Haryanti Et Al PDF
Haryanti Et Al PDF
3, Agustus 2014
ABSTRAK
Modifikasi pati dilakukan untuk memperbaiki sifat pati ketika diaplikasikan dalam pengolahan pangan. Salah satu
produk pati termodifikasi adalah pati tinggi amilosa yang dibuat dengan metode fraksinasi. Kondisi fraksinasi meliputi
suhu dan lama pemanasan suspensi pati serta konsentrasi butanol akan mempengaruhi karakteristik pati yang dihasilkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama pemanasan suspensi pati tapioka serta konsentrasi
butanol terhadap karakteristik pati tinggi amilosa. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi suhu pemanasan
suspensi pati, mengakibatkan penurunan kadar amilosa dan kejernihan pasta pati namun meningkatkan kelarutan dan
swelling power. Semakin lama waktu pemanasan suspensi pati dan semakin tinggi konsentrasi butanol menunjukkan
kadar amilosa pada pati semakin menurun. Proses fraksinasi pati tapioka pada kombinasi perlakuan suhu pemanasan
suspensi pati 70ºC, lama pemanasan suspensi pati 40 menit, dan konsentrasi butanol 10% menghasilkan pati dengan
kadar amilosa tertinggi. Kadar amilosa meningkat sebesar 37,33%.
Kata kunci: Pati tapioka tinggi amilosa, swelling power, fraksinasi pati, kelarutan pati, kejernihan pasta
ABSTRACT
In food processing, starch was modified in order to improve its properties. One of the modified starches is high-
amylose starch. This kind of starch is made by fractionation method in which its conditions, such as temperature and
time of suspensions heating as well as butanol concentration, would affect the starch properties. This study was aimed
to determine the effect of those conditions on the properties of high-amylose tapioca starch. The results showed that
higher starch suspension temperature was associated with lower levels of amylose and starch paste clarity. In addition,
it was also associated with higher solubility and swelling power. Furthermore, the experiments showed that the longer
the heating time and the higher the concentration of butanol, leading to the lower the amylose content of starch. The
highest amylose content of the starch was produced from the treatment combination of suspensions heating temperature
and time of 70ºC and 40 minutes, respectively, with 10% of butanol concentrations. Amylose content yielded from this
treatment increased by 37.33 %.
Keywords: High-amylose tapioca starch, swelling power, starch fractionation, starch solubility, starch paste clarity
308
AGRITECH, Vol. 34, No. 3, Agustus 2014
309
AGRITECH, Vol. 34, No. 3, Agustus 2014
= 5%) karakteristik pati tapioka tinggi amilosa pada varisasi Pengaruh Lama Pemanasan Suspensi Pati
suhu pemanasan suspensi pati disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan analisis ragam, lama waktu pemanasan
90,00 suspensi pati tidak berpengaruh nyata terhadap sineresis,
a a a
80,00
a
kejernihan pasta dan swelling power dan berpengaruh sangat
Sifat Pengungsian (%)
310
AGRITECH, Vol. 34, No. 3, Agustus 2014
86.0ab
85.0ab
90.0a
82.5ab
82.5ab
82.5ab
82.5ab
82.5ab
82.5ab
80.5ab
80.0ab
80.0ab
80.0ab
79.0ab
77.5ab
77.0ab
76.5ab
76.0ab
75.0ab
75.0ab
75.0ab
75.0ab
75.0ab
75.0ab
100,0
68.5b
67.5b
80,0
Hasil uji DMRT ( = 5%) kadar amilosa pati tinggi
Sineresis (%)
311
AGRITECH, Vol. 34, No. 3, Agustus 2014
granula pati akibat pecahnya granula pati. Menurut Kusnandar konsentrasi butanol 10% (S3W2B2) dengan nilai 28,30%T.
