Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT

DOSEN PENGAMPU:
IBU BERNADETHA TRI HANDINI M.Tr.Kep

KELOMPOK 8
KRISNA 113063C118017
KRISTIA MATIUS 113063C118018
LINDA ADELINA 113063C118019
LOLA GLORIA LISTY 113063C118020

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, dan
karunianya makalah ini dapat terselesaikan oleh kami tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini dapat terselesaikan atas
kerjasama kelompok dan bantuan dari beberapa pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati
kami mengucapkan banyak terimakasih atas dorongan, perhatian dan kerjasamanya. Namun
kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
segala saran, kritik yang membangun sangatlah diharapkan agar lebih maju dimasa yang akan
datang.
Harapan kami makalah ini dapat jadi referensi bagi penulis dan pembaca untuk
membangun tenaga kesehatan yang lebih professional dan bermutu dalam profesi keperawatan.

Banjarmasin, 18 Februari 2020

Kelompok 8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
ANATOMI FISIOLOGI GINJAL ......................................................................................... 4
BAB II ..................................................................................................................................... 13
KONSEP PENYAKIT GAGAL GINJAL AKUT............................................................... 13
A. Pengertian .................................................................................................................... 13
B. Etiologi ......................................................................................................................... 13
C. Patofisiologi ................................................................................................................. 14
D. Manifestasi klinis ........................................................................................................ 15
E. Tes diagnostik .............................................................................................................. 15
F. Penatalaksanaan medik .............................................................................................. 15
BAB III.................................................................................................................................... 17
ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 25
BAB I

ANATOMI FISIOLOGI GINJAL

Sistem perkimahan (ginjal) terdiri dari organ-organ yang memproduksi urin dan
mengeluarkaan dari tubuh. Sistem merupakan salah satu sistem utama untuk mempertahankan
homeostatis (kestabilan lingkungan internal).
Sistem perkemihan terdiri dari dua ginjal yang mempproduksi urin dua ureter yang
membawa urine ke dalam kandung kemih untuk penampungan sementara dan uretra yang
mengalirkan urine keluar tubuh memalui orifisium eksternal.

1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, berwarna merah tua, terletak
di kedua sisi kolumna verteblaris. Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung
karena disebelah posterior dilindungi oleh tulang kosta dan otot-otot yang meliputi
kosta, sedangkan dibagian anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke
bawah oleh hati. Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12-13 cm, tebalnya 6 cm dan
beratnya 120-150 gram.
Ginjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan
lingkungan dalam tubuh dengan mengekskresikan solute dan air secara selektif. Fungsi
vital ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan
reabsorbsi sejumlah solute dan air dalam jumlah yang tepat disepanjang tubulus ginjal.
(Drs.H.Syaifuddin, 2010)Kelebihan solute dan air akan diekskresikan keluar tubuh
sebagai air kemih melalui sistem pengumpul
a. Struktur Anatomi Ginjal
Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya
antara 120-150 gram. 95% orang dewasa memiliki jarak antar kutubb ginjal antara
11-15. Perbedaan panjang dari kedua ginjal yang lebih dari 1,5 cm atau perubahan
bentuk ginjal merupakan tanda yang penting karena kebbanyakaan penyakit ginjal
dimanifestasikan dengan perubahan struktur.
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu
korteks dibagian luar dan medula dibagian dalam.
Pengetahuan anotomi ginjal merupakan dasar untuk memahami pembentukan
urine. Pembentukan urine dimulai dalam korteks dan berlanjut selama bahan
pembentukan urine tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus kolektivus,. Urine
yang berbentuk kemudian mengalir kedalam duktus Papilaris Bellini, masuk kaliks
minor, kaliks mayor, pelvis ginjal dan akhirnya meninggalkan ginjal melalui ureter
menuju kandung kemih.
b. Aliran darah ginjal
Aorta abdominalis bercabang menjadi aarteri renalis kira kira setinggi vetebra
lumbalis 2. Karena aorta terletak disebelah kiri garis tengah maka arteri renalis
kanan lebih panjang dari arteri renalis kiri. Setiap arteri renalis bercabang sewaktu
masuk krdalam hilus ginjal.
Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena inferior yang terletak disebelah
kanan garis tengah. Akibatnya vena renalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang dari
vena renalis kanan. Karena gambaran anatomis ini maka ahli bedah transplantasi
biasanya lebih suka memilih ginjal kiri donor yang kemudian di putar dan
ditempatkan pada pelvis kanan resipen.
Saat arteri renalis masuk ke dalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteria
interlobaris yang berjalan diantara piramid, selanjutnya membentuk arteria arkuta
yang melengkung melintasi basis piramid-piramid tersebut.
Arteria arkuta kemudian membentuk arteriola-arterio interloburalis ini selanjutnya
memebentuk arteriola aferen. Arteriola afren akan bberakhir pada rumbai-rumbai
kapiler yang disebut glomerulus. Rumbai- rumbai kapiler atau glomerulus bersatu
membentuk arteriola eferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal
kapiler yang mengelilingi tubulus dan kadang-kadang disebut kapiler peritubular.
Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena,
selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuata , vena interlobularis dan vena
renalis, akhirnya mencapai vena cava inferior

