Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi dan industri yang sangat besar dewasa ini membawa
dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positif diharapkan
dapat menaikkan kesejahteraan manusia, namun dampak negatif dapat
menurunkan kualitas hidup bagi manusia dan menyebabkan ketidakserasian dan
keseimbangan lingkungan. Perkembangan teknologi dan industri telah
memberikan peran yang berarti bagi pelaksanaan pembangunan. Peningkatan
popoulasi dalam banyak hal juga mendorong dilakukannya industrialisasi. Sebagai
konsekuensi, jumlah bahan baku dan buangan industri semakin meningkat, baik
dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini berdampak pada meningkatnya
pencemaran dan kerusakan lingkungan, baik yang terjadi diudara, tanah maupun
air (Noor et al. 2008).
Pemerintah Indonesia hingga kini belum memberi perhatian khusus terhadap
bahaya pencemaran dioksin/furan. Hal ini terlihat dari tidak adanya perangkat
kebijakan ataupun peraturan tentang tingkat pencemaran tersebut. Negara-negara
seperti Amerika, Jepang dan Eropa sudah lama menyadari akan bahaya
dioksin/furan yang termasuk golongan Persistent Organic Pollutants (POPs)
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Kepedulian ini ditandai dengan
penyelenggaraan kesepakatan pada Konvensi POPs di Stockholm pada Mei 2001,
dimana Indonesia juga turut ambil bagian pada konvensi tersebut. Konvensi ini
bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari pencemaran
organik persisten. Salah satu butir kesepakatan yang dihasilkan adalah ketentuan
untuk menurunkan emisi dioksin/furan (Stockholm Convention on Persistent
Organic Pollutants, 2001). Emisi dioksin/furan di Indonesia, bila dihitung paparan
per orang per hari, maka telah mencapai 4.686 pgTEQ. Hasil penelitian
Universitas Kiel dan Environmental Protection Agency (EPA) menunjukkan
bahwa secara normal tubuh manusia dewasa dapat menerima dioksin sebanyak 1-

1
10 pg/kg berat badan/hari tanpa membahayakan kesehatan (EPA, 2003). Sehingga
paparan pada tiap manusia telah sangat membahayakan kesehatan. Di lain pihak,
Indonesia masih belum mempunyai perangkat kebijakan untuk pengendalian emisi
dioksin/furan. Bila dikaji dari sumbernya, maka sumber dioksin/furan yang dapat
dikendalikan berasal dari industri, yaitu sebagai hasil samping dari produk yang
tidak diinginkan. Oleh sebab itu, salah satu cara pengendalian dioksin/furan yaitu
menerapkan kebijakan pada industri. Salah satu kendala pada penelitian
dioksin/furan antara lain diperlukan biaya analisa yang mahal karena tingkat
konsentrasi untuk dioksin/furan yang sangat rendah sehingga membutuhkan alat
yang sangat sensitif. Untuk mengatasi kendala tersebut, maka estimasi emisi
dilakukan dengan menggunakan faktor emisi yang dikeluarkan oleh United Nation
Environmental Protection (UNEP) (Noor et al. 2008).
PCB adalah senyawa kima beracun yang sangat berbahaya. Senyawa ini
mungkin belum banyak diketahui efeknya terhadap kesehatan di Indonesia. Tidak
ada data khusus yang menjelaskan seberapa PCB digunakan ataupun regulasi
resmi yang memperingatkan mengenai bahaya dari senyawa ini. Sebelum tahun
1970, PCB banyak digunakan sebagai tambahan dalam berbagai industri, sebagai
campuran bahan isolator, konduktor, kondensor, pompa hampa udara, sistem
hidrolik, sebagai zat pewarna dalam tinta, sebagai bahan dasar kertas fotocopy,
plastiser, perekat, turbin transmisi gas, sistem pemindah panas, pelumas dan
banyak lainnya (Hutzinger et al. 1974). Hal ini disebabkan sifat senyawa ini yaitu
mempunyai titik didih yang tinggi dan tidak mudah menguap sehingga sesuai
untuk alat listrik. Senyawa ini termasuk bahan cemaran organik yang persisiten
(POP’s) yaitu yang sukar diurai oleh mikroorganime di alam. Kebanyakan dari
senyawa POP’s dari hasil pengamatan menunjukkan dapat mengganggu siklus
reproduksi baik bagi manusia maupun kehidupan organisme hidup lainnya (Colon
and Smolen, 1996).
Masuknya PCB yang utama ke dalam lingkungan dihasilkan dari penguapan
selama pembakaran, bocoran, pembuangan cairan industri, dan buangan dalam
timbunan dan urugan tanah (Peakall, 1975). Produksi kumulatif PCB sejak tahun

