi otot dalam yang tidak
atau rasa takut yang disertai suatu respons memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti.
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidak Teknik ini memusatkan perhatian pada suatu
diketahui oleh individu); suatu perasaan takut aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot
akan terjadi sesuatu yang disebabkan oleh yang tegang kemudian menurunkan
antisipasi bahaya. Hal ini merupakan sinyal ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi
yang menyadarkan bahwa peringatan tentang untuk mendapatkan perasaan relaks
bahaya yang akan datang dan memperkuat
individu mengambil tindakan menghadapi Menurut Herodes (2010), alim (2009), dan
ancaman (NANDA,Hal 102.2009) Potter (2005) dalam Setyo dan Kushariyadi
(2011, hal 108) bahwa tujuan dari teknik
Gangguan cemas adalah sekelompok kondisi relaksasi ini adalah :
yang memberi gambaran penting tentang a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan,
ansietas yang berlebihan, disertai respons nyeri leher dan punggung,
perilaku, emosional, dan fisiologis. Individu tekanan darah tinggi, frekuensi jantung,
yang mengalami gangguan ansietas dapat laju metabolik.
memperlihatkan perilaku yang tidak lazim b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan
seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak oksigen.
beralasan terhadap objek atau kondisi c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang
kehidupan, melakukan tindakan berulang ulang terjadi ketika klien sadar
tanpa dapat dikendalikan mengalami kembali dan tidak mefokuskan perhatian seperti
peristiwa yang traumatik, atau rasa khwatir relaks.
yang tidak dapat di jelaskan atau berlebihan. d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.
Pada kesempatan yang jarang terjadi, banyak e. Memeperbaiki kemampuan untuk
orang memperlihatkan salah satu dari perilaku mengatasi setres.
yang tidak lazim tersebut sebagai respons f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan,
normal terhadap ansietas. iritabilitas, spasme otot,
Perbedaan antara respons ansietas yang tidak fobia ringan, gagap ringan.
lazim ini dengan gangguan ansietas ialah g. Membangun emosi positif dari emosi
bahwa respons ansietas cukup berat sehingga negatif.
bisa mengganggu kinerja individu, kehidupan
keluarga, dan lingkungan sosial. Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011, hal
Banyaknya individu yang mengalami 108) bahwa indikasi dari terapi relaksasi otot
gangguan ansietas merasa takut mereka akan “ progresif, yaitu Klien yang mengalai
menjadi gila “ karena perilaku mereka yang insomnia, Klien yang setres, Klien yang
tidak lazim atau mereka mengalami serangan mengalami kecemasan, Klien yang mengalami
jantung karena respons fisiologis seperti depresi. Gerakan terapi relaksasi otot progresif
palpitasi, berkeringat, dan kesulitan bernapas. menurut Setyoadi (2011, hal, 108) sebagai
Mereka merasa bahwa mereka tidak memiliki berikut :
kendali atas respons yang tidak lazim tersebut

