Kata Kunci: Distribusi Spasial (CA), Karakteristik Habitat (PCA), Penaeus indicus,
Sicanang-Belawan
tangkapan erat kaitannya dengan keberadaan dilakukan secara stastis/menetap, pada saat
kondisi ekosistem mangrove. Berdasarkan pasang/surut dengan peletakan posisi jaring
informasi tersebut dan untuk keberlanjutan melawan pergerakan arus air (mengikuti kebiasaan
populasi dan pengelolaan udang maka dipandang nelayan setempat). Pengambilan data mangrove,
perlu melakukan kajian yang berkaitan dengan dilakukan dengan metoda pengukuran Transek
distribusi populasi udang kelong (Penaeus indicus). Garis Berpetak (Line Transect Plot) (Kusmana,
Kajian distribusi ini dilakukan untuk memberikan 1997; Ardhana, 2012) dan identifikasi mangrove
gambaran distribusi spasial dan karakteristik mengacu buku Noor et al (2006) . Pada saat yang
habitat/lingkungan yang berkaitan erat terhadap bersamaan juga dilakukan pengukuran nilai
kehadiran populasi udang ini di alam. parameter fisika kimia lingkungan meliputi data
salinitas, suhu, kecepatan arus, kedalaman,
kecerahan, TSS, oksigen terlarut, pH,
METODE PENELITIAN phospat,nitrat, fraksi substrat yang dianalisis
Waktu dan Tempat secara Insitu dan Exsitu, detail pengukuran dapat
dilihat pada tabel 1.
Penelitian ini dilaksanakan mulai
September 2017 sampai November 2017 di sekitar
perairan mangrove Sicanang-Belawan, Sumatera Analisa Data
Utara. Lokasi penangkapan udang terdiri atas 5 Analisa Distribusi Spasial Udang (P.indicus)
titik stasiun. Kaitannya Dengan Karakteristik Fisik-Kimia
Lingkungan
Alat dan Bahan
Evaluasi kuantitatif terhadap sebaran
populasi udang antar stasiun pengamatan dan
Adapun alat yang digunakan adalah alat
kaitannya terhadap karakteristik fisik-kimia
tangkap udang (jaring ambai), jangka sorong,
lingkungan dilakukan menggunakan Analisis
kamera digital, buku acuan identifikasi udang
Faktorial Korespondensi atau CA (Correspondence
menurut Lovett (1981), Dore & Frimodt (1987),
Analysis) (Bengen 2002) yang terdapat pada
dan Chaitiamvong & Supongpan (1992), spidol
software XL-Stat. Analisis ini merupakan salah satu
permanen, senter, coolbox, toples kaca, kotak
bentuk analisis statistik multivariable yang
styrofoam, alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan
didasarkan pada matriks data i baris (stasiun
adalah es batu, tisu, plastik, kertas label, buku
penelitian) dan j kolom (jenis kelamin, kelas
data, Alkohol 70% sebagai pengawet sampel
ukuran, dan tingkat kematangan gonad).
udang.
