Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIOETIKA

Isu- isu Bioetika Dalam Dunia Medis (Aborsi dan )

Oleh :

Sakinaftul Nafsih 17032072

Irene Sekar Wangi 17032059

Muthia Oktavia 17032064

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGRI PADANG

2020
A. Aborsi
1.1 Pengertian Aborsi
Aboertus (aborsi) adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mampu hidup di
luar rahim (< 500 gram atau < 20-22 minggu) sedangkan seorang embrio mungkin hidup
di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu.
Berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan
tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan / kehamilan yang tidak dikehendaki atau
diinginkan. Aborsi itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan.
Aborsi spontan adalah aborsi yang terjadi secara alami tanpa adanya upaya - upaya dari
luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Sedangkan aborsi buatan adalah
aborsi yang terjadi akibat adanya upaya - upaya tertentu untuk mengakhiri proses
kehamilan.
Aborsi tetap saja menjadi masalah kontroversial, tidak saja dari sudut pandang
kesehatan, tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi biasanya dilakukan
atas indikasi medis yang berkaitan dengan ancaman keselamatan jiwa atau adanya
gangguan kesehatan yang berat pada diri si ibu, misalnya tuberkulosis paru berat, asma,
diabetes, gagal ginjal, hipertensi, bahkan biasanya terdapat dikalangan pecandu (ibu yang
terinfeksi virus). Aborsi dikalangan remaja masih merupakan hal yang tabu, jangankan
untuk dibicarakan apalagi untuk dilakukan.
Berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi
setiap tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang di bunuh setiap tahunnya
secara keji tanpa banyak yang tahu.
Golongan umur yang melakukan
Pelaku Abortus
abortus
- 89% pada wanita yang sudah menikah - 34% berusia antara 30-46 tahun
- 11% pada wanita yang belum menikah (45% - 51% berusia antara 20-29 tahun
akan menikah kemudian, 55% belum ada - 15% berusia di bawah 20%
rencana menikah)
Dalam studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan
bahwa:
ü 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah),
ü 3% karena membahayakan nyawa calon ibu,
ü 3% karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius.
ü 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri
sendiri (takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu atau gengsi).

B. Jenis-Jenis Aborsi
Aborsi dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan tingkat kejadiannya, seperti berikut
ini:
1. Abortus completes (keguguran lengkap) artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan
sehingga rongga rahim kosong.
2. Abortus inkompletus (keguguran bersisa) artinya hanya ada sebagian dari hasil
konsepsi yang dikeluarkan yang tertinggal adalah deci dua dan plasenta.
3. Abortus iminen, yaitu keguguran yang membakat dan akan terjadi dalam hal ini
keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obatan hormonal dan
anti pasmodica.
4. Missed labortion, keadaan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim
dan tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.
5. Abartus habitualis atau keguguran berulang adalah keadaan dimana penderita
mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
6. Abortus infleksious dan abortus septic, adalah abortus yang di sertai infeksi genital.

