Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Scabies merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh penetrasi kutu
parasit obligat pada manusia, Sarcoptes scabies var. hominis ke dalam lapisan
epidermis. Kutu scabies ini adalah hewan Arthropoda yang awalnya diidentifikasi
pada tahun 1600-an, namun tidak dikenal sebagai penyebab erupsi kulit hingga
tahun 1700-an. Perkiraan sekitar 300 juta jiwa diseluruh dunia terinfeksi kutu
scabies. Scabies menyerang seluruh lapisan masyarakat, dimana wanita dan anak-
anak lebih banyak terinfeksi. Penyakit ini umumnya cenderung banyak ditemukan
pada area urban, khususnya pada area padat penduduk. Terdapat bukti adanya
variasi musim, dimana banyak kasus dilaporkan pada saat-saat musim dingin
daripada saat musim panas. Insiden scabies telah meningkat dalam 2 dekade
terakhir ini, terutama di rumah-rumah perawatan, penjara, dan bangsal-bangsal
rumah sakit. Transmisi parasit ini biasanya terjadi melalui kontak personal,
meskipun kutu scabies ini dapat hidup di kulit manusia selama lebih dari 3 hari.
Riwayat kontak di sekolah, atau dengan teman dekat merupakan hal yang penting,
terutama ketika tidak ada konfirmasi laboratorium. Dalam hal anamnesis, paparan
terjadi sedikitnya dalam 1 bulan sebelum munculnya gejala. Gejala awal ini
terdiri dari adanya lesi yang bermacam-macam, kadang muncul pada pergelangan
tangan dan lengan, namun lesi ini kadang diabaikan. Pruritus yang bersifat
progresif, yang dapat mengganggu tidur dan aktivitas normal, merupakan gejala
yang sering dikeluhkan pasien dalam mencari pengobatan. Munculnya lesi primer
kadang-kadang dapat diperoleh hanya dari anamnesis langsung kepada pasien.
Scabies sendiri seharusnya dianggap berbeda dari penyakit-penyakit gatal yang
umum. Bentuk khusus yang disebut “crusted” atau scabies “Norwegia” dapat
muncul dengan keluhan gatal yang minimal atau bahkan tidak ada.

1
Beberapa pasien datang berobat dengan perubahan sekunder yang luas pada
kulit, seperti dermatitis yang meluas, infeksi bakterial sekunder, self-induced
dermatitis yang disebabkan oleh pengobatan yang tidak sesuai. Diperkirakan
bahwa rata-rata pasien-pasien seperti ini telah terinfeksi sedikitnya 1 bulan
sebelum gejala ketidaknyamanan generalisata ini muncul. Manifestasi klinis dari
scabies yaitu gatal secara umum yang lebih intens terutama pada malam hari dan
menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien, namun, komplikasi dan kematian
juga dapat terjadi, umumnya karena adanya pioderma bakterial sekunder, yang
umumnya disebabkan oleh Streptococcus pyogenus atau Staphylococcus aureus.
Infeksi sekunder ini dapat menyebabkan komplikasi seperti glomerulonefritis
post-streptococcus dan sepsis sistemik.
Kutu ini membuat liang terowongan pada stratum corneum dan melanjutkan
siklus hidupnya di sana. Banyak obat-obatan, terutama dari golongan insektisida,
yang digunakan dalam terapi scabies pada abad ke-20. Namun, kebanyakan dari
obat-obatan ini bersifat toksik. Akhir-akhir ini, adanya resistensi terhadap obat
yang sudah ada sebelumnya, derajat keparahan penyakit, dan reaksi lanjut dari
obat-obatan telah mendorong perkembangan strategi pengobatan dan
antiektoparasit baru untuk manajemen yang lebih optimal

