Anda di halaman 1dari 9

Pengobatan leukemia bervariasi, tergantung pada jenisnya.

Pada beberapa
jenis leukemia seperti CLL, terutama jika berada di stadium awal, pengobatan
mungkin tidak diperlukan jika pasien tidak menunjukkan gejala gangguan
kesehatan. Pengobatan andalan terhadap leukemia adalah kombinasi kemoterapi.
Kemoterapi, atau kemoterapi sitotoksik adalah penggunaan obat untuk membunuh
sel kanker. Pengobatan bisa dilakukan dalam bentuk obat oral atau infus
intravena. Pembunuhan sel kanker tidak bersifat selektif, dan pengobatan ini juga
beracun bagi sel-sel normal. Kemoterapi biasanya dibagi ke dalam beberapa
tahapan berbeda: i. Induksi remisi: merupakan pengobatan awal saat kemoterapi
intensif diberikan untuk membunuh sel kanker. ii. Konsolidasi remisi: merupakan
pengobatan lanjutan dengan kemoterapi untuk membunuh sel-sel kanker yang
tersisa. Kemoterapi ini biasanya kurang intensif bila dibandingkan dengan yang
digunakan dalam tahapan induksi iii. Pemeliharaan remisi: melibatkan kemoterapi
untuk mempertahankan remisi. Terapi target: ditujukan pada ‘target’ tertentu yang
spesifik pada beberapa jenis leukemia. Pembunuhan sel kanker oleh karenanya
bersifat selektif, dan menyelamatkan sel yang normal di tubuh pasien. Tapi tidak
semua jenis leukemia memiliki obat target tertentu. Dengan demikian penggunaan
‘terapi tertarget’ hanya terbatas pada beberapa jenis leukemia saja. Radioterapi:
mencakup pengiriman radiasi dosis tinggi ke tempat tumor berada. Hanya
digunakan sebagai kendali lokal pada beberapa jenis leukemia (misalnya CLL)
saat kankermemengaruhi kelompok kelenjar getah bening tertentu. Transplantasi
sel punca haematopoiet ik: yang sebelumnya dikenal sebagai transplantasi
sumsum tulang (RMT), mencakup penggunaan sel punca haematopoietik
sumbangan yang sehat. Tindakan pengobatan ini berlaku untuk beberapa pasien
yang leukemianya tidak bisa dikendalikan dengan kemoterapi saja.

PENATALAKSANAAN TERAPI
TERAPI FARMAKOLOGI
I. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan
kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.
Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau
kombinasi dari dua obat atau lebih.
1) Antibiotika (sitotoksik)
Antibiotik termasuk dalam produk alamiah bersama alkaloid Vinka. Beberapa
antibiotika yang berasal dari jenis jamur Streptomyces juga berkhasiat sitostatis,
disamping kerja antibakterinya. Mekanisme kerja dengan mengikat DNA secara
kompleks, sehingga sintesanya terhenti. Pasien leukemia bisa mendapatkan
kemoterapi dengan berbagai cara:
· Melalui mulut
· Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena).
· Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas – Perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang
kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh
darah balik/kulit.
· Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode
ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum
seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.

2) Antrasiklin
Mekanisme kerja :
· pengikatan afinitas tinggi ke DNA melalui interkelasi yang mengakibatkan
penghambatan sintesis DNAn dan RNA, dan pengguntingan rantai DNA melalui
efeknya pada topoisomerase II
· pengikatan ke membran untuk mengubah fluiditas dan transpor ion
· pembentukan radikal bebas semiquinone dan radikal oksigen melalui proses
reduksi dimediasi enzim (bertanggung jawab thd toksistas jantung melaui
kerusakan membran yang dimediasi oleh radikal oksigen. Obat-obat terpenting dri
golongan ini adalah : Doksorubisin, Daunorubisin, Epirubisin, Idarubisin .
a. Doksorubisin; (Adriamycin RD, adriblastina)
o Derivat antrasiklin ini bersama daunorubisin, diperoleh dari biakan Streptomyces
peutycus (1971). Lazimnya digunakan dalam bentuk kombinasi, CAF=
cyclofosfamida+adriamicin+fluoruracil. Efektif untuk leukemia akut dan limfoma
non-Hodkin, kanker payudara, ovarium, bronchus.
o Efek samping : Kardiotoksik (gagal jantung), myelotoksis, alopesia, mual muntah,
neutropenia. Selama terapi dilakukan monitoring ECG dan darah. Biasanya kemih
dapat berwarna merah.
o Dosis : infus i.v. 50-75 mg/m2 sehari setiap 3 minggu

