Anda di halaman 1dari 30

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama pasien : By. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat rumah : Jl.RS Ancol Selatan RT 005 RW 001
Tanggal lahir :3 Juli 2010
Dilahirkan di RS KOJA:3 Juli 2010

B. Identitas Orangtua
Ayah
Nama : Iing Sugiyono
Agama : Islam
Umur :30 tahun
Alamat : Jl.RS Ancol Selatan RT 005 RW 001
Pekerjaan : Supir Kontainer
Penghasilan:Rp 1,500.000/bulan

Ibu
Nama : Turisah
Agama : Islam
Umur :30 tahun
Alamat : Jl.RS Ancol Selatan RT 005 RW 001
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan : (-)
Tanggal Masuk RS KOJA:3 Juli 2010

Hubungan dengan orangtua : Anak kandung


Suku Bangsa : Betawi

1
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis terhadap ibu pasien pada tanggal 15 Juli
2010 pukul 16.00 WIB

KELUHAN UTAMA
Keadaan umum pasien mulai menurun dan adanya distress pernafasan
mulai hari keempat kelahiran.
KELUHAN TAMBAHAN
Pasien pada saat dilahirkan, ketuban berwarna putih keruh bercampur
nanah berbau.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien dilahirkan dengan ketuban putih keruh bercampur nanah yang
berbau di RSUD Koja dengan persalinan Sectio Caesaria atas indikasi Pre
Eklampsia Berat ibu pasien. .
Pasien dilahirkan dengan Apgar Score 4/8.Pasien muntah pada hari ketiga
(tanggal 5/07/2010) dan dipasang NGT dan keluar cairan berwarna kuning
kehijauan.Pasien dirawat di ruang perinatologi.Pada hari keempat kelahiran
(tanggal 6/07/2010), keadaan umum pasien menurun disertai distress pada
pernafasan.. Saat diobservasi disana, pasien mengalami, keadaan umum pasien
lemah, kesadaran compos mentis,pernafasan spontan irregular, dyspnoe berat
dengan retraksi dada,juga asidosis metabolik akibat asfiksia, hipoglikemia dan
sempat cyanosis pada jam 06:30WIB,namun tidak kembung. Pasien diterapi
oksigen nasal O2 ½ l/menit ,koreksi hipoglikemi dengan loading NaCl 40cc
+D40% 2 cc selama setengah jam,kemudian koreksi asidosis metabolik dengan
Meylon 3,5mg +NaCl 6,5mg diberi per bolus selama sejam.Oleh karena itu,
keluarga pasien dinasihatkan supaya memindahkan pasien ke ruang perawatan
intensif neonatus (NICU) untuk diobservasi dan diterapi lanjut dan lebih terpadu.
Tanggal 6/07/2010 jam 12:15 WIB, pasien dipindahkan ke NICU
Pasien seterusnya dimasukkan ke inkubator.Terapi oksigen nasal O2 ½
l/menit dilanjutkan , dari ruang perinatologi sudah terpasang infus cairan 4:1

2
KCl+NaCl 1mEq/buret 16cc per jam, koreksi distress pernafasan dengan
aminofusin 40cc diberi 10cc per jam selama 4jam per hari serta diberi selang
sehari. Pasien diberikan terapi suportif sesuai indikasi.

RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN
Ibu pasien hamil pada usia 29 tahun dan ini merupakan kehamilan yang
kedua. Riwayat perawatan antenatal selama kehamilan baik dan tidak bermasalah.
Saat kontrol setiap bulan dan di USG, pasien tidak ditemukan adanya kelainan.
Faktor-faktor risiko kelahiran prematur seperti infeksi sewaktu kehamilan,
ketuban pecah dini, chorioamnionitis, nutrisi ibu yang jelek, aborsi berulang,
kehamilan multipel,konsumsi narkoba dan alkohol saat kehamilan dan merokok
disangkal oleh ibu pasien. Walaubagaimanapun, ibu pasien menyatakan bahawa
hanya adanya penyakit maternal seperti DM setelah mula dirawat di RS KOJA
saat mahu melahirkan.Ibu pasien mengaku pernah hamil sebelumnya namun
keguguran pada Maret 2009. Riwayat penggunaan obat-obatan saat melahirkan
tidak dapat dipastikan. Selain itu, faktor-faktor risiko terjadinya asfiksia seperti
riwayat kelahiran BBLR dan prematur dalam keluarga, partus dengan penyulit,
riwayat asfiksia pasca partum dalam keluarga, riwayat kelainan congenital dan
juga aspirasi mekonium tidak ditemukan pada anamnesis.
Pasien dilahirkan secara Sectio Caesaria atas indikasi ibu Preeklampsi
berat pada usia kehamilan 38 minggu berdasarkan hitungan HPHT. Saat
dilahirkan pasien tidak langsung menangis. beberapa detik kemudian setelah
dirangsang barulah pasien menangis tetapi agak perlahan. Proses persalinan
berlangsung lancar tanpa adanya penyulit. Ketuban saat melahirkan berwarna
putih keruh bercampur nanah yang berbau. Bayi kelihatan merintih serta lemah
dan berwarna biru pucat setelah dilahirkan.Apgar Score 4/8.

KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan


Setiap bulan periksa ke
Perawatan antenatal dokter dari bulan pertama
trimester pertama
KELAHIRAN Tempat kelahiran RS. KOJA Jakarta
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan Sectio Caesaria
Masa gestasi Cukup bulan
3
Berat lahir 4000 g
Panjang badan 55 cm
Keadaan bayi Tidak langsung menangis
Bayi berwarna biru pucat
Kelainan bawaan tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Belum dapat ditentukan
RIWAYAT MAKANAN
Belum diberikan lewat oral
RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG X X X
DPT / DT X
POLIO X
CAMPAK X X
HEPATITIS B X
MMR X X
TIPA

RIWAYAT KELUARGA
Corak reproduksi
Susunan keluarga :pasien merupakan anak kelahiran pertama dari kehamilan
kedua dari perkahwinan pertama ibu dan bapa pasien.
Riwayat keluarga ibu pasien
Nenek ibu pasien menderita hipertensi dan diabetes mellitus
Ibu pasien menderita diabetes mellitus saat kehamilan.

Ayah Ibu
Nama Iing Sugiyono Turisah
Perkawinan Ke 1 1
Umur Saat Menikah 28 tahun 28 tahun
Pendidikan Terakhir SMA SMA
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Betawi Betawi
Keadaan Kesehatan Baik Baik

4
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi - Difteria - Jantung -

Cacingan - Diare - Ginjal -


Demam
- Kejang - Darah -
Berdarah
Demam
- Kecelakaan - Radang paru -
Thypoid
Otitis - Morbili - Tuberkulosis -