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan studi kasus ini adalah untuk dapat menerapkan
pelayanan dokter keluarga secara komprehensif dan holistic sesuai dengan SKDI
berbasis evidence based medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi
factor resiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien PPOK
berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien (problem oriented).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh
kutu Sarcoptes scabiei var hominis.
2.2 Epidemiologi
Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di seluruh dunia,
tetapi gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Studi
yang dilakukan oleh Downs et al. dengan data-data yang dikumpulkan di Inggris
antar tahun 1967 dan 1996 menunjukkan insiden yang tinggi pada akhir tahun
1960-an dan 1970-an, kemudian menurun pada tahun 1980-an, dan kembali
meningkat pada tahun 1990-an, dimana prevalensi yang lebih tinggi ditemukan
pada area urban, di sebelah utara Inggris, lebih banyak pada wanita dan anak-
anak, dan frekuensi yang lebih banyak pada musim dingin dibandingkan dengan
pada musim panas. Beberapa penelitian lain juga menemukan adanya variasi
musim ini. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain:
kebersihan yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik
serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat
Hubungan Seksual).
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi
dapat menyerang semua umur, dan di Inggris dalam beberapa tahun terakhir ini
lebih sering ditemukan pada lansia di tempat-tempat perawatan. Insiden seks
secara keseluruhan mungkin sama sedangkan pada ras terdapat beberapa
kelompok ras yang rentan, yang mungkin lebih berhubungan dengan kebiasaan
dan faktor sosial daripada faktor kerentanan yang melekat. Populasi yang padat,
yang umum terjadi di negara-negara terbelakang dan hampir selalu terkait

3
dengan kemiskinan dan faktor kebersihan yang buruk, juga ikut mendorong
penyebaran scabies.
2.3 Etiologi
Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu
scabies memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat
dengan menggunakan mata telanjang. Secara morfologik merupakan tungau
kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau
ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina
berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan
lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat untuk melekat dan 2
pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat perekat.

Gambar Gambaran morfologi Sarcoptes scabiei

2.4 Patogenesis
Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum dengan
kecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap harinya.
Telur-telur ini akan menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan
membentuk kantung dangkal di stratum corneum dimana larva-larva ini akan

4
bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu. Kutu ini kawin di
dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi kutu betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus hidupnya. Setelah invasi
pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk timbul reaksi
hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.
Siklus hidup ini menjelaskan mengapa pasien mengalami gejala selama
bulan pertama setelah kontak dengan individu yang terinfeksi. Setelah sejumlah
kutu (biasanya kurang dari 20) telah dewasa dan telah menyebar dengan cara
bermigrasi atau karena garukan pasien, hal ini akan berkembang dari rasa gatal
awal yang terlokalisir menjadi pruritus generalisata.
Selama siklus hidup kutu ini, terowongan yang terbentuk meluas dari
beberapa milimeter menjadi beberapa centimeter. Terowongan ini tidak meluas
ke lapisan bawah epidermis, kecuali pada kasus hiperkeratosis scabies Norwegia,
kondisi dimana terdapat kulit yang bersisik, menebal, terjadi imunosupresan, atau
pada orang-orang tua dengan jumlah ribuan kutu yang menginfeksi. Telur-telur
kutu ini akan dikeluarkan dengan kecepatan 2-3 telur perharinya dan massa feses
(skibala) terdeposit pada terowongan. Skibala ini dapat menjadi iritan dan
menimbulkan rasa gatal.

5
Gambar siklus hidup Sarcoptes scabiei

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat


terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.
Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali
pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau.
Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan
immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita Norwegian scabies.
Reaksi hipersensitivitas akibat adanya benda asing mungkin menjadi
penyebab lesi. peningkatan titer IgE dapat terjadi pada beberapa pasien scabies,
bersama dengan eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas tipe langsung akibat
reaksi dari kutu betina ini. Kadar IgE menurun dalam satu tahun setelah
terinfeksi. Eosinofil kembali normal segera setelah dilakukannya perawatan.
Fakta bahwa gejala yang timbul jauh lebih cepat ketika terjadi reinfeksi
mendukung pendapat bahwa gejala dan lesi scabies adalah hasil dari reaksi
hipersensitivitas.
Jalur utama dari transmisi penularan yaitu kontak langsung antara kulit-ke-
kulit. Namun transmisi dengan cara pakaian bersama atau metode tidak langsung
lainnya sangat langka tetapi mungkin terjadi pada Norwegian scabies (misalnya,

6
dalam host immunocompromised). Transmisi antara anggota keluarga. Transmisi
seksual juga terjadi.
2.5 Manifestasi klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei
sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis
berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama
atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :
a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang
menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal
terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini disebabkan karena meningkatnya
aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang
hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula
dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular
hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan
individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga
tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi
individu lain.
c. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum,
oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum
korneum yang relatif lebih longgar dan tipis.
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang
sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan bagian depan

7
dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola
wanita. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorfik (pustul,
ekskoriasi, dan lain-lain).