2
1930 dihitung sekitar 1 juta ton dan kira-kira separuh dari jumlah ini telah dibuang
dalam urugan tanah (landfill) dan timbunan (dump) serta dipercaya telah terlepas
secara perlahan dari sistem ini (WHO, 1976). Dalam air laut , atmosfir merupakan
sumber yang dominan, dengan berbagai macam perbedaan komposisi campuran
jenis PCB apabila dibandingkan dengan PCB dari sungai atau yang berasal
langsung dari sumbernya (misalnya buangan industri), sehingga senyawa ini dapat
digunakan sebagai ‘tracers’. Disebabkan besarnya kisaran sifat fisika-kimianya
(Physicochemical), senyawa PCB banyak digunakan sebagai model senyawa
untuk dipelajari dan memperkirakan sifat geokimia dari senyawa organik lipofilik
yang lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pembuatan makalah ini adalah
1. Pengertian pencemaran dioksin dan polychlorinated biphenyls ( PCB)
2. Sifat fisik dan kimia dari dioksin dan polychlorinated biphenyls (PCB)
3. Sumber penyebab dari dioksin dan polychlorinated biphenyls (PCB)
4. Dampak dari dioksin dan polychlorinated biphenyls (PCB)
5. Solusi atau penanganan untuk dioksin dan polychlorinated biphenyls (PCB)

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari dioksin dan polychlorinated biphenyls
(PCB)
2. Untuk mengetahui sifat fisik dan kimia dari dioksin dan polychlorinated
biphenyls (PCB)
3. Untuk mengetahui sumber penyebab dari dioksin dan polychlorinated
biphenyls (PCB)
4. Untuk mengetahui dampak dari dioksin dan polychlorinated biphenyls (PCB)
5. Untuk mengetahui solusi dan cara penanganan dari dioksin dan
polychlorinated biphenyls (PCB)

3
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini adalah metode pustaka yaitu metode yang
dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari jurnal yang
berhubungan dengan dioksin, dan polychlorinated biphenyls (PCB). Diskusi
Yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara langsung kepada teman-
teman yang mengetahui tentang jurnal dioksin dan polychlorinated biphenyls
(PCB) itu sendiri.

4
BAB II
ISI

2.1. DIOKSIN
a) Pencemaran Dioksin
Tingkat racun dioksin di Desa Tropodo, Jawa Timur, Indonesia, adalah yang
tertinggi kedua di dunia setelah area medan tempur Perang Vietnam yang terpapar
Agen Oranye. Laporan New York Times 14 November menyorot pabrik tahu di
Tropodo, Jawa Timur, Indonesia, yang menggunakan limbah plastik untuk
membakar tungku. 30 lebih pabrik tahu membakar limbah plastik yang diimpor dari
Amerika Serikat. Asap dan abu yang dihasilkan oleh plastik yang terbakar memiliki
dampak yang signifikan dan beracun. Pencemaran lingkungan ini termasuk
pencemaran yang serius karena timbulnya dioksin yang berasal dari berbagai
kegiatan seperti proses bahan kimia, pembakaran sampah tidak terkontrol, dan lain-
lain. sumber terbesar dioksin di lingkungan 95% berasal dari proses pembakaran
limbah yang mengandung senyawa klor dalam incinerator (Sumingkrat, 2002)
Dioksin termasuk sekelompok bahan kimia berbahaya yang termasuk dalam
golongan senyawa polychlorinated dibenzo-p-Dioksin.dalam PCDD terdapat 75
jenis senyawa dioksin, PCDD memiliki taraf toksisitas dari yang rendah sampai yang
tinggi. Salah satunya, TCDD (2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioksin). Pembentukan
dioksin juga dapat terjadi melalui pembakaran bahan yang mengandung klor, seperti
limbah bahan organik dan produk kertas. Kandungan klor akan meningkat dengan
semakin banyaknya limbah berbagai jenis plastik. Sumber pencemaran emisi dioksin
terbesar di Indonesia berasal dari pembangkit listrik dan pemanasan yaitu 66%,
pembakaran tak terkendali 7,7%, sisanya merupakan hasil pembakaran dari industry
mineral, dan tempat pembuangan sampah (Noor, 2008).
Polychlorinated dibenzo-p-dioksin (PCDDs) adalah sekelompok hidrokarbon
aromatik yang dibentuk oleh struktur tiga cincin dari dua cincin benzene. Saling
berhubungan dengan cincin teroksigenasi ketiga. Sifat fisik dan kimia yang dapat
ditentukan oleh jumlah atom klorin dan posisi maisng-maisng mengenai inti molekul.