Parotitis - Operasi - Lainnya -

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 15 Juli 2010
Keadaan umum : lemah,tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Status antropometri
Berat Badan : 4000 g
Tinggi Badan : 55 cm
Lingkar Kepala : 34 cm
Lingkar Lengan Atas : 12 cm
Lingkar Dada : 33 cm
Tanda Vital
Tekanan darah : tidak diperiksa
Heart rate : 162x / menit, irama reguler
Suhu : 36,5°C
Pernapasan : 64 x / menit
Kepala : Normosefali, ubun-ubun tidak cekung, rambut tipis, distribusi
merata, tidak ada sikatriks.
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung dan refleks
cahaya positif,tidak ada oedem,tidak ada sekret.
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, tidak terdapat
sekret pada kedua rongga hidung, tidak ada septum deviasi.
5
Telinga : Normotia.
Bibir : tidak ada kelainan anatomis, tidak kering, tidak sianotik
Mulut : Tidak terdapat kelainan
Lidah : Lidah ukuran normal.
Gigi geligi : -
Uvula : Tidak dapat dilakukan
Tonsil : Tidak dapat dilakukan
Tenggorokan : Tidak dapat dilakukan
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar, trakea letak normal
Toraks
Paru
Inspeksi : Simetris toraks kanan–kiri, pernapasan
abdominothorakal, retraksi(+), irreguler,dyspnoe
(+)
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, tidak terdapat ronchi,
tidak terdapat wheezing
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : SISII reguler, tidak terdapat murmur dan irama
derap (gallop).
Abdomen
Inspeksi : kembung (-)
Palpasi : Tegang(-)
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus normal 2x/menit
Ekstremitas : Atas : akral hangat, sianosis (-), edema (-), deformitas
(-)

6
Bawah: akral hangat, sianosis (-), edema (-),
deformitas(-)
Tulang Belakang : Tidak ada kelainan
Susunan Saraf : Refleks-refleks
Moro: tidak dilakukan
Snout: tidak dilakukan
palmar grasp: tidak dilakukan
plantar grasp: tidak dilakukan
rooting: tidak dilakukan
Refleks patologis tidak dilakukan
Kulit :Turgor dan elastisitas normal, warna kulit putih,
kelembaban normal, tidak ada edema, tidak ada ruam.

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


04/07/ 05/07/ 06/07/ 06/07/ 11/07 12/07/ Nilai
2010 2010 2010 2010 2009 2010 normal
Jam Jam Jam Jam Jam Jam
11:30 13:30 07:10 14:30 06:00 14:00
Hemoglobin 19,4 16,3 g/dl 14,3 g/dl 14,4 12,0-14,0
g/Dl g/dl
Leukosit 20,200/ 11,800/ul 16,300 /ul 12,900 5.000-
Ul 10.000/uL
Hematokrit 55% 50 % 41 % 40% 37-43%
Trombosit 294.000 149.000 6.000 /ul 44,000 200.000-
/uL /Ul 500.000/uL
Eritrosit 4.0-5.0
juta/uL
VER (MCV) 82-93 fL
HER (MCH) 27-31 pg
KHER 32-36 g/dL
(MCHC)
Hitung Jenis
Basofil 0-1%
Eosinofil 1-3%
Batang 2-6%
Segmen 50-70%
Limfosit 20-40%
Monosit 2-8%

7
LED <15
mm/jam
GDS 185mg/ 93 mg/dl 65 mg/dl <180 mg/dL
dl
Elektrolit
Na 122 125 135-147
mmol/L mmol/L mmol/L
K 4,21 5,84 3,5-5,5
mmol/L mmol/L mmol/L
Cl 88 83 97-108
mmol/L mmol/L mmol/L
Analisa Gas
Darah
PH 7,341 7,410 7,38-7,44
pCO2 34,1 29,2 35,0-
mmHg mmHg 45,0mmHg
pO2 88,0 126,6 95,0-100
mmHg mmHg mmHg
HCO3 18,0 18,1 21,0-28,0
meq/L meq/L meq/L
P2 saturasi
BE -7,8 -6.6 -2,50-2,50
meq/L meq/L meq/L
O2 saturasi 96,3% 98.6% 94,0-
100,0%
CRP 57 mg/L < 5 mg/L
kuantitatif

IT RATIO
(5 JULI 2010)
Hasil Pemeriksaan : 0,25 (N : < 0,2)

V. FOLLOW UP
Follow up dilakukan pada pasien ini bermula dari tanggal 15 Juli 2010 hingga
tanggal 19 Juli 2010. Umumnya, pada setiap follow up ditemukan manifestasi
klinis yang sama dengan adanya perbaikan yang cukup baik pada pasien. Dari
follow up yang dilakukan, lazimnya ditemukan keadaan pasien dan masalah medis
seperti yang dibawah:

8
 keadaan umum lemah
 kesadaran umum compos mentis
 gangguan pernafasan seperti dyspnoe, pernafasan ireguler.

VI. DIAGNOSA BANDING


1. Sepsis neonatorum
2. Respiratory distress syndrome
3. Pneumonia pasca lahir
4. Kelainan jantung congenital

VII. DIAGNOSIS KERJA


Sepsis neonatorum disertai distress pernafasan dan asidosis metabolik

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIANJURKAN


Pemeriksaan penunjang yang sangat dianjurkan untuk pasien ini adalah
kultur dan resistensi kuman. Sampel kultur dan biakan dapat diambil dari darah,
urin atau LSC.Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari etiologi pasti sepsis dan
merencanakan antibiotik yang sesuai. Pada tanggal 5 Juli 2010 dikultur darah
pasien dan didapatkan hasilnya pada tanggal 10 Juli 2010.
Selain itu juga, pemeriksaan foto roentgen thoraks dianjurkan untuk
menyingkirkan diagnose RPS, pneumonia atau kelainan paru dan jantung bawaan
yang bisa terlihat dengan foto thoraks.

VIII.1 HASIL KULTUR DARAH DAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA


Jenis mikroorganisma: Acinetobacter anitratus
Sediaan gram :Negatif batang
Resistensi terhadap antibiotic ;
Jenis Antibiotik Sensitifitas Jenis Antibiotik Sensitifitas
1.Amikasin Sensitive 9.Ceftriazon Resistent
2.Ampicilin Resistent 10.Ceftazidime Resistent
3.Amoxilin Resistent 11.Fosfomycin Sensitive
4.Amoc Clavu Acid Resistent 12.Imipenem Sensitive
5.Chloramphenikol Sensitive 13.Levofloxacin Sensitive
6.Ciprofloxacin Sensitive 14.Meropenem Sensitive
7.Cefipime Sensitive 15.Gentamicin Resistent
8.Ceftizozim Intermedia 16.Sulfa/trimetroprim Sensitive
9
IX. PENTALAKSANAAN
1.Rawat di Ruang Perinatologi dan Rawat di ruang intensif neonatus (NICU)
IVFD
Cairan 4:1 KCl+NaCl 1mEq/buret 16cc per jam
Cairan D10 1/5 NaCl + KCI 1cc/jam  6 cc/jam
loading NaCl 40cc +D40% 2 cc selama setengah jam
Meylon 3,5mg +NaCl 6,5mg diberi per bolus selama sejam
Parenteral
Somerol 3 x 7.5 mg
Sagestam 2 x 150 mg
Sibital 2 x 10 mg
Rantin 2 x 7.5 mg
Meropenem 2 x 150 mg
Aminofusin 40cc/hari
X. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam

ANALISA KASUS

Pada tanggal 3 Juli 2010, pasien dilahirkan di RSUD Koja secara Sectio Caesaria
karena ibu pasien mengalami Pre Eklampsi Berat. Pasien dilahirkan oleh dokter dalam
kondisi matur dan juga dalam kondisi besar masa kehamilan. Pasien juga tampak lemah serta
merintih dan sianosis pada keempat-empat ekstrimitasnya. Saat dilahirkan ketuban berwarna
putih keruh bercampur nanah dan berbau.Apalagi apabila dilakukan pemasangan NGT pada
pasien,didapatkan cairan putih keruh kekuningan.Ini kemungkinan akan meningkatkan resiko
anak akan mengalami sepsis.