Relaksasi Progresif terhadapTingkat Kecemasan pada pasien Perilaku Kekerasan... (Helen,. 2015) 1
a. Gerakan pertama ditujukan untuk melatih mengatupkan rahang, diikuti dengan
otot tangan yang dilakukan dengan cara menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di
menggenggam tangan kiri sambil membuat sekitar otot-otot rahang.
suatu kepalan. Klien diminta membuat g. Gerakan kedelapan ini dilakukan untuk
kepalan ini semakin kuat, sambil merasakan mengendurkan otot-otot sekitar mulut.
sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya
kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk sehingga akan dirasakan ketegangan di
merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan sekitar mulut.
pada tangan kiri ini dilakukan dua kali h. Gerakan kesembilan dan gerakan
sehingga klien dapat membedakan kesepuluh ditujukan untuk merilekskan
perbedaan antara ketegangan otot dan otot-otot leher bagian depan maupun
keadaan relaks yang dialami. Prosedur belakang. Gerakan diawali dengan otot
serupa juga dilatihkan pada tangan kanan. leher bagian belakang baru kemudian otot
b. Gerakan kedua adalah gerakan untuk leher bagian depan. Klien dipandu
melatih otot tangan bagian belakang. meletakkan kepala sehingga dapat
Gerakan ini dilakukan dengan cara beristirahat, kemudian diminta untuk
menekuk kedua lengan ke belakang pada menekankan kepala pada permukaan
pergelangan tangan sehingga otot-otot di bantalan kursi sedemikian rupa sehingga
tangan bagian belakang dan lengan bawah klien dapat merasakan ketegangan di bagian
menegang, jari-jari menghadap ke langit- belakang leher dan punggung atas.
langit. i. Sedangkan gerakan kesepuluh bertujuan
c. Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot- untuk melatih otot leher bagian depan.
otot Biceps. Otot biceps adalah otot besar Gerakan ini dilakukan dengan cara
yang terdapat di bagian atas pangkal membawa kepala ke muka, kemudian klien
lengan. Gerakan ini diawali dengan diminta untuk membenamkan dagu ke
menggenggam kedua tangan sehingga dadanya. Sehingga dapat merasakan
menjadi kepalan kemudian membawa ketegangan di daerah leher bagian muka.
kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot j. Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih
biceps akan menjadi tegang. otot-otot punggung. Gerakan ini dapat
d. Gerakan keempat ditujukan untuk melatih dilakukan dengan cara mengangkat tubuh
otot-otot bahu. Relaksasi untuk dari sandaran kursi, kemudian punggung
mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilengkungkan, lalu busungkan dada
dilakukan dengan cara mengangkat kedua sehingga tampak seperti pada gambar 6.
bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu Kondisi tegang dipertahankan selama 10
akan dibawa hingga menyentuh kedua detik, kemudian rileks. Pada saat rileks,
telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil
kontras ketegangan yang terjadi di bahu, membiarkan otot-otot menjadi lemas.
punggung atas, dan leher. k. Gerakan berikutnya adalah gerakan
e. Gerakan kelima sampai ke delapan adalah keduabelas, dilakukan untuk melemaskan
gerakan-gerakan yang ditujukan untuk otototot dada. Pada gerakan ini, klien
melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot diminta untuk menarik nafas panjang untuk
wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-
mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk banyaknya. Posisi ini ditahan selama
dahi dapat dilakukan dengan cara beberapa saat, sambil merasakan
mengerutkan dahi dan alis sampai ketegangan di bagian dada kemudian turun
ototototnya terasa dan kulitnya keriput. ke perut. Pada saat ketegangan dilepas,
Gerakan yang ditujukan untuk klien dapat bernafas normal dengan lega.
mengendurkan otot-otot mata diawali Sebagaimana dengan gerakan yang lain,
dengan menutup keras-keras mata sehingga gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga
dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dapat dirasakan perbedaan antara kondisi
dan otot-otot yang mengendalikan gerakan tegang dan rileks.
mata. l. Setelah latihan otot-otot dada, gerakan
f. Gerakan ketujuh bertujuan untuk ketigabelas bertujuan untuk melatih otot-
mengendurkan ketegangan yang dialami otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan
oleh otot-otot rahang dengan cara cara menarik kuat-kuat perut ke dalam,