Kelimpahan udang menurut modalitas dari tiap
klasifikasi tersebut, yang ditemukan pada tiap
Prosedur Pengambilan Sampel stasiun penelitian terdapat pada baris ke-i dan
kolom ke-j. Dengan demikian, matriks data yang
Penentuan titik pengambilan sampel digunakan merupakan tabel kontingensi stasiun
ditetapkan dengan metode purposive random penelitian dengan modalitas jenis. Dalam tabel
sampling) agar memperoleh data yang mewakili kontingensi, i dan j mempunyai peranan yang
lokasi. Pengambilan sampel udang, dilakukan simetrik yakni membandingkan unsur-unsur i
menggunakan jaring ambai berbentuk kerucut (untuk tiap j) sama dengan membandingkan
yang terbuat dari bahan nilon polyfilament. Detail hukum probabilitas bersyarat yang diestimasi dari
ukuran jaring ambai yang digunakan adalah nij/ni (untuk masing-masing nij/ni), dimana ni=
bukaan mulut jaring (bentuk persegi berukuran 4,5 jumlah i yang memiliki semua karakter j, dan nj=
m x 4,5 m) dengan panjang total jaring (tinggi jumlah jawaban karakter j. Selanjutnya
limas) berukuran 15 m, menurut besar kecilnya pengukuran kemiripan antara dua unsur I1 dan I2
ukuran mata jaring (mesh size) terbagi atas empat dari I dilakukan melalui pengukuran jarak chi-
bagian yang memanjang yaitu bagian depan/sayap kuadrat (X2) (Bengen, 2000). Jarak Chi-kuadrat
(10 mm), tengah (15 mm), belakang (12 mm), (X2) dihitung dengan rumus:
dan kantong/cod end (9 mm). Setiap titik
pengambilan sampel dipasang 3 unit jaring per
pengamatan dengan waktu pengambilan sampel
Tabel 1. Parameter yang diukur, satuan, alat/bahan/metode yang digunakan, dan tempat pengukuran
Alat/bahan/metode Tempat
Parameter Satuan
yang digunakan Pengukuran
Suhu Air °C Termometer Hg In-situ
0
Salinitas Air /00 Hand Refraktometer In-situ
pH Air - pH meter In-situ
Kecerahan Cm Keping Sechi In-situ
DO (Oksigen Terlarut) Mg/L Titrasi Winkler In-situ
Kecepatan Arus m/s Tabung sediment trap Laboratorium
BOD5 Mg/L Titrasi Winkler Laboratorium
Kandungan Total Suspended Solid (TSS) Mg/L Gravimetri Laboratorium
Kandungan NO3 & PO4 Mg/L Spektrofometer Laboratorium
Fraksi Substrat - Metode Abu Laboratorium
Kerapatan Mangrove Ind/Ha Metode Kuadrat In-situ
Kelimpahan Populasi Udang (P.indicus) Ind/m2 Jaring Udang In-situ
Keterangan :
JK.Karapas = Jantan, Panjang Karapas Kecil BK.Karapas = Betina, Panjang Karapas Kecil
JS.Karapas = Jantan, Panjang Karapas Sedang BS.Karapas = Betina, Panjang Karapas Sedang
JB.Karapas = Jantan, Panjang Karapas Besar BB.Karapas = Betina, Panjang Karapas Besar
Gambar 1. Diagram Analisis Koresponden (CA) Keterkaitan Stasiun Pengamatan Dengan Distribusi
Udang Kelong (P. indicus) Berdasarkan Kelas Ukuran dan Jenis Kelamin
Dari gambar 1. dapat disimpulkan bahwa tinggi, sedangkan betina ditemukan melimpah
kelimpahan udang berdasarkan jenis kelamin dan pada habitat yang memiliki fraksi substrat lumpur
kelas ukuran berpengaruh terhadap kondisi fisik- dan pasir. Wijaya dan Pratiwi (2011) substrat
kimia lingkungan (contohnya: fraksi substrat) yang dasar yang berbeda akan terdapat perbedaan
terdapat pada masing-masing stasiun pengamatan ukuran dan kepadatan udang yang ada pada
di ekosistem mangrove Belawan, dimana kawasan tersebut. Menurut Pramonowibowo et al.
kelimpahan jantan lebih banyak ditemukan pada (2007) berdasarkan siklus hidupnya, fase larva
habitat yang memiliki fraksi substrat pasir yang dan juvenil udang akan hidup diperairan yang
Gambar 2. Diagram Analisis Koresponden (CA) Keterkaitan Stasiun Pengamatan Dengan Distribusi Udang
Kelong (P. indicus) Berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad
Kelompok 2 terdiri atas stasiun 3 dicirikan kembang udang dewasa yang akan memasuki fase
oleh melimpahnya udang kelong betina TKG II. siap kawin ataupun bertelur.