b. Daunorubisin (daunoblastina ;1966)


o khasiat dan efek sampingnya sama dengan doksorubisin, efektif untuk leukemia
akut.
o Dosis; 30-60 mg/m2 sehari sebagai infus cepat selama 3-5 hari setiap 4-6 minggu.

c. Epirubisin (farmorubisin RD ;1984)


o merupakan streoisomer dari doksorubisin dengan penggunaan
sama. Kelebihannya: kurang toksik terhadap jantung dan sumsum tulang, nausea
dan muntah juga kurang
o Dosis; setiap 3 minggu 75-90 mg/m2 infus i.v.

d. Idarubisin (Zavedos ;1990)


o bersifat lebih lipofil, maka absorbsinya ke dalam sel lebih baik. obat ini terutama
digunakan pada leukemia akut sbg monoterapi atau terapi kombinasi.
o Dosis; selama 3 hari infus i.v. 12 mg/m2

3) Zat pengalkilasi (Alkilating agent)


Zat pengalkilasi adalah zat antikanker pertama yang dikembangkan, khasiat
obat berdasarkan gugus alkilnya yg sangat reaktif dan menyebabkan cross-linking
(saling mengikat) antara rantai DNA di dalam inti sel, sehingga penggandaan sel
terganggu dan pembelahan sel dirintangi (spesifik fase S).
· Berkhasiat kuat terhadap sel-sel yang sedang membelah.
· Efek samping: sumsum tulang, mukosa lambung-usus, sel sel kelamin
(sterilitas pria) dan janin muda (abortus)
· Bersifat karsinogen, menyebabkan leukemia (non lymphocytic) akut.
Obat-obat terpenting dari golongan ini: klormetin dan turunannya;
klorambusil, melfelan, siklofosfamida, dan ifosfamida. Di dalam tubuh diubah
menjadi senyawa etilenimin, membentuk ion karbonium dengan muatan positif
yang mengalkilasi DNA. Situs penting alkilasi di dalam DNA adalah posisi N7
guanin, posisi N1 dan N3 adenin, N3 cytosin, O6 guanin serta atom posfat dan
protein yang terkait dengan DNA. Interaksi dapat terjadi pada rantai tunggal
ataupun pada kedua rantai DNA melalui rantai silang (cross-linking) dengan 2
gugus reaktif.
Alkilasi guanin dapat menyebabkan miscoding (pengkodean yang keliru)
melalui pemasangan basa yang abnormal dg thymin atau menyebabkan
depurinisasi melalui eksitasi residu guanin. Efek ini menyebabkan pecahnya rantai
DNA melalui pemisahan kerangka DNA gula-fosfat. Meskipun agen pengalkilasi
tidak spesifik siklus sel, namun sel paling peka terhadap alkilasi dalam fase G1
dan S siklus sel.
a. Klormetin (mustin)
o sitostatika pertama (1946)
o untuk pengobatan limfoma akut dengan kerja yang sangat cepat
o efek samping: muntah hebat, diare, pusing, nyeri kepala, dan produksi ludah
berlebihan. Pada tempat injeksi dpt terjadi peradangan hebat (lepuh). penekanan
sumsum tulang baru nyata setelah 2-3 minggu.
o Dosis: i.v. 0.1-0.4 mg/kg bobot badan selama 4 hari