Pada hari pertama kelahiran keadaan umum pasien agak lemah.Begitu juga pada
hari ,kedua dan ketiga walaupun sudah tidak didapatkan tanda sianosis dan
dyspnoe.Namun ,pada hari keempat kelahiran pasien menunjukkan perubahan pada keadaan
umum yang menurun dan tanda-tanda infeksi yang mulai muncul.Dari hasil lab didapatkan

10
CRP yang meningkat dan rasio I/T melebihi 0,2 menunjang ke arah sepsis.Pasien mengalami
dyspnoe berat dengan retraksi dada serta sempat sianosis.Pada sepsis sering didapatkan
hypoksia hypoksik.Hypoksia hypoksik yang mengakibatkan lesi sirkulasi pada proses sepsis
akan menggangu oksigenesasi jaringan, mengubah regulasi metabolik dari pengangkutan
oksigen oleh jaringan dan mengakibatkan disfungsi organ.Pasien yang hypoksia biasanya
akan terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam basa. Pada tingkat pertama,
pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, karena peningkatan PCO2
dalam darah akibat ventilation-perfusion mismatch. Apabila kondisi ini berlanjut dalam tubuh
bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glukosa tubuh menjadi asam
laktat, sehingga glukosa tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang dengan kadar
yang lebih cepat karena lebih banyak molekul glukosa yang dibutuhkan untuk menghasilkan
sejumlah ATP berbanding metabolisme aerob. Keadaan ini ditandai dengan hipoglikemia
yaitu GDS kurang dari 47 mg/dl. Hipoglikemia terjadi pada pasien ini dan kondisi ini harus
dikoreksi untuk memastikan supply glukosa dalam tubuh cukup buat metabolisme semua sel
dan organ supaya semua sistem organ dapat berfungsi dengan baik terutama organ vital
seperti otak, jantung, paru, hati dan juga ginjal. Jika hipoglikemia berlanjutan akan terjadinya
perubahan kardiovaskuler yang akan mempengaruhi fungsi jantung.

Peningkatan asam organik atau asam laktat yang terjadi akibat metabolisme anaerob
ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Terjadinya asidosis metabolik akan
mengakibatkan menurunnya fungsi sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan
kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan
akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke
sistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang
terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Oleh karena itu,
asidosis metabolik dan juga hipoglikemia pada pasien ini dikoreksi dan dimonitor secara
bertahap. Dalam mencapai tujuan itu, pasien dirawat di ruang perinatalogi dan diberi infus
cairan yang mengandungi glukosa dan juga asetat serta biknat. Pasien juga dipertahankan
saturasi oksigen tubuhnya supaya sentiasa berada dalam keadaan normal dengan memberi
oksigen lewat nasal kanul, headbox dan juga bantuan mesin CPAP tergantung indikasi.

Sewaktu dirawat di ruang perinatalogi, pasien diobservasi namun tiada perbaikan


bahkan pasien mengalami gangguan perfusi dan terlihat sianosis dan dsypnoe berat.Curiga

11
sepsis dipikirkan atas beberapa alasan.Alasan yang mengarah ke diagnosa sepsis adalah
terdapat gejala-gejala sistemik yang tidak khas dan jelas seperti penurunan kesadaran,
gangguan metabolik seperti hipoglikemia, gangguan sirkulasi dan perfusi dan juga gangguan
pernafasan serta termoregulasi. Gejala-gejala yang lain mucul pada pasien ini adalah akibat
sepsis dimana terjadinya vasodilatasi yang akan menyebabkan hipoksia sistemik.
Pemeriksaan laboratorium bagi menentukan sepsis dilakukan pada pasien ini dengan
memeriksa nilai CRP dan tes kultur darah. Hasilnya, terdapat kenaikan pada CRP sebanyak
57 mg/dl dan positif didapatkan bakteri dalam darah. Hasil laboratorium ini bisa mendukung
diagnosa sepsis pada pasien ini. Apalagi pemeriksaan kultur darah dan resistensi merupakan
baku emas dalam menentukan sepsis.

Pengobatan pada pasien ini umumnya terbagi kepada 2 yaitu pengobatan suportif dan
juga pengobatan kausal. Pengobatan suportif dilakukan dengan monitoring cairan, elektrolit,
dan glukosa; berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hiponatremia, hipokalsemia dan
hipoglikemia. Dalam tujuan itu, pasien diberikan infus cairan 4:1 KCl+NaCl 1mEq/buret
16cc per jam, koreksi distress pernafasan dengan aminofusin 40cc diberi 10cc per
jam,koreksi hipoglikemi dengan loading NaCl 40cc +D40% 2 cc selama setengah jam.
Pengobatan suportif juga dilakukan dengan pemberian oksigen supaya saturasi oksigen
pasien tetap dijaga dalam batas normal. Dalam kasus ini, pasien diberikan oksigen nasal,
headbox dan juga dengan bantuan mesin CPAP tergantung saturasi oksigen dan klinis pasien.
Koreksi asidosis metabolik dengan pemberian meylon 8,4% harus dilakukan dan
pemeriksaan AGD harus dibuat secara rutin apabila klinis menunjukkan pasien mengalami
gawat napas. Pasien juga harus dimonitor suhu secara rutin dan pemakaian incubator
tergantung keadaan klinis pasien.
Pengobatan kausal dilaksanakan dengan pemberian atibiotik yang sesuai tergantung
kuman penyebabnya. Antibiotik diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya
digunakan golongan penisilin sepeti ampisilin ditambah aminoglikosida seperti gentamisin.
Pada pasien ini diberikan kombinasi Sagestam dan meropenem yang merupakan golongan
aminoglikosid dan juga beta laktam yang menjadi first line terapi bagi sepsis. Terapi biasanya
dilakukan selama 10-14 hari tergantung kasus dan juga keparahan sepsis.

12
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI DAN PENDAHULUAN
Sepsis adalah suatu sindroma respon inflamasi sistemik/SIRS (systemic inflammatory
response syndrome) yang disertai gejala klinis infeksi yang diakibatkan oleh adanya kuman
di dalam darah pada neonatus1,10. Sepsis merupakan keadaan yang serius tetapi jarang
menular karena disebabkan oleh bakteri. Hal ini terjadi apabila bakteri yang dapat berasal
dari paru, usus atau traktus urinarius mengeluarkan toksin yang menyebabkan system imun
tubuh melawan organ dan jaringan tubuh sendiri.
Sepsis dapat menimbulkan kondisi yang menakutkan karena jika tidak teratasi dapat
menimbulkan komplikasi yang serius yang dapat merusak hati, ginjal, paru, sistem saraf
pusat dan kardiovaskular2.
EPIDEMIOLOGI
Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari
30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru
lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-
laki1,3.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir,
tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam
waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang
didapat di rumah sakit). Berbagai kelompok umur dapat mengalami sepsis, tetapi prevalensi
tertinggi terserang sepsis adalah bayi dan anak-anak dimana system imunnya tidak cukup
kuat untuk melawan infeksi yang sangat berat. Orang dewasa yang mengalami immuno
compromise, sebagaimana kondisi pada penderita penyakit kronis dan HIV, juga lebih mudah
mengalami sepsis4.