Gambaran khusus aliran darah ginjal


Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah permenit, suatu volume yang sama dengan
20-25% curah jantung (5.000 ml permenit). Lebih dari 90% darah yang masuk
keginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medula.
Sifat khusus aliran darah ginjal adalah autoregulasi aliran darah melalui ginjal.
Arteriola aferen mempunyai kapasitas interinsik yang dapat merubah reSistemnya
sebagai respons terhadap perubahan tekanan darah arteri, dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan. Fungssi
ini efektif pada tekanan arteri antara 80-180 mmHg. Hasilnya adalah dapat
mencegah terjadinya perubahan besar pada ekskresi solut dan air.
Saraf-saraf renal dapat menyebabkan vasokonstruksi pada keadaan darurat dan
dengan demikian mengalirkan darah dari ginjal ke jantung, otak atau otot rangka
dengan mengorbankan ginjal.
c. Struktur mikroskopik ginjal
1) Nefron
Nefron adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat siktar 1 juta
nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap
nefron terdiri dari kapsula bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerulus,
Tubulus distal, yang mengosongkan diri ke dalam Duktus Kolektivus.
Seorang normal masih dapat bertahan walaupun dengan susuah payah, dengan
jumlah nefron kurang dari 20.000 atau 1% dari masa nefron total. Dengan
demikian, masih mungkin untuk menyumbangkan satu ginjal untuk
transplantasi tanpa membahayakan kehidupan.
2) Korpuskulus Ginjal
Korpuskulus ginjal terdiri dari kapsula bowman dan rumbai kapiler glomerulus.
Istilah glomerulus sering kali digunakn untuk menyatakan korpukulus ginjal.
Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal. Kapsula
bbowman dilapisi oleh sel-sel epitel, yaitu sel epitel parietal dan sel-sel epitel
viseral.
3) Apartus Jukstaglomerulus
Dari setiap nefron, bagian pertama dari tubulus distal berasaldari medula
sehingga terletak dalam sudut yang terbentuk antara arterior aferior aferen dan
aferen dari glomerus nefron yang bersangkutan. Pada lokasi ini sel-sel
jukstaglomerus dinding arteriror eferen mengandung granula sekresi yang
diduga mengeluarkan renin. Renin, adalah suatu enzim yang penting pada
pengaturan tekanan darah.
Terdapat 2 teori penting mengenai pengaturan pengeluaran renin. Menurut teori
pertama, sel-sel jukstaglo-merulus berfungsi sebagai baroresceptors ( sensor
tekanan) yang sensitif terhadap aliran darah melalui arteriola aferen. Penurunan
tekanan arteria akan merangsang peningkatan granularis sel-sel
jukstaglomerulus sehingga mengengeluarkan renin.
Menurut teori kedua, sel-sel makula densa tublus distal bertindak sebagai
komoreseptor yang sensitif terhadap natrium dari cairan tubulus. Peningkatan
kadar natrium dalam tubulus distal akan mempengaruhi sel-sel
jukstaglomerulus sehingga meningkatkan pengeluaran renin. Tetapi penurunan
kadar natrium dalam tubulus tidak dapat menurunkan pengeluaran renin, karena
kadar natrium dalam tubulus distal normalnya cukup rendah. Beberapa literatur
juga menunjukan bahwa system saraf simpatis dan katekolamin dapat
mempengaruhi sekresi renin.
4) Sistem Renin-angiotesin
Pengeluaran renin dari ginjal akan mengakibatkan perubahan angiotensinogen
menjadi angiotensin I. Angiotensin I kemudian di ubah menjadi angiotensin ii
oleh enzim konversi (Converting Enzyme) yang ditemukan didalam kapiler
paru-paru. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui darah melalui
efek vasokonstruksi arteoriola perifer dan merangsang aldosteron. Peningkatan
kadar aldosteron akan merangsang reabsorsi natrium (Na+) meengakibatkan
peningkatan reabsorsi air, dengan demikian volume plasma akan meningkat.
Peningkatan volume plasma darah ikut berperan dalam peningkatan tekanan
darah yang selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal
d. Fisiologi Dasar Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempetahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh
filtrasi glomerus, reabsorsi dan sekresi tubulus.
Funsi Utama Ginjal
Funsi eksresi
 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili osmol
 Memprtahankan kadar masing-masing elektroit plasma dalam rentang
normal
 Mempertahankan Ph PLASMA SEKITAR 7,4
 Mengekskresikan urea, asam urat dan kreatinin
Fungsi nonekskrsi
 Menghasilkan renin, penting untuk pengaturan tekanan darah
 Menghasilkan eritopoetin, faktor dalam stimulasi produksi sel darah
merah oleh sum sum tulang
 Metabolisme vitamin D menjadi bbentuk aktifnya
 Degradasi insulin
 Menghasilkan prostaglanndin