Gambar terowongan pada penderita scabies

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas


pada antigen tungau. Lesi yang patognomonis adalah terowongan yang tipis
dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm,
berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel
yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum.
Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan
dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi
karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.
d. Menemukan Sarcoptes scabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa
maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi,
kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar
penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak
spesifik. Diagnosa positif hanya didapatkan bila menemukan tungau dengan

8
menggunakan mikroskop, biasanya posisi tungau determined dalam liang,
dapat menggunakan pisau untuk teknik irisan ataupun denggan menggunakan
jarum steril, tungau ini mayoritas dapat ditemukan pada tangan, pergelangan
tangan dan lebih kurang pada daerah genitalia, siku, bokong dan aksila. Pada
anak – anak tungau banyak ditemukan dibawah kuku karena kebiasaan
menggaruk, pengambilan tungau ini dengan menggunakan kuret.

Gambar Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi
penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit
ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari
empat cardinal sign. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan
tungau dan produknya yaitu :
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau
KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel steril yang
bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan
diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa
dibawah mikroskop.

9
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan
kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung
lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum
sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan
tetapi memerlukan keahlian tinggi.
c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit.
Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan
kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta
didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli
yang khas berupa garis menyerupai bentuk S.
d. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial menggunakan
pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan
tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral
yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop. Biopsi irisan dengan
pewarnaan Hematoksilin and Eosin
e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari
lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi kuning
keemasan pada kanalikuli.
f. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang berguna
untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma. Dermoskopi juga
dapat menjadi alat yang berguna dalam mendiagnosis scabies secara in vivo.
Alat ini dapat mengidentifikasi struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang

10
diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan kaki.
Banyak laporan kasus yang didapatkan mengenai pengalaman dalam
mendiagnosis scabies dengan menggunakan Dermoskopi. Dermoskopi sangat
berguna, terutama dalam kasus-kasus tertentu, termasuk kasus scabies pada
pasien dengan terapi steroid lama, pasien imunokompromais dan scabies
nodular.
2.7 Diagnosis Banding
a. Insect bite (gigitan serangga) :
Karakteristik lesi berupa urtikaria papul eritematous 1-4 mm
berkelompok dan tersebar di seluruh tubuh, sedangkan tungau skabies lebih
suka memilih area tertentu yaitu menghindari area yang memiliki banyak
folikel pilosebaseus. Pada umumnya popular urtikaria terjadi akibat gigitan
dan sengatan serangga tetapi area lesinya hanya terbatas pada daerah gigitan
dan sengatan serangga saja sedangkan skabies ditemukan lesi berupa
terowongan yang tipis dan kecil seperti benang berwarna putih abu-abu, pada
ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Gigitan serangga biasanya
hanya mengenai satu anggota keluarga saja, sedangkan skabies menyerang
manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga biasanya
mengenai seluruh anggota keluarga.
b. Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah
epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes scabiei di bagian
teratas epidermis yang mengalami akantosis. Pada prurigo, penyebabnya
belum diketahui. Namun dalam beberapa kasus, faktor stress emosional
menjadi salah satu pemicu sehingga sulit untuk ditentukan apakah ini adalah
penyebab atau akibat dari prurigo sedangkan pada skabies disebabkan oleh
adanya tungau Sarcoptes scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin
(H.E).

11
2.8 Penatalaksanaan
a. Secara umum (edukasi)
- Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
- Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang
yang terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.
- Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan
pada malam hari sebelum tidur.
- Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
- Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas.
- Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
- Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya mendapatkan
penanganan di waktu yang sama.
- Melapor ke dokter anda setelah satu minggu.
b. Khusus
Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan skabies
dapat berupa topikal maupun oral antara lain :
1. Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya
sangat baik. obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan
skabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan
kecenderungan keracunan akibat salah dalam penggunaannya sangat
kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorbsi dan cepat
dimetabolisme di kulit dan deksresikan di urin. Tersedia dalam bentuk
krim 5 % dosis tunggal digunakan selama 8-12 jam, digunakan malam
hari sekali dalam 1 minggu selama 2 minggu, apabila belum sembuh bisa
dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin tidak
dapat diberikan pada bayi yang kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu

12
menyusui. Efek samping jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih,
dan gatal. Beberapa studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin
lebih tinggi dari lindane dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat
topikal yang mahal.
2. Presipitat Sulfur 2-10%
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama
digunakan, sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep
(2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara
aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi
ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam tiga hari berturut-turut. Keuntungan
penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin
merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi
massal.
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk
hidrogen sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid
dan fungisid. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh
anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi
2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak,
mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
3. Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat
neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan
periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis
dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzyl benzoate sangat efektif bila
digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
Efek samping dari benzyl benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan
pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk
tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat

13
menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada
wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun.
Tapi benzyl benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted
scabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya yang
terbatas, benzyl benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai
alternatif yang lebih murah.
4. Gameksan (Gamma benzene heksaklorida)
Gameksan juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah
sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat tungau. Lindane
diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir
kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada
jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi,
dan kematian tungau, lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui
urin dan feses.
Gameksan tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan
tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke
seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1%
krim atau losion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan
lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang
menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa
penelitian menunjukkan penggunaan lindane selama 6 jam sudah efektif.
Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak
menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
Efek samping Gameksan antara lain menyebabkan toksisitas sistem
saraf pusat, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun
jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan
lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor,
disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan
pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane

14
dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia
aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia.
5. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10%
atau losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil
terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari
berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah
selama 2 malam, kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping
yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.
Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak direkomendasikan
terhadap skabies karena kurangnya efikasi dan data penunjang tentang
tingkat keracunan terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim
atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada
wanita hamil, bayi dan anak kecil.
6. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik
makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui
aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan secara meluas pada
pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia digunakan untuk
pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral,
dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk skabies.
Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus
tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies.
Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal
necrolysis.
c. Simtomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal
yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi

15
dengan anti skabies yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada
lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolien pada lesi yang
kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat
digunakan triamsinolon 0,1% untuk mengurangi keluhan.
2.9 Komplikasi
Di utara Australia, dilaporkan angka kematian meningkat 50 % selama lebih
dari 5 tahun, dengan penyebab utamanya yaitu infeksi bakterial sekunder, yang
sering disebabkan oleh Streptococcus aureus, Streptococcus β-hemolitikus grup
A, atau peptostreptococci. Beberapa laporan kasus didapatkan vaskulitis
leukositoklastik akibat scabies, dan satu kasus tercatat adanya antikoagulan
lupus. Impegtiginisasi sekunder adalah komplikasi umum ditemukan dan
berespon baik terhadap pemberian antibiotik topikal ataupun oral, tergantung
tingkat piodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi
terutama pada skabies Norwegian Scabies. Glomerulonefritis juga pernah
dilaporkan sebagai komplikasi dari scabies. Post streptococcal glomerulonephritis
bisa terjadi karena scabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh
Streptococcus pyogens.
2.10 Prognosis
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada
individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.
Investasi skabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi skabies,
jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan
eksema akan sembuh.
2.11Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang yang
kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran
skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang
masih dalam periode inkubasi asimptomatik.

16
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk
dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan
dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3 hari
diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya juga harus dibersihkan (vacuum
cleaner).

17
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil studi kasus
1) Identitas Pasien
- Nama : Jaelali Wal’ikrom
- Jenis Kelamin : Laki-Laki
- Usia : 18 tahun
- Status : Belum menikah
- Pekerjaan : Belum bekerja
- Suku/Kebangsaan : Sasak/Indonesia
- Pendidikan : SMA
- Agama : Islam
- Tgl. Pemeriksaan : 23 Januari 2020
2) Anamnesis
- Keluhan Utama : gatal pada sela-sela jari tangan, kaki dan
pangkal paha.
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Pustu Tanjung Karang mengeluh gatal pada sela-
sela jari dan pangkal paha sejak ± 4 bulan yang lalu, gatal dirasakan terus-
menerus terutama pada malam hari dan keluhan gatal dirasakan sangat
mengganggu oleh pasien. Awalnya gatal hanya dirasakan pada sela-sela
jari tangan kanan dan kiri kemudian dirasakan juga pada selangkangan.
Pada bagian yang gatal juga timbul bercak-bercak kemerahan dan kuning.
Beberapa bercak ada yang luka karena digaruk dan beberapa yang lain
tidak. Di rumah tersebut terdapat keluarga pasien yang menderita sakit
yang sama yaitu ibu dan adik pasien.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengeluhkan keluhan yang sama, keluhan yang
sekarang merupakan keluhan yang ke 2 kalinya. Terahir pasien mengeluh