13
Mortalitas sepsis berat di negara sudah berkembang sudah menurun sampai hanya 9%
akan tetapi di negara sedang berkembang seperti Indonesia masih sangat tinggi yaitu 50-70%,
dan apabila sudah terjadi syok septik dan disfungsi organ multipel angka mortalitas 80%5.
ETIOLOGI
Berdasarkan waktu timbulnya dibagi menjadi 2 :
1. Early Onset (dini) : terjadi pada 3 hari pertama setelah lahir dengan manifestasi klinis
yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang berat, terutama mengenai
sistem saluran pernafasan, progresif dan akhirnya syok. Infeksi terjadi secara vertikal
karena penyakit ibu atau infeksi yang dideritai ibu selama persalinan atau kelahiran.
2. Late Onset (lambat) : timbul setelah hari ketiga kelahiran dengan manifestasi klinis
sering disertai adanya kelainan sistem susunan saraf pusat. Infeksi dengan transmisi
horizontal dan termasuk didalamnya infeksi karena kuman nosokomial ¹⁰.
Infeksi nosokomial: timbul setelah hari ketiga kelahiran dengan manifestasi klinis sering
disertai adanya kelainan sistem susunan saraf pusat. Infeksi dengan transmisi horizontal
dan termasuk didalamnya infeksi karena kuman nosokomial.
Organisme tersering sebagai penyebab early-onset adalah Escherichia Coli,
Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter, Acinetobacter dan Stapylococcus aureus.2,3 .
Faktor-faktor dari ibu dan organisme diperoleh dari cairan ketuban yang terinfeksi
atau ketika janin melewati jalan lahir (penyakit yang mempunyai awitan dini), bayi mungkin
terinfeksi dalam lingkungannya atau dari sejumlah sumber dari rumah sakit (penyakit yang
mempunyai awitan lambat)1,2.
Faktor-faktor risiko yang sering mengakibatkan sepsis early-onset adalah ketuban
pecah dini, ketuban pecah melewati 12 jam, premature, infeksi saluran kemih pada ibu dan
chorioamnionitis. faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan sepsis early-onset adalah Apgar
Score yang rendah(<6 pada menit 1 atau 5), ibu demam dengan suhu melebihi 38 C, rawatan
prenatal yang tidak adekuat, nutrisi ibu yang jelek, status sosioekonomi yang rendah, aborsi
berulang, penggunaan obat-obatan dan narkoba oleh ibu, BBLR, partus dengan penyulit,
asphyxia pasca partum, kelainan congenital dan juga aspirasi mekonium2,3,5,6.
Sindroma sepsis late-onset timbul pada hari ke 4-90 dan selalunya tertular dari
persekitaran dan komunitas. Organisma yang menjadi penyebab late-onset biasanya
staphylococci, Staphylococcus aureus , E. coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter,
Candida, GBS, Serratia, Acinetobacter, and anaerobes. bagian-bagian pada neonatus seperti
kulit, traktus respiratorius, konjunctiva, saluran pencernaan mungkin menjadi tempat

14
kolonisasi dan mengakibatkan kemungkinan sepsis late-onset akibat mikroorganisma yang
invasive2,5,7.
Faktor-faktor risiko terjadinya sepsis late-onset adalah premature, kateter vena sentral,
penggunaan nasal kanul atau CPAP, medikasi H2 blocker/PPI dan juga kelainan pada traktus
gastrointestinal.
Pneumonia adalah sering pada sepsis early-onset, manakala meningitis dan
bakteremia adalah lebih sering terjadi pada sepsis late-onset. bayi premature dan sakit kronis
adalah sangat rentan untuk sepsis walau manifestasi klinisnya adalah tidak begitu jelas4,5.

FAKTOR-FAKTOR RISIKO
Faktor-Faktor Resiko Major3,5:
 Ruptur dini pada selaput amnion > 24 jam
 Chorioamnionitis
 Febris pada ibu bersalin > 38
 Denyut fetus > 160x/m
.Faktor-Faktor Resiko Minor2,4,7:
 Febris pada ibu bersalin > 37,5°C
 Kembar
 Prematuritas (<37 mgg)
 Leukosit ibu > 15 000
 Ketuban pecah dini > 12 jam
 Takipnea bayi > 1 jam
 Apgar rendah (<5 pada menit 1) Asfixia perinatal
 Berat Badan Lahir rindah (<1500 gm)
 Lokia berbau

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya sepsis persis seperti pathogenesis Systemic inflammatory
response syndrome (SIRS) walau terdapat sedikit perbedaan dalam cascade immunomediator.
Banyak berpendapat bahawa syndrome ini merupakan salah satu dari mekanisme pertahanan
tubuh. Secara umumnya, inflamasi adalah respon tubuh terhadap pathogen-patogen atau
pencetus yang tidak spesifik seperti bahan kimia, komponen imunologis, trauma atau
mikroorganisma. Cascade yang terjadi dalam proses sepsis melibatkan respons sellular dan
15
juga humoral termasuk komplemen dan sitokines. Bone telah menyimpulkan tentang
hubungan antara interaksi kompleks immunomediator tersebut dengan SIRS dalam 3 tingkat
proses8:
 Stadium I: Setelah muncul pencetus atau pathogen dalam tubuh, cytokine lokal akan
diproduksi dengan tujuan untuk memicu respon inflamasi yang lebih hebat dengan
cara meransangkan wound repair dan mengaktikan sistem andotelial reticular.
 Stadium II: Kuantitas yang kecil dari cytokines lokal tadi akan dibebaskan ke sirkulasi
untuk meningkatkan respons lokal supaya mekanisme pertahanan menjadi lebih
effisien. Keadaan ini akan meransang produksi GF serta merekrut makrofag dan juga
trombosit. Fase respons akut ini selalunya dikontrol dengan sempurna oleh penurunan
mediator proinflammasi dan juga dengan produksi antagonist endogenous. Tujuan
proses ini adalah untuk homeostasis.
 Stadium III: Jika homeostatis tadi tidak tercapai jua, reaksi sistemik yang signifikan
akan terjadi. produksi cytokines akan mengakibatkan destruksi dan bukan proteksi.
Akibatnya, sejumlah kaskade humoral mahupon selular akan teraktivasi begitu juga
dengan sistem reticular endothelial. Dalam keadaan ini, integritas sirkulasi akan
terganggu. Kondisi ini akhirnya akan menyebabkan end-organ dysfunction.6.