5
Tingkat konsentrasi dioksin di atmosfer bisa meningkat akibat pembentukan
PCDD/Fs yang di pengaruhi oleh sumber antropogenik, konsentrasi dioksin dalam
lingkungan tidak signifikan. Dioksin juga merupakan senyawa yang tahan lama,
sebab senyawa ini tidak mudah terurai di alam (Dopico, 2015).

b) Sifat Fisik dan Kimia Dioksin


Dioksin adalah senyawa yang dihasilkan dari reaksi antara klor dengan
senyawa fenil. Secara teoritis senyawa kloro-dioksin maisng-masing berbeda sifat
fisik, kimia, dan toksisitasnya. Salah satu senyawa dioksin yang paling toksik
adalah 2,3-8-tetra-chlorodibenzon-p-dioksin (TCDD). Senyawa TCDD adalah
sebagai acuan faktor risiko bahaya dan toksisitas, yang biasa disebut dioksin. Sifat
dari senyawa dioksin ini adalah:
- Tidak berbau
- Tidak berwarna
- Sangat sukar larut dalam air
- Tidak mudah terurai secara fisik-kimia maupun secara biologis
- Terdegradasi atau akan mengalami dekomposisi pada suhu yang cukup
tinggi

c) Sumber Penyebab
Sumber senyawa dioksin dapat diidentifikasi sebagi berikut:
- Hasil pembakaran sampah perkotaan. Limbah berbahaya (hazardous
waste). Limbah medis, krematorium, pembakaran lumpur kotoran, ban,
biogas, dan pembakaran hasil pengolahan limbah cair industri kimia.
- Hasil pembakaran pada proses pembangkit tenaga, proses pembakaran
pada kendaraan bermotor, pembakaran kayu, minyak, dan batu bara.
- Hasil pembakaran sumber suhu tinggi lainnya seperti kegiatan
pencampuran aspal dan reaktifasi karbon pada sistem pembakaran.
- Hasil kegiatan industri dari proses kimia pada industri kertas.

6
Pada proses pembakaran limbah akan dihasilkan gas-gas organik (CxHy).
Lalu bereaksi dengan oksigen (O 2) yang cukup. Maka akan dihasilkan CO 2 dan
H2O. bila limbah mengandung klor (HCl) dan temperatur proses pembakaran tidak
sempurna, maka akan dihasilkan dioksin (Sumingkrat, 2002).

d) Dampak Dioksin
Dioksin dan senyawa turunannya (terutama senyawa organoklor) di udara,
sangat bermasalah di dunia internasional saat ini, karena dapat memnyebabkan ispa,
gangguan pernapasan, lalu dioksin yang terlepas ke atmosfer akan menumpuk pada
tanaman yang kemudian akan dimakan oleh hewan (Noor, 2008). Dioksin juga
dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti kanker, cacat lahir, endometriosis,
penurunan jumlah spermatozoa dan gangguan perkembangan janin (Martunus,
2007).

e) Solusi atau Cara Penanganan


Terdapat beberapa metode untuk mengurasi ezisi dioksi, yaitu:
1. Secara primer
- Metode yang pertama, pembentukan PCDD/F dapat dikurangi
dengan menurunkan O2
- Untuk menghambat efek pada pembentukan PCDD/F, tetapi
hasilnya sejauh ini tidak efektif penggunaan inhibitor aktif sebagai
cara yang efektif untuk pengurangan pembentukan dioksin. Contoh
inhibitornya, triethanolamine (dapat mengurangi mekanisme
sintesis de novo 50%
- Penggunaan ammonia
2. Secara sekunder
Ada langkah-langkah berbeda yang dapat dimasukan sebagai metode
sekunder untuk mengurangi emisi dioksin. Salah satunya adalah:
- Resirkulasi off-gas ke daur ulang sebagian gas limbah ke proses
sintering

7
- Proses penyerapan
- Proses adsorpsi
- Dengan injeksi adsorben/penyerapan dengan kapasitas take-up yang
tinggi untuk dioksin
(Dopico, 2015).
3. Metode dye-decolorization dapat digunakan untuk mendegradasi dioksin
(Nugroho, 2015).

