3 Sumber Najis
Ukurannya 11,43 cm x 22 cm
Judul Buku
3 Sumber Najis
Penulis
Isnan Ansory, Lc. M.Ag
Editor
Maemunah Fithiryaningrum, Lc.
Setting & Lay out
Abu Royyan
Desain Cover
Abu Royyan
Penerbit
Rumah Fiqih Publishing
Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan
Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Daftar Isi
A. Sumber Najis
1. Tubuh Manusia
a. Tubuh Manusia Hidup Beragama Islam
Para ulama sepakat bahwa tubuh manusia yang
masih hidup, wanita atau laki-laki, masih kecil atau
dewasa, berhadats seperti junub dan haid atau
tidak, serta berstatus muslim adalah suci.
Hal ini berdasarkan hadits berikut:
ِ ِ
ٌ إنَّ َما الم ْشركو َن نَ َج
)82 :س (التوبة
“Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.”
(QS. At-Taubah: 28)
قَبَّ َل النَّبِ ُّي صلى الله عليه وسلم عُثْ َما َن بْ ِن َمظْعُون
muka | daftar isi
P a g e | 11
ِ ب ع َد المو
)ت (رواه الترمذي َْ َْ
Nabi saw mencium Utsman bin Madhz’un setelah
meninggal dunia. (HR. Tirmizy)
1
Secara bahasa, kata as-su’ru ( )السؤرadalah bentuk tunggal
dari ( )آسارyang bermakna sisa dari sesuatu ()بقية الشيئ. Sedangkan
secara istilah, kata as-su’ru sering didefinisikan sebagai Bekas
minum dan sisa air yang ditinggalkan oleh orang yang minum dari
suatu wadah atau telaga, kemudian digunakan untuk sisa
makanan dan selainnya.
muka | daftar isi
P a g e | 13
ِ ِ
َ َض ثَُّم أُنَا ِولُهُ النَّبِ َّي فَي
ض ُع ٌ ب َوأَنَا َحائ
ُ ت أَ ْشَر
ُ ُكْن:ت ْ ََع ْن َعائ َشةَ قَال
)ب (رواه مسلم ِ ِ
ُ فَاهُ َعلَى َم ْوض ِع في فَيَ ْشَر
Dari Aisyah ra berkata: “Aku minum dalam
keadaan haidh lalu aku sodorkan minumku itu
kepada Rasulullah saw. Beliau meletakkan
mulutnya pada bekas mulutku.” (HR. Muslim)
ِ بِطَر- ِالصالَة
ف ِرَدائِِه َّ َوُه َو فِي- َُّخ َامة ِ
َ َ أ َّن َر ُسول اللَّه أ
َ َخ َذ الن
)(رواه البخاري
Rasulullah saw menyeka dahak ketika shalat
dengan ujung selendang beliau. (HR. Bukhari)
ِِ ِ ِ ِ
َ إِذَا تَنَ َّخ َم أ
ُ َح ُد ُك ْم فَالَ يَتَ نَ َّخ َم َّن قبَل َو ْج ِهه َوالَ َع ْن يَمينه َولْيَ ْب
ص ْق
)ت قَ َد ِم ِه الْيُ ْسَرى (متفق عليه َ َع ْن يَ َسا ِرهِ أ َْو تَ ْح
Rasulullah saw bersabda: “Jika kalian ingin
meludah (membuang dahak), janganlah meludah
ke depan atau ke sebelah kanan. Namun
meludahlah ke sebelah kiri atau ke bawah
kakinya.” (HR. Bukhari Muslim)
)اق فِي الْ َم ْس ِج ِد َخ ِطيئَةٌ َوَك َّف َارتُ َها َدفْ نُ َها (متفق عليه
ُ الْبُ َز
Rasulullah saw bersabda: “Membuang dahak di
dalam masjid adalah sebuah kesalahan. Dan
tebusannya adalah dengan memendamnya.” (HR.
Bukhari Muslim)
2. Muntah
Para ulama sepakat bahwa muntah termasuk
ِ
بَ َعن ابْ ِن َم ْسعُود أ َّن النَّب َّي صلى الله عليه وسلم طَل
ِ ِ ِ ِ
َ َح َج