Pembentukan urine dimulai dengan proses filtrasi plasma pada glomerulus. Aliran darah ginjal
atau Renal Blood Flow (RBF) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1.200
ml/menit. Bila hematokrit normal dianggap 45%, maka aliran plasma ginjal atau Renal Plasma
Flow (RPF) sama dengan 660 ml/menit (0,55 x 1.200 = 660).
Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit dialirkan melalui glomerus ke kapsula
bowman, yang dikenal dengan istilah Glomerular Filtratrion Rate (GFR) atau laju filtrasi
glomerulus dinamakan Ultrafiltrasi glomerulus adalah jumlah filtrat primer mempunyai
komposisi sama seperti plasma kecuali protein.
Tekanan-tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus seluruhnya bersifat pasif,
dan tidak membutuhkan energi metabolik untuk proses filtrasi tersebut. Tekanan filtrasi berasal
dari perbedaan tekanan yang terdapat dalam antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman.
Tekanan hidroststik dalam daarah kapiler glomerulus mempermudahkan filtrasi dan kekuatan
ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman serta tekanan osmotik koloid
darah. Tekanan osmotik koloid pada hakekatnya adalah nol. Tekanan kapiler glomelurus
sekitar 50 mmHg(Pitts,1974), sedangkan tekanan intrakapsular sekitar 10 mmHg. Tekanan
osmotik koloid darah besarnya sekitar 30 mmHg. Dengan demikian, tekanan filtrasi bersih dari
glomerulus besarnya sekitar 10 mmHg.
Cara yang paling akurat untuk mengukur GFR adalah dengan menggunakan mulin, yaitu suatu
zat yang difiltrasikan glomerulus bebas dan diekskreasi maupun diabsorbsi oleh tubulus.
Bersihan atau clearence suatu zat adalah besarnya volume plasma dari zat tersebbut dibersihkan
oleh ginjal per unit waktu. Bersihan imulin akan tepat sama dengan GFR.
Reabsorsi dan Sekresi Tubulus
Filtrat atau zat-zat yang difiltrasi ginjal dibagi dalam 3 kelas, yaitu :
1. Elektroit yaitu : natrium (Na+), Kalium (K+), Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg++),
Bikarbobat(HCO3), Klorida(CI), dan fosfat (HPO4).
2. Non elektroit, glokuosa, asam amino, dan metabolik hasil metabolisme protein seperti
urea, asam urat, dan kreatinin.
3. Airr
Setela filtrasi langkah kedua dalam proses pembetukan urine adalah reabsorsi selektif zat zat
yang sudah difiltrasi. Proses reabsorsi dan sekresi berlangsung baik melalui mekanisme
transport aktif maupun pasif. Transfort aktif yaitu jika suatu zat di transfort melawan suatu
persial kimia, atau keduanya. proses ini membutuhkan energi. Sedangkan transfort pasif yaitu
jika zat yang di reabsorbsi atau di sekresi bergerak mengikuti perbedaan elektrokimia yang
adaa. Selama proses perpindahan zat tersebut tidak dibutuhkan energi
Pada area mana saja di nefron zat zat tersebut di reabsorbsi :
1. Glokusa dan asam amino direabsorbsi seluruhnya disepanjang tubulus proksimal
dengan mekanisme transfort aktif.
2. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorbsi secara aktif dan keduanya
dikreasi kedalam tubbulus distal.
3. Sedikitnya 2/3 natrium yang difiltrasikan akan direabsorbsi secara aktif dalam tubulus
proksimal. Proses reabsorbsi natrium berlanjut dalam ansa henle, tubulus distal dan
duktus kolektivus, sehingga kurang dari 1% dari beban yang difiltrasikan akan
diekskresiikan dalam urine.
4. Sebagian besar kalsium dan fosfat direabsorbsi dalam tubulus proksimal dengan cara
tranfort aktif.
5. Air, klorida, dan urea di reabsorbsi dalam tubulus proksimal melalui transfort aktif.
Proses sekresi dan diabsorbsi selektif diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus kolektivus.
Funsi tubulus distal yang penting adalah pengaturan terhadap akhir dari keseimbangan air dan
asam basa.
Pengaturan Keseimbangan Air
Konsentrasi total solut cairan tubuh orang normql sangat konstan meskipun fluktasi asupan dan
ekskresi air dan solut air begitu besar. Kadar plasma dan cairan tubuh dapat dipertahaankan
dalam batas-batas yang sempit melalui pembentukan urine yang lebih pekat
(Augmentasi/pemekatan) aatau lebih encer dibandingkan dengan plasma darimana urine
dibentuuk. Cairan yang banyak diminum akan menyebabkan cairan tubuh mencadi encer.
Urine menjadi encer dan kelebihan air akan diekskresikan dengan cepat. Sebaliknya, pada
waaktu tubbuh kehilangan air dan asupaan solut berlebihan maka menyebabkan cairan tubuh
lebih pekat, maka urine akan sangat pekat sehingga solut banyak terbuang dalam air. Air yang
dipertahankan cenderung mengembalikan cairan tubbuh kembali pada konsentrasi solut yang
normal.
Konsentrasi Osmotik
Konsentrasi osmotik (osmolalitas) menyatakan jumlah partikel yang larut dalam suatu larutan.
Jika solut ditambahkan kedalam air, maka konsetrasi efektif (aktivitas) dari air relatif turun
dibandingkan dengan air murni.
Osmolalitas merupakan suatu konsentrasi dalam hitungan 1000 gram air.
ADH(Anti Diuretic Hormone) membantu mempertahankan volume dan osmolalitas cairan
ekstraseluler padaa tingkat konstan dengan mengatur volume dan osmolitas urine. Perubahan
perubahan volume plasma atau osmolalitas dari konstan yang yang ideal adalah 285 mOsmol
mengatur pengeluaran ADDH. Perbedaan yang hanya sebesar 1-2% dari keadaan ideal mampu
merangsang mekanisme untuk mengembalikan osmolalitas plasma ke keadaan normal.
Pengeluaran ADH ditingkatkan oleh peningkatan osmolalitas plasma atau pengurangan
volume plasma.
Peningktan osmolalitas dan atau penurunan volume cairan ekstraseluler misalnya dapat
disebabkan oleh kekurangan air, kehilangan cairan karena muntah, diare, pendarahaan, luka
bakar, berkeringat, atau pergeseran cairan seperti pada estis. Dalam ginjal, ADH secra tidaak
langsung meningkatkan proses utama yang terjadi dalam ansaa henle melalui 2 mekanisme
yang berhubungan satu dengan yang lain :
a. Aliran darah melaalui vasa rekta dimedula berkurang bila terdapat ADH, sehingga
memperkecil pengurangan solut daari intersial yang selanjutnya menjadi makin
hipersonik
b. ADH meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus dan tubulus distal sehingga makin
banyak air yang berdisfusi keluar untuk membentuk keseimbangan dengan cara
intersial yang hipersonik.
Sebaliknya, osmolalitas plasma yang rendah daan peningkatan volume akibat peningkat
asupan air menghambat pengeluaran ADH. Volume akhir urine yang di ekskresi meningkat
dan secara osmotik lebih encer.

