Dengue HemmorF
A. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Demam dengue (dengue fever, selanjutnya di singkat DF) adalah penyakit yang
terutama terdapat pada anak remaja atau dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri
otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, dengan/tanpa ruam (rash)
danlimfadenopati, demam bifasik, sakit kepala, yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata,
rasa pengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie)
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering
mematikan, disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis
dan pada kasus berat, sindrom syok, kehilangan protein. (Nelson, 2000 : 1134)
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut, dengan ciri-ciri
menyebabkan kematian.
Dengue hemoregic fever merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina. Penyakit ini
B. Etiologi
Virus dengue serotype 1,2,3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes
aegypty, nyamuk aedes albopictus, nyamuk polinesiensis, dan beberapa spesies lain
merupakan vektor lain yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotip akan
menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada
a. Demam didahului demam tinggi mendadak dengan terus menerus berlangsung 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan ringan yaitu uji tourniquet (+) ditemukan pada hari pertama.
c. Hepatomegali, ditemukan pada permulaan penyakit pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit dan nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterik sebab pembesaran
d. Trombositopenia : Jumlah trombosit kurang dari 150.000/ul, biasanya hari ke-3 dan ke-7,
tanda dan gejala : anoreksia, mual, muntah, lemah sakit perut, diare, atau konstipasi dan
kejang.
Derajat II (sedang)
Disertai perdarahan spontan diikuti dan perdarahan lain yaitu petekie, purpura, sianosis,
Derajat III
Ditemukan tanda-tanda dini renjatan yaitu ditemukan kegagalan sirkulasi dengan tanda nadi
cepat dan pulsasi lambat, TD menurun atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan
penderita gelisah.
Derajat IV
Renjatan dengan nadi tidak dapat diukur/diraba dan tekanan darah yang tidak dapat
D. Manifestasi klinis
5. Sakit kepala
6. Pembengkakan sekitar mata
E. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan
gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal seluruh
badan,hyperemia ditenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada
zatanafilatosin, histamine dan serotonin serta aktifitas system kalikein yang berakibat
selama perjalan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada
saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih
dari 30 %.
cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan pleikard yang
pada autopsyternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus.
Renjatanhipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastik setelah pemberian
plasma yang efektif sedangkan pada autopsy ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah
yang ditrotif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding
pembuluh darah mungkin disebabkan mediate farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain
kematian DHF adalah pendarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung
lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan
sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya
dengan terdapatnya komplek imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi
disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh
aktifasi sitem koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/DSS, terutama pada pasien
Telah dibuktikan bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF
tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol dibandingkan
dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan
renjatan, maka renjatan akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.
(Hendarwanto, 2000 : 420)
F. Pathway
Pathways'e ndamel piyambak mawon njeh
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Leukosit : Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total
20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
9. Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : Bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
10. IgM : Terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-
90 hari.
IgG : Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG
11. Uji HI : Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
(Sudoyo, 2006:1710)
H. Penatalaksanaan
1. Tirah baring
Bila belum ada nafsu makan di anjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam
(susu, air dengan gula atau sirup) atau air tawar ditambah garam saja.
dan Ht
1. Perdarahan luas
Faktor penyebab perdarahan yang meluas adalah terjadinya kelainan fungsi trombosit
2. Syok
Akibat dari permeabilitas vaskuler yang meningkat maka akan berdampak pada kebocoran
plasma. Volume plasma akan menurun sehingga terjadi hipovolemia dan berakhir syok pada
penderita.
3. Efusi pleura
Infeksi virus dengue mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler. Hal ini
4. Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran pada penderita terjadi pada derajat IV yang ditandai dengan nadi
(Mansjoer, 2000:428)
J. Penkajian Fokus
1. Aktifitas / Istirahat
b. Nadi meningkat
c. RR menurun
d. Suhu meningkat
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
Gejala : Perubahan pola hidup
4. Makanan / Cairan
Tanda : Turgor kulit kurang atau jelek, penurunan BB, penurunan lemak / massa otot.
5. Neurosensori
6. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri lokalisasi pada ulu hati, sakit kepala dan pusing.
7. Pernafasan
Tanda : Dispnea
8. Hyegiene
K. Diagnosa Keperawatan
dinding kapiler
6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akibat proses dan pengobatan penyakit.
