PENDAHULUAN
ini terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Secara anatomis, uveitis dibagi
menjadi empat yaitu uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior dan
jaringan badan siliar (iridosiklitis) biasanya bersifat unilateral dengan onset akut.1
Di dunia diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000 populasi per
tahun, atau 38.000 kasus baru per tahun dengan perbandingan yang sama antara
laki-laki dan perempuan. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit
sistemik terkait. Pada beberapa Negara seperti Amerika Serikat, Israel, India,
Belanda dan Inggris insiden uveitis banyak terjadi pada usia 20-50 tahun dengan
puncaknya adalah decade ke tiga. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis
mulai berkurang.1,2
glaucomatocyclitis crisis).1,2
1
Klasifikasi uveitis anterior dibagi menjadi uveitis non-granulomatosa
granulomatosa akut tidak nyeri, fotofobia ringan, buram, keratik presipitat besar
hipopion, terdapat sinekia posterior, tekanan bola mata dapat menurun atau
(NSAIDs) oral dipergunakan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada uveitis
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Nn PMB
Umur : 17 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Mahasiswa
No MR : 0-34-97-32
Keluhan Utama
Mata kiri merah dan kabur sejak kurang lebih 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
dengan keluhan penglihatan tiba-tiba kabur pada mata kiri pasien sejak ± 4 hari
SMRS. Awalnya mata kiri pasien merah ± 4 hari lalu. Kemudian diikuti dengan
penglihatan kabur. Pasien juga mengeluh pandangan menjadi silau saat terpapar
3
sinar dan sering berair. Lalu pasien memakai obat tetes mata (INSTO), merah
pada mata kiri pasien berkurang, tetapi penglihatan tetap kabur. Nyeri (-), gatal (-
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama dengan pasien.
Riwayat Pengobatan
Selama sakit, pasien memakai obat tetes mata (INSTO) yang dibeli sendiri oleh
pasien. Setelah obat ini dipakai, keluhan mata merah berkurang, namun keluhan
Riwayat Kebiasaan
4
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Nadi : 74 x/menit
Suhu : 36,90C
Status lokalis
Status Oftalmologis
OD OS
5
Kornea Jernih, abrasi (-), sikatrik (-), Keruh (+), abrasi (-), sikatrik
keratik presipitat (-), (-), keratik presipitat (+),
infiltrate (-), ulkus (-), arkus infiltrate (+), ulkus (-), arkus
senilis (-), pericorneal senilis (-), pericorneal
vascular injeksi (-) vascular injeksi (+)
Chamber Okuli Kedalaman (N), hifema (-), Kedalaman (N), hifema (-),
Anterior hipopion (-), flare (-) hipopion (-), flare (-)
Iris/pupil Bulat, diameter 3 mm, reflex Miosis, diameter 2 mm,
cahaya (+) ireguler
Lensa Jernih, dislokasi lensa (-), Jernih, dislokasi lensa (-),
afakia (-), pseudoafakia (-) afakia (-), pseudoafakia (-)
Visus 5/5 5/30 S-1.75→5/20→koreksi
tetap
Gerakan bola mata Bebas ke segala arah, nyeri Bebas ke segala arah, nyeri
gerak (-) gerak (-)
Funduskopi Tidak dilakukan Sulit dinilai
Pemeriksaan Penunjang
Slit Lamp
Gambar hasil pemeriksaan slit lamp pada mata kiri pasien, tampak mutton fat.