(2010), proses pecahnya granula pati akibat kenaikan suhu Hal ini disebabkan, pati tinggi amilosa yang dihasilkan
menyebabkan molekul amilosa keluar dari granula. Semakin mengalami retrogradasi. Menurut Suriani (2008), kejernihan
tinggi suhu, maka semakin banyak molekul amilosa yang pasta terkait dengan retrogradasi. Retrogradasi merupakan
akan keluar dari granula pati. Amilosa dengan penambahan pembentukan kembali ikatan-ikatan hidrogen dari molekul-
butanol 10% mampu membentuk kompleks amilosa butanol molekul amilosa. Molekul-molekul amilosa saling berikatan
dengan baik. Menurut Yuliasih dkk. (2007), adanya butanol kembali dengan ikatan yang sangat kuat. Pembentukan
yang berlebih dapat mengkompleks amilosa dan melarutkan ikatan hidrogen yang semakin kuat antarmolekul amilosa
amilopektin, sehingga kompleks amilosa-butanol dapat mengakibatkan terjadinya sineresis, yaitu air terpisah dari
terpisah dengan amilopektin dalam bentuk endapan. stuktur gel pati (Kusnandar, 2010). Kemampuan retrogradasi
yang besar dapat mengakibatkan sineresis yang tinggi dan
69.05b
76.86a
90,00 menunjukkan semakin banyak air yang keluar dari gel pati.
64.52c
61.87d
60.27e
80,00
58.54f
56.36g
55.28h
46.94m
70,00
48.83l
45.45n
45.07o
44.16p
42.44q
41.59r
41.38r
39.74s
60,00
37.78u
36.17w
amilosa (%)
50,00
24.78y
24.29z
86.70ab
90.95a
92.85a
74.70abs
77.70abc
72.40abc
100,00
61.10abc
59.00abc
58.10abc
57.65abc
57.30abc
57.05abc
Keterangan: S = Suhu pemanasan suspensi pati (S1 = 60, S2 = 65, S3 = 70ºC)
54.70abc
53.25abc
51.65abc
51.60abc
51.45abc
51.25abc
80,00
50.35abc
Kejernihan pasta (%)
48.15abc
46.55abc
W = Lama pemanasan suspensi pati (W1 = 40, W2 = 60 menit,
40.10abc
39.80abc
39.60abc
35.65abc
W3 = 80 menit), B = Konsentrasi butanol (B1 = 8, B2 = 10, B3 60,00
28.30bc
= 12%) 40,00 21.80c
Gambar 5. Kadar amilosa pati tinggi amilosa pada berbagai interaksi antara
20,00
suhu, lama pemanasan suspensi pati dan konsentrasi butanol
0,00
S1W1 S1W2 S1W3 S2W1 S2W2 S2W3 S3W1 S3W2 S3W3
Kombinasi Perlakuan
Perlakuan suhu 65°C, lama pemanasan 60 menit dan B1 = 8% B2 = 10% B3 = 12%
konsentrasi butanol 12% (S2W2B3) menghasilkan kadar
Keterangan: S = Suhu pemanasan suspensi pati (S1 = 60, S2 = 65, S3 =
amilosa terendah, yaitu sebesar 24,29%bk. Hal ini disebabkan 70ºC), W = Lama pemanasan suspensi pati (W1 = 40, W2 = 60
pemanasan suspensi pati berjalan terlalu lama. Semakin lama menit, W3=80 menit) B = Konsentrasi butanol (B1 = 8, B2 =
pemanasan suspensi pati mengakibatkan proses gelatinisasi 10, B3 = 12%)
berjalan terlalu lama, sehingga amilosa yang meluruh memiliki Gambar 6. Kejernihan pasta pati tinggi amilosa pada berbagai interaksi antara
berat molekul rendah dan ketika dilakukan penambahan suhu, lama pemanasan suspensi pati dan konsentrasi butanol
butanol 12% pembentukan kompleks amilosa-butanol yang
terjadi tidak maksimal. Hal tersebut menyebabkan rendahnya Perlakuan suhu pemanasan suspensi pati 60ºC, lama
kadar amilosa yang dihasilkan. Menurut Yuliasih dkk. (2007), pemanasan 60 menit dan konsentrasi butanol 8% (S1W2B1)
butanol tidak mampu membentuk kompleks dengan fraksi menghasilkan pati tinggi amilosa dengan kejernihan pasta
amilosa yang memiliki bobot molekul rendah. Amilosa tertinggi, yaitu 92,85%T. Hal ini disebabkan pati tinggi
dengan bobot molekul yang rendah cenderung memiliki amilosa yang dihasilkan dari perlakuan S1W2B1 memiliki
rantai lurus yang pendek. kemampuan retrogradasi yang rendah. Retrogradasi yang
rendah menunjukkan bahwa ikatan-ikatan hidrogen yang
Kejernihan Pasta mengikat kembali molekul-molekul amilosa tidak cukup
Hasil uji DMRT ( = 5%) kejernihan pasta pati tinggi kuat, sehingga mengakibatkan sineresis yang rendah, yaitu
amilosa pada berbagai interaksi perlakuan ditunjukkan pada sedikitnya jumlah air yang keluar dari gel pati. Hal ini
Gambar 6. menunjukkan sebagian besar air masih tertahan dalam gel
pati. Semakin banyak air yang tertahan dalam gel pati, maka
Gambar 6 menunjukkan kejernihan pasta terendah kejernihan pasta pati semakin tinggi. Air memberikan efek
dihasilkan oleh pati tinggi amilosa perlakuan suhu jernih (sifat translusen) pada pasta pati (Winarno, 2004).