L. Fokus Intervensi
1. Hipertermi berhubungan dengan terjadinya proses inflamasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh pasien dapat kembali normal
Intervensi :
Rasional : Tanda vital merupakan acuhan untuk mengetahui keadaan umum pasien
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi
e. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai dengan program dokter
Rasional : Pemberian cairan dan obat penurun panas sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
- BB meningkat
Intervensi :
d. Catat jumlah porsi makan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari
dinding kapiler
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan volume cairan dalam tubuh dapat terpenuhi
Intervensi :
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh
Intervensi :
c. Berikan penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut
Intervensi :
b. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu untuk dilakukan klien
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain
6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akibat proses dan pengobatan penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak lagi cemas
Intervensi :
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik
(Doengoes,2000)
B. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk grup B Arthropod borne virus ( arboviruses ) dan sekarang dikenal
sebagai genus flavivirus, famili flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2,
den-3, dan den-4. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Serotipe
den-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.3
C. CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur kemudian berkembang
biak dalam waktu 8 - 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali
kepada manusia pada gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya (transovarian transsmision), namun perannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 4 – 6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah
demam timbul.2
C. EPIDEMIOLOGI
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa
faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue,
prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat
perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak perempuan
daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah disebuah negara distribusi umur
memperlihatkan proporsi kasus terbanyak dari golongan anak berumur < 15 tahun (86-95%). Di
Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, namun secara garis besar jumlah
kasus meningkat antara September sampai Februari dan mencapai puncaknya pada bulan
Januari.3
Pada kasus diatas penderita berjenis kelamin perempuan, usia enam tahun, dan terdiagnosa
SSD pada bulan November.
F. KOMPLIKASI
Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis metabolik,
hipoksia, perdarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan
pengobatan yang tepat (termasuk syok berat) segera terjadi masa penyembuhan dengan
cepat.3
G. LABORATORIUM
Kelainan hematologis yang paling sering selama syok adalah kenaikan hematokrit 20% atau
lebih besar melebihi nilai hematokrit penyembuhan, trombositopenia, leukositosis ringan (jarang
melebihi 10.000/mm3), waktu perdarahan memanjang dan kadar protrombin menurun sedang
(jarang kurang dari 40% kontrol). Kadar fibrinogen mungkin subnormal dan produk-produk
pecahan fibrin meningkat. Rontgen dada menunjukan efusi pleura pada hampir semua
penderita.1
Pada kasus ini terdapat kenaikan hematokrit lebih dari 20%, trombositopenia, dan lekositosis
ringan.
H. PENGELOLAAN
Pengelolaan yang terpenting adalah terapi cairan. Resusitasi volume pada SSD mempunyai end
point optimalisasi transport oksigen (DO2) ke jaringan/sel, artinya upaya menghilangkan hutang
oksigen (O2 debt) jaringan yaitu konsumsi oksigen (VO2) jaringan jauh lebih sedikit daripada
DO2. Syok hipovolemik pada DBD dapat disebabkan karena kebocoran vaskular, dan
perdarahan. Pengelolaan terhadap jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi (ABC) dengan terapi
oksigen sesuai kebutuhan.4
I. PEMANTAUAN
Fase akut DSS yaitu waktu dimana kebocoran vaskuler dan gangguan hemostatis masih
berlangsung, perlu dipantau perfusi jaringan, PEI, Hb, Ht, trombosit, fibrinogen, Pt, APTT.
Perubahan kadar faktor hemostatis menuju perbaikan dapat memprediksi prognosis ke arah baik
dan sebaliknya.4
J. PROGNOSIS
Prognosis penderita DBD tergantung derajat penyakit dan komplikasi yang timbul. Pada kasus
ini prognosis ad visam, ad sanam, dan ad fungsional penderita dapat dikatakan dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue dalam Bab Arbovirus, Ilmu
Kesehatan Anak Nelson Volume 2, EGC, Jakarta, 1999, hal. 1134 – 1135.
2. Hadinegoro SRH, Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Direktorat Jenderal
pemberantasan Penyakit menular dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta, 2001, hal. 1
3. Soedarmo SSP, dkk. Infeksi Virus Dengue, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 176 - 178
4. Tatty ES, Pengelolaan syok pada demam berdarah dengue anak dalam Sutaryo. Tatalaksana
Syok dan Perdarahan pada Demam Berdarah Dengue, Medika FK UGM, Yogyakarta, 2004 hal.
75 - 84
5. Tatty ES, Syok pada anak dan penatalaksanaan keadaan hipovolemik dalam Soemakto H.
Simposium Nasional Pediatrik Gawat Darurat IV, UKK PGD PP-IDAI, Malang, 1998 hal 65 - 102
Demam Berdarah
A. Demam Berdarah Dengue :
Adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes
Aigypti.
1. Panas 2 – 7 hari
2. Tanda-tanda perdarahan, paling tidak tes RL yang positif.
3. Adanya pembesaran hepar
4. Gangguan sirkulasi yang ditandai dengan penurunan tekanan darah, nadi meningkat dan
lemah serta akral dingin.