2.2. POLYCHLORINATED BIPHENYLS (PCB)

a) Pencemaran PCB

Teluk Jakarta merupakan perairan estuaria yang banyak menerima masukan


limbah hasil kegiatan manusia di darat baik dari industri maupun limbah rumah
tangga. Limbah tersebut masuk ke Teluk Jakarta melalui aliran-aliran sungai yang
bermuara ke Teluk Jakarta. Limbah mengandung berbagai macam bahan kimia yang
bersifat toksik. Salah satunya adalah polychlorinated biphenyls (PCB) yang
merupakan satu senyawa organik persisten Persistence Organic Pollutant (POPs).
PCB adalah sebuah kelompok xenobiotik dari hidrokarbon aromatik terhalogenasi,
merupakan kontaminan lingkungan yang sangat berbahaya dan terdapat dimana-
mana, penyebarannya luas dan bersifat persisten (Edward, 2016).
Studi ini mengambil lokasi di Jabodetabek, yang merupakan daerah yang
paling padat penduduknya di Indonesia. Sebagai daerah perkotaan dan juga industri,
sumber pencemaran yang utama adalah dari domestik dan juga industri. Analisis PCB
dan PCDD/Fs telah dilakukan terhadap lima sampel air yang diambil dari daerah
perkotaan di Indonesia. Sampel air tersebut diambil dari air sumur, Puncak, Bogor
(Water A), air sungai Ciliwung, Babakan, Ciawi, Bogor (Water B), air sungai
Ciliwung, Jl. Otista, Bogor (Water C), air sungai Ciliwung, Pluit, Jakarta (water D),
dan air sungai Kosambi, Tangerang (Water E). Hasil analisis menunjukkan bahwa
ctachlorodibezofuran (OCDF) dan decachlorobiphenyl (PCB IUPAC 209) terdeteksi
pada sampel water D pada konsentrasi yang relatif tinggi yaitu masing-masing

8
sebesar 3,11 mg/L dan 406,77 mg/L. Bila dibandingkan dengan beberapa negara lain,
maka PCB dan PCDD/Fs di sungai Ciliwung lebih tinggi dibandingkan dengan delta
sungai Pearl, estuary sungai Dalio di China dan sungai Ballona, Los Angeles, USA.
Dan bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Iwata
et al., (1994), PCB di sungai Ciliwung meningkat. Hasil ini menunjukkan bahwa
kemungkinan pencemaran terhadap lingkungan masih berlangsung. PCB maupun
PCDD/Fs dihasilkan dari produk samping dari proses industri, maka kemungkinan
lepasan senyawa tersebut akan meningkat di masa yang akan datang bila tidak ada
tindakan pencegahan dan pengurangan (Shoiful dkk. 2018).
Keberadaan zat-zat pencemar di lingkungan ini telah menjadi kajian dalam
kurun waktu yang lama, terutama terkait dengan efek yang ditimbulkan. Beberapa
contoh zat pencemar diantaranya adalah dari kelompok organoklorin. Salah satu
contoh zat pencemar yang seriog dikaji adalah polychlorinated biphenyls (PCB). PCB
merupakan senyawa kimia yang telah dikenal sejak beberapa dekade yang lalu, dan
umumnya digunakan untuk berbagai keperluan dalam dunia industri. Sayangnya,
penggunaan PCB ini memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan organisme
yang ada di dalamnya. Sifatnya yang persisten menyebabkan PCB mudah
terakumulasi terutama pada sedimen di perairan. Senyawa PCB merupakan senyawa
yang sengaja diproduksi secara komersial sebagai campuran pada aplikasi industri.
Berdasarkan keunikan sifat fisik dan kimiawinya, maka PCB digunakan secara luas
pada berbagai proses industri misalnya sebagai pelumas hidrolik, transformer listrik,
agen pengurang debu, antioksidan pada cat, plastik, aspal, karet, kertas, tinta printer,
lem sintetik dan industri lainnya (Islami, 2015).
PCBs adalah senyawa yang bersifat hydrophobic yang daya larutnya sangat
rendah dalam air. Sehingga secara umum konsentrasinya dalam air laut sangat
rendah, sehingga teknik kuantifikasinya terbilang sulit. Umumnya dalam air laut yang
telah disaring, konsentrasinya hanya dalam kisaran pgL-1. Karena sifatnya yang
lipophilic, maka konsentrasinya pada partikel dalam laut cukup tinggi, namun
distribusinya tidak merata di wilayah lautan. Pada lapisan permukaan mikro lautan
(SSM: sea surface microlayer) yang ketebalannya bervariasi antara beberapa µm