18
keluhan yang sama ± 1 tahun yang lalu. Riwayat penyakit hipertensi (-),
diabetes mellitus (-), jantung (-), ginjal (-).
- Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu dan adik pasien mengeluhkan keluhan serupa seperti pasien yaitu
gatal terutama pada malam hari. Riwayat penyakit hipertensi (-), diabetes
mellitus (-), jantung (-), ginjal (-).
- Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat terkait dengan keluhan yang sekarang.
- Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi baik makanan ataupun obat-obatan.
- Riwayat Sosial
Riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal
3) Pemeriksaan Fisik
1. Status present
GCS : E4V5M6
Tekan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respirasi rate : 19x/menit
Suhu aksila : 36,50c
2. Status generalis
Kepala : normocephal
Mata : konj. anemis (-), sklera ikterik (-), rf. pupil (+) isokor
THT : MAE (+) lapang, otorea (-), rinorea (-), tonsil T1-T1, faring
hiperemis (-).
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kel. getah bening (-),
pembesaran tiroid (-)
Thorak : simetris
- Cor : S1S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-)
- Pulmo : suara napas vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)

19
Abdomen : Distensi (-), BU (+) normal

Ekstremitas: Edema (-/-), akral hangat (+/+)

3. Status dermatologis
• Lokasi : sela-sela jari tangan dan kaki sampai punggung kaki
kanan-kiri, dan pangkal paha kanan-kiri
• Inspeksi : Papula multipel dengan dasar hiperemi dengan
ekskoriasi pada sebagian lesi dan pustula multipel.

Gambar status dermatologis pada kasus

4) Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan
5) Diangnosis
Skabies
6) Tatalaksana
- Amoxicillin 3 x 500 mg (po)

20
- Cetirizine 1 x 10 mg (po)
- Permetrin 5% (salep)
7) Prognosis
- ad Vitam : dubia ad bonam
- ad Sanam : dubia ad bonam
- ad Fungsionam : dubia ad bonam
8) KIE
- Salep diaplikasikan keseluruh tubuh dan didiamkan selama 8 jam, setelah
itu boleh mandi menggunakan sabun. Dapat diulang 1 minggu kemudian.
- Semua pakaian dan sprai direndam menggunakan air panas, bantal, kasur
dijemur.
- Jangan menggunakan pakaian dan handuk bersamaan.
- Semua anggota keluarga yang terkena harus diobati.
3.2 Pembahasan
Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis secara holistik
yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek resiko internal, dan aspek resiko
eksternal
a. Anamnesa
- Aspek Personal
Pasien datang ke Pustu Tanjung Karang mengeluh gatal pada sela-sela
jari tangan, kaki dan pangkal paha sejak ± 4 bulan yang lalu, gatal
dirasakan terus-menerus terutama pada malam hari dan keluhan gatal
dirasakan sangat mengganggu oleh pasien. Pada bagian yang gatal juga
timbul bercak-bercak kemerahan dan kuning. Beberapa bercak ada yang
luka karena digaruk. Di rumah tersebut terdapat keluarga pasien yang
menderita sakit yang sama yaitu ibu dan adik pasien.
- Aspek Klinik
1. Gatal sejak ± 4 bulan
2. Gatal terutama pada malam hari

21
3. Predileksi sela jari tangan dan kaki, pangkal paha
4. Terdapat lesi kulit berupa papula multipel dengan dasar hiperemi
dengan ekskoriasi pada sebagian lesi dan pustula multipel
- Aspek Faktor Resiko Internal
Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya memutus penularan secara
langsung maupun tidak langsung dari penyakit scabies. Pasien tidur 1 kasur
dengan adiknya dan menggunakan handuk yang sama dengan kakaknya.
- Aspek Faktor Resiko Eksternal
Ibu dan adik pasien mempunyai keluhan yang sama dengan pasien, orang
tua pasien malas membawa anaknya berobat ke Puskesmas, pasien juga
sering bermain dengan ponakannya dan dikatakan ponakan mengeluh
keluhan serupa dengan pasien, pengetahuan orang tua pasien tentang
kebersihan lingkungan dan kesehatan kurang, kondisi rumah yang agak
bedebu serta kasur yang digunakan pasien jarang dijemur.
- Derajat Fungsional
Pasien sudah lulus Sekolah Menegah Atas dan belum bekerja. Pasien
mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa hambatan.
b. Pemeriksaan Fisik
Status dermatologis
• Lokasi : sela-sela jari tangan dan kaki sampai punggung kaki kanan-
kiri, dan pangkal paha kanan-kiri.
• Inspeksi : Papula multipel dengan dasar hiperemi dengan ekskoriasi
pada sebagian lesi dan pustula multipel.
c. Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)
• Lingkungan biologis
Dengan memotivasi keluarga pasien untuk memutus rantai penularan baik
secara kontak langsung maupun tidak dengan cara tidak 1 tempat tidur
dengan pasien dan tidak menggunakan handuk bersamaan, menjemur

