Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik, (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan
keluhan gatal, tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya
beberapa (oligomorfik).Dermatiti cendrung residif dan menjadi kronis.3
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang
menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak
iritan (DKI) dan dermatitiskontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat akut maupun
kronik. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik,sehingga
kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya,
dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi
terhadap suatu alergen. Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih
sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidensi DKA di masyarakat
sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat.6
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%,
tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak
akibat alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan
dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering
dari pada DKA akibat kerja. Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi, tetapi
umumnya DKA jarang ditemui pada anak-anak. Prevalensi pada wanita dua kali lipat
dibandingkan pada laki-laki.Bangsa kaukasian lebih sering terkena DKA dari pada ras
bangsa lain. Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul
umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan allergen yang belum diproses, disebut
hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapatmenembus stratum korneum sehingga
mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam
timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area, luas daerah
yang terkena,lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan

1
pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum
korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit,
terpajan sinar matahari).6
Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit DKA bertujuan untuk
menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi bersamaan dengan dermatitis yang
disebabkan oleh faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis)
atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari(misalnya berhubungan dengan
pekerjaan tertentu atau yang terdapat pada lingkungan penderita) dapat menyebabkan
prognosis menjadi kurang baik. Oleh karena itu pentinguntuk diketahui apa dan
bagaiman DKA sehingga dapat menurunkan morbiditas dan memperbaiki prognosis
DKA.6

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang
diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen
bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi
tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.4
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Dermatitis kontak alergi
(DKA) adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan luar yang
bersifat haptenik atau antigenik yang sama atau mempunyai struktur kimia serupa pada
kulit seseorang yang sebelumnya telah tersensitasi. Dermatitis kontak alergi tidak
berhubungan dengan atopi. DKA merupakan reaksi hipersensitifitas tipe lambat atau
reaksi imunologi tipe IV dimediasi terutama oleh limfosit yang sebelumnya
tersensitisasi, yang menyebabkan peradangan dan edema pada kulit.5

2.2. Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderitadermatitis kontak
alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan
DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikatmenunjukkan bahwa
dermatitis kontak akibat alergi ternyata cukup tinggiyaitu berkisar antara 50 dan 60
persen. Sedangkan dari satu penelitianditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga
kali lebih sering daripada DKA akibat kerja.3

2.3. Etiologi
Yang menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah :
 Bahan logam berat1
 Perhiasan, pakaian, jam tangan, gunting, peralatan masak1
 Semen, kulit1
 Pewarna rambut, celana ketat, sepatu1
 Sarung tangan karet dan sepatu bot1

3
 Krim, salep, kosmetik 1
 Nikel dan kobalt-kadang1
 Kromat1
 Paraphenylenediamine-digunakan dalam pewarna rambut1
 Bahan kimia pengawet karet1
Pengawet (parabenz, quarternium), balsam Peru, wewangian, lanolin,
neomisin, benzokain dalam obat salep.1

2.4. Gambaran Klinis


Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung padakeparahan
dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang
berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau
bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Dermatitis kontak alergi akut
ditempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema. Pada yang
kronis terlihat kulit kering berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura,
batasnya tidak jelas.Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis,
mungkin penyebabnya juga campuran. Dermatitis kontak alergi dapat meluas ke tempat
lain, misalnya dengan cara autosensitisasi. Kulit kepala, telapak tangan dan kaki relatif
resisten terhadap dermatitis kontak alergi.1

2.5. Faktor Resiko


Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi. Misalnya antara
lain ;
a. Faktor eksternal :
 Potensi sensitisasi allergen5
 Dosis per unit area5
 Luas daerah yang terkena5
 Lama pajanan5
 Oklusi5
 Suhu dan kelembaban lingkungan5
 Vehikulum5
 pH5

4
b. Faktor internal/faktor individu :
 Keadaan kulit pada lokasi kontak
Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum korneum5
 Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit atau terpajan sinar matahari5
 Genetik
Faktor predisposisi genetik berperan kecil, meskipun misalnya mutasi null pada
kompleks gen fillagrin lebih berperan karena alergi nickel status higinie dan gizi5

2.6. Patogenesis
Ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi
dermatitis kontak alergik yaitu :
a. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi
sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang
disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-
24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE
(Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang
berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada membran
sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte
Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian sel LE
menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses
penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul
CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLA-DR dari sel Langerhans,
sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti),
merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion
kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat
ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).Selanjutnya sel Langerhans
dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk
mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga
terbentuk primed memory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan
limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang
sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam

5
pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai
resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.4

b. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang
sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel
Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2.
Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan
merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang
langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid
akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi
vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam
kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu
proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel
keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat
stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin
berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa
mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan
atau meredakan peradangan.4

