Anda di halaman 1dari 10

HAKIKAT PSIKOLINGUISTIK

Resume ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikolinguistik

Oleh Kelompok 1 :

1. Dewita Purnama Sari (17129202)


2. Yulia Ratni Sari (17129285)
3. Feren Sefiyanti (17129209)
4. Novia Wulandari Kamil (17129386)

Seksi: 17 BB 04

Dosen Mata Kuliah:

Dr. Taufina Taufik, M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020

1
Psikolinguistik

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering menggunakan bahasa


sebagai media untuk menyampaikan pesan. Bahkan bahasa berperan sebagai
kebutuhan sangat penting dalam kehidupan. Tanpa bahasa, mungkin kita akan
susah bertahan hidup. Melihat pentingnya peranan bahasa, untuk itu kita perlu
mengetahui atau mempelajari ilmu yang berkaitan dengan bahasa. Salah satu
ilmu yang membahas tentang kebahasaan yaitu psikolinguistik yang akan kami
uraian sebagai berikut :

A. Pengertian Psikolinguistik

Psikolinguistik adalah disiplin ilmu kombinasi antara psikologi dan


linguistik. Berikut ini akan dipaparkan beberapa pengertian menurut para
ahli.

Menurut Hasan (2018:6) “Psikolinguistik adalah ilmu yang


membahas tentang seluk beluk bahasa, hubungan antara bahasa dan otak
serta proses pemerolehan bahasa dan struktur kaedah bahasa tersebut.”

Selanjutnya menurut Dardjowodjojo (2012:7) berpendapat bahwa,


“Psikolingustik adalah ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang
dilalui oleh manusia dalam mereka berbahasa.”

Di samping itu Sudarwati (2017:9) juga mengemukakan bahwa


“Dari segi bahasa, asal psikolinguistik dari dua kata yaitu psikologi dan
linguistik. Keduanya merupakan dua ilmu yang berlainan. Meskipun begitu,
keduanya menaruh perhatian yang sangat besar tehadap baahsa”

Kemudian dari pada itu, Field (dalam Zulhannan, 2017 :2)


mengatakan bahwa “Psycho-linguisttics explores the relationship between
the human mind and langu-age and isquo, yang artinya psikolinguistik
membahas hubungan antara otak manusia dengan bahasa dan isquo”

2
Mustopa (2019 : 116 ) mengatakan bahwa :

Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa,


baik perilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak
berupa persepsi, pemproduksian bahasa, dan pemerolehan bahasa.
Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia
ketika berbicara dan menulis atau ketika memahami yang disimak
atau yang dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau
memproses sesuatu yang akan diucapakan atau ditulisnya.
Jadi, dari beberapa pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa
Psikolinguistik adalah disiplin ilmu kombinasi antara psikologi dan
linguistik yang diorientasikan untuk mengkaji proses psikologis yang
terjadi pada orang yang berbahasa.

B. Sejarah Psikolinguistik

Psikolinguistik dikenal dengan istilah ilmu hibrida, yang merupakan


ilmu gabungan antara dua ilmu psikologi dan ilmu linguistik. Benih ilmu ini
sebenarnya sudah tampak pada permulaan abad ke dua-puluh tatkala psikolog
Jerman Wilhelm Wundt menyatakan bahwa bahasa dapat dijelaskan dengan
dasar prinsip-prinsip psikologis (Kess, dalam Dardjowodjojo 2012). Pada
waktu itu telaah bahasa mulai mengalami perubahan dari sifatnya yang estetik
dan kultural ke suatu pendekatan yang “ilmiah”.

Sementara itu, di benua Amerika kaitan antara bahasa dengan ilmu jiwa
juga mulai tumbuh. Perkembangan ini dapat dibagi menjadi empat tahap (Kess,
dalam Dardjowodjojo 2012) : (a) tahap formatif, (b) tahap linguistik, (c) tahap
kognitif, dan (d) tahap teori psikolinguistik, realita psikologis, dan ilmu
kognitif.