Relaksasi Progresif Jurnal dalam Keperawatan dan Kebidanan... (Helen,. 2015) 2


kemudian menahannya sampai perut Sampel merupakan sebagian dari populasi
menjadi kencang dank eras. Setelah 10 yang diharapkan dapat mewakili atau
detik dilepaskan bebas, kemudian diulang representatif populasi. Sampel sebaiknya
kembali seperti gerakan awal untuk perut memenuhi kriteria yang dikehendaki, sampel
ini. Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan- yang dikehendaki merupakan bagian dari
gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini populasi target yang telah diteliti secara
dilakukan secara berurutan. langsung, kelompok ini meliputi subjek yang
m. Gerakan keempat belas bertujuan untuk memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
melatih otot-otot paha, dilakukan dengan (Riyanto. 2011. hal 90)
cara meluruskan kedua belah telapak kaki
(lihat gambar delapan) sehingga otot paha Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari
terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan populasi untuk dapat mewakili populasi.
dengan mengunci lutut, sedemikian Teknik sampling merupakan cara–cara yang
sehingga ketegangan pidah ke otot-otot ditempuh dalam pengambilan sampel, agar
betis. Sebagaimana prosedur relaksasi otot, memperoleh sampel yang benar–benar sesuai
klien harus menahan posisi tegang selama dengan keseluruhan subjek penelitian
10 detik baru setelah itu melepaskannya. (Nursalam. 2013. hal 173). Dalam
Setiap gerakan dilakukan masing-masing pengambilan sampel ini peneliti mengambil
dua kali. responden sebanyak 55 orang pasien yang
berperilaku kekerasan.
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
Penelitiaan ini menggunakan rancangan teknik sampling purposive sampling yaitu
penelitian menggunakan quasy–expeimen. teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
Desain penelitian One Group Pretest Posttest tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,
ini sudah dilakukan observasi pertama (pretest) berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang
sehingga peneliti dapat menguji perubahan– sudah diketahui sebelumnya. (Sugiyono. 2013.
perubahan yang terjadi setelah adanya hal 68)
perlakuan, tetapi dalam desain ini tidak ada a. Kriteria Inklusi
kelompok kontrol (Riyanto. 2011. Hal 56) 1) Pasien resiko perilaku kekerasan yang
Rancangan ini tidak ada kelompok mengalami kecemasan sedang –
pembanding (kontrol) tetapi paling tidak sudah ringan
dilakukan observasi pertama (pretest) yang 2) Pasien resiko perilaku kekerasan
memungkinkan menguji perubahan -perubahan dengan jenis kelamin laki–laki atau
yang terjadi setelah adanya eksperimen perempuan.
(program). (Notoatmodjo. 2012. Hal 57). 3) Pasien yang berumur di atas 18–59
tahun.
Populasi adalah universum. Universum itu 4) Pasien yang bersedia menjadi
dapat berupa orang, benda, gejala, wilayah, responden.
yang ingin diketahui oleh peneliti. Populasi b. Kriteria Eksklusi
dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu 1) Pasien resiko perilaku kekerasan yang
populasi target dan populasi survey. Populasi tidak mengalami kecemasan.
target adalah seluruh“ unit”populasi, 2) Pasien yang berumur di atas 59 tahun.
sedangkan populasi survey adalah subunit dari
populasi target (Danim. 2003. Hal 37). Tempat dan Waktu Penelitian ini telah
Populasi yang digunakan adalah pasien resiko dilakukan di bulan Maret-April 2015 dan
perilaku kekerasan. Hasil studi pendahuluan Tempat penelitian telah dilakukan di RSJ Dr.
yang diperoleh peneliti dari bidang Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
keperawatan pada tahun 2014 bulan Januari
samapai Desember menunjukkan bahwa pasien Alat pengumpulan data Dalam penelitian ini
yang mengalami resiko perilaku kekerasan peneliti telah menggunakan lembar kuesioner
sebanyak 3879 orang. Rata-rata tiap bulan alat ukur (instrumen) Hamilton Rating Scale
populasi pasien resiko perilaku kekerasan for Anxiety (HRS-A), untuk mengetahui
sebanyak 323 orang. tingkat kecemasan pada pasien perilaku
kekerasan. Alat ukur ini terdiri dari 14
kelompok gejala yang masing–masing uji statistic parametik yakni uji T Test
kelompok dirinci lagi dengan gejala–gejala dependent. Apabila data tidak berdistribusi
yang lebih spesifik. Masing–masing kelompok normal maka akan digunakan uji statistik non
gejala diberi penilaian angaka (skor) antara 0 – parametik yakni uji wiloxcon range test.
4 yang artinya Nilai 0 tidak ada gejala
(keluhan), 1 gejala ringan, 2 gejala sedang, 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
gejala berat, 4 gejala berat sekali .Penilaian
atau pemakaian alat ukur ini telah dilakukan Gambaran Umum Tempat Penelitian