9
hingga 1 mm, merupakan wilayah akumulasi PCB karena kandungan partikel organik
karbon dan lemak yang tinggi pada SSM. Pemaparan pada PCB dapat berdampak
pada perubahan proses biokimia, struktur sel, dan juga dampak pada kapasitas
reproduksi ikan dan hewan perairan lainnya. PCB menjadi penyebab penurunan
populasi beberapa jenis burung pemakan ikan, mamalia laut di Laut Utara.

b) Sifat Fisis dan Kimia PCB


 Sifat Fisis
 Bentuk : cairan kental berwarna kuning pucat
 Jenis : hidrofobik
 Kelarutan : - Rendah di air (0,0027-0,42 mg / L untuk Aroclors)
- Tinggi di sebagian besar pelarut organik, minyak,
dan lemak
 Tekanan uap : rendah pada suhu kamar
 Konstanta dielektrik : 2,5-2,7,7
 Konduktivitas termal : sangat tinggi
 Titik nyala : tinggi (dari 170 hingga 380 ° C)
 Berat jenis : 1,182 - 1,566 g /cm3
 Sifat Kimia
 Nama : polychlorinated Biphenyls (PCB)
 Rumus : C12H10
 Senyawa : organik buatan
 Sifat : mudah rusak atau terdegradasi
 Berasal : bifenil
 Tingkat toksik : bervariasi tergantung jenisnya
 Half life : 8 - 10 tahun

Sifat fisis dan kimia lainnya sangat bervariasi di seluruh kelas. Ketika tingkat
klorinasi meningkat, titik lebur dan lipofilisitas meningkat, dan tekanan uap dan

10
kelarutan air berkurang.

c) Sumber Penyebab Pencemaran PCB

PCB Lepas ke lingkungan melalui penguapan selama pembakaran, bocoran,


pembuangan cairan industri, dan buangan dalam timbunan dan urugan tanah.
Kontaminasi PCB dalam lingkungan datang dari aktivitas manusia. daerah
konsentrasi PCB yang tinggi cenderung berada di sekitar daerah industri. PCB
memasuki lingkungan umum terutama oleh kebocoran sistem dari lokasi
pembuangan, pembakaran limbah, lahan pertanian dan limbah industri. PCB juga
banyak tersebar di atmosfer, di mana mereka dibawa oleh angin dan jatuh ke
permukaan oleh hujan. Faktor-faktor seperti suhu udara, kecepatan angin, frekuensi
badai, tingkat curah hujan dan volatilitas individu PCB isomer mempengaruhi pola
dan tingkat gerakan PCB di atmosfer. Jalur transportasi utama untuk PCB melalui
sistem perairan adalah dari aliran limbah menjadi air yang menerima, dengan gerakan
hilir lebih lanjut terjadi dengan solusi dan readsorption ke partikel serta oleh
pergerakan sedimen. Ini menjadikan laut sebagai salah satu tempat berkumpulnya
PCB.
Kehadiran PCB dalam air laut dapat berasal dari proses leaching yang berasal
dari darat akibat kegiatan industri yang menggunakan senyawa PCB, dan ada juga
yang berasal dari buangan akibat penggunaan alat kapasitor dan transformer dalam
alat yang mengandung senyawa PCB. Penyebab lain adalah adanya penggunaan
yang terus menerus dari alat-alat elektronika model lama seperti kapasitor dan
transformer ataupun carbonless paper dari hasil buangan limbah dari darat dimana
dalam pembuatannya menggunakan bubuk PCB. Bubuk PCB banyak digunakan
karena mempunyai titik leleh yang tinggi, tidak mudah menguap pada suhu kamar,
jadi baik untuk penggunaan alat-alat elektronik yang membutuhkan temperatur yang
tinggi. Tampaknya masih banyak penggunaan alat elektronika yang menggunakan
senyawa PCB yang berasal dari kebanyakan aktivitas di darat yang akhirnya masuk
ke perairan laut di sekitarnya. Keberadaan senyawa yang bersifat toksik di