Letak lokasi sampling stasiun 3 yang berada di
sekitar perairan terdekat dengan muara laut Karakteristik Habitat Udang Kelong (P.indicus)
Belawan menyebabkan nilai salinitas air tinggi. Berdasarkan Parameter Fisik-Kimia Lingkungan
Kehadiran dominasi udang betina dengan TKG II
yang tertangkap pada stasiun 3 ini diduga Karakteristik habitat udang kelong yang
merupakan individu yang sedang berusaha dianalisis menggunakan Principal Component
menuju/meninggalkan wilayah mangrove. Analysis (PCA) menunjukkan informasi penting
Kelompok 3 yang terdiri atas stasiun 2 yang menggambarkan korelasi antar parameter
yang bercirikan melimpahnya udang betina dengan terpusat pada dua sumbu utama (F1 dan F2).
TKG I, II dan IV. Kelompok ini memiliki Ragam karakteristik habitat udang kelong menurut
kelimpahan udang udang betina dengan ragam stasiun penelitian berdasarkan parameter biofisik
tingkat kematangan gonad (TKG I, II dan IV) kimia lingkungan dapat dijelaskan melalui dua
terbanyak, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh sumbu utama (F1 dan F2), masing-masing sebesar
stasiun 2 yang merupakan lokasi dengan kategori 55,11 % dan 30,67 % (Gambar 3.) dari ragam
zona alami (minim gangguan/aktivitas antropogen: total (sebesar 85,77 %). Kualitas representasi dari
masyarakat sekitar). Selain itu, Susiana (2015); variabel pada sumbu dievaluasi secara langsung
Ginting et al (2017) tingginya keanekaragaman dengan cara melihat jarak variabel dengan sumbu,
vegetasi mangrove karena memiliki fluktuasi unsur dimana semakin kuat korelasinya (positif atau
hara yang baik (saat pasang-surut) negatif) maka semakin dekat jarak variabel
memungkinkan memiliki tingkat kerapatan jenis tersebut dengan sumbu (Bengen, 2000). Dari
mangrove tinggi, dan ragam jenis plankton yang gambar diagram sebaran stasiun penelitian
tinggi menjadikan lokasi ini sebagai lokasi yang berdasarkan parameter biofisik kimia lingkungan
paling optimum untuk mendukung tumbuh pada sumbu 1 dan 2 ini, membentuk 3
Gambar 3. Diagram Lingkaran Korelasi Antar Parameter Biofisik Kimia Lingkungan Pada Sumbu Faktorial F1
(Sumbu Horizontal) Dan Sumbu F2 (Sumbu Vertikal)
O
Kelompok I terdiri atas stasiun 1, 4, dan 5 /OO), kelarutan oksigen (5.11 mg/l), kejenuhan
yang memiliki habitat dengan nilai TSS (188.3 oksigen (67 %), BOD5 (4.09 mg/l), kelimpahan
mg/l), nitrat (0.25 mg/l), fosfat (0.11 mg/l), serta plankton (77449 ind/l) dan substrat pasir (56.56
substrat liat (31.44 %) dan debu (52 %) yang %) yang tinggi. Kelompok ini berkontribusi
tinggi. Kelompok ini berkontribusi menyusun menyusun sumbu F1 positif. Letak stasiun 2
sumbu F1 negatif. Lokasi stasiun 1 dekat dengan berada relatif lebih menuju Sungai Belawan yang
pemukiman masyarakat dan stasiun 4 berada pada membawa aliran air tawar dan sedimen, sehingga
perkebunan kelapa sawit, kedua lokasi ini banyak kondisi salinitas pada perairan menjadi lebih
mendapat pengaruh ontogenik (aktivitas rendah (tawar) sehingga kandungan nutrien
masyarakat) sehingga memiliki kadar nitrat dan menjadi tinggi dibandingkan stasiun yang lainnya,
posfat yang tinggi, sedangkan nilai TSS, fraksi selain itu kondisi kerapatan jenis mangrove juga
substrat liat dan fraksi debu disebabkan oleh lokasi berpengaruh pada kelimpahan udang kelong.