oleh peneliti melalui teknik wawancara Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo
langsung. Masing – masing nilai angka (skor) Provinsi Jawa Tengah terletak di jalan Brigjen
dari ke 14 kelompok gejala tersebut Sudiarto no 347 Semarang, tempat ini
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan melayani di bidang kesehatan jiwa dan salah
tersebut dapat diketahui derajat kecemasan satu pusat layanan kesehatan jiwa di Jawa
seseorang, yaitu Total nilai (skor) Kurang dari Tengah. Rumah sakit ini memiliki 14 ruang
14 tidak ada kecemasan, 14–27 kecemasan inap terdiri dari 12 ruangan biasa, 1 ruang
ringan, 21–27 kecemasan sedang, 28–41 untuk pasien yang membutuhkan penanganan
kecemasan berat, 42–56 kecemasan berat intensif (UPIP), dan ruangan VIP. RSJ Dr.
sekali. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
memiliki Instalasi Gawat Darurat umum 24
Validitas adalah suatu alat yang digunakan jam dan Instalansi rawat jalan terdiri dari poli
untuk mengukur suatu ketepatan yang akan kilinik, spesialis jiwa, klinik spesialis syaraf,
dikehendaki dalam apa yang akan diukur klinik gigi, klinik psikologi, ECT dengan
(Nasir, Muhith & Ideputri, 2011, Hal 259). anesthesia, klinik fisioterapi rehabilitasi medik
Instumen (HRS-A) merupakan instrumen dan mental.
untuk mengukur kecemasan yang sudah baku,
dan dinyatakan valid, oleh karena itu peneliti Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo
tidak perlu melakukan uji validitas. Reliabilitas Provinsi Jawa Tengah memiliki perawat
adalah kesamaan hasil pengukuran atau dengan pendidikan DIII, S1, S2 dan Dokter
pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup terdiri dari Dokter spesialis kejiwaan, spesialis
dapat diukur atau diamati berkali–kali dalam syaraf, spesialis anestesi, dokter umum, dokter
waktu yang berlainan (Nursalam, 2008, Hal gigi, spesialis radiologi dan patologi klinik.
104). Instrumen (HRS-A) merupakan Pengambilan data dalam penelitian ini di
instrumen untuk mengukur kecemasan yang laksanakan pada bulan Maret 2015 di RSJ Dr.
reliabel karena merupakan instrumen yang Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
sudah baku oleh karena itu peneliti tidak perlu Sampel penelitian ini sebanyak 55 responden.
melakukan uji reliabilitas. Dalam penelitian ini tidak ada responden yang
dropp out selama penelitian.
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan
atau mendeskripsikan karakteristik setiap 1. Karakteristik Responden
variabel penelitian. Bentuk analisis univariat a. Jenis kelamin
tergantung dari jenis datanya. Untuk data Tabel 5.1
numerik usia dan skor kecemasan digunakan
nilai mean atau rata – rata, median dan standar Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan
deviasi. Dan data berupa kategorik disajikan jenis kelamin di RSJ Dr. Amino Gondohutomo
dalam bentuk distribusi frekuensi. Data Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2015 (n = 55)
penelitian ini dalam bentuk kategorik, maka
disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi Variabel Frekuensi Persen
yaitu usia, jenis kelamin, dan pendidikan.
Laki – laki 32 58.2%
Analisis bivariat yang telah dilakukan terhadap
dua variabel yang di duga berhubungan atau Perempuan 23 41.8%
berkolerasi. Dalam penelitian ini uji normalitas
yang telah digunakan adalah Kolmogorov Total 55 100.0%
swirnov karena jumlah responden sebanyak 55
orang. Data berdistribusi normal (P value >
0,05) maka dilakukan analisis menggunakan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan orang sebanyak (1,8 %) . Dari hasil yang
bahwa jenis kelamin di RSJ Dr. Amino didapatkan bahwa semakin bertambahnya
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah yang umur semakin bertambahnya pula
menempati urutan terbanyak adalah laki – laki pengalamannya. Pada penelitian ini pasien
dengan jumlah 32 orang atau sebanyak (58.2 % yang mengalami kecemasan pada umur dewasa
) dan yang menempati urutan kedua adalah awal karena harus mengalami proses
perempuan dengan jumlah 23 orang atau pendewasaan.
sebanyak (41.8 %) . Hal ini dikarenakan saat Tabel 5.3
penelitian pengambilan responden lebih
banyak laki–laki daripada perempuan di RSJ Distribusi Tingkat Kecemasan Responden
Provinsi Dr. Amino Gondohutomo Jawa berdasarkan usia di RSJ Dr. Amino
Tengah. Dari hasil penelitian yang telah diteliti Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah, Tahun
peneliti dan jurnal yang terkait bahwa 2015 (n = 55)
kecemasan sering terjadi pada wanita daripada
laki-laki karena banyak berbagai hal salah
satunya wanita lebih emosional. Sedangkan
pada penelitian ini banyak terjadi pada laki- Varia Me Medi Sdt. Mi Ma
laki kemungkinan besar karena jumlah bel an an Deviasi n x
responden laki-laki lebih banyak daripada
perempuan.