Laboratorium :
1. Terjadi hemokonsentrasi (PCV meningkat > 20 %)
2. Thrombocytopenia (Thrombocyte <100.000/cmm)
B. DHF Shock (DSS) : Adalah demam berdarah dengue yang disertai dengan gangguan sirkulasi,
terdiri dari :
DHF grade III :
1. Tekanan darah sistolik < 80 mmHg
2. Tekanan nadi < 20 mmHg
3. Nadi cepat dan lemah
4. Akral dingin.
DHF grade IV :
1.Shock berat,
2.Tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba.
PROSEDUR
Pada penderita dewasa :
1. Cairan :
Antibiotika : diberikan pada penderita shock membangkang dan/ atau dengan gejala
sepsis
Kortikosteroid : pemberiannya controversial Hati-hati pada penderita dengan gastritis.
Heparin : diberikan pada penderita dengan DIC Dosis 100 mg/kg BB setiap 6 jam i.v.
Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue (DBD)
• Ringer Laktat
• 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer Laktat
• 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer asetat
• 5 % Dextrose di dalam larutan setengah normal garam faali, dan
• 5 % Dextrose di dalam larutan normal garam faali.
Koloidal :
2. Tranfusi darah
Diberikan pada :
Kasus dengan renjatan yang sangat berat atau renjatan yang berkelanjutan.
Gejala perdarahan yang nyata, misal : hematemesis dan melena.
4. Oksigen
7. Kortikosteroid Penggunaannya masih controversial pada pengobatan DSS Bisa diberikan dengan
dosis :
Referensi
1. Pedoman Diagnosa dan Terapi Berdasarkan Gejala dan Keluhan. Prosedur Tetap Standar
Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1997.
2. Soegijanto S, et all. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1994.
3. Soegijanto S, et all. Seminar Sehari Demam Berdarah Dengue. Surabaya. 1998.
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Dapat
juga ditularkan kebagian tubuh lain. Termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe,
agen infeksius terutama adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan
sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. (Brunnner & Suddarth, 2002).
1.2 Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Myobakterium tuberkulosa, sejenis kuman berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/Um dengan tebal 0,3-0,6/Um dan tahan asam . Spesies lain
kuman ini yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah M.bovis, M.kansasii, M.
intracellulare, sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid) lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dam lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Di dalam
jaringan kuman hidup sebagai parasit intrasellular, yakni dalam sito plasma magrofak. Sifat
lain kuman ini adalah aerop. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya ( Mansjoer , 2000).
b. Batuk darah
Terjadi akibat perdarahan dari saluran napas bawah, akibat iritasi karena proses batuk dan
infeksi Mycobacterium Tuberkulosis.
c. Sesak napas dan nyeri dada
Sesak napas diakibatkan karena berkurangnya luas lapang paru akibat terinfeksi
Mycobacterium Tuberkulosis, serta akibat terakumulasinya sekret pada saluran pernapasan.
Nyeri dada timbul akibat lesi yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, serta nyeri dada juga
dapat mengakibatkan sesak napas.
d. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Merupakan gejala yang berurutan terjadi, akibat batuk yang terus menerus mengakibatkan
kelemahan, serta nafsu makan berkurang, sehingga berat badan juga menurun, karena
kelelahan serta infeksi mengakibatkan kurang enak badan dan demam meriang, karena
metabolisme tinggi akibat pasien berusaha bernapas cepat mengakibatkan berkeringat pada
malam hari
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006)
1.4 Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui
udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai
tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar
bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di
bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut
dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari
pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan
bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah
bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang
dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
BAB II
PROSES KEPERAWATAN
2.1 Pengakjian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes,
2000) ialah sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur,
demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi
radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning
atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di
daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak
napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
2.3 Intervensi
Intervensi
No Dx Rasional
- Penurunan bunyi napas
indikasi atelektasis, ronki
indikasi akumulasi
secret/ketidakmampuan
membersihkan jalan napas
sehingga otot aksesori
digunakan dan kerja
pernapasan meningkat.