2. Ureter
Ureter adalah perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis ginjal yang
merentang samapai kandung kemih.
a. Setiap ureter panjangnya 25–30 cm atau 10-20 inchi dan berdia meter 4-6 mm.
b. Dinding ureter terdiri dari 3 lapisan jaringan yaitu :
 Lapisan terluar adalah lapisan fibrosa.
 Lapisan tengah adalah muskolaris longitudinal ke arah dalam daan otot polot
sirkulasi ke arah luar.
 Lapisan terdalam epitelium mukosa yang mengekresi selaput mukus pelindung.
c. Lapisan otot memiliki aktivitas peristalik instrinsik. Gelombang peristalis
mengeluarkan urine dari kandung kemih keluar tubuh.

3. Kandung Kemih
Suatu kantung berotot yang dapat mengempis, terletak dibelakang simfisis pubis.
Kantung kemih mempunyai tiga muara, yaitu dua muara ureter dan satu muara uretra.
Sebagian besar dinding kandung kemih tersusun dari otot polos yang disebt muskulus
destrussor. Dinding kandung kemih terdapat scratch reseptors yang akan berkerja
memberikan stimulus sensansi berkemih apabila volume kandung kemih telah
mencapai 150 cc
Dua fungsi kandung kemih yaitu :
 Sebagai tempat penyimpanan urine sebelum meninggalkan tubuh.
 Kandung kemih berfungsi mendorong urine keluar tubuh dengan dibantu uretra

4. Uretra
Saluran kecil yang dapat mengambang, berjalan dari kandung kemih sampai keluar
tubuh. Panjangnya pada wanita 1,5 inchi dan pada laki laki 8 inchi. Muara uretra keluar
tubuh disebut meatus urinarius. Pada laki laki, kelenjar prostart yang teletak tepat
dibawah leher kandung kemih mengelilingi uretra di sebelah posterior dan lateral.
Uretra pada laki-laki terdiri dari :
 Prostatia
Uretra prostatia dikelilingi oleh kelenjar prostart. Ureta ini menerima dua
duktus ejekulator yang masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus eferen
dan duktus kelenjar vesikel seminalis, serta menjadi tempat muaranya sejumlah
duktus dari kelenjar prostat.
 Uretra membranosa
Uretra membranosa adalah bagian yang berdinding tipis dan di kelilingi otot
rangka sfinger uretra eksterna.
 Uretra kavernosa
Merupakan bagian yang menerima duktus kelenjar bulbouretra dan merentang
sampai orifisium uretra eksterna pada ujung penis.
BAB II
KONSEP PENYAKIT GAGAL GINJAL AKUT

A. Pengertian
Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal ssecara mendadak, biasanya
ditandai dengan peningkatan konsentrasi urea (azotemia) dan serum kreatinin; oliguris
(kurang dari 500cc dalam 24 jam), hiperkalemia dan retensi natrium.

B. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, GGA dibagi dalam 3 kategori:
1) GGA pre renal
Merupakan gangguan fungsi ginjal karena hipoperfusi.
a) Volume sirkulasi berkurang karena; perdarahan hebat, pengeluaran khusus
seperti enteriitis, muntah-muntah, deurisis yang banyak.
b) Tekanan darah menurun karena;renjatan (shock), miokard infark yang luas,
operasi besar seperti operasi jantung terbuka. Pada keadaan hipoperfusi ginjal
terjadi oliguri fisiologik, Na menurun, urea dan kreatinin meningkat.

2) GGA pre renal (intrinsik)


Gangguan struktur dan fungsional di dalam ginjal misalnya perenkim ginjal rusak.
a) GGA pre renal yang berkepanjangan
b) Nekrosis tubular akut (NTA) sebagai akibat dari:
1. Hipotensi berkepanjangan pada pasca tindakan bedah.
2. Hipovolemik dan infeksi pada pasien yang mengalami luka bakar.
3. Hipotensi akibat trauma berat.
c) Infeksi oleh bakteri gram negatif, meningokokus, malaria falsifarum, dan
leptospirosis.
d) Nefrotoksis yang disebabkan oleh obat-obatan seperti rifampisin, antibiotik
seperti aminoglikosan dan tetrasiklin.
e) Penyakit perinkim ginjal seperti; pielonefritis akut, glomerulonefritis akut,
netritis interstitial akut, poliarthritis nodusa.
f) Sindrome hepatorenal.

3) GGA post renal (obstruktif)


Gangguan yang terjadi akibat sumbatan aliran kencing yang disebabkan oleh:
a) Obstruksi di dalam ginjal yang disebabkan oleh endapan asam urat, kristal
sulfanamida, dan kristal asam jengkol.
b) Obstruksi bilateral saluran kencing yang disebabkan oleh batu saluran kencing,
tumor ganas pada kandung kencing, kelenjar prostat, kolon dan servik serta
uterus.
c) Fibrosis retroperitoneal.
d) Tindakan bedah yang disengaja untuk meningkat/memotong ureter.
e) Obstruksi uretra yang disebabkan oleh hipertropi prostat, striktura uretra dan
kelainan katup uretra posterior.

C. Patofisiologi
Suatu hippotesis tentang patogenesis GGA adalah kerusakan tubus yang menyebabkan
tidak dapat menyeimbangkan sodium secara normal sehingga mengaktivasi sistem tenin-
angiotensis-aldosteron. Kembalinya alira darah ke renal akibat peningkatan tonus arteri
alferent dan efferent, sehingga terjadi iskemia yang menyebabkan peningkatan
vasopresin, edema selular, menghambat sintesis prostaglanding yang berakibat pada
terstimulasinya sistem rennin-angiotensis. Penurunan aliran darah ke ginjal
menyebabkan penurunan tekanan glomerulus, rata-rata filtrasi glomerulus,arus tubular
sehingga menimbulkan oliguri. Selain itu ada teori yang mengemukakan sampah sel dan
protein di dalam tubulus menyumbat saluran tubulus sehingga terjadi peningkatan
tekanan intra tubular. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan intra tubular. Hal ini
mengakibatkan peningkatan tekanan onkotik yang berlawanan dengan tekanan filtrasi
sehingga filtrasi glomerulus berhenti. Penurunan aliran darah ke retal menyebabkan
berkurangnya peredaran oksigen ke tubulus proksimal. Hal ini menyebabkan penurunan
ATP (adeno-sisn tripsfat) sel yang menimbulkan peningkatan konsentrasi citosolik dan
kalsium mitokondria. Akibat dari kondisi ini berupa kematian sel dan nekrosis tubular.
Nefropati vasomotor menyebabkan terjadina spasme kapiler peritubular yang berakibat
pada kerusakan tubulus.
D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada pasien GGA adalah terlihat sebagai seseorang yang sakit berat danletargi
disertai mual,muntah, dan diare persistem. Akibatnya kulit dan mukosa membran kering ,napas
berbau urine(bau ureum)disertai manisfestasi gangguan sistem saraf pusat berupa:perasaan
mengantuk,sakit kepala,kram otot. Selain itu ditemukan pengeluaran urine kurang,mungkin
berdarah,dan memiliki berat jenis1.010(normal 1.015-1.025).