1. Tahap formatif

Pada pertengahan abad ke dua-puluh John W. Gardner,


seorang psikolog dari Carnegie Corporation, Amerika, mulai
menggagas hibridisasi (penggabungan) kedua ilmu ini. Ide ini
kemudian dikembangkan oleh psikolog lain, John B. Carroll, yang

3
pada tahun 1951 menyelenggarakan seminar di Universitas Cornell
untuk merintis keterkaitan antara kedua disiplin ilmu ini. Pertemuan
ini dilanjutkan pada tahun 1953 di Universitas Indiana. Hasil
pertemuan ini membuat gema yang begitu kuat di antara para ahli
ilmu jiwa maupun ahli bahasa sehingga banyak penelitian yang
kemudian dilakukan terarah pada kaitan antara kedua ilmu ini
(Osgood dan Sebeok, dalam Dardjowodjojo 2012). Pada saat itulah
istilah psycholinguistics pertama kali dipakai. Kelompok ini
kemudian mendukung penelitian mengenai relativitas bahasa
mapun universal bahasa. Pandangan tentang relativitas bahasa
seperti dikemukakan oleh Benjamin Lee Whorf (1956) dan
Universal Bahasa seperti dalam karya Greenberg (1963) merupakan
karya pertama dalam bidang psikolinguistik.

2. Tahap Linguistik

Perkembangan ilmu linguistik, yang semula berorientasi


pada aliran behaviorisme kemudian beralih ke mentalisme (yang
sering juga disebut sebagai nativisme) pada tahun 1957 dengan
diterbitkannya buku Chomsky terhadap teori behavioristik B.F.
Skinner (Chomsky 1959) telah membuat psikolinguistik sebagi
ilmu yang banyak diminati orang. Hal ini makin berkembang
karena pandangan Chomsky tentang universal bahasa makin
mengarah pada pemerolehan bahasa, khususnya pertanyaan
“mengapa anak di mana pun juga memperoleh bahasa mereka
dengan memakai trategi yang sama”.

Kesamaaan dalam strategi ini didukung ula oleh


berkembangnya ilmu neurolinguistik (Caplan 1987) dan
biolinguistik (Lenneberg, 1967; Jenkins 2000). Studi dalam
neurolinguistik menunjukkan bahwa manusia ditakdirkan memiliki
otak yang berbeda denngan primat lain, baik dalam struktur
maupun fungsinya. Pada manusia ada bagian-bagian otak yang
dikhususkan untuk kebahasaan, sedangkan pada binatang bagian-

4
bagian ini tidak ada. Dari segi biologi, manusia juga ditakdirkan
memiliki struktur biologi yang berbeda dengan binatang. Mulut
manusia, misalnya memiliki struktur yang sedemikian rupa
sehingga memungkinkan manusia untuk mengeluarkan bunyi yang
berbeda-beda. Ukuran ruang mulut dalam bandingannya dengan
lidah, kelenturan lidah, dan tipisnya bibir membuat manusia mampu
untuk menggerak-gerakkannya secara mudah untuk menghasilkan
bunyi-bunyi yang distigtif.

Biolinguistik, yang meruopakan ilmu hibrida ntara biologi


dan linguistik, bergerak lebih luas karena ilmu ini memcoba untuk
menjawab lima pertanyaan sentral dalam studi bahasa seperti yang
dikemukakan oleh Chomsky: (1) apa yang dimaksud dengan
pengetahuan bahasa (knowledge of language), (2) bagaimana
pengetahuan itu diperoleh, (3) bagaimana pengetahuan itu
diterapkan, (4) mekanisme otak mana yang relevan dalam hal ini,
dan (5) bagaimana pengetahuan ini berperan pada spesies manusia
(Jenkin, 2000). Pertanyaan pertama merujuk pada pengetahuan
kebiasaan manusia, yakni pengetahuan seperti apa yang dimiliki
oleh manusia sehingga dia dapat berbahasa. Ini dikaitkan dengan
pertanyaan kedua, yakni dari mana datangnya pengetahuan itu.
Apakah pengetahuan itu sudah ada sejak manusia dilahirkan
(innate), atau diperoleh dari lingkungan setelah manusia itu lahir.
Pertanyaan ketiga mencoba menjawab masalah bagaimana
pengetahuan yang dimiliki itu diterapkan pada data yang masuk.,
dengan pengetahuan yang telah kita miliki, parameter apa yang kita
pakai untuk mengolah dan mencerna input yang masuk pada kita.
Pertanyaan keempat menyangkut peran otak manusia yang
membedakannya dari otak binatang; dan pertanyaan terakhir
merujuk pada ihwal yang membedakan manusia dari binatang,
yakni apakah pengetahuan dan kemampuan berbahasa itu milik
eksklusif manusia.