- Pengeluaran sulit bila sekret
tebal, sputum berdarah akibat
kerusakan paru atau luka
bronchial yang memerlukan
A . Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, evaluasi/intervensi lanjut.
kecepatan, imma, kedalaman dan - Meningkatkan ekspansi paru,
penggunaan otot aksesori. ventilasi maksimal membuka
b. Catat kemampuan untuk area atelektasis dan
mengeluarkan secret atau batuk efektif, peningkatan gerakan sekret
catat karakter, jumlah sputum, adanya agar mudah dikeluarkan
hemoptisis - Mencegah obstruksi/aspirasi.
c. Berikan pasien posisi semi atau Suction dilakukan bila pasien
Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan tidak mampu mengeluarkan
latihan napas dalam. sekret.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan - Membantu mengencerkan
trakea, suction bila perlu. secret sehingga mudah
e. Pertahankan intake cairan minimal dikeluarkan
2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. - Mencegah pengeringan
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi. membran mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, - Menurunkan kekentalan
bronkodilator, kortikosteroid sesuai sekret, lingkaran ukuran lumen
indikasi. trakeabronkial, berguna jika
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu. terjadi hipoksemia pada kavitas
yang luas.
- Diperlukan pada kasus jarang
1 bronkogenik. dengan edema
laring atau perdarahan paru
akut.
- Tuberkulosis paru dapat
rnenyebabkan meluasnya
jangkauan dalam paru-pani
yang berasal dari
bronkopneumonia yang meluas
menjadi inflamasi, nekrosis,
pleural effusion dan meluasnya
fibrosis dengan gejala-gejala
respirasi distress.
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi - Akumulasi secret dapat
pernapasan abnormal. Peningkatan menggangp oksigenasi di
upaya respirasi, keterbatasan ekspansi organ vital dan jaringan.
dada dan kelemahan - Meningkatnya resistensi
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, aliran udara untuk mencegah
catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kolapsnya jalan napas.
warna kulit, membran mukosa, dan - Mengurangi konsumsi
warna kuku. oksigen pada periode respirasi.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk - Menurunnya saturasi oksigen
mengeluarkan napas dengan bibir (PaO2) atau meningkatnya
disiutkan, terutama pada pasien dengan PaC02 menunjukkan perlunya
fibrosis atau kerusakan parenkim. penanganan yang lebih.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan adekuat atau perubahan terapi.
bantu aktivitas sesuai kebutuhan. - Membantu mengoreksi
e. Monitor GDA hipoksemia yang terjadi
f. Berikan oksigen sesuai indikasi. sekunder hipoventilasi dan
penurunan permukaan alveolar
2 paru.
a. Review patologi penyakit fase - Membantu pasien agar mau
aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi mengerti dan menerima terapi
melalui bronkus pada jaringan sekitarnya yang diberikan untuk
atau aliran darah atau sistem limfe dan mencegah komplikasi
resiko infeksi melalui batuk, bersin, - Orang-orang yang beresiko
meludah, tertawa., ciuman atau perlu program terapi obat
menyanyi. untuk mencegah penyebaran
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko infeksi.
terkena infeksi seperti anggota keluarga, - Kebiasaan ini untuk
teman, orang dalam satu perkumpulan mencegah terjadinya penularan
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan infeksi.
membuang dahak di tempat : -Mengurangi risilio
penampungan yang tertutup jika batuk penyebaran infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan -Febris merupakan indikasi
tindakan. terjadinya infeksi.
e. Monitor temperatur -Pengetahuan tentang faktor-
f. Identifikasi individu yang berisiko faktor ini membantu pasien
tinggi untuk terinfeksi ulang untuk mengubah gaya hidup
Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, dan menghindari/mengurangi
malnutrisi, operasi bypass intestinal, keadaan yang lebih buruk.
3 menggunakan obat penekan imun/ -Periode menular dapat terjadi
kortikosteroid, adanya diabetes melitus, hanya 2-3 hari setelah
kanker. permulaan kemoterapi jika
g. Tekankan untuk tidak menghentikan sudah terjadi kavitas, resiko,
terapi yang dijalani. penyebaran infeksi dapat
h. Pemberian terapi INH, etambutol, berlanjut sampai 3 bulan.
Rifampisin. -INH adalah obat pilihan bagi
i. Pemberian terapi Pyrazinamid penyakit Tuberkulosis primer
(PZA)/Aldinamide, para-amino salisik dikombinasikan dengan obat-
(PAS), sikloserin, streptomisin. obat lainnya. Pengobatan
j. Monitor sputum BTA jangka pendek INH dan
Rifampisin selama 9 bulan dan
Etambutol untuk 2 bulan
pertama.
-Obat-obat sekunder diberikan
jika obat-obat primer sudah
resisten.
- Untuk mengawasi keefektifan
obat dan efeknya serta respon
pasien terhadap terapi.
2.4 Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan
perilaku untuk memperbaiki kesehatan.
Daftar Pustaka
Arif Mansjoer, (2000). Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 2 , FK UI: Jakarta.
Brunner dan Sudarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Vol-2), EGC: Jakarta
Doenges, M.E, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan ; Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis: Jakarta