pemanasan suspensi pati 70ºC, lama pemanasan 60 menit dan
312
AGRITECH, Vol. 34, No. 3, Agustus 2014
11.32a
11.56a
10.17a
9.79a
12,00
Hasil uji DMRT ( = 5%) kelarutan pati tinggi amilosa pada
8.66a
Swelling power (%)
8.13a
8.06a
7.54a
7.20a
10,00
7.04a
6.89a
6.67a
6.60a
6.28a
6.28a
6.24a
berbagai interaksi perlakuan disajikan pada Gambar 7.
5.89a
5.49a
5.40a
5.34a
5.21a
5.18a
5.10a
8,00
4.98a
4.95a
4.62a
3.56a
6,00
70,00 4,00
50.90a
65.63a
48.82a
2,00
45.89a
60,00
43.48a
37.57a
0,00
37.31a
50,00
32.02a
Kelarutan (%)
31.44a
30.40a
S1W1 S1W2 S1W3 S2W1 S2W2 S2W3 S3W1 S3W2 S3W3
30.28a
28.16a
21.39a
19.14a
18.12a
16.96a
B1 = 8% B2 = 10% B3 = 12%
16.00a
15.51a
14.08a
30,00
13.11a
11.83a
10.46a
10.13a
9.77a
9.96a
20,00
4.57a
313
AGRITECH, Vol. 34, No. 3, Agustus 2014
314
AGRITECH, Vol. 34, No. 3, Agustus 2014
Juliano, B.O. (1971). A simplified assay for milled rice Richardson, P.H., Jeffcoat, R. dan Shi, Y.C. (2000). High-
amylose measurement. Journal of Cereal Science Today amylose starches: from biosynthesis to their use as food
16: 334-336. ingredients. Materials Research Society 25(12): 20-24.
Kong, X., Bao, J. dan Corke H. (2009). Physical properties of Southgate, D.A.T. (1991). Determination of Food
Amaranthus starch. Food Chemistry 113: 371-376. Carbohydrates, 2nd edn. Elsevier Applied Science.
Kusnandar, F. (2010). Kimia Pangan Komponen Makro. Seri Crown House, London.
1. Dian Rakyat, Jakarta. Suprapti, M.L. (2005). Tepung Tapioka, Pembuatan dan
Li, J.Y. dan Yeh, A.I. (2001). Relationships between thermal, Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta.
rheological characteristics and swelling power for Suriani, A.I. (2008). Mempelajari Pengaruh Pemanasan dan
various starches. Journal of Food Engineering 50(3): Pendinginan Berulang terhadap Karakteristik Sifat Fisik
141-148. dan Fungsional Pati Garut (Marantha Arundinacea)
Mizukami, H., Takeda, Y. dan Hizukuri, S. (1999). The Termodifikasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
structure of the hot-water soluble components in Institut Pertanian Bogor, Bogor.
the starch granules of new Japanese rice cultivars. Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia
Carbohydrate Polymers 38(4): 329-335. Pustaka Utama, Jakarta.
Perez, L.A.B., Acevedo, E.A., Hernandez, L.S. dan Lopez, Yuliasih, I., Irawadi, T.T., Sailah, I., Pranamuda, H., Setyowati
O.P. (1999). Isolation and partial characterization of K. dan Sunarti, T.C. (2007). Pengaruh proses fraksinasi
banana starches. Journal of Agricultural and Food pati sagu terhadap karakteristik fraksi amilosanya.
Chemistry 47(3): 854-857. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 17(1): 29-36.
Rahman, A.M. (2007). Mempelajari Karakteristik Kimia dan
Fisik Tepung Tapioka dan Mocal (Modified Cassava
Flour) sebagai Penyalut Kacang pada Produk Kacang
Salut. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
315