16
Gambar 1: Patofisiologi sepsis6
Gejala-gejala mula-mula terlihat apabila terdapat invasi mikroorganisma dalam darah
yang mengakibatkan terganggunya integritas sirkulasi adalah takicardia, tachypnea,
vasodilatasi perifer dan juga gangguan termoregulasi. Demam adalah gejala yang paling
sering ditemukan pada anak dengan SIRS. Demam juga adalah satu komponen dari triad
manifestasi ringan dan dini dari SIRS yaitu hiperthermia (atau hipothermia), takipnea dan
juga takikardia5,8.
Jika SIRS dapat dideteksi dan dikoreksi pada tahap dini, kaskade inflamasi tersebut
dapat dihindarkan dari teraktivasi. Walaubagaimanapun, pada kondisi-kondisi tertentu,
kerusakan yang berlanjutan terjadi akibat pathogen atau respons imun tubuh yang terlalu
hebat. Kerusakan ini akan mengakibatkan peningkatan curah jantung, vasodilatasi perifer ,
peningkatan konsumsi oksigen oleh tisu dan hipermetabolisme. Akan tetapi buat jangka
waktu yang lama, respon yang berlanjutan dari kaskade imunologi akan mengakibatkan
penurunan curah jantung, peningkatan resistensi perifer dan juga shunting blood yang akan
mengakibatkan shock. Sebagai akibat, akan terjadi hipoksia jaringan, asidosis metabolic,
disfungsi end-organ seterusnya gagal organ (MODS) yang akan mengakibatkan kematian2,3,7.
Mekanisme kerusakan sel dan disfungsi serta gagalnya organ yang terjadi pada sepsis
belum diketahui dengan sepenuhnya. MODS (multi organ dysfunction syndrome) melibatkan
kerusakan yang luas pada sel endotel dan juga sel parenkim yang mana sebagian bisa
dijelasin dengan mekanisme seperti berikut6,8:

17

 Hypoksia hypoksik: lesi sirkulasi pada proses sepsis akan menggangu oksigenesasi
jaringan, mengubah regulasi metabolic dari pengangkutan oksigen oleh jaringan dan
mengakibatkan disfungsi organ. Mikrovaskular dan abnormalitas endothelial akan
mengakibatkan defek mirkosirkulasi. Oksigen reaktif, enzim lysis dan mediator
18
vasoactive (NO2, EGF) akan menyebabkan kerusakan mikrosirkulasi yang diperparah
oleh kegagalan eritrosit untuk menyebar ke mirosirkulasi tersebut.
 Direct cytotoxicity: Endotoksin, TNF-alpha, NO2 dapat mengakibatkan kerusakan
pada transport electron mitokondrial menyebabkan gangguan pada metabolisme
energi. Kondisi ini dikenali sebagai anoksia sitopathy atau histotoksik.
 Apoptosis: Apoptosis adalah mekanisme utama dimana sel-sel yang rusak
disingkirkan dari sirkulasi. cytokines proinflamasi mungkin akan menunda apoptosis
pada makrofag dan neutrofil yang aktif tetapi pada jaringan yang lain seperti epitel
usus, keadaan ini akan mempercepatkan apoptosis. Jadi, gangguan pada apoptosis
memainkan peran yang penting pada kerusakan jaringan dalam proses sepsis.
 Immunosuppressi: Hubungan antara mediator proinflamasi dan juga antiinflamasi
akan mengakibatkan ketidakseimbangan. Reaksi inflamasi atau imunodefisiensi
mungkin akan terjadi.

MANIFESTASI KLINIS
Secara umumnya, curiga sepsis dipikirkan bila ditemukan dua atau lebih keadaan
berikut: laju napas lebih dari 60 x/menit atau kurang 30 x/menit atau apnea dengan atau tanpa
retraksi dan desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (kurang dari 360C atau lebih dari
37,50C), waktu pengisian kapiler lebih dari 3 detik, hitung leukosit kurang dari 4.000 x 109/L
atau lebih dari 34.000 x 109/L1,2,5.
  Akan tetapi, manifestasi klinis yang menjadi dasar diagnostik pada sepsis adalah
melibatkan seluruh organ sistemik dengan manifestasi yang tidak begitu jelas dan bervariasi
yang membuatkan seorang dokter sulit untuk mendiagnosa sepsis. Manifestasi klinis menurut
sistem organ adalah seperti berikut1,2,4,6,7,8:
1. Keadaan umum : kesadaran menurun, malas minum (poor feeding), hipo/hipertermia,
edema, sklerema.
2. Sistem susunan saraf pusat : hipotonia, irritable, high pitch cry, kejang, letargi, tremor,
fontanella cembung.
3. System saluran pernafasan : pernafasan tidak teratur, napas cepat (>60 x/menit), apnea,
dispnea, sianosis.
4. System kardiovaskuler : takikardia (>160 x/menit), bradikardia (<100 x/menit), akral
dingin, syok.
5. Sistem saluran cerna : retensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah, kembung.

19
6. System hematology : kuning, pucat, splenomegali, ptekie, purpura, perdarahan.
Adapun manifestasi klinis berdasarkan timbulnya sepsis adalah sebagai berikut:
1. Early onset : terjadi 3 hari pertama pasca lahir, dengan gejala klinis yang timbulnya
mendadak, serta gejala sistemik yang berat. Terutama mengenai system saluran nafas,
sifatnya progresif dan akhirnya syok
2. Late onset: timbul setelah umur 3 hari, sering disertai manifestasi klinis adanya gangguan
system susunan saraf pusat2.
Manifestasi klinis juga selalunya tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya3,6,9:
 Infeksi pada tali pusar (omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari
pusar
 Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-
ubun
 Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan
atau tungkai yang terkena
 Infeksi pada persendian bisa menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan
dan sendi yang terkena teraba hangat
 Infeksi pada selaput perut (peritonitis) bisa menyebabkan pembengkakan perut dan
diare berdarah1.

KLASIFIKASI
Terdapat dua bentuk MDOS yang dikenali. Pada kedua-duanya, terjadinya cedera paru
akut atau ARDS (acute respiratory distress syndrome) adalah pedoman yang harus
ditanyakan saat melakukan anamnesa. ARDS adalah manifestasi klinis yang selalunya paling
awal terjadi.
 Pada MDOS tipe I yaitu yang paling sering ditemukan, paru adalah predominant dan
pada kebiasaannya, sistem organ lain akan terganggu pada fase akhir penyakit. Pasien
ini biasanya akan bermanifestasi dengan gangguan paru primer seperti pneumonia,
aspirasi, kontusio, hampir lemas, eksaserbasi COPD, perdarahan paru dan juga emboli
paru. Penyakit paru harus berprogresif sebelum mendiagnosa bayi dengan ARDS.
Encelopathy atau coagulopathy ringan dapat ditemukan bersamaan dengan disfungsi

20
pulmonal yang mana biasanya akan berlanjutan selama 2-3 minggu. Pada waktu
tersebut, pasien mula membaik atau juga bisa progress menjadi disfungsi fulminant
pada sistem organ lain. Pada kondisi ini, biasanya pasien tidak akan bertahan hidup
lama2,3,9.

 MDOS tipe II bermanifestasi jelas berbeda dibanding tipe I. Pasien dengan MDOS
tipe II biasanya mempunyai sumber sepsis selain dari organ paru. ARDS muncul pada
fase dini dan disfungsi pada sistem organ lain juga terjadi lebih cepat berbanding
MDOS tipe I. Sistem organ yang sering mengalami disfungsi adalah seperti sistem
hepatic, hematologic, kardiovaskular dan juga ginjal. Selama beberapa minggu,
pasien akan berada dalam keadaan kompensasi setelah itu kemungkinan pasien akan
mula membaik atau memburuk dan akhirnya meninggal2,5,9.