b. Klorambusil (leukeran)
o merupakan derivat dari klormetin dg khasiat dan penggunaan yang sama, tetapi
dapat digunakan per oral. Daya kerjanya lebih lambat dan efek sampingnya
lebih ringan. Seringkali dikombinasi dengan sitostatika lain.
o Dosis: 5-20 mg sehari selama 2-3 minggu dengan diselang istirahat 4 minggu
c. Melfelan (alkeran)
o Merupakan derivat fenilalanin, kerjanya jauh lebih panjang (± 6 jam).
o Digunakan untuk pengobatan myeloma.
o efek samping utama; leukemia akut
o Dosis: oral 0.2-10 mg/kg selama 4-6 hari, diulang setelah 6 minggu

d. Siklofosfamida
o Merupakan derivat dengan cicncin fosfat (1957), menjadi aktif setelah dioksidasi
dalam hati menjadi metabolitnya akrolein
o Digunakan untuk pengobatan; myeloma, leukemia limfatis. Biasanya digunakan
dalam bentuk kombinasi dengan vinkristin dan prednisolon (COP) atau bersama
adriamisin dan fluorurasil (CAF) pada kanker buah dada dan ovarium.
Siklofosfamida juga bersifat imunosupresif kuat (dapat menekan sistem tangkis
tubuh), antara lain pembentukan antibodi, oleh karena itu obat inidiguna kan
pula pada transplantasi organ.
o efek samping; menekan sumsum, rontok rambut, radang mukosa kandung kemih
disertai pendarahan. pasien perlu banyak minum air agar metabolt toksik yang
terbentuk selama konsumsi obat, dapat dieksresikan
o dosis; oral 50-200 mg sehari setiap 7-14 hari, i.v. 10-15 mg/kg/hari setiap 3-7 hari.

e. Ifosfamida
o merupakan analog dari siklofosfamida dengan khasiat dan penggunaan yang sama
tapi bersifat kurang toksik (1967).
o dosis; i.v. 50-60 mg/kg/hari selama 2-3 hari, diulang setelah 3-4 minggu.

f. Busulfan (myleran)
o senyawa alkil sulfonat ini berkhasiat myelo-selektif (terhadap sel sumsum tulang),
sehingga merupakan obat pilihan pertama pada leukemia myeloid kronis guna
menekan produksi leukosit
o dosis; oral 3-4 mg/hari selama 12-20 minggu pemeliharaan 0.5-2 mg sehari
4) Antimetabolit
Antimetabolit adalah zat spesifik siklus sel yang mencegah sintesis nukleotida
atau menghambat enzim dg menyerupai nukleotida. Berdasarkan mekanisme
kerjanya (spesifik fase S), dapat dibagi dalam 3 kelompok :
a. antagonis asam folat; metotreksat
b. antagonis pirimidin; 5-fluorourasil, Cytarabin.
c. antagonis purin; 6-merkaptopurin, 6-tioguanin,
Mekanisme kerja obat antimetabolit dengan mengganggu sintesa DNA dengan
jalan antagonis saingan. Obat menduduki tempat metobolit (yang penting untuk
fisiologi sel; asam folat, purin dan pirimidin) tersebut dalam sistem enzim tanpa
mengambil alih fungsinya, sehingga sintesa DNA gagal dan perbanyakan sel
terganggu. Obatnya sendiri tidak bersifat sitotoksis. Merupakan pro-drug; diubah
dulu menjadi metabolit aktif di hati.
a. Antagonist asam folat : Metotreksat ( MTX, Farmitrexat, Ledertrexat)
o Derivat pteridin ini (1954), menghambat reduksi dari asam folat menjadi THFA
(Tetrahydro folic acid) dengan jalan pengikatan pada enzim reduktase. THFA
penting untuk sintesa DNA dan pembelahan sel.
o efektif untuk leukemia limfe akut, kanker payudara, kanker paru.
o efek samping; penekanan sumsum tulang, kerusakan mukosa mulut dan saluran
pencernaan
o dosis; tergantung dari jenis dan keadaan pasien, oral; 5-30 mg sehari selam 5 hari,
setelah istirahat 2-3 minggu, kur dapat diulang lagi 3-5 kali.
o Leukovorin dapat diberikan setelah pemberian metotreksat untuk menyelamatkan
sel-sel non kanker. Leukovorin mengisi kembali simpanan folat dalam sel
nonkanker dan mengembalikan kemampuan untuk mensintesa purin.