b. Usia Usia 30. 30.0 7.37 18. 50.


Tabel 5.2 70 0 00 00

Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan c. Pendidikan


usia di RSJ Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah, Tahun Tabel 5.4
2015
(n = 55) Distribusi Frekuensi Responden
berdasarkan pendidikan di RSJ
Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Variabel Frekuensi Persen Jawa Tengah, Tahun 2015
(n = 55)
Remaja akhir (18 – 20 6 10.9 %
tahun)
10 18.1 % Variabel Frekuensi Persen
Dewasa awal (21 – 25
tahun) 26 47.4 % SI 2 3.6 %

Dewasa ( 26 – 35 12 21.8 % SMA 11 14.3 %


tahun)
1 1.8 % SMP 16 38.2 %
Dewasa akhir (36 – 44
tahun) SD 26 43.9 %

Pra lansia ( 45 – 59 Total 55 100.0%


tahun)

Total 55 100.0 Berdasarkan hasil penelitian dengan jumlah


% responden sebanyak 55 orang, menunjukkan
bahwa pendidikan yang tertinggi mengalami
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan resiko perilaku kekerasan adalah SD dengan
bahwa usia yang menempati urutan terbanyak jumlah 26 orang sebanyak (43.9 %) dan yang
adalah umur 26–35 dengan jumlah 26 orang menempati terkecil adalah S1 dengan jumlah 2
sebanyak (47.4 %) dan yang menempati urutan sebanyak (3.6 % ). Dari hasil yang didapatkan
terkecil adalah umur 45–59 dengan jumlah 1
bahwa ternyata tingkat pendidikan sangat Distribusi Tingkat Kecemasan sebelum
memepengaruhi tingkat kecemasan pasien intervensi relaksasi progresif di RSJ
resiko perilaku kekerasan semakin tinggi Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
tingkat pendidikannya semakin rendah pula Tengah, Tahun 2015 (n = 55)
tingkat kecemasan karena orang yang
berpendidikan tinggi dapat mengendalikan
kecemasannya dari banyak pengalaman yang
didapatkan. Berdasarkan Dari tabel 5.6 menunjukkan
bahwa tingkat kecemasan sebelum intervensi
2. Analisis Univariat dengan nilai hasil mean 21.63 dan nilai
mediannya 20.00 . Nilai Min sejumlah 10.00
a. Hasil distribusi tingkat kecemasan pada dan nilai Max sejumlah 46.00 . Nilai Sdt.
pasien resiko perilaku kekerasan Deviasi 6.75 , nilai min 10.00 dan max 46.00
sebelum dilakukan intervensi terapi
relaksasi otot progresif, dapat dilihat b. Hasil distribusi tingkat kecemasan
dalam tabel pada pasien resiko perilaku kekerasan
sesudah dilakukan intervensi terapi
Tabel 5.5 otot relaksasi progresif, dapat dilihat
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan pada tabel
sebelum intervensi relaksasi progresif di RSJ
Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tabel 5.7
Tengah, Tahun 2015 (n = 55) Distribusi Frekuensi Responden
berdasarkan sesudah intervensi
relaksasi progresif di RSJ Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah,
Variabel Frekuensi Persen Tahun 2015 (n = 55)

Tidak ada 6 10.9 % Variabel Frekuensi Persen


kecemasan
Tidak ada kecemasan 45 81.8 %

49 89.1 %
Sedang
Sedang 10 18.2 %

Total 55 100.0% Total 55 100.0%

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa
sebelum dilakukan terapi relaksasi otot sesudah dilakukan terapi relaksasi otot
progresif. Pasien resiko perilaku kekerasan progresif mengalami penurunan karena pasien
yang mengalami kecemasan yang tertinggi resiko perilaku kekerasan sejumlah 45 orang
adalah kecemasan sedang adalah 49 orang sebanyak 81.8 % tidak ada kecemasan dan
Variab Mea Medi Sdt. Mi Ma kecemasan sedang 10 orang sebanyak 18.2 % .
el n an Devia n x
si
Tabel 5.8
Skor 9.92 9.00 4.68 3.0 26. Distribusi Tingkat Kecemasan sesudah
Kece 0 00 intervensi relaksasi progresif di RSJ Dr.
masan Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah,
Tahun 2015 (n = 55)
sebanyak (89.1 %) dan yang menempati paling
rendah adalah tidak ada kecemasan sejumlah 6
orang sebanyak (10.9 ).