Organ System Mild Criteria Severe Criteria


Pulmonary Hypoxia/hypercarbia requiring ARDS requiring PEEP*

assisted ventilation for 3-5 days >10 cm H2 O and FiO2
<0.5
Hepatic Bilirubin 2-3 mg/dL or other liver Jaundice with bilirubin 8-
function tests more than twice normal, 10 mg/dL
PT elevated to twice normal
Renal Oliguria (<500 mL/d or increasing Dialysis
creatinine) 2-3 mg/dL
Gastrointestinal Intolerance of gastric feeding for more Stress ulceration with
than 5 days need for transfusion,
acalculous cholecystitis
Hematologic aPTT >125% of normal, platelets Disseminated
<50-80,000 intravascular coagulation
Cardiovascular Decreased ejection fraction with Hyperdynamic state not
persistent capillary leak responsive to pressors
CNS Confusion Coma
Peripheral nervous Mild sensory neuropathy Combined motor and
system sensory deficit
21
Tabel 1: klasifikasi MDOS4

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Curiga diagnose sepsis dipikirkan apabila ditemukan dua atau lebih keadaan dimana
laju napas > 60 x/menit atau < 30 x/menit atau apnea dengan atau tanpa retraksi dan
desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (< 360C atau > 37,50C), waktu pengisian kapiler >
3 detik, hitung leukosit < 4.000 x 109/L atau > 34.000 x 109/L. Pemeriksaan laboratorium
adalah bermanfaat dalam kasus sepsis atau sepstis syok untuk menilai kondisi metabolik dan
juga hematologik pasien. Pemeriksaan mikrobiologi dapat menunjukkan infeksi bakteri yang
samar atau bakteremia dan juga sebagai indikator untuk menentukan etiologi mikrobiologi
yang spesifik2,4,9.

Lab Darah Lengkap


Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis seringkali dilakukan secara berulang-
ulang untuk menetukan perubahan yang berlaku dalam tubuh akibat proses infeksi seperti
thrombositopenia atau neutropenia, untuk memonitor perkembangan I/T rasio ataupun lebih
sering dikenali sebagai shift to the left. Pemeriksaan ini juga penting dalam membantu
membedakan syndroma sepsis dari abnormalitas nonspesifik akibat dari stres lahir8.
Hitung thrombosit pada neonatus yang sehat jarang berada di bawah nilai 100.000/ul
dalam 10 hari pertama setelah lahir (normal > 150.000/ul). Thrombositopenia dengan nilai
kurang dari 100.000/ul mungkin terjadi pada neonatus dengan kasus sepsis5.
Hitung leukosit dan rasionya mungkin dapat membantu dalam mendiagnosa sepsis
walaupun pada 50% kasus dengan sepsis yang terbukti dengan kultur menunjukkan nilai
leukosit yang normal saat diobservasi. Hitung leukosit dan rasionya adalah sangat tidak
spesifik dan mempunyai nilai prediksi positif yang rendah. Neonatus yang tidak terinfeksi
juga kadang-kadang mempunyai nilai leukosit yang abnormal karena stress lahir9.
Hitung neutrofil ( sel PMN dan juga sel yang immatur) adalah lebih sensitif dalam
menentukan diagnosa sepsis berbanding hitung leukosit. Walaubagaimanapun, hitung
neutrofil yang abnormal akibat dari sepsis dapat diobservasi hanya pada 2/3 kasus neonatus
dengan sepsis. Jadi, hitung neutrofil tidak dapat memdefinitif diagnosa sepsis. Neutropenia
juga dapat terjadi akibat hipertensi maternal, asfiksia berat pada neonatus dan juga
perdarahan periventrikel atau intraventrikel1,2,6.

22
Rasio netrofil atau lebih dikenali sebagai IT rasio adalah paling sensitif dalam
mendiagnosa sepsis. Semua netrofil yang belum matur dihitung dan rasio maksimum yang
disepakati untuk menyingkirkan sepsis dalam 24 jam pertama adalah 0.16. Saat mendiagnosa
sepsis, peningkatan IT rasio harus dikombinasi dengan tanda-tanda kemungkinan sepsis yang
lain karena IT rasio juga dapat meningkat pada secara fisiologis.

CRP (C-Reaktif Protein)


Pemeriksaan CRP adalah pemeriksaan darah dengan cara melihat kadar CRP dalam
darah. CRP merupakan petanda radang (inflammatory marker) dimana substansi ini akan
muncul jika tubuh mengalami respon peradangan. Kadar CRP yang tinggi di dalam darah
menunjukkan adanya proses peradangan pada tubuh tetapi tidak dapat diketahui penyebab
dan lokasinya.
Protein C-reaktif (CRP) adalah suatu alfa-globulin yang diproduksi di hepar dan
kadarnya akan meningkat dalam 6 jam di dalam serum bila terjadi proses inflamasi akut.
Kadar CRP dalam plasma dapat meningkat dua kali lipat sekurang-kurangnya setiap 8 jam
dan mencapai puncaknya setelah kira-kira 50 jam. Setelah pengobatan yang efektif dan
rangsangan inflamasi hilang, maka kadar CRP akan turun secepatnya, kira-kira 5-7 jam
waktu paruh plasma dari CRP eksogen1,2.
Protein ini disebut demikian karena ia bereaksi dengan C-polisakaride yang terdapat
pada pneumokokus. Semula disangka bahwa timbulnya protein ini merupakan respons
spesifik terhadap infeksi pneumokokus, tetapi ternyata sekarang bahwa protein ini adalah
suatu reaktan fase akut, yaitu indicator nonspesifik untuk inflamasi, sama halnya seperti
LED. Tetapi berbeda dengan LED, kadar CRP tidak dipengaruhi oleh anemia, kehamilan atau
hiperglobulinemia. Pada penderita dengan inflamasi yang berkaitan dengan kelainan
imunologis, kadar CRP kembali normal bila pengobatan immunosupresif berhasil.
Pemeriksaan CRP lebih sensitive dibandingkan dengan LED karena pada keadaan
inflamasi kadar CRP lebih cepat meningkat yaitu dalam 6 jam dari awal terjadinya inflamasi.
Sedangkan LED kadarnya meningkat setelah satu minggu dari awal terjadinya inflamasi.
Kadar CRP dapat berbeda dari berbagai laboratorium tetapi menurut standar internasional
kadar normal CRP adalah 0 – 1,0 mg/dL atau &lt;10mg/L (SI unit)3.4.

IT Ratio

23
Sel darah putih dianggap lebih sensitif di dalam menunjang diagnosis ketimbang
hitung trombosit.60% pasien sepsis biasanya disertai perubahan hitung neutrofil.Rasio antara
neutrofil matur dan neutrofil total (rasio I/T) sering dipakai sebagai penunjang diagnosis
sepsis neonatal.Sensitifitas rasio I/T ini 60-90%,karenanya untuk diagnosis diperlukan
kombinasi dengan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang lain.