E. Tes diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pada pasien GGA adalah:
1) Pemeriksaan kreatinin dan BUN(blood Urea Nitrogen)
Kadar BUN meningkat;besarnya tergantung tingkat pemecahan protein,perfusi ginjal
dan intake protein. Kadar kreatinin berhubungan dengan tingkat keparahan kerusakan
glomerulus.
2) Pemeriksaan kalium darah
Katabolisme protein mengeluarkan potassium ke dalam cairan tubuh sehingga
menyebabkan peningkatan kadar kadar kalium serum(hiperkalemia). Hiperkalemia
dapat menyebabkan disritmia dan henti jantung.
3) Analisa gas darah
Asidosis metabolik sebagai akibat kegagalan ginjal mengeluarkan hasil metabolisme
tubuh,sehingga meningkatkan keasaman dalam tubuh.
4) Pemeriksaan elektrolit serum
Elektrolit serum menunjukkan peningkatan kalium,fosfor,kalsium,magnesium,dan
produk fosfor kalsium,dengan natrium serum rendah.
5) Kadar Hb
Komplikasi yang dapat terjadi pada GGA dapat beruphiperkalemia,perikarditis,efusi
pleura dan asidosis.

F. Penatalaksanaan medik
Penatalaksanaan pada GGA tergantung pada proses penyakit. Tujuannya untuk memelihara
keseimbangan kadar normal kimia dalam tubuh ,mencegah komplikasi,memperbaiki jaringan
ginjal dan mengembalikan fungsi ginjal sebisa mungkin. Penatalaksanaan medik yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Dialisis ditujukan untuk mengoreksi abnormalitas kadar biokimia,menyeimbangkan
cairan, protein,intake sodium,kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan
luka.
2. Penatalaksanaan hiperkalemia
3. Memelihara keseimbangan cairan
4. Pemberian diuretik
5. Penggantian elektrolit
6. Memberikan diet tinggi kalori rendah protein
7. Mengoreksi asidosis dan peningkatan fosfat
8. Manitoring selama fase pemulihan (madjid, 2013)
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian keperawatan

a) Data subyektif
Faktor risiko berupa riwayat minum diuretik, minum obat.
 Riwayat radang ginjal atau obstruksi saluran kencing.
 Adanya anoreksia, mual dan riwayat muntah.
 Kelelahan otot. Lemah dan lesu.
 Sakit kepala, pandangan kabur.
 Riwayat penyakit keluarga (Policystic, nefritis dan batu).

b) Data obyektif :
 Hipertensi, distrimia, nadi lemah, edema peri orbital, pucat.
 Frekuensi eliminasi urine meningkat, poliuri (banyak kencing) yang merupakan
tanda awal atau penurunan frekuensi tanda lanjut).
 Perubahan warna urine (kuning tua, kemerahan, keruh).
 Perubahan torgor kulit.
 BB meningkat (edema).
 Perhatian kurang, konsentrasi kurang, memori kurang.
 Tingkat kesadaran menurun (Azotemia, keseimbangan cairan terganggu).
 Napas pendek, dan mungkin bau amoniak.
 Banyak batuk (sputum berwarna pink).

2) Diagnosa Keperawatan
Masalah keparawatan yang dapat terjadi pada pasien GGA adalah :
 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulatori (gagal ginjal)
dengan retensi air.
 Risiko penuran curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan dan efek uremik
pada otot jantung.
 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan perubahan metabolisme sekunder dari gagal ginjal.
 Kelelahan berhubungaan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet,
anemia.
 Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan depresi pertahanan imunologi
sekunder uremia, prosedur invasive dan kurangnya utrisi seluler.
 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan ketidaktahuan tentang proses penyakit.

3) Perencanaan dan Implementasi Keperawatan

Diagnosis 1 : Kelebihan colume cairan berhubungan dengan mekanisme regualtori (gagal


ginjal) dengan retensi air.

Tujuan : Pengeluaran urine tepat dengan berat jenis.

Kriteria hasil : Hasil laboratorium mendektai normal, berat badan stabil, tanda vital dalam
batas normal, tidak ada edema.

No Perencanaan dan Implementasi Rasional

1 Awasi denyut jantung, TD dan  Takikardia dan hipertensi terjadi


Central Venous Pressure (CVP) karena kegagalan gingal
mengeluarkan urine.
2 Catat pemasukan dan pengeluaran  Perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
cairan secara adekuat kebutuhan menggantikan cairan dan
penurunan risiko kelebihan cairan.
3 Awasi berat jenis urine  Mengukur kemampuan ginjal
mengkonsentrasikan urine.
4 Rencanakan penggantian cairan  Membantu menghindari periode tanpa
dalam pembatasan multiple. Berikan cairan; menurunkan rasa kekuarangan
minuman yang disukai atau haus.
5 Timbang badan tiap hari dengan alat  Cara pengawasan terbaik status cairan.
dan pakaian yang sama Kenaikan >0,5/hari ada retensi cairan.
6 Auskultasi bunyi paru dn jantung
 Kelebihan cairan menimbulkan edem
7 Kaji tingkat kesadaran dari perubahan paru dan gagal jantung.
mental  Dapat menunjukkan perpindahan
cairan, asidosis, ketidakseimbangan
8 Pantau hasil pemeriksaan, elektrolit dan hipoksia.
laboratorium sperti BUN, Kreatinin,  Mengkaji adanya disfungsi ginjal,
elektrolit, Hb/Ht hipo.hipernatremia, hipo/hiperkalemia
9 Kolaborasi pemberian obat diuretik dan adanya anemia.
(furosemid/lasix)  Untuk melebarkan lumen tabular dari
debris, menurunkan hiperkalemia dan
10 Kolaborasi pemberian obat anti meningkatkan pengeluaran urine.
hipertensi (catapres, metildopa,  Diberikan untuk mengatasi hipertensi
prazosin). akibat dari kelebihan volume cairan

Diagnosa 2 : Risiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan
dan efek uremik pada otot jantung.