Tabel 5.6 Variab Me Medi Sdt. Min Max


el an an Deviasi

Skor 21. 20.0 6.75 10.0 46.0


Kece 63 0 0 0
masan
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 2. Sebelum dilakukan terapi relaksasi otot
tingkat kecemasan sesudah intervensi dengan progresif tingkat kecemasan terbanyak
hasil nilai mean 9.9273 dan nilai mediannya adalah sedang 49 orang 89.1%
90.000 . Nilai Min sejumlah 3.00 dan nilai 3. Sesudah dilakukan terapi relaksasi otot
Max 26.00 . progresif terdapat pengaruh relaksasi otot
progresif terhadap tingkat kecemasan pada
3. Analisis Bivariat. pasien resiko perilaku kekerasan dengan
hasil uji T-Test dengan nilai t 13.570 dan
Tabel 5.9 nilai p value 0.000
Analisis Pengaruh Terapi Relaksasi Otot 4. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
Progresif Terhadap Peningkatan Kecemasan ternyata terapi relaksasi otot progresif
Pasien Resiko Perilaku Kekerasan di RSJ Dr. terdapat pengaruh kepada pasien resiko
Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah, perilaku kekerasan di RSJ Amio
Tahun 2015 (n = 55) Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah

SARAN
Variabe N Me P Std.devi T Berdasarkan dari hasil penelitian yang
l an asi diperoleh ada beberapa saran yang perlu
dijadikan pertimbangan bagi peneliti dalam
Pre Test 55 21.6 0.0 6.75597 13.5 penelitian antara lain:
34 00 70
Post 55 4.68194 1. Bagi profesi keperawatan
Test 9.92
Dapat memberikan informasi kepada
perawat untuk menerapkan, mengatasi
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa kejiwaan dan membantu mempercepat
terdapat ada pengaruh perubahan dari tingkat proses penyembuhan pada pasien resiko
penurunan kecemasan pada pasien resiko perilaku kekerasan yang mengalami
perilaku kekerasan di RSJ Dr. Amino kecemasan. Hal ini juga bertujuan untuk
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah, terbukti memberikan informasi kepada semua
dari nilai p value kurang dari 0.05 (0.000). perawat yang bekerja di RSJ Dr. Amino
Dari nilai mean dari pre test dan mean post Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah dalam
test, terlihat bahwa terjadi penurunan tingkat penerapan pemberian terapi relaksasi otot
kecemasan pada pasien resiko perilaku progresif terhadap tingkat kecemasan pada
kekerasan di RSJ Dr. Amino Gondohutomo pasien resiko perilaku kekerasan.
Provinsi Jawa Tengah, dimana nilai mean pre
test 21.63 dan nilai mean post test 9.92. Hal ini
menunjukkan adanya penurunan tingkat
kecemasan setelah dilakukan terapi relaksasi
otot progresif.
2. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat sebagai