Kultur darah, CSF dan Urin


Kultur kuman aerob dan juga anaerob adalah penting untuk menentukan etiologi pada
neonatal sepsis. Kultur anaerob amat diutamakan pada kasus neonatus dengan pembentukan
abses, proses yang melibatkan usus, hemolisis masif dan juga pneumonia. Pewarnaan Gram
memberikan identifikasi dini gram negatif mahupun gram positif. Nilai kultur bakteri yang
dilakukan dalam waktu 36-48 jam seharusnya dapat menunjukkan adanya mikroorganisma
infeksi.
Kultur urin seringkali dilakukan pada kasus sepsis late-onset. Kultur darah dan juga
CSF biasanya dilakukan pada sepsis early onset dan juga sepsis late-onset. Pada kasus suspek
meningitis dilakukan kultur CSF dan bukan kultur darah karena tidak semua meningitis
menunjukkan positif dalam darah walaupon gejalanya berkurang5.
AGD, elektrolit dan glukosa
Pada pemeriksaan AGD pada kasus sepsis, nilai serum laktat dapat menjadi indikator
hipoperfusi jaringan. Peningkatan serum laktat menunjukkan adanya hipoperfusi jaringan
yang signifikan akibat perubahan metabolisme tubuh dari aerob menjadi anaerob2,6.
Test fungsi hati dan ginjal
Fungsi hati dinilai dengan mengukur kadar bilirubin, alkali fosfatase, SGOT dan juga
SGPT dalam darah. Fungsi ginjal dinilai dengan mengukur kadar kretinin dan BUN dalam
serum. Kedua-dua pemeriksaan in bertujuan untuk deteksi dini kemungkinan kegagalan
organ akibat dari sepsis yang dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti MDOS2.
Status koagulasi
Test PT dan PTT dilakukan pada kasus sepsis untuk mengukur ada tidaknya DIC.
DIC adalah salah satu komplikasi yang terjadi akibat dari sepsis yang menggangu sisptem
koagulasi tubuh5,9.
Pemeriksaan Radiologi
. Foto torax bila sesak nafas atau tidak seimbangan suara nafas kanan atau kiri. Foto
thoraks juga mungkin akan memperlihatkan infiltrat pada segmen atau lobus paru tetapi

24
seringkali memperlihatkan corakan yang halus dan difus seperti yang dapat dilihat pada kasus
RDS (respiratory distress syndrome). Kadang-kadang bisa telihat efusi pleura4,8.
PENATALAKSANAAN
Adapun penatalaksanaan sepsis adalah sebagai berikut2,5,7,8,9:
1. Suportif.
Lakukan monitoring cairan, elektrolit, dan glukosa; berikan koreksi jika terjadi
hipovolemia, hiponatremia, hipokalsemia dan hipoglikemia. Bila terjadi SIADH (Syndrome
of appropriate antidiuretic hormone), batasi cairan. Atasi syok, hipoksia dan asidosis
metabolik. Awasi adanya hiperbilirubinemia, lakukan transfusi tukar bila perlu.
Pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral.
2. Kausatif.
Antibiotik diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya digunakan
golongan penisilin sepeti ampisilin ditambah aminoglikosida seperti gentamisin. Pada sepsis
nosokomial antibiotic dibarikan dengan mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun
sebagai terapi inisial biasanya diberikan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosporin
generasi ketiga. Setelah didapat hasil biakan dan uji sensitivitas, diberikan antibiotic yang
sesuai. Terapi dilakukan selama 10-14 hari. Bila terjadi meningitis antibiotic diberikan
selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk meningitis.

Surviving Sepsis Campaigne pada tahun 2004, merekomendasikan penatalaksanaan sepsis


berat, dan syok septic sebagai berikut8,9:
1. Early Goal Directed Therapy (EGDT)
`Resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kristaloid, pemberian obat-obatan
inotropik, atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesudah diagnosis ditegakkan di unit gawat
darurat sebelum masuk ke PICU. Resusitasi awal 20 ml/kgBB 5-10 menit dan dapat diulang
beberapa kali sampai lebih dari 60 ml/kgBB cairan dalam waktu 6 jam. Pada syok septic
dengan tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid.
Kristaloid dan koloid dapat dipakai pada syok septic, akan tetapi apabila ditinjau dari segi
patofisiologi dan patogenesis sepsis yaitu terdapat kebocoran sel endotel dengan
meningkatnya molekul adhesi ICAM-1 dan VCAM-1, koloid yang mempunyai efek
menyumpal (sealing effect) dan anti-inflamasi dengan menghambat aktivitas ICAM-1 dan
VCAM-1 seperti hidroxyethylstarch molekul sedang (BM 100.000-300.000),
direkomendasikan sebagai cairan awal pada sepsis dan syok berat. Apabila mempergunakan

25
kristaloid diperlukan jumlah yang lebih banyak dengan risiko bertambahnya edema
interstitial.
Kontroversi timbul masalah pemilihan koloid atau kristaloid untuk ekspansi ruang
intravascular. Yang pro-koloid mengatakan bahwa koloid akan mempertahankan tekanan
osmotic koloid plasma dan meminimalkan akumulasi cairan interstisial. Kristaloid akan
menurunkan tekanan osmotic koloid plasma dan cenderung menimbulkan edema paru. Yang
pro-kristaloid mencela biaya dan risiko terapi koloid (reaksi anafilaksis, efek pada koagulasi,
akumulasi jaringan, dan efek pada ginjal). Pemberian koloid untuk resusitasi volume
maksimal 33 ml/kgBB. Penelitian terdahulu randomized control study oleh Tatty ES pada
DSS terbukti bahwa resusitasi awal dengan HES 200.000 dapat menurunkan angka kematian
secara bermakna.
Peneliti lain Zikria dkk, yaitu pada tikus dengan kerusakan endotel akibat terbakar
menunjukkan bahwa fraksi HES 200/0,5 bertndak sebagai penyumpal lebih baik daripada 4
grup control yang menerima albumin 5%, RL dan HES dengan BM &lt;50.000 atau HES BM
&gt;300.000. Target resusitasi volume adalah: Tekanan Vena Sentral (TVS) 8-12 mmHg;
Tekanan arteri rata-rata (Mean Arterial Pressure/ MAP) sesuai umur, tekanan perfusi normal
sesuai umur (tekanan arteri rata-rata/TVS); saturasi vena sentral &gt;70%; perfusi jaringan
baik; kesadaran baik; jumlah uri &gt;1 ml/kgBB/jam, laktat serum &lt;2 mmol/L, denyut
jantung normal sesuai umur, ekstremitas hangat, perbadaan suhu oesofagus (core) dan suhu
jempol kaki.
2. Inotropik/vasopresor/vasodilator
Apabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan MAP kurang dari normal,
diberikan vasopresor; Dopamin merupakan pilihan pertama. Apabila refrakter terhadap
pemberian Dopamine, maka dapat diberikan epinephrine atau norepinephrine. Dobutamin
dapat diberikan pada keadan curah jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan
tahanan pembuluh darah perifer yang meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi
volume dan pemberian inotropik. Nitrosovasodilator (ntrogliserin, atau nitropusid) diberikan
apabila terjadi curah jantung yang rendah dan tahanan pembuluh darah sistemik yang
meningkat disertai syok.
Apabila curah jantung masih rendah, akan tetapi normotensi dan tahanan pembuluh
darah sistemik meningkat, maka dipikirkan pemberian phosphodiesterase inhibitor.
Vasopresin yaitu ADH, adrenocorticotrophic hormone yang dikeluarkan oleh hipotalamus,

26
sebagai vasokonstriktor pada otot polos pembuluh darah dosis 0,01-0,04 u/menit diberikan
pada penderita yang refrakter terhadap vasopresor konvensional dosis tinggi.
3. Extra Corporeal Membrane Oxygenation
ECMO dilakukan pada syok septic pediatric yang refrakter terhadap terapi cairan,
inotropik, vasopresor, vasodilator dan terapi hormone. Terdapat 1 penelitian yang
menganalisis 12 penderita sepsis meningococcus dengan ECMO, 8 hidup dimana 6 dapat
hidup normal sampai 1 tahun pemantauan.
4. Suplemen Oksigen
Intubasi endotrakheal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat bermanfaat
pada bayi dan anak dengan sepsis berat/syok septic, karena kapasitas residual fungsional
yang rendah. Volume tidal 6 ml/kgBB dengan permissive hypercapnea dan posisi tengkurap
dapat memberikan oksigenasi jaringan yang baik.
5. Koreksi Asidosis
Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan akan
vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan pH &lt; 7,15 dengan
hemodinamik dan kebutuhan akan vasopresor, dan pengaruhnya terhadap kaluaran pada pH
rendah.