22
kasur dibawah terik matahari seminggu sekali dan menepuk-nepuk kasur
dengan rotan.
• Faktor psikologi
Dengan memotivasi dan meningkatkan kesadaran keluarga pasien untuk
tetap membawa anaknya berobat ke puskesmas sampai pengobatan yang
diberikan tuntas.
• Faktor sosial dan kultural
Tidak ada anggapan negatif dari masyarakat terhadap penyakit yang
diderita oleh pasien, diharapkan pasien beserta keluarga mendapat
dukungan dari lingkungan sekitar.
d. Diagnose Klinis: Skabies
e. Penatalaksaan
- Amoxicillin 3 x 500 mg (po)
- Cetirizine 1 x 10 mg (po)
- Permetrin 5% (salep)
f. Hasil Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan sekitar
pasien dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita.
Dengan demikian pasien dan keluarga dapat memahami bagaimana pengaruh
lingkungan terhadap suatu penyakit dan sebaliknya bagaimana suatu penyakit
dapat mempengaruhi lingkungan
g. Biodata Personil Keluarga
Nama : Ida Kurniyati
Alamat : Karang Panas
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan penderita : Orang tua (Ibu)
h. Profil Keluarga
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya serta satu adik laki-lakinya,
yang merupakan keluarga inti. Dalam rumah tersebut ada 4 orang personil

23
dalam rumah tersebut. Anggota keluarga yang lain ada yang menderita atau
mengeluh seperti pasien yaitu ibu dan adik pasien.
i. Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Pasien adalah anak pertama yang sudah lulus SMA. Pasien tinggal
bersama kedua orang tuanya beserta satu adik laki-lakinya. Keadaan rumah
yang ditinggali pasien terlihat kurang bersih. Terdiri dari ruang tamu, 1 kamar
tidur, 1 kamar mandi, dan dapur. Riwayat Penyakit Keluarga, Ibu dan adik
pasien memiliki keluhan serupa seperti pasien. Pola konsumsi keluarga
tersebut cukup baik sesuai dengan apa yang dibutuhkan, yaitu dengan
mengkonsumsi makanan bergizi seperti nasi, ikan, tahu, tempe,dan sayur
secara rutin.
j. Lingkungan
Lingkungan sekitar rumah cukup padat karena tinggal di sebuah
perumahan padat penduduk dengan lingungan yang cukup bersih dan
pencahayaan yang baik. Namun rumah pasien hanya terdapat 1 kamar tidur
yang hanya berisi 1 tempat tidur, pasien tidur bersamaan dengan adik laki-
lakinya.

24
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus Skabies yang dilakukan di Pustu Tanjung
Karang mengenai penatalaksanaan penderita Skaies dengan pendekatan diagnose
holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan, maka pasien
menderita Skabies
2. Pengetahuan terhadap kebersihan lingkungan rumah dan kesehatan pasien
yang kurang
3. Ada beberapa perilaku keluarga dan pasien yang kurang terhadap penularan
penyakit skabies.
4.2 Saran
Meminta bantuan Puskesmas setempat untuk memotivasi dan melakukan
pengobatan sampai tuntas pada pasien dan seluruh anggota keluarga yang terkena
penyakit scabies.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. 2008. Scabies, other mites, and
pediculosis In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. United state of
America. McGraw-Hill.

2. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. 2006. Dermatology Skills for Primary Care; An
Illustrated Guide: Humana Press.

3. Currie JB, McCarthy JS. 2010. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med.

4. Karthikeyan K. 2005. Treatment of Scabies: Newer Perspectives.


Postgraduate Med J.

5. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In:
Rook’s textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-blackwell;
2010. p. 38.36 – 38.38.

6. Handoko,PR. 2010. Skabies. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit


kulit dan kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI.

26

Anda mungkin juga menyukai