pengetahuan, masukan, yang
digunakan sebagai data tambahan bagi
SIMPULAN penelitian berikutnya yang terkait
dengan terapi relaksasi otot progresif
1. Karakteristik responden terbanyak berjenis terhadap tingkat kecemasan pada
kelamin laki–laki yaitu 32 orang atau pasien resiko perilaku kekerasan atau
sebanyak 58.2 %. Usia terbanyak adalah mungkin dengan pasien jiwa yang
usia 26–35 dengan jumlah 26 orang lainnya dalam pengembangan ilmu
sebanyak 47.4 %. Pendidikan responden keperawatan jiwa yang akan datang.
terbanyak yaitu SD dengan jumlah 26 orang
sebanyak 43.9 %.
DAFTAR PUSTAKA
keperawatan pedoman skripsi, tesis
dan instrumen penelitian keperawatan.
Alif N.T. (2014). Perbedaan Terapi Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Relaksasi Progresif dan Relaksasi
Nafas Dalam pada Pasien Post Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
Partum di RS Ungaran penelitian kesehatan. Edisi revisi
cetakan pertama. Surakarta: Ziyad
Danim S. (2003). Riset Keperawatan : Visi Media
Sejarah dan Metodologi ; editor,
Monica Ester,- Jakarta :EGC Perwaningtyas A, (2010) pengaruh
relaksasi progresif terhadap tingkat
Eva. (2013). Perbedaan Efektifitas Teknik kecemasan pada pasien skizofrenia
Relaksasi Otot Progresif dan Nafas di RSJD Surakarta. E- journal
Dalam Terhadap Tekanan Darah diperoleh tanggal 28 November
pada Pasien Hipertensi di RSUD 2014
Ungaran Pratiwi A. (2010). Pengaruh Terapi
Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Hawari D. 2009. psikometri alat ukur Tingkat Kecemasan pada Pasien
(skala) kesehatan jiwa. jakarta : Skizofrenia di RSJD Surakarta
balai penerbit FKUI
Profil kesehatan provinsi jawa tengah.
Hidayat, D. (2008). Riset keperawatan dan (2014).
teknik ilmiah. Edisi 2. Jakarta : Htpp://www.dinkesjatengprov.go.id
Salemba Medika /dokumen/2013/SDK/Profil
Isaacs ann, (2004), keperawatan kesehatan 2011/pdf diperoleh tanggal 12
jiwa & psikiatrik. edisi 3, jakrta : EGC desember 2014

Martha D dkk. (2005). Panduan Relaksasi Purwanto. (2004). Efektifitas Relaksasi Otot
& Reduksi Stres. Jakarta : EGC Progresif untuk Menurunkan
Maramis W.F. 2000, Catatan Ilmu Kecemasan pada Mahasiswa
Kedokteran jiwa. Surabaya : Psikologis UMS.
Airlangga University Rahayu, S,R (2014). Pengaruh relaksasi
2004, Catatan Ilmu progresif terhadap tingkat
Kedokteran jiwa. Surabaya : kecemasan pada pasien diabetes
Airlangga University militus di RS Ambarawa
Nita F. 2009. prinsip dasar dan aplikasi
penulisan laporan pendahuluan Riyadi dkk. (2009). Asuhan keperawatan
dan strategi pelaksanaan tindakan jiwa. Edisi pertama. Yogyakarta :
keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Graha Ilmu
salemba medika
,. (2010). Metodologi Riyanto A. 2011. Aplikasi Metodologi
penelitian kebidanan dan teknik Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :
analisa data. Jakarta : Salemba Nuha Medika.
Medika
,. (2011). Metode penelitian Setyoadi. (2011). Teknik relaksasi
kebidanan teknik analisa data. progresif.
Edisi pertama. Jakarta : Salemba http://www.psikologizone.com/lang
Medika kah-langkah-relaksi-otot
progresif/065115 diperoleh tanggal
Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan 27 Desember 2014
metodologi penelitian ilmu
keperawatan. Jakarta : Salemba Smeltzer, S. C & Bare, B. G. (2002). Buku
Medika Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
. ,. (2008). konsep dan
penerapan metodologi penelitian ilmu
Stuart Gail W. (2007). Buku saku
keperawatan jiwa. Edisi ke 5.
Jakarta : EGC

Sugiyono. (2013). Statistika untuk


penelitian. ALFABETA cv: Bandung:
EGC

Suliostiowati. (2008). Pemberian Relaksasi


Otot Progresif Berpengaruh Terhadap
Tingkat Kecemasan Pasien yang
Menjalani Kemoterapi.

Suliswati dk. (2005). konsep keperawatan


dasar keperawatan kesehatan jiwa.
Jakarta : EGC

,.(2005). Konsep dasar


keperawatan jiwa. Jakarta : EGC

Videbeck S.L. (2008). Buku Ajar


Keperawatan Jiwa. alih bahasa
Renata Komalasari. Jakarta : EGC
Yosep I. (2007). Keperawatan jiwa.
Bandung : Refika Aditama

. (2009). keperawatan jiwa.


Alih bahasa anep gunarsa, Bandung :
ikapi

Anda mungkin juga menyukai