5
Keterkaitan antara bahasa dengan neurobiologi ini
mendukung pandangan Chomsky yang mengatakan bahwa
pertumbahan bahasa pada manusia itu terprogram secara genetik.
Pertumbuhan bahasa dengan anak tidak ada bedanya dengan
pertumbuhan payudara atau kumis pada manusia. Manusia
dilahirkan di dunia bukan dengan piring kosong (teori Tabula rasa).
waktu dilahirkan, manusia sudah dibekali dengan apa yang dia
namakan faculyies of the mind (kapling minda) yang salah satu
bagiannya khusus diciptakan untuk pemerolehan bahasa. Menurut
Choimsky, manusia memiliki bekal kodrati (innate properties)
waktu lahir dan bekal inilah yang kemudian membuatnya mampu
untuk mengembangkan bahasa.

Orang telah banyak melakukan penelitian dan mencoba


mengajar bianatang untuk berbahasa (Kellogs 1933; Hayes 1947;
Gardner 1966; Terrace 1977), tetatpi tidak satupun dari mereka itu
ada yang berhasil. Gua, seekor simpanse yang diteliti oleh prof. dan
Ny. Kellog, dapat mmemahammi sekitar tuju puluh kata tetapi ia
tidak dapat berbicara. Viki, simpanse yang diajarkan oleh Dr dan
Ny. Hayes akhirnya hanya dapat mengatakan papa, mama, cup, dan
up. Prof. dan Ny. Gardner melatih simpanse Washoe bahasa isyarat.
Dia berhasil menguasai sekitar seratus kata dalam waktu 21 bula,
tetapi tetap saja tidak dapat berbicara. Simpanse yang dilatih oleh
Herbert Terrece yang dianamakan Nim Chimsky tampaknya
menunjukkan adanya kemampuan menggabung kata, tetapi setelah
diteliti lebih lanjut kedapatan bahwa kemampuan itu semu belaka.

Ketidak berhasilan semua penelitian ini membuktikan


bahwa pemerolehan bahasa adalah unik untuk manusia (species
specific) hanya manusialah yang dapat berbahasa. Makhluk lain
dapat melakukan banyak hal, termasuk hal-hal yang dilakukan oleh
manusia, tetapi kemampuan mereka terbatas hanya pada ihwal yang

6
non-verbal. Begitu sampai pada ihwal yang verbal, disitulah mereka
menjadi berbeda dengan manusia.

3. Tahap kognitif

Pada tahap ini psikolinguistik mulai mengarah pada peran


kognisi dan landasan biologis manusia dalam pemerolehan bahasa.
Pelopor seperti Chomsky mengatakan bahwa linguists itu
sebenarnya adalah psikolog kognitif. Pemerolehan bahasa pada
manusia bukanlah penguasaan komponen bahasa tanpa
berlandaskan pada prinsip-prinsip kognitif. Tata bahasa, misalnya,
tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang terlepas dari kognisi
manusia karena konstituen dalam suatu ujaran sebenanya
mencerminkan realita psikologi yang ada pada manusia tersebut.

Ujaran bukanlah suatu urutan bunyi yang linear tetapi urutan


bunyi yang membentuk unit-unit konstituen yang hirarkis dan
masing-masing unit ini adalah realita psikologis. Frasa orang tua
itu, misalnya, membentuk suatu kesatuan psikologis yang tak dapat
dipisahkan. Frasa ini dapat digantikan dengan hanya satu kata saja
seperti Ahmad atau dia.

Pada tahap ini orang juga mulai berbicara tentang peradaban


biologi pada bahasa karena mereka mulai merasa bahwa biologi
merupakan landaan dimana bahasa itu tumbuh. Orang-orang seperti
Chomsky dan lenneberg mengataknan bahwa pertumbuhan bahasa
seorang manusia itu terkait secara genetik denan pertumbuhan
biologinya.

4. Tahap Teori Psikolinguistik

Pada tahap akhir ini, psikolinguistik tidak lagi berdiri


sebagai ilmu yang terpisah dari ilmu-ilmu lain karena pemerolehan
dan penggunaan bahasa manusia menyangkut banyak cabang ilmu
pengetahuan yang lain. Psikolinguistik tidak lagi terdiri dari psiko

7
dan linguistik saja tetapi juga menyangkut ilmu-ilmu lain seperti
neurologi, filsafat, primatologi, dan genetika.