7. Aborsi buatan atau sengaja


Aborsi buatan adalah suatu upaya untuk menghentikan proses kehamilan dengan
sengaja dengan bantuan orang lain atau obat-obatan sebelum kandungan berumur 28
minggu, dimana janin yang dikeluarkan tidak bisa hidup di dunia luar.
Aborsi buatan di tinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam 2 golongan yaitu:
a) Aborsi buatan legal
Aborsi buatan legal adalah pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat
dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang dengan tujuan menyelamatkan
nyawa ibu.
b) Aborsi buatan ilegal
Aborsi buatan ilegal adalah pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari
pada untuk menyelamatkan atau menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang
tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang.
C. Penyebab terjadinya aborsi
Penyebab-penyebab atau alasan-alasan seseorang melakukan aborsi adalah sebagai
berikut:
1.Dari ketidaksiapan sang ibu
a) Tidak ingin memiliki anak karena khawatir mengganggu karir atau sekolahnya.
b) Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak.
c) Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah.
2. Karena factor ketidaksengajaan atau alami
a) Jika janin telah meninggal dalam kandungan.
b) Terjadi pendarahan secara terus menerus pada sang ibu.
3. Faktor kesehatan ibu
a) Adanya penyakit ganas ( kanker servik ) pada saluran jalan rahim.
b) Telah berulang kali mengalami operasi sesar.
c) Gangguan kejiwaan pada ibu yang disertai dengan kecenderungan untuk bunuh
diri.
Ada beberapa penyebab seseorang yang melakukan aborsi mengalami post abortion
syndrome ( syndrome paska-aborsi) adalah sebagai berikut:
a. Aborsi tidak aman yang dilakukan oleh dukun beranak, tukang pijat atau dengan
obat-obatan yang mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa.
b. Adanya infeksi disekitar kandungan paska aborsi.
c. Aborsi karena paksaan
d. Tidak siap atau tidak mau menjadi ibu.
D. Metode-metode atau teknik-teknik pengaborsian
Praktik aborsi dilakukan dengan beberapa macam teknik yaitu sebagai berikut:
1. Kuret dengan cara penyedotan ( sunction )
Metode ini dilakukan pada janin berusia 1-3 bulan. Teknik ini dilakukan dengan
memasukkan sebuah tabung ke dalam Rahim dan menyedot janin keluar ( terlepas
dari dinding Rahim). Janin akan hancur dan tercabik-cabik menjadi potongan kecil-
kecil yang dimasukkan kedalam sebuah botol.
Ketelitian dalam melaksanakan metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari
robeknya Rahim akibat salah sedot yang mengakibatkan pendarahan hebat dan
terkadang dilakukannya pengangkatan Rahim.
2. Teknik historotomi
Metode ini dilakukan pada janin berusia lebih dari 6 bulan. Cara ini menggunakan
sebuah alat bedah yang dimasukkan melalui dinding perut dan rahim. Bayi beserta
ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan dalam keadaan hidup atau sudah meninggal.
Jika janin masih hidup, janin biasa dibunuh dengan menggunakan pil bunuh.
Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada
kemungkina terjadi perobekan Rahim.
3. Peracunan dengan garam ( salt poisoned )
Metode ini dilakukan pada janin berusia lebih dari 16 minggu ( 4 bulan ).
Ketika sudah banyak cairan yang terkumpul disekitar bayi dalam kantung bayi,
sebatang jarum yang panjang dimasukkan melalui perut ibu ke dalam kantung bayi,
lalu sejumlah larutan disedot keluar dan larutan garam yang pekat disuntikkan
kedalamnya. Bayi yang malang ini akan menelan garam beracun itu dan ia amat
menderita. Ia meronta-ronta dan menendang-nendang seolah-olah dia dibakar hidup-
hidup oleh racun itu. Dengan cara ini, sang bayi akan mati dalam waktu kira-kira 1
jam, kulitnya benar-benar hangus. Dalam waktu 24 jam kemudian, sang ibu akan
mengallami sakit beranak dan melahirkan seorang bayi yang sudah mati ( sering juga
bayi ini lahir dalam keadaan masih hidup, biasanya mereka dibiarkan saja agar mati).
4. Pil Roussell – Unclaf ( RU-486)
Pil ini merupakan 1 campuran obat buatan Perancis tahun 1980. Pengaborsiannya
membutuhkan waktu 3 hari dan disertai kejang-kejang berat serta pendarahan yang
terus menerus sampai 16 hari.
5. Teknik Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam
proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban
memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan Rahim ibu mengerut dan
janin keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama
sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan
ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak
jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam
keadaan hidup.
Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan iani adalah bagian dari ari-ari yang
tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma Rahim karena dipaksa
melahirkan, infeksi pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung dan perobekan
rahim.
E. Resiko atau efek dari aborsi
1. Efek jangka pendek
a) Rasa sakit yang hebat.
b) Pendarahan yang banyak.
c) Infeksi serius disekitar kandungan, rongga panggul dan pada lapisan rahim.
d) Bagian bayi yang tertinggal didalam Rahim.
e) Shock atau koma.
f) Merusak organ tubuh lainnya ( rusaknya rahim dan leher rahim).
g) Kematian mendadak karena pendarahan hebat dan pembiusan yang gagal.
2. Efek jangka panjang
a) Tidak dapat hamil kembali.
b) Keguguran kandungan pada kehamilan berikutnya.
c) Kelahiran premature pada kehamilan berikutnya.
F. Hukum di Indonesia yang Mengatur Aborsi
Selain diatur dalam Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan juga
Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, tindak aborsi juga diatur dalam
KUHP UUD 1945. Berikut adalah beberapa pasal yang mengatur:
Ø Pasal 342
ü “Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama
kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak
sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan
Ø Pasal 346
ü “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Ø Pasal 347
ü Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
ü Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Ø Pasal 348
ü Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
ü Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
 Pasal 535
 Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa
diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu,
diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah

G. Pandangan Islam Pandangan Islam tentang Aborsi


Adapun dalam perspektif islam, hukum aborsi dibagi menjadi 3 bagian yaitu aborsi
usia kandungan empat bulan, aborsi usia kandungan setelah 40 hari dan aborsi usia
kandungan sebelum 40 hari. Lebih lengkapnya akan dijelaskan pada pembahasan dibawah
ini.
1. Aborsi Usia Kandungan Empat Bulan
Dalam buku “ Emansipasi Adakah Dalam Islam” karangan Al Baghdadi,
Abdurrahman tahun 1998 disebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan setelah atau
sebelum ruh ditiupkan pada janin. Semua ulama ahli fiqih sepakat bahwa melakukan
aborsi setelah kandungan berusia lebih dari empat bulan hukumnya haram. Sedangkan
melakukan aborsi sebelum kandungan berusia empat bulan masih menimbulkan
kontroversi, karena sebagian ulama berpendapat bahwa kegiatan aborsi yang
dilakukan sebelum ruh ditiupkan (kandungan belum berusia 4 bulan) diperbolehkan
melakukannya. Sedangkan sebagian ulama berpendapat bahwa melakukan aborsi
sebelum ditiupkannya ruh ke dalam janin itu hukumnya haram. Namun disini akan
diperjelas mengapa aborsi itu hukumnya diharamkan.
Pendapat para ulama yang mengharamkan aborsi dikarenakan pada usia empat
bulan kehamilan telah ditiupkan ruh kedalam janin sehingga telah terjadi kehidupan
setelah ruh ditiupkan. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40
hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula,
kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh
kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Dengan ditiupkannya ruh kedalam janin maka pada usia tersebut janin merupakan
makhluk yang telah bernyawa. Oleh karena itu, apabila aborsi dilakukan setelah usia
kehamilan empat bulan, sama saja melakukan pembunuhan atau menghilangkan
nyawa suatu makhluk. Sehingga aborsi hukumnya haram.
Pendapat para ulama dipertegas dengan adanya dalil Al- Qur’an, diantaranya:
a. Al An’aam ayat 151
151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-
anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan
kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji,
baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan
sesuatu (sebab) yang benar." Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya
kamu memahami(nya).
b. Al Israa’ ayat 33
33. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar[853]. Dan barangsiapa dibunuh
secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan[854] kepada
ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa
atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah
suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
2. Aborsi Usia Kandungan setelah 40 Hari
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, menurut pendapat Abdul
Qadim Zallum (1998) dan Abdurrahman Al Baghdadi (1998), jika aborsi dilakukan
setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan
pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini
hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam
janin.
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40
malam adalah hadits Nabi SAW berikut :
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah
mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia
membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang
belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah),’Ya Tuhanku, apakah dia
(akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ?’ Maka Allah kemudian
memberi keputusan…” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud RA)
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan
penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 hari.
Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap
janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya
(ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan
terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter,
diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur
40 hari. Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah
berbuat dosa.
3. Aborsi Usia Kandungan Sebelum 40 Hari
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka
hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam
rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah
(gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri
minimal sebagai manusia.
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin
(40 hari), ataupun setelah peniupan ruh padanya (4 Bulan), jika dokter yang
terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan
kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan
melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu.
Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai
firman Allah SWT pada Q.S. Al-Ma’idah ayat 32.
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya
jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti
membunuh janinnya. Memang menggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat.
Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga
suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih
ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan
kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Abdurrahman Al
Baghdadi, 1998).
Secara umum, agama apapun melarang aborsi. Dalam agama Islam, umumnya
hukum-hukum yang ada melarang aborsi. Umat Islam dilarang melakukan aborsi
dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang.
Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah dalam
  
    
    
  
Q.S. Al-Isra : 31 : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa besar.”
1.2 Euthanasia
A. Pengertian Euthanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos.
Kata euberarti baik, tanpa penderitaan dan thanatos berarti mati. Dengan demikian
euthanasia dapat diartikan mati dengan baik tanpa penderitaan. Ada yang
menerjemahkan mati cepat tanpa derita.
Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan,
maka dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk
menyebabkan kematian, namun untuk mengurangi atau meringankan penderitaan
orang yang sedang menghadapi kematiannya. Dalam arti yang demikian itu
euthanasia tidaklah bertentangan dengan panggilan manusia untuk mempertahankan
dan memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan dari segi
kesusilaan. Artinya dari segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila orang yang
bersangkutan menghendakinya.
Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih
menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka menurut
pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan
yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan penderitaan.
Inilah konsep dasar dari euthanasia yang kini maknanya berkembang menjadi
kematian atas dasar pilihan rasional seseorang, sehingga banyak masalah yang
ditimbulkan dari euthanasia ini. Masalah tersebut semakin kompleks karena definisi
dari kematian itu sendiri telah menjadi kabur.