11
lingkungan laut variasinya sangat banyak, dan dalam skala global. Beberapa senyawa
adalah asli secara alami, sedangkan yang lainnya adalah berasal dari limbah hasil
aktivitas darat. Kontaminan – kontaminan senyawa kimia ini dapat larut dalam air,
berikatan dengan sedimen ataupun terjadi akumulasi di dalam tubuh organisme laut.
PCB adalah salah satu dari tiga family polichlorinate yang menjadi kontaminan
global (Edward, 2015).
PCB lebih menyukai untuk terakumulasi pada organ-organ tertentu dan
jaringan lemak, maka dalam melakukan pemantauan pencemaran pada jenis-jenis
organisme yang berbeda, hal ini harus diperhatikan. Akumulasi PCB juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor: usia, kelamin, stadia kematangan gonad, kebiasaan
makan, dan sebagaiya. Patut dicatat, bahwa bioakumulasi merupakan bahan dasar
(precursor) dari seluruh toksisitas bahan kimia, karena tanpa akumulasi, sekecil
apapun, maka aksi toksik pada lokasi/organ target pada organisme tidak akan dapat
terjadi.

Sedimen merupakan tempat berkumpulnya antara sampah-sampah biologis


dan fisik yang dianggap sebagai tempat tenggelamnya berbagai jenis bahan kimia.
Kekhawatiran tentang sorpsi PCB yang terkait dengan sedimen muncul karena
banyak jenis organisme yang menghabiskan cukup banyak waktu hidupnya (sebagian
siklus atau seluruh hidupnya) di atas atau di dalam sedimen laut. Hal ini yang diduga
memberikan PCB jalur untuk masuk dalam sistem trofik level. Di sedimen, terjadi
proses transfer bahan pencemar secara langsung dari sedimen atau air-interstitial ke
organisme, hal ini merupakan salah satu jalur utama pemaparan organisme pada
bahan pencemar. Sorpsi PCB ke dalam sedimen merupakan mekanisme utama
penghilangan PCB dari kolom air, sehingga jelas bahwa konsentrasi PCB sangat jauh
lebih tinggi dibanding pada kolom air. Sedimen akan menjadi salah satu sumber
pelepasan PCB di lingkungan laut yang akan memberikan pemaparan kronik pada
biota, bahkan pada waktu dimana kontaminasi PCB telah dihentikan karena sudah
tidak digunakan lagi.
Bahan pencemar seperti PCB yang ada di sedimen tersebut, pada akhimya
dapat terakumulasi ke dalam biota akuatik terutama terhadap biota sesuai atau yang

12
pergerakannya terbatas, seperti remis, kerang dan jenis-jenis lainnya yang berpotensi
mengalami bioakumulasi. Selanjutnya, akumulasi bahan pencemar ini akan masuk ke
dalam rantai makanan yang ada pada suatu lingkungan, dan mengalami
biomagnifikasi atau peningkatan kadar pencemaran sesuai dengan tingkatan trofik
rantai makanan tersebut hingga akhimya mengakibatkan efek buruk bagi manusia.
Tingkat bioakumulasi dan biomagnifikasi PCB pada sedimen dan biota, tergantung
dari kadar klorin. Semakin tinggi tingkat klorin, maka akan semakin hidrofobik dan
semakin tinggi akumulasi pada sedimen dan bioakumulasinya pada biota.
Bioakumulasi PCB dan senyawa pencemar lainnya yang terakumulasi di sedimen
perairan dipengaruhi oleb proses fisik, kimia maupun biologi. Proses fisika umumnya
terkait dengan transport senyawa pencemar di dalam sedimen yang dapat berlangsung
kearah bawah dari perairan ke sedimen (adveksi/difusi dan burial) ke atas dari
sedimen ke perairan (adveksi/difusi), maupun ke arab lateral (resuspensi/deposisi).
Proses kimia yang memengaruhi bioakumulasi senyawa pencemar pada sedimen
meliputi sorption/desorption, transformasi/degradasi dan oksidasil reduksi.
Selanjutnya proses biologi yang terjadi antara lain uptake,
biokonseotrasilbioakumulasi dan biotransformasi senyawa pencemar yang ada
(Islami, 2015).