Tujuan : Curah jantung dapat dipertahankan.

Kriteria evaluasi : Tensi darah, denyut jantung dan irama dlam batas normal pasien, nadi
perifer kuat, sama dengan waktu pengisian kapiler.

No Rencana dan Implementasi Rasional

1 Awasi TD dan frekuensi jantung  Kelebihan volume cairan, efek uremia


meningkatkan kerja jantung dan dapat
menimbulkan gagal jantung
2 Observasi EKF dan perubahan irama  Perubahan elektromekanis merupakan
jantung bukti selanjutnya gagal ginjal dan
ketidkseimbangan eletrolit.
3 Auskultasi bunyi jantung  Terbentuknya S3/S4 menunjukkan
kegagalan.
4
Kaji warna kulit, membran, mokusa,  Pucat menunjukkan vasokontriksi atau
5 dasar kuku dan waktu pengisian anemia, syanosis berhubungan dengan
kapiler kongesti paru dan gagal jantung.
Perhatikan terjadinya nadi lambat,  Penggunaan magnesium (obat
hipotensi, kemerahan, mual/muntah antasida) mengakibatkan
6 dan penurunan tingkat kesadaraan hipermagnesemia sehingga berisiko
henti nafas/jantung.
Pertahankan tirah baring atau dorong  Menurunkan konsumsi/kerja jantung.
7 istirahat secara adekuat

Pantau hasil pemeriksaaan  Mengkaji adanya efek negatif terhadap


laboratorium seperti kalium, kalsium jantung dan susunan sarf pusat.
8 dan magnesium

Berikan tambahan oksigen sesuai  Memaksimalkan sediaan oksigen


indikasi untuk kebutuhan miokardial, intik
9 menurunkan kerja jantung dan
hipoksia selulerr.
Berikan obat sesuai indikasi  Untuk memperbaiki curah jantung dan
(digoksin) dan natrium bikarbonat memperbaiki asidosis atau
hiperkalemia.

Diagnosa 3 : ganggan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan perubahan metabolisme sekunder dari gagal gijal.

Tujuan : Mempertahankan atau meningkatkan berat badan.

Kriteria hasil : Berat badan meningkat sesuai individu, bebas edema.

No Perencanaan dan Implementasi Rasional

1 Kaji/catat pemasukan diet  Membantu dalam mengidentifikasi


defisiensi dan kebutuhan diet.
2 Berikan makanan sedikit dan sering
 Meminimalkan anoreksia dan mual
3 Informasikan makanan yang sehubungan dengn status
diizinkan dan libatkan klien/keluarga uremik/menurunnya peristaltik.
dalam pemilihan menu  Mengontrol dalam pembatasan diet.
4 Tawarkan perawatan mulut berkala Makanan dari rumah dapat
dengan cairan asam asetat (25%) dan meningktkan nafsu makan.
berikan permen penyegar mulut  Menyegarkan rasa mulut yang sering
diantara makan tidak nyaman pada uremia dan
membatasi pemasukan oral. Pencucian
5 Timbang berat badan tiap hari dengan asam asetat membantu
menetralkan amonia.
 Perubahan 0,5 kg BB dapat
Awasi pemeriksaan laboratorium menunjukkan perpindahan
sepertu BUN, albuminin serum, keseimbangan cairan.
transferin, natrium dan kalium  Indikator kebutuhan nutrisi,
7 Konsul dengan ahli gizi dan atau pembatasan, dan kebutuhan/efektivitas
berikan kalori tinggi dan rendah terapi.
protein serta pertimbangkan  Menentukan kalori individu yang
pembatasan kalium, natrium dan sesuai dan mencegah kerusakan ginjal
pemasukan fosfat lebih lanjut.
8 Berikan obat sesuai indikasi seperti
sediaan besi, kalsium, vitamin D dan
B Kompleks serta anti emetik  Mencerna anemia, memperbaiki kadar
normal serum, mempermudah absorbsi
kalsium serta menghilangkan mual
muntah untuk meningkatkan
pemasukan lewat oral.

Diagnosa 4 : Keluhan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan


diet, anemia.

Tujuan : Pasien melaporkan rasa berenergi.

Kriteria hasil : Dapat berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.