2.7. Patofisiologi
Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secaraberulang oleh suatu
alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimiayang sangat reaktif dan seringkali
mempunyai struktur kimia yang sangatsederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena
kulit dapat menembuslapisan epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum
dan membentuk kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yangterbentuk
diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening yang mengalir dan
limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali konjugat hapten dan terbentuk bagian
protein karier yang berdekatan. Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya
dan limfosit yang sudah disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan timbulnya
sitotoksisitas langsung dan terjadinya radang yang ditimbulkan oleh limfokin.
6
Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi yang
akhirnya dapat menyebabkan DKA.6
Pada kedua fase iniakan melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti IL-2,
TNFα,leukotrien, IFNγ, dan sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai
kulit tersebut. Pelepasan mediator-mediator tersebut akan menimbulkan manifestasi
klinis khas khas yang hampir sama seperti dermatitis lainnya. DKA ini akan terlihat jelas
setelah terpajan oleh alergen selama beberapa waktu yang lama sekitar berbulan- bulan
bahkan beberapa tahun. Secara khas, DKA bermanifestasi klinis sebagai
pruritus,kemerahan dan penebalan kulit yang seringkali memperlihatkan adanya vesikel-
vesikel yang relatif rapuh. Edema pada daerah yang terserang mula-mula tampak nyata
dan jika mengenai wajah, genitalia atau ekstrimitas distal dapat menyerupai eksema.
Edema memisahkan sel-sel lapisan epidermis yang lebih dalam (spongiosus) dan dermis
yang berdekatan. Lebih sering mengenai bagian kulit yang tidak memiliki rambut
terutama kelopak mata6

2.8. Diagnosis
2.8.1 Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan
klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal(Sularsito, 2010).Pertanyaan
mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit berukuran numular di
sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka
perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang
yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-
bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami,riwayat
atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya6

2.8.2 Pemeriksaan Dermatologi


Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat diamati
beberapa wujud kelainan kulit antara lain edema,papulovesikel, vesikel atau bula
Berbagai lokasi terjadinya DKA :
 Tangan : Pekerjaan yang basah (Wet Work) misalnya memasak makanan (getah
sayuran, pestisida) dan mencuci pakaian menggunakan deterjen6

7
 Lengan : Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debusemen, dan tanaman6
 Ketiak : Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada di pakaian6
 Wajah : Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,alergen di udara (aero-alergen),
nikel (tangkai kacamata)6
 Bibir : Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan6
 Kelopak mata : Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep mata6
 Telinga : Anting yang terbuat dari nikel, tangkaikacamata, obat topikal, gagang
telepon6
 Leher : Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zatwarna pakaian6
 Badan : Tekstil, zat warna, kancing logam, karet(elastis, busa), plastik, deterjen,
bahan pelembut atau pewangi pakaian6
 Genitalia : Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,pembalut wanita, alergen yang
berada ditangan, parfum, kontrasepsi.6
 Paha dan tungkai bawah : Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,sepatu/sandal6

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang


 Uji Tempel
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas,
dapat menyerupai dermatitis atopik,dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau
psoriasis. Diagnosis banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan
(DKI).Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk
menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.Tempat untuk melakukan
uji tempel biasanya di punggung.Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di
kulit, misalnyakosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung
digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air
untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu.
Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau
minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen,hanya boleh
diuji bila diduga keras penyebab alergi. (Fiska Praktika Widyawibowo, 2013)
Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi,maka uji
tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam
yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai
Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif

8
dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan
kemungkinan terkena iritasi

Gambar 2.1. Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel :
 Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat
dapat terjadi reaksi “angry back” atau “excited skin” reaksi positif palsu, dapat juga
menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.
 Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid
sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada
pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain),
sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak
mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
 Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan
pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
 Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu.
Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar
punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir
selesai.
 Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria type), karena dapat

9
menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita
semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.6
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama
dilakukan 15-30 menit setelah dilepas,agar efek tekanan bahan yang diuji telah
menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut:
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT = non tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72
atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu
membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih
banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam
aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi
sampai satu minggu setelah aplikasi.Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak
mudah. Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya
menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua,berawal dari +/- ke + atau ++
bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun
(reaksi tipe decrescendo)6

2.8.4. Pemeriksaan Histopalogi


Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara :
 Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat dengan cara
biopsi dengan pisau atau plong/punch.6
 Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi,kulit normal tidak perlu
diikutsertakan.6
 Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan di biopsi adalah lesi primer yang
belum mengalami garukan atau infeksi sekunder.6
 Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.6

10
 Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/ banyak, lebih baik biopsi
lebih dari satu.6
 Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan jaringan subkutis.6
 Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan fiksasi, misanya formalin
10% atau formalin buffer, supaya menjadi keras dan sel-selnya mati.6
 Lalu dikirim ke laboratorium6
 Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-Eosin (HE). Ada pula
yang menggunakan perwarnaan oerseindan Giemsa.6
 Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume jaringan6
Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya tebal jaringan
kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan
fiksasi6
Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi,menginvasi dermis dan
epidermis serta menyebabkan edema dermis atau spongiosis epidermis. Perubahan-
perubahan ini secara histologi tidak spesifik6
1. Epidermis :
 Hiperkeratosis, serum sering terjebak dalam stratumkorneum.6
 Hiperplastik, akantosis yang luas.6
 Spongiosis, yang kadang vesikuler. Manifestasi dini ditandai dengan penonjol dari
jembatan antar sel di lapisan spinosus.6
 Kemudian ada epidermotropism dari limfosit yang muncul normal.6