ini agak menjorok kedalam menuju daratan, serta Poedjiraharjoe et al (2017) Sebaran jenis
memungkinkan dominasi kelimpahan udang jantan mangrove dipengaruhi oleh salinitas, suhu, pH,
berukuran kecil dan besar, serta betina berukuran dan tebal lumpur. Wijaya dan Pratiwi (2011)
sedang untuk menemukan habitat yang sesuai Pasokan air tawar dan sedimen dari daratan atau
karena dipengaruhi oleh ketersediaan pakan yakni aliran sungai juga sangat mempengaruhi
plankton yang cukup tinggi keanekaragamannya. kehidupan udang penaeid. Kelimpahan krustasea
Kelompok II yang berada pada stasiun 2 sangat dipengaruhi oleh parameter salinitas,
memiliki habitat dengan nilai salinitas air (25.39 kecerahan, dan kedalaman.
Gambar 4. Diagram Representasi Karakter Dan Distribusi Stasiun Penelitian Berdasarkan Parameter Biofisik
Kimia Lingkungan pada Sumbu 1 dan Sumbu 2
Kelompok III pada stasiun 3 ini serta Kelimpahan mangrove (Jenis B. gymnorrhiza,
berkontribusi menyusun sumbu F2 positif, yang R. mucronata, L. racemosa, R. apiculata, A.
memiliki karakteristik lingkungan dengan nilai suhu marina, S. alba, S. caseolaris, N. fruticans), serta
air (30.58 OC), kecerahan (97.56 cm), salinitas air ciri karakteristik habitat yang memiliki nilai suhu
(25.39 O/OO), kelimpahan plankton (77449 ind/l) air, kecerahan, salinitas air, juga fraksi substrat
dan substrat pasir (56.56 %) yang tinggi. Diagram pasir yang tinggi dimana hal ini dipengaruhi letak
sebaran pada seluruh stasiun tampak pada lokasi stasiun 3 ini berada paling dekat menuju
gambar 4. muara laut Belawan.
Romimohtarto dan Yuwana (2001); Dari pengelompokkan berdasarkan
Alfitriatussulus (2003); Pratiwi (2010) Berdasarkan analisis CA dapat diketahui bahwa letak lokasi
penelitian krustasea di perairan Indonesia, kisaran sampling terbukti mempengaruhi pengelompokkan
suhu optimal untuk krustasea adalah 28-30 oC, populasi udang kelong (P.indicus) berdasarkan
salinitas optimum berkisar 23–32 o/oo dan pH ukuran, jenis kelamin dan tingkat kematangan
optimum adalah 7,4-8,5. Poedjiraharjoe et al gonadnya. Dan dari hasil analisa PCA dapat
(2017) menggunakan analisa PCA dalam disimpulkan bahwa parameter lingkungan
mengetahui karakteristik lingkungan yang membentuk pengelompokkan yang mampu
mempengaruhi distribusi mangrove di Pemalang, menggambarkan karakteristik suatu habitat
dimana dari hasil diketahui bahwa sebaran jenis hewan, dimana pengelompokkan parameter
mangrove dipengaruhi oleh salinitas, suhu, pH, lingkungan mempengaruhi kelimpahan dari
dan tebal lumpur. populasi udang kelong pada ekosistem mangrove
Sicanang-Belawan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Dari penelitian ini dapat diperoleh
simpulan bahwa analisa hubungan distribusi Ardhana, I.P.G. 2012. Ekologi Tumbuhan. Udayana
spasial udang kelong (berdasarkan kelas ukuran, University Press. Universitas Udayana. Denpasar.
jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad)
terhadap karakteristik lingkungan (jenis mangrove, Bengen, D.G., 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya
plankton dan parameter fisik-kimia) pada setiap Alam Pesisir. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
stasiun membentuk 3 kelompok besar. Stasiun 1,
4 dan 5 membentuk kelompok pertama (I) dengan Buwono, R.Y. 2017. Identifikasi dan Kerapatan Ekosistem
dominasi kelimpahan udang jantan berukuran kecil Mangrove di Kawasan Teluk Pangpang Kabupaten
dan besar, serta betina berukuran sedang, Banyuwangi. Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 8
kelompok ini dicirikan oleh karakteristik lingkungan (1): 32-37
berupa kelimpahan plankton (genus Biddulphia,
Coscinosdiscus, Ceratium, Diatoma, Oscillatoria, Chaitiamvong, S., Supongpan M. 1992. A Guide to
Cyclops, Brachionus, Tabellaria, Gonatozygon, Penaeid Shrimp Found in Thai Water.
Melosira, Chaetoceros, Thalassionema, Odontella, Australian Institute of Marine Science. Townsville,
Skeletonema, Navicula, Closteriopsis, Fragillaria, Australia.
Thalassiothrix), kelimpahan mangrove (Jenis A.
alba, S. alba, E. agallocha, N. fruticans, H. Dinas Kehutanan Sumatera Utara. (2011). Naskah Review
littoralis), serta karakter habitat yang memiliki nilai Peta Potensi Mangrove 2011. Data Statistik Balai
TSS, nitrat, fosfat, fraksi substrat liat dan debu. Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II. Medan.
Kelompok ke-II (Dua) berada pada
stasiun 2 dengan dominasi kelimpahan udang Djohan, T.S., 2007. Distribusi Hutan Bakau di Laguna
betina berukuran kecil dan besar, Parameter Pantai Selatan Yogyakarta. Jurnal Manusia dan
biologi yang menjadi penciri kelompok ini adalah Lingkungan, 14(1):15-25.
kelimpahan plankton (genus Gonatozygon, Dore, I., Frimodt C. 1987. An Illustrated Guide To Shrimp
Melosira, Chaetoceros, Cyclops, Thalassionema, Of The World. Library of Congress Catalog Card
Odontella, Skeletonema, Ditylum, Dinophysis, Number 87-13991. Hongkong.
Lauderia, Closteriopsis, Fragillaria, Thalassiothrix,
Nitzchia, Closterium), serta Kelimpahan jenis Heriyanto, N.M., Subiandono, E., 2012. Komposisi dan
mangrove (H. littoralis, A. alba, A. marina, S. alba, Struktur Tegakan, Biomasa, dan Potensi
S. caseolaris, L. racemosa, R. apiculata, N. Kandungan Karbon Hutan Mangrove di Taman
fruticans), dan karakteristik habitat (fisik-kimia) Nasional Alas Purwo. Jurnal Penelitian Hutan dan
dengan ciri memiliki kelarutan oksigen, kejenuhan Konservasi Alam, 9(1): 23-32.
oksigen, BOD5, suhu air, kecerahan, salinitas air,
kandungan TSS, nitrat, fosfat, juga fraksi substrat Hogarth, P.J., 2001. The Biology of Mangroves (Biology of
pasir dan liat yang tinggi. Habitats). Oxford Univesity Press. Oxford.
Kelompok III (Tiga) yang berada pada
stasiun 3 memiliki dominasi kelimpahan betina dan Kariada, T.M., Andin, I., 2014. Peranan Mangrove sebagai
jantan berukuran sedang, kelompok ini didukung Biofilter Pencemaran Air Wilayah Tambak
oleh karakter lingkungan berupa kelimpahan Bandeng, Semarang. Jurnal Manusia dan
plankton (genus Bacteriastrum, Chlorococcum, Lingkungan, 21(2):188-194.
Diaptomus, Volvox, Thalassiosira, Ulothrix,
Rhizosolenia, Cerataulina, Coscinodiscus, Kordi, M.G.H. (2012). Ekosistem Mangrove: Potensi,
Ceratium, Asterionella, Protoperidinium, Euglena), Fungsi dan Pengelolaan. Cetakan Pertama.