No Perencanaan dan Implementasi Rasional

1 Evaluasi laporan kelelahan,  Menentukn derajat kettidakmampuan.


kensulitan menyelesaikan tugas dan
perhatikan kemampuan tidur/istirahat
dengan tepat.
2 Kaji kemapuan untuk berpartisipasi  Mengidentifikasi keutuhan individual
pada aktivitas yang dn membantu pemilihan intervensi.
diinginkan/dibutuhkan.
3 Identifikasi faktor stres/psikologis  Mungkin dapat dikurangi dan
yang dapat memperberat. memberikan ekef akumulatif yang
positif.
4 Rencanakan periode istirahat adekuat.  Mencegah kelelahan berlebihan dan
menyimpan energi untuk
penyembuhan, regenerasi jaringan.
5 Berikan bantuan dalam aktivitas  Mengubah energi, memungkinkan
sehari-hari dan ambulasi. berlanjutnya aktivitas yang normal dan
memberikan keamnan bagi pasien.
6 Tingkatkan tingakt partisipasi sesuai  Meningkatkan rasa
toleransi pasien. membaik/meningkatkan kesehatan
dan membatasi frustasi.
7 Awasi kadar elektrolit seperti  Ketidakseimbangan dapaat
kalsium, magnesium dan kalium. mengganggu fungsi neuromyscular
yang memerlukan peningkatan
penggunaan energi.

Diagnosa 5 : Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan depresi pertahanan imunologi
sekunder uremia, prosedur invasive dan kurangnya nutrisi seluler.

Tujuan : tidak mengalami tanda dan gejala infeksi.

Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas normal, nilai leukosit dalam batas normal.

No Perencanaan dan Implementasi Rasional


1 Tingkatkan cuci tangan yang baik  Menurunkan risiko kontaminasi silang.
pada pasien dan staf.
2 Hindari prosedur invasive,  Membatasi masuknya bakteri ke dalam
instrumen dan manipulasi kateter tubuh dan mendeteksi dini atau
tidak menetap. Gunakan teknik pengobatan terjadinya infeksi dapat
aseptic bila merawat area invasive. mencegah sepsis.
3 Berikan perawatan kateter rutin dan
tingkatkan peraawatan perianal.
 Menurunkan kolonisasi bakteri dan risiko
Pertahankan sistem drainase urine
ISK.
tertutup.
4 Orong nafas dalam, batuk dan
 Mencegah atelektasis dan memobilisasi
pengubahan posisi sering.
secret untuk menurunkan risiko infeksi
Mencegak atelektasis dan
paru.
memonilisasi sekret untuk
menurunkan risiko infeksi paru.
5 Kaji integritas kulit.
 Ekskolorisasi akibat gesekan dapat
menjadi infeksi sekunder.
6 Awasi tanda vital.
 Demam dengan peningkatan nadi dan
pernapasan adalah tanda peningkatan laju
metabolik dari proses inflamasi, meskipun
7 Awasi pemeriksaan laboratorium.
sepsis dapat terjadi tanpa respon demam.
Contoh Sel Darah Putih (SDP)
 Peningkatan SOP dapat meningkatkan
dengan diferensial.
infeksi umum.
8 Ambil spesimen untuk kultur dan
 Memastikan infeksi dan identifikasi
snsitivitas dan berikan antibiotik
organisme khusus. Membantu pemulihan
tepat sesuai indikasi.
pengobatan infeksi paling efektif.

Diagnosis 6 : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan ketidaktahuan tentang proses penyakit.

Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit. Prognosis dan


pengobatan.
Kriteria evaluasi : Mengidentifikasi tanda gejala proses penyakit dan faktor penyebab dan
berpartisipasi dalam pengobatan.

No Perencanaan dan Implementasi Rasional

1 Kaji ulang roses penyakit, prognosis  Memberikan dasar pengetahuan bagi


dan faktor pencetus bila diketahui. pasien untukmenentukan informasi yang
dibutuhkan.
2 Diskusikan tentang proses penyakit,  Meningkatkan pengetahuan pasien tentang
prognosis dan pemeriksaan serta penyakitnya, prognosis dan program
pengobatan yang akan diberikan. pengobatan.

4) Evaluasi Keperawatan :

a. Haluaran urine tepat dengan berat jenis (hasil pemeriksan laboratorium) mendekati normal,
berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal, dan tidak ada edema.

b. Curah jantung normal ditunjukkan dengan irama jantung normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler serta toleran terhadap aktivitas.

c. Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi yang ditunjukkan dengan berat badan meningkat atau
stabil dan tidak ada edema.

d. Tidak terjadi kelelahan yang ditunjukkan dengan berpartisipasi pada aktivitas yang
diinginkan.

e. Infeksi tidak terjadi ditunjukkan dengan tanda vital normal dan jumlah sel darah putih dalam
batas normal.

f. Pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan memadai ditunjukkan


dengan pemahaman tentang proses penyakit. (Priscilla lemone, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Drs.H.Syaifuddin, A. (2010). ANATOMI FISIOLOGI. Jakarta: EGC.


madjid, T. s. (2013). ASUAHAN KEPERAWATAN PADA KLIAN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERKEMIHAN. JAKARTA: CV. TRANS INFO MEDIA.
Priscilla lemone, k. m. (2015). BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Jakarta:
ECG.

Anda mungkin juga menyukai