6. Terapi Antibiotika
Pemberian antibiotika segera setelah satu jam ditegakkan diagnosis sepsis dan
pengambilan kultur darah. Terapi antibiotika empiris spectrum luas dosis inisial penuh, satu
atau beberapa obat berdsarkan dugaan kuman penyebab dan dapat berpenetrasi ke daam
sumber infeksi. Terdapat hubungan antara pemberian antibiotika yang inadekuat dengan
tingginya mortalitas.
Pada keadaan dimana fokus infeksi tidak jelas, maka antibiotika harus diberikan pada
keadaan penderita mengalami perburukan, status imunologik yang buruk, adanya kateter
intravena berdasarkan dugaan kuman penyebab dan tes kepekaan. Antibiotika golongan beta-
lactams seperti penicillin, carbapenem seperti meropenem, imipenem, cephalosporin dan
aminoglikosida. Extended spectrum Penicillin yaitu carboxy penicillins dan ureido-penicillins
diberikan untuk infeksi Pseudomonas aeruginosa atau bakteri gram negative lain. Carboxy
penicillins termasuk carbenicillin dan ticarcilin dapat diberikan pada infeksi MRSA dan
spesies Klebsiella.

27
Evaluasi pemberian antibiotika dilakukan sesudah 48-72 jam berdasarkan data klinis
dan mikrobiologi dengan mempergunakan antibiotika spectrum sempit untuk mengurangi
resistensi bakteri, menurunkan toksisitas dan biaya. Lama pemberian antibiotika 7-10 hari
dipandu oleh respon manifestasi klinis.
7. Sumber infeksi
Eradikasi sumber infeksi sangat penting, seperti drainase abses, debridement jaringan
nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas. Kontrol sumber infeksi harus dilaksanakan
secepatnya mengikuti resusitasi volume inisial.
8. Terapi kortikosteroid
Penelitian oleh Annane dkk, pada syok septic dewasa dengan insufisiensi adrenal
yang refrakter terhadap vasopresor, hydrocortisone 50 mg etiap 6 jam dan dikombinasi
dengan fludrocortisone 50 ug diberikan 7 hari, dapat menurunkan angka kematian absolute
sebanyak 15%. Dosis yang direkomendasikan untuk syok septic pediatric adalah 1-2 mg/kgbb
(berdasarkan gejala klinis insufisiensi adrenal) sampai 50mg/kg untuk terapi empiris syok
septic diikuti dosis sama diberikan 24 jam.
Terapi hydrocortisone pada syok septic pediatric perlu diberika pada penderita yang
resisten terhadap katekolamin, dan terbukti adanya insuffisiensi adrenal, penderita yang
berisiko termasuk syok septic dengan purpura, dengan riwayat pemberian steroid untuk
penyakit kronis, atau adanya gangguan pada kelenjar adrenal atau hipofise.
9. Anti-inflamasi
Penelitian mengenai terapi anti-inflamasi pada pediatric masih sangat sedikit, dan dengan
sapel yang kecil.
10. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)
Penelitian IVIG pada pediatric masih sangat sedikit dengan sample kecil, dilaporkan dapat
menurunkan angka kematian.
11. Transfusi Tukar
Transfusi tukar tidak disebut dalam Surviving Sepsis Campaign guidline. Keuntungan
transfuse tukar adalah mengeluarkan endotoksin bakteri dan mediator inflamasi,
meningkatkan transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit daklam melakukan lisis
bakteri dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati dan gangguan elektrolit. Penelitian
sebanyak 31 studi kasus (1995-1996) pada bayi sepsis yang dilakukan hemofiltrasi,
didapatkan angka hidup sebanyak 50%.
12. Terapi suportif

28
PROGNOSIS
Pada umumnya, prognosis pada bayi dengan kasus sepsis adalah tidak begitu baik.
Angka kematian pada sepsis neonatal yang tidak dirawat berkisar antara 10 – 50 %. Angka
tersebut berbeda-beda tergantung pada cara dan waktu awitan penyakit, agen atiologik,
derajat prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan
ruang bayi atau unit perawatan8.
Meningitis pada neonatus mengakibatkan peningkatan angka kematian pada neonatus
dengan sepsis7. Pada bayi yang prematur, mediator inflammasi akan menimbulkan gejala
sekuale yang berhubungan dengan kerusakan pada otak dan juga gangguan perkembangan
sistem saraf. Jika sudah terjadi MDOS, kadar kematian meningkat setinggi 90%9.
DAFTAR PUSTAKA

1. Puopolo KM. Bacterial and fungal infections. Dalam : Cloherty JP, Stark AR, eds.
Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004;
287-312.
2. Stormokken A. Sepsis and shock. Behrman A.,Kliegman S., editors. In: Nelson
Textbook of Paediatric; 17th edition. Wisconsin: Elsevier, 2004; p. 846-850.
3. Guntur A. G. Sepsis. In: Sudoyo A., Setiohadi B., editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta. FKUI. 2006. Hal. 1558-1560.
4. Yunanto,Ari et al. Sepsis. Dalam : Pedoman Diagnosis dan Terapi. Banjarmasin :
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Ulin-FK UNLAM, 2004.
5. Anderson-Berry A. Neonatal Sepsis. [online] Emedicine 2008 [updated 2008
September 15;cited 2010 July 16];[12 screens]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/982952-overview
6. Al-khafaji A. Multisystem Organ Failure of Sepsis. [online] Emedicine 2009 [updated
2009 September 15;cited 2010 July 16];[11 screens]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/982940-overview
7. Burdette S. Systemic Inflammatory Response Syndrome. [online] Emedicine 2005
[updated 2006 September 15;cited 2010 July 16];[8 screens]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/987684-overview

29
8. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,
procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange
Books/Mc Graw-Hill, 2004; 434-40.
9. Ermin, Tatty. Penetalaksanaan Syok Septik Pada Anak. Dalam: Simposium Nasional
Perinatologi dan Pediatri Gawat Darurat. Banjarmasin: IDAI Kalimantan Selatan,
2005.
10. Buku Ajar Neonatologi,M.S.Kosim,Y.Ati,R.Dewi,G I Sarosa,A Usman;Ikatan Dokter
Anak Indonesia,Ed Pertama.Jakarta,Badan Penerbit IDAI ,2010;170-287.

30

Anda mungkin juga menyukai