Mutton
fat
6
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis Kerja
Uveitis Anterior OS
Diagnosis Banding
Konjungtivitis
Keratitis
Glaukoma Akut
Penatalaksanaan
7
Ranitidin 2 x 1 tablet
Metilprednisolon 3 x 8 mg/hari
Prognosis
Baik
8
BAB III
PEMBAHASAN
ini terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Secara anatomis, uveitis dibagi
menjadi empat yaitu uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior dan
panuveitis. Uveitis anterior adalah peradangan yang mengenai iris (iritis) dan
jaringan badan siliar (iridosiklitis) biasanya bersifat unilateral dengan onset akut.3
glaucomatocyclitis crisis).4
langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya
mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang – kadang dapat juga
terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari
dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba
9
yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah
Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam
humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat
permukaan endotel kornea. Apabila prespitat keratik ini besar disebut mutton
fat.Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang di dalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi
eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat
juga terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila dipermukaan iris
iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun
antara iris dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi
perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil
aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos
humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang
10
tampak sebagai Iris Bombe. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin
menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel
radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan
pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil.Naik
turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin.5
granulomatosa akut tidak nyeri, fotofobia ringan, buram, keratik presipitat besar
(mutton fat), benjolan Koeppe atau benjolan Busacca. Pada pasien ini tergolong
disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap
cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi
11
fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan kaca depan karena eksudasi sel
radang dan fibrin dan bisa juga disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan
kalsifikasi kornea.7
siliar, serta kornea keruh karena udem dan keratik presipitat. Gambaran hiperemi
merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat meluas
sampai pembuluh darah konjungtiva. Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran
peradangan pada pembuluh darah siliar depan dengan refleks aksonal dapat difusi
mata depan pada endotel kornea akibat aliran konveksi akuoshumor, gaya berat
dan perbedaan potensial listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah
dan bawah dan juga difus. Keratik presipitat dapat dibedakan jadi baru dan lama :
baru bundar dan berwarna putih. lama mengkerut, berpigmen, lebih jernih Jenis
sel : lekosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus keabuan. Limfosit
membentuk kelompok lebih besar dikenal sebagai mutton fat dimana pada pasien
ini ditemukan mutton fat dari hasil pemeriksaan slit lamp. Ukuran dan jumlah sel :
12
halus dan banyak terdapat pada iritis dan iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis,
uveitis intermedia.9
iritasi akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap
darah rutin pasien adalah dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium lain yang
dapat dinilai adalah Angiotensin converting enzyme (ACE), Antinuclear antibody (ANA)
Erythrocyte sedimentation rate (ESR), Human leukocyte antigen - B27 (HLA-B27) typing.
Jika sudah ditemukan penyebabnya, pasien dapat kita konsul ke bagian lain untuk diterapi
penyebabnya.8
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah Cendo tropin tetes
dengan menghambat neurotransmiter pada reseptor sfingter iris dan korpus silier.
mengurangi nyeri karena imobilisasi iris, mencegah adesi iris ke kapsula lensa
13
secepatnya diberikan. Tujuan penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis
kornea sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga
daya tembus obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi
Keuntungan bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada
bentuk solutio karena bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini
14
peradangan yang terjadi. Sebagai catatan, NSAIDs dipergunakan untuk
prednison dan dexametaxon dosis diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2
minggu.9
Uveitis bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian
kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang
konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada sekret mata dan
umumnya tidak ada sakit, fotofobia, atau injeksi siliaris. Keratitis atau
keratokunjungtivitis: penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia.
Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zooster dapat
15
menyertai uveitis anterior sebenarnya. Glaukoma akut: pupil melebar, tidak ada
secara awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama
jika ada penyebab sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih
waspada terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis
kebanyak akan pulih dengan baik, tanp adanya katarak, glaucoma atau posterior
uveitis.10
16
BAB IV
PENUTUP
Telah dilaporkan laporan kasus tentang uveitis anterior dengan pasien atas nama
Kupang pada tanggal 11 Juni 2013 dengan keluhan merah dan kabur pada mata
kiri pasien sejak ± 4 hari SMRS. Awalnya mata kiri pasien merah ± 4 hari lalu.
menjadi silau saat terpapar sinar dan sering berair. Lalu pasien memakai obat tetes
mata (INSTO), merah pada mata kiri pasien berkurang, tetapi penglihatan tetap
kabur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan injeksi konjungtiva dan injesksi siliar,
ditemukan adanya mutton fat. Pasien mendapatkan terapi Cendo tropin tetes mata
berobat teratur.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Park YH, Nam HW. Clinical features and treatment of ocular uveitis. Korean
J Parasitol. 2013;51(4):393-9.
4. Guyton A.C, Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta
:EGC. 1997
9. Major JC, Wykoff CC, Mariani AF, Chen R, Croft DE, Brown DM.
Comparison of spectral-domain and timedomain optical coherence
tomography in the detection of neovascular age-related macular degeneration
activity. Retina.2014;34(1):48-54.
10. Vaughan D.G, Asbury, Taylor, Riordan E.P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta : Widya Medika. 2000
18