Neurologi mempunyai peran yang sangat erat dengan bahasa


karena kemampuan manusia berbahasa ternyata bukan karena
lingkungan tetapi karena kodrat neurologi yang diabawanya sejak
lahir. Tanpa otak dengan fungsi-fungsinya yang kita miliki seperti
sekarang ini, mustahillah manusia dapat berbahasa. Ilmu filsafat
juga kembali memegang peran karena pemerolehan pengetahuan
merupakan masalah yang sudah dari zaman purba menjadi
perdebatan antara para filosof, pa pengetahuan itu dan bagaimana
manusia memperoleh pengetahuan. Primatologi dan genetika
mengkaji sampai seberapa jauh bahas itu milik khusus manusia dan
bagaimana genetika terkait dengan pertumbuhan bahasa dengan
kata lain, psikolinguistik kini telah menjadi ilmu yang ditopang
dengan ilmu-ilmu yang lain.

C. Tujuan Belajar Psikolinguistik

Sebelum kita mempelajari lebih lanjut tentang psikolinguistik, ada biknya


kita mengetahui terlebih dahulu tentang tujuan bdari psikolinguistik tersebut.
Berikut tujuan psikolinguistik meunurt para ahli :

Sudarwati (9-10 :2017) membagi tujuan psikolinguistik menjadi dua,


yaitu :

1. Secara teoritis mempunyai tujuan utama yaitu menemukam suatu


teori tentang bahasa yang paling tepat dan unggul dilihat dari segi
psikologi dan linguistik yang mampu menjelaskan hakikat bahasa
dam pemerolehan bahasa. Psikolinguistik mencoba menjelaskan
tentang dasar struktur bahasa dan bagaimana struktur bahasa dapat
diperoleh dan digunakan pada saat bertutur dan untuk memahami
ujaran-ujaran bahasa. 2. Secara praktis, psikolonguistik mencoba
menggunakan pengetahuan linguistik dan psikologi pada suatu
permasalahaan contohnya masalah tentang bahasa mengenai
pengajaran dan pembelajaran bahasa, salah tentang oengajaran dalam
membaca, kedwibahasaan, penyakit dialek, pijinasi dan kreolisasi

8
serta permasalahan sosial lain yang berhubungan dengan suatu bahasa
contohnya masalah tentang hubungan bahasa dan pendidikan, bahasa
dan hubungannya dengan pembangunan bangsa.
Senada dengan itu, Harras (2009:4-5) juga mengatakan bahwa

Secara teoritik, tujuan psikolinguistik adalah mencoba menerangkan


hakikat struktur bahasa dan bagaimana struktur ini diperoleh dan
digunakan pada waktu berutur dan memahami kalimat ujaran-ujaran.
Sedangkan secara praktis psikolinguistik mencoba menerangkan
pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah seperti
pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan
dan membaca lanjut, kedwibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia,
gagap dan sebagainya.
Jadi, berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat kita simpulkan bahwa
tujuan psikolingustik dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu secara teoritis
dan secara praktis. Tujuan mempelajari psikolinguistik secara teoritik adalah
untuk mengetahui bagaimana struktur bahasa diperoleh dan dipergunakan pada
saat bertutur dan memahami ujaran. Sedangkan tujuan praktis mempelajari
psikolinguistik adalah agar kita bisa mengatasi masalah dalam pengajaran dan
pembelajaran bahasa. Khususnya sebagai calon guru sekolah dasar, aplikasi
dari ilmu psikolinguistik ini akan sangat penting diterapkan pada peserta didik
kita nanti.

9
Daftar Rujukan

Dardjowidjojo, Soenjon dan Unika Atma Jaya. 2012. Psikolinguistik Pengantar


Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Harras,Kholid A. dan Andika Dutha Bachari. 2009. Dasar-Dasar Psikolinguistik.
Bandung: UPI PRESS.
Hasan, Hasan. 2018. Psikolinguistik: Urgensi dan Manfaatnya pada Program
Studi Pendidikan Bahasa Arab. Jurnal Al Mi’yar vol.1. No 2.
Mutopas Deni, dkk. 2019. Penerapan Joyfull Learning dalam Pembelajaran
Bahasa Inggris (Tinjauan Psikolinguistik). Lisan : Jurnal Bahasa
Indonesia vol. 8 No.2: Hal. 110-118. P-ISSN: 2087 4306
Sudarwati, Emy, dkk. 2017. Pengantar Psikolinguistik. Malang : UB Press.

Zulhannan. 2017. Bahasa Arab dan Psikolinguistik: Kajian Konseptual dan


Historis. Jurnal Al Bayan Vol. 9. No. 2. ISSN 2086-9282. e-ISSN 2549-
1229

10

Anda mungkin juga menyukai