d) Dampak Pencemaran PCB


Efek yang ditimbulkan bahan pencemar PCB adalah cukup luas, baik pada
tingkat seluler maupun mencakup skala yang lebih besar, termasuk mempengaruhi
kerja enzim dan hormon dalam tubuh. Pada lingkungan perairan, bahan pencemar
yang mengendap pada sedimen memiliki dampak yang lebih besar terhadap biota.
Beberapa contoh studi kasus mengenai bioakumulasi PCB terhadap bivalvia adalah
terkait pengaruhnya terhadap beberapa bagian tubuh kerang, seperti otot aduktor
(adductor muscle), insang, mantel, kelenjar pencemaan, gonad, serta memengaruhi
siklus reproduksi (Islami, 2015).
Dampak pencemaran diair laut adalah dapat larut dalam air dan berikatan
dengan sedimen ataupun terjadi akumulasi didalam tubuh organisme laut, sehingga

13
diperoleh organisme karnivora memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan organisme herbivora. Selain itu, menemukan 20% populasi ikan bader
(Puntius gonionotus) jantan yang hidup di Kali Mas mengalami
interseksualitas/kebencongan yang berarti terbentuknya sel telur dalam jaringa testis
disebut juga sebagai testis-ova. Menunjukkan bahwa pencemaran PCB sudah
berdampak terhadap kesehatan makhluk air. Kemudian, terjadinya
ketidakseimbangan ekosistem air sungai dan danau, tercemarnya sumber air minum,
meracuni makanan hewan, rusaknya hutan akibat hujan asam dan sebagainya.

e) Alternatif/Solusi Pencemaran PCB


 Remediasi

Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang


tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau
off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih
murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa
ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat
pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian
zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar
dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air
limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.

 Bioremediasi

Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan


menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk
memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau
tidak beracun (karbon dioksida dan air). Salah satu mikroorganisme yang berfungsi
sebagai bioremediasi adalah jamur vesikular arbuskular mikoriza (vam). Jamur vam
dapat berperan langsung maupun tidak langsung dalam remediasi tanah. Berperan

14
langsung, karena kemampuannya menyerap unsur logam dari dalam tanah dan
berperan tidak langsung karena menstimulir pertumbuhan mikroorganisme
bioremediasi lain seperti bakteri tertentu, jamur dan sebagainya. Jadi meskipun
industrialisasi sangat dibutuhkan dalam membangun ekonomi masyarakat, namun hal
tersebut haruslah dilakukan dengan memperhatikan efek lingkungan. Sebab polusi
yang terjadi memberikan efek yang luas dan mahal untuk membersihkannya kembali.
Membangunlah, dengan memperhatikan dampak lingkungan, agar masyarakat dapat
hidup dengan sehat dan sejahtera.

 Adsorpsi

Beberapa peneliti menemukan bahwa fly ash bisa menjadi absorbent untuk
pengolahan air limbah untuk menghilangkan berbagai macam senyawa organik dan
warna. Mereka menyimpulkan fly ash mempunyai kapasitas adsorpsi untuk
menghilangkan senyawa organik dari larutan. Komponen pokok dari fly ash adalah
aluminium, silikon, besi oksida, kalsium oksida dan karbon.

 Teknik analisis PCB

PCB diekstraksi dengan menggunakan SPE. Cartridge yang digunakan adalah


Elut Obligasi C18, dengan volume kolom 3 ml, massa sorben dari 200 mg dan ukuran
partikel 40 lm. Setelah ekstraksi, PCB yang dianalisis dengan GC-ECD (Varian
3800). Diekstraksi sampel (1 ll) diinjeksi dengan rasio split 1/10. Suhu diadakan
selama 1 menit pada 1700C dan kemudian meningkat sampai 2700C dalam 10 menit.
Akhirnya suhu diadakan di 2700C selama 2,5 menit. Tekanan pada Kolom (CP-sil 8)
dijaga pada 20 psi. Daerah puncak dihitung berdasarkan kurva standar.

 Kinetik (teori)

Kinetika sorpsi dijelaskan oleh zat terlarut, tingkat serapan yang menentukan
waktu tinggal yang diperlukan untuk penyerapan lengkap. Serapan kinetika akhirnya
mengontrol efisiensi proses. Penyerapan senyawa organik dari fase cair ke fase padat

15
dapat dianggap sebagai proses reversibel dengan ekuilibrium yang didirikan antara
dua fase. Model kinetika yang digunakan dalam penelitian ini untuk menggambarkan
laju reaksi yang didasarkan pada asumsi bahwa adsorpsi TCB dan HeCB ke fly ash
adalah proses difusi reversibel dikendalikan dan orde pertama (Nollet, 2003).

 Mengkonversi Senyawa

Secara umum, tingginya level PCB yang masuk ke dalam lingkungan perairan
tidak hanya berpengaruh terhadap biotanya saja, namun berdampak pada kondisi
ekologis lingkungan akuatik tersebut. Mekanisme biologis untuk mengeliminir
xenobiotik yang lipofilik, seperti PCB ini dapat dilakukan dengan mengkonversi
senyawa tersebut menjadi lebih larut dalam air, sehingga dapat diekskresikan oleh
biota yang ada (Islami,2015).

16
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Dari berbagai uraian di atas kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dioksin merupakan kelompok zat-zat berbahaya yang termasuk ke dalam
golongan senyawa CDD, CDF dan PCB. Terdapat ratusan senyawa yang
termasuk dioksin, salah satunya adalah TCDD yang dikenal paling beracun.
2. Dioksin dihasilkan dari pembakaran dan menghasilkan senyawa kimia
berbahaya yang bersifat karsinogenik. Dioksin bersifat persisten dan tersebar
di lingungan dalam konsentrasi yang rendah. Hal ini bisa meningkatkan resiko
terkena kanker dan efek lainnya terhadap binatang dan manusia.
3. Dioksin mempunyai struktur kimia yang sangat stabil dan bersifat lipofilik,
yaitu tidak mudah larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak.jika dioksin
berada di udara, maka akan terhirup oleh manusia dan masuk ke dalam sistem
pernafasan. Resiko bagi manusia yang paling besar adalah jika dioksin
mengendap dalam tubuh manusia. Dioksin dapat menimbulan kanker dan
bertindak sebagai pengacau hormon.
4. PBC (Polychlorinated biphenyl) merupakan salah satu komponen kimia
organik sintetik terklorinasi dengan biphenyl sebagai unit dasar strukturnya.
Senyawa ini umumnya digunakan untuk isolator pada transformer listrik,
maupun sebagai zat aditif untuk industri plastik, dan cat.
5. PCB tidak termasuk dalam golongan pestisida, namun tergolong pencemar
organoklorin utama yang ada di lingkungan terkait penggunaannya yang luas,
dan senyawa tersebut sulit terdegradasi.
6. PCB dapat masuk ke air melalui pestisida yang mengandung PCB. Akhirnya
PCB akan terakumulasi di perairan dari berbagai sumber, seperti aliran sungai,
buangan limbah, maupun dari run off daerah urban. Hal ini didukung dengan
sifatnya yang lipofilik dan sangat resisten atau sulit terdegradasi, sehingga
mempengaruhi biota yang ada di dalam lingkungan tersebut.

17
3.2 SARAN

1. Untuk menekan laju pertumbuhan senyawa dioksin di udara, khususnya dari


pembakaran sampah di perkotaan, maka perlu dilakukan pengendalian sampah
secara terpadu. Pertama harus diberikan kesadaran pada masyarakat untuk
dapat memisahkan sampah, terutama sampah plastik. Sampah-sampah plastik
yang susah terdegradasi harus dikumpulkan dan jangan dibakar begitu saja
karena berpotensi untuk menghasilkan dioksin. Belum banyak pula yang
menyadari bahwa insinerator atau pembakaran sampah di rumah sakit
merupakan penghasil dioksin yang sangat berbahaya.
2. Untuk menekan pencemaran PCB di air adalah yang pertama melakukan
pemantauan terhadap konsentrasi PCB dan pestisida organoklorin pada sungai
yang menjadi perioritas pemlihan (air, sedimen, dan indikator biologis).
Kedua, Meningkatkan kapasitas (laboratorium) dinas lingkungan hidup
provinsi sehingga dapat melakukan pemantauan PCB dan organoklorin.
Ketiga, melakukan koordinasi dengan kementrian terkait dalam rangka
pengendalian pencemaran PCB dan pestisida organoklorin.

18

Anda mungkin juga menyukai