2. Dermis :
 Limfosit perivesikuler6
 Eosinofil: bervariasi, muncul awal dan karena sebab alergi6
 Edema6

11
Gambar 2.2. Histopatologik dermatitis kontak alergi6

Terlihat hiperkeratosis, vesikel parakeratosis subkorneal,spongiosis sedang dan


elongasi akantosis dari pars papilare dermis yang dinyatakan lewat infiltrasi sel-sel
radang berupa limfosit dan beberapa eosinofil, serta elongasi dari papila epidermis.6

2.9. Diagnosa Banding


a. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non imunologik pada
kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen. Faktor eksogen berupa bahan-
bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik). Faktor endogen juga berpengaruh pada
penyakit ini, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan
perbedaan permeabilitas. Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan
non imunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen. Faktor
eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik). Faktor endogen
juga berpengaruh pada penyakit ini, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai
tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas2

b. Dermatitis Atopik (DA)


Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. DA

12
cenderung diturunkan. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari separuh
jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat menjadi
79% jika kedua orang tua menderita atopi.2

2.10. Penatalaksanaan
2.10.1. Non Farmakologi
 Memotong kuku-kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta tidak
menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi6
 Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak
alergi.6
 Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
bersentuhan dengan alergen6
 Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan, aksesoris,
pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi6

2.10.2. Farmakologi
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-4 mg/dosis,
sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak -anak untuk
menghilangkanrasa gatal6
b. Sistemik
 Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali6
 Cetirizine tablet 1x10mg/hari6
 Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin atau eritromisin)
dengan dosis 3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari6
c. Topikal
 Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari6

2.10.3. Edukasi
 Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkenadermatitis kontak
alergi6
 Menghindari substansi allergen.6
 Mengganti semua pakaian yang terkena allergen.6

13
 Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jikatidak ada sabun bilas
dengan air6
 Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen6
 Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah denganpakaian laing.6
 Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen6
 Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitasyang berisiko
terhadap paparan allergen6

2.11. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri terutama
Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Rasa gatal
yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat dapat mendorong kelembaban
pada lesi kulit sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur.
Selain itu dapat pula menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan
kulit berubah warna, tebal dan kasar atau disebut neurodermatitis (lichen simplex
chronicus)6

2.12. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan
dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis
atau psoriasia). Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen
yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau
yang terdapat dilingkungan penderita6

2.13. Profesionalisme
Dilakukan pengobatan yang efektif, jika keluhan tidak membaik lakukan rujukan
ke spesialis kulit dan kelamin.

14
BAB III
KESIMPULAN

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Penyebab dermatitis kontak
alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang
dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di
kulit. Gejala klinis DKA, pasien umumnya mengeluh gatal. Pada yang akut dimulai
dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel,
vesikel atau bula. Pada yang kronis terlihat kulitkering, berskuama, papul, likenifikasi,
dan mungkin fisur, batasnya tidak jelas. Gold standar pada DKA adalah dengan
menggunakan uji tempel. Uji tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan
didapatkan hasil positif. Penatalaksanaan dari DKA dapat secara medikamentosa serta
nonmedikamentosa. Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk mengurangi
reaktivitas sistim imun dengan terapi kortikosteroid,mencegah infeksi sekunder dengan
antiseptik dan terutama untuk mengurangi rasa gatal dengan terapi antihistamin.
Sedangkan untuk nonmedikamentosa adalah dengan menghindari allergen (Fiska Praktika
Widyawibowo, 2013)

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhammad, Waris. 2013. Dermatitis Kontak Alergi (DKA). [Online] Available at:
https://www.scribd.com/doc/150604422/Dermatitis-Kontak-Alergi [Diakses 24 Juni
2019]
2. Purnama, Heni Ayu. 2016. Case Dermatitis Kontak Alergi. [Online] Available at:
https://www.scribd.com/doc/306056995/Case-Dermatitis-Kontak-Alergi [Diakses
25 Juni 2019]
3. Sri Adi Sularsito dalam Sri Linuwih SW Menaldi.2018. . Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal: 151-152.
4. Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik Pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP Haji Adam Malik Medan. [Online] Available at :
http://library.usu.ac.id/download/fk/kulit-iwan.pdf [Diakses 25 Juni 2019]
5. Ubra, Manda Malia. 2016. Referat Dermatitis Kontak Alergi. [Online] Available at:
https://www.scribd.com/doc/299230509/Dermatitis-Kontak-Alergi [Diakses 25 Juni
2019]
6. Widyawibowo, Fiska Praktika.2013. Tugas Referat Blok DMS Dermatitis Kontak
Alergi. [Online] Available at : https://www.scribd.com/doc/120710687/Referat-
Dermatitis-Kontak-Alergi [Diakses 25 Juni 2019]

16

Anda mungkin juga menyukai