Beberapa pengertian tentang terminologi euthanasia:


a. Menurut hasil seminar aborsi dan euthanasia ditinjau dari segi medis, hukum dan
psikologi, euthanasia diartikan:
1) Dengan sengaja melakukan sesuatu untuk mengakhiri hidup seorang pasien.
2) Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu (palaten) untuk memperpanjang
hidup pasien
3) Dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri atas permintaan atau
tanpa permintaan pasien.
b. Menurut kode etik kedokteran indonesia, kata euthanasia dipergunakan dalam tiga
arti:
1) Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan,
untuk yang beriman dengan nama Allah dibibir.
2) Ketika hidup berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan memberinya
obat penenang.
3) Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas
permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Dari beberapa kategori tersebut, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
euthanasia adalah sebagai berikut:
a. Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
b. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup
pasien.
c. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan kembali.
d. Atas atau tanpa permintaan pasien atau keluarganya.
e. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.
B. Jenis-Jenis Euthanasia
Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut, seperti cara pelaksanaanya, dari
mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien dan lain-lain. Secara garis besar
euthanasia dikelompokan dalam dua kelompok, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia
pasif. Di bawah ini dikemukakan beberapa jenis euthanasia:
1. Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk
mengakhiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya
dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan mematikan.
Euthanasia aktif terbagi menjadi dua golongan
a. Euthanasia aktif langsung, yaitu cara pengakhiran kehidupan melalui
tindakan medis yang diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup pasien.
Misalnya dengan memberi tablet sianida atau suntikan zat yang segera
mematikan
b. Euthanasia aktif tidak langsung, yang menunjukkan bahwa tindakan medis
yang dilakukan tidak akan langsung mengakhiri hidup pasien, tetapi
diketahui bahwa risiko tindakan tersebut dapat mengakhiri hidup pasien.
Misalnya, mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya.
2. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia,
sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan
dihentikan.
3. Euthanasia volunter
Euthanasia jenis ini adalah Penghentian tindakan pengobatan atau
mempercepat kematian atas permintaan sendiri.
4. Euthanasia involunter
Euthanasia involunter adalah jenis euthanasia yang dilakukan pada pasien
dalam keadaan tidak sadar yang tidak mungkin untuk menyampaikan
keinginannya. Dalam hal ini dianggap famili pasien yang bertanggung jawab atas
penghentian bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit dibedakan dengan perbuatan
kriminal.
Selain kategori empat macam euthanasia di atas, euthanasia juga mempunyai
macam yang lain, hal ini diungkapkan oleh beberapa tokoh, diantaranya Frans
magnis suseno dan Yezzi seperti dikutip Petrus Yoyo Karyadi, mereka
menambahkan macam-macam euthanasia selain euthanasia secara garis besarnya,
yaitu:
1. Euthanasia murni, yaitu usaha untuk memperingan kematian seseorang tanpa
memperpendek kehidupannya. Kedalamnya termasuk semua usaha perawatan agar yang
bersangkutan dapat mati dengan "baik".
2. Euthanasia tidak langsung, yaitu usaha untuk memperingan kematian dengan efek
samping, bahwa pasien mungkin mati dengan lebih cepat. Di sini ke dalamnya termasuk
pemberian segala macam obat narkotik, hipnotik dan analgetika yang mungkin "de
fakto" dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja
3. Euthanasia sukarela, yaitu mempercepat kematian atas persetujuan atau permintaan
pasien. Adakalanya hal itu tidak harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari pasien
atau bahkan bertentangan dengan pasien.
4. Euthanasia nonvoluntary, yaitu mempercepat kematian sesuai dengan keinginan
pasien yang disampaikan oleh atau melalui pihak ketiga (misalnya keluarga), atau atas
keputusan pemerintah.
C. Tinjauan Euthanansia
1. Tinjauan Kedokteran
Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang euthanasia sebab profesi
kedokteran adalah untuk menyembuhkan dan bukan untuk mematikan. Profesi medis
adalah untuk merawat kehidupan dan bukan untuk merusak kehidupan. Sumpah
Hipokrates jelas-jelas menolaknya, “Saya tidak akan memberikan racun yang mematikan
ataupun memberikan saran mengenai hal ini kepada mereka yang
memintanya.” Sumpah ini kemudian menjadi dasar sumpah seluruh dokter di dunia,
termasuk di Indonesia. Mungkin saja sumpah ini bukan Hipokrates sendiri yang
membuatnya.
Dalam pasal 9, bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter
kepada pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa menurut kode etik
kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang yang sakit meskipun
menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh lagi. Tetapi apabila pasien
sudah dipastikan mengalami kematian batang otak atau kehilangan fungsi otaknya sama
sekali, maka pasien tersebut secara keseluruhan telah mati walaupun jantungnya masih
berdenyut. Penghentian tindakan terapeutik harus diputuskan oleh dokter yang
berpengalaman yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu
dilakukan setelah diadakan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman, selain harus
pula dipertimbangkan keinginan pasien, kelurga pasien, dan kualitas hidup terbaik yang
diharapkan. Dengan demikian, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia adalah
memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien dan bukan mengakhiri hidup pasien.
Sampai saat ini, belum ada aturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang euthanasia.
Pasal-pasal KUHP justru menegaskan bahwa euthanasia aktif maupun pasif tanpa
permintaan dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan. Hakikat
profesi kedokteran adalah menyembuhkan dan meringankan penderitaan. Euthanasia
justru bertentangan radikal dengan hakikat itu.
Namun, beberapa ahli hukum juga berpendapat bahwa tindakan melakukan perawatan
medis yang tidak ada gunanya secara yuridis dapat dianggap sebagai penganiayaan. Ini
berkaitan dengan batas ilmu kedokteran yang dikuasai oleh seorang dokter. Tindakan di
luar batas ilmu kedokteran tersebut dapat dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut
untuk melakukan perawatan medis. Apabila suatu tindakan dapat dinilai tidak ada
gunanya lagi, dokter tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis.
2. Tinjauan Filosofis-Etis
Dari segi filosofis, persoalan euthanasia berhubungan erat dengan pandangan otonomi
dan kebebasan manusia di mana manusia ingin menguasai dirinya sendiri secara penuh
sehingga dapat menentukan sendiri kapan dan bagaimana ia akan mati (hak untuk mati).
Perdebatan mengenai euthanasia dapat diringkas sebagai berikut: atas nama
penghormatan terhadap otonomi manusia, manusia harus mempunyai kontrol secara
penuh atas hidup dan matinya sehingga seharusnya ia mempunyai kuasa untuk
mengakhiri hidupnya jika ia menghendakinya demi pengakhiran penderitaan yang tidak
berguna.
Banyak pakar etika menolak euthanasia dan assisted suicide. Salah satu
argumentasinya menekankan bahaya euthanasia disalahgunakan. Jika kita mengizinkan
pengecualian atas larangan membunuh, sebentar lagi cara ini bisa dipakai juga terhadap
orang cacat, orang berusia lanjut, atau orang lain yang dianggap tidak berguna lagi. Ada
suatu prinsip etika yang sangat mendasar yaitu kita harus menghormati kehidupan
manusia. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan tertentu.
Prinsip ini dirumuskan sebagai “kesucian kehidupan” (the sanctity of life). Kehidupan
manusia adalah suci karena mempunyai nilai absolut dan karena itu dimana-mana harus
dihormati.
Masing-masing orang memiliki martabat (nilai) sendiri-sendiri yang ada secara
intrinsik (ada bersama dengan adanya manusia dan berakhir bersama dengan berakhirnya
manusia). Keberadaan martabat manusia ini terlepas dari pengakuan orang, artinya ia ada
entah diakui atau tidak oleh orang lain. Masing-masing orang harus
mempertanggungjawabkan hidupnya sendiri-sendiri dan oleh karena itu masing-masing
orang memiliki tujuan hidupnya sendiri. Karena itu, manusia tidak pernah boleh dipakai
hanya sebagai alat/instrumen untuk mencapai suatu tujuan tertentu oleh orang lain.
Meski demikian, tidak sedikit juga yang mendukung euthanasia. Argumentasi yang
banyak dipakai adalah hak pasien terminal: the right to die. Menurut mereka, jika pasien
sudah sampai akhir hidupnya, ia berhak meminta agar penderitaannya segera diakhiri.
Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan. Euthanasia atau bunuh diri
dengan bantuan hanya sekedar mempercepat kematiannya, sekaligus memungkinkan
“kematian yang baik”, tanpa penderitaan yang tidak perlu
3. Tinjauan yuridhis
Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada
pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang euthanasia.
Tetapi bagaimanapun karena masalah euthanasia menyangkut soal keamanan dan
keselamatan nyawa manusia, maka harus dicari pengaturan atau pasal yang sekurang-
kurangnya sedikit mendekati unsur-unsur euthanasia itu. Maka satu-satunya yang dapat
dipakai sebagai landasan hukum, adalah apa yang terdapat di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Indonesia.
Kitab undang-undang Hukum Pidana mengatur sesorang dapat dipidana atau dihukum
jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-hati.
Ketentuan pelangaran pidana yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif tedapat
padapasal 344 KUHP.
 Pasal 344 KUHP:
Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri,
yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara
selama-lamanya dua belas tahun.
Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat
beberapa alasan kuat untuk membantu pasien atau keluarga pasien mengakhiri
hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini harus
dihadapinya.
Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal
dibawah ini perlu diketahui oleh dokter, yaitu:
 Pasal 338 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena
makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
 Pasal 340 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan
jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan
hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara selama-
lamanya dua puluh tahun.
 Pasal 359 KUHP:
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara
selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
Selanjutnya di bawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang
mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus
euthanasia, yaitu:
 Pasal 345 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain unutk membunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh
diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.
Kalau diperhatikan bunyi pasal-pasal mengenai kejahatan terhadap nyawa
manusia dalam KUHP tersebut, maka dapatlah kita dimengerti betapa sebenarnya
pembentuk undang-undang pada saat itu (zaman Hindia Belanda) telah
menganggap bahwa nyawa manusia sebagai miliknya yang paling berharga. Oleh
sebab itu setiap perbuatan apapun motif dan macamnya sepanjang perbuatan
tersebut mengancam keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka hal ini
dianggap sebagai suatu kejahatan yang besar oleh negara.
Adalah suatu kenyataan sampai sekarang bahwa tanpa membedakan agama,
ras, warna kulit dan ideologi, tentang keamanan dan keselamatan nyawa manusia
Indonesia dijamin oleh undang-undang. Demikian halnya terhadap masalah
euthanasia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim a, 2011. Metode-metode Aborsi.
http://abortus.blogspot.com/2007/11/metode-metode-aborsi.html.
Diakses pada hari kamis tanggal 8 Desember 2011.
Anonim b, 2011. Abortus. http://abortus.blogspot.com/search/label/Abortus.
Diakses pada hari kamis tanggal 8 Desember 2011.
Anonim c, 2011. Resiko. http://abortus.blogspot.com/search/label/Resiko. Diakses
pada hari kamis tanggal 8 Desember 2011.
Anonim d, 2011. Apakah Aborsi Salah Satu Hak Azasi Manusia.
http://mathiasdarwin.wordpress.com/2007/09/08/apakah-aborsi-salahsatu-
hak-azasi-manusia/. Diakses pada hari kamis tanggal 8 Desember 2011.
Anonim e, 2011. Aborsi. http://www1.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/p4/bk/aborsi.htm.
Diakses pada hari kamis tanggal 8 Desember 2011.
Anonim f, 2011. Kesehatan.
http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0609/15/020926.htm. Diakses pada
hari kamis tanggal 8 Desember 2011.
Anonim g, 2011. Makalah Aborsi untuk Pelajar SMA- Mahasiswa.
http://stevan777.wordpress.com/2008/01/02/makalah-aborsi-untukpelajar-
sma-mahasiswa/. Diakses pada hari kamis tanggal 8 Desember 2011.
Anonim h, 2011. Defenisi. http://www.aborsi.org/definisi.htm. Diakses pada hari
kamis tanggal 8 Desember 2011.
Anonim i, 2011. Penerapan Etika dan Profesionalisme .
http://sampahtutorial.blogspot.com/2009/07/penerapan-etika-dan
profesionalisme.html. Diakses pada hari kamis tanggal 8 Desember 2011.
Hanafiah Jusuf: Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta,
http://HukumKesehatan.web.id/AspekHukumdalamPelaksanaanEuthanasiadi I
ndonesia«HukumKesehatan.htm
http:// Johnkoplo’sWeblog.com/Euthanasia Tinjauan dari Segi Medis, Etis, dan
Moral

Zuhra Farah, 2011. Aborsi dalam Pandangan Hukum Islam.


http://www.gaulislam.com/aborsi-dalam-pandangan-hukum-

Anda mungkin juga menyukai