b. Antagonist purin : 6-Merkaptopurin (Puri-Nethol)


o merkaptopurin merupakan derivat thiol dari purin (1953).
o antagonis purin dg daya sitostatis yg berdasarkan penghambatan sintesa purin dan
DNA di sel-sel yang tumbuh pesat.
o efektif untuk; leukemia akut pada anak-anak
o dosis; 2.5 mg/kg sehari.
c. Antagonist pirimidin :
o cytarabin= cytosin arabinoside mrpk sitostatika dgn jalan mengganggu
perpanjangan rantai DNA
o digunakan pd leukemia akut tertentu, dengan kerja yang sgt singkat, ± 20 menit.
o efek samping; mual, mielosupresi berat, alopesia.
o dosis; infus intravena 100-200 mg setiap 8-12 jam selama 5 hari, biasanya
dikombinasi dengan antagonis pyrimidin lainnya, misal; thioguanin (lanvis).

Fase-fase pelaksanaan kemoterapi :


a. Fase Induksi/Remisi : Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada
fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase.
Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak
ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat: Pada fase ini diberikan terapi methotrexate,
cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel
leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia
yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c. Fase Konsolidasi: Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar
dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika
terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis
obat dikurangi.
d. Fase intensifikasi tertunda / pemeliharaan sementara : Terapi ini bertujuan
untuk menjaga perbaikan kondisi dan menurunkan toksisitas kumulatif

e. Fase Pemeliharaan Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa sel


leukemia dan memperpanjang durasi kesembuhan.

II. Terapi Biologi


Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan
melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia
limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal
yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan
sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum
tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemia.

TERAPI NON FARMAKOLOGI


I. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang
tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel
leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien
akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel
yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel
darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.

Ada beberapa tipe-tipe dari transplantasi sel induk:


· Transplantasi Sumsum Tulang — Sel-sel induk (stem cells) datang dari
sumsum tulang (bone marrow).
· Peripheral stem cell transplantation—Sel-sel induk (stem cells) datang dari
darah peripheral.
· Umbilical cord blood transplantation—Untuk seorang anak dengan tidak ada
donor, dokter mungkin menggunakan sel-sel induk dari darah tali pusar (umbilical
cord blood). Darah tali pusar adalah dari seoarng bayi yang baru dilahirkan.
Adakalanya darah tali pusar dibekukan untuk penggunaan di kumudian hari.
Sel-sel induk (stem cells) mungkin datang dari pasien atau dari seorang donor:
· Autologous stem cell transplantation—Tipe pencangkokan ini menggunakan
sel-sel induk pasien sendiri. Sel-sel induk diambil dari pasien, dan sel-sel
mungkin dirawat untuk membasmi sel-sel leukemia apa saja yang hadir. Sel-sel
induk dibekukan dan disimpan. Setelah pasien menerima kemoterapi dosis tinggi
atau terapi radiasi, sel-sel induk yang disimpan dicairkan dan dikembalikan pada
pasien.
· Allogeneic stem cell transplantation—Tipe pencangkokan ini menggunakan
sel-sel induk yang sehat dari seorang donor. Saudara laki, saudara perempuan,
atau orangtua pasien mungkin adalah donornya. Adakalanya sel-sel induk datang
dari seorang donor yang tidak bersaudara. Dokter-dokter menggunakan tes-tes
darah untuk memastikan sel-sel donor cocok dengan sel-sel pasien.
· Syngeneic stem cell transplantation—Tipe pencangkokan ini menggunakan
sel-sel induk dari saudara kembar identis pasien yang sehat.
Setelah suatu pencangkokan sel induk, pasien-pasien biasanya berdiam
dirumah sakit untuk beberapa minggu. Regu perawatan kesehatan melindungi
pasien-pasien dari infeksi sampai sel-sel induk yang dicangkokan mulai
memproduksi cukup sel-sel darah putih.

II. Terapi Radiasi


Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar
berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien,
sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian
lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien
mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh
biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)

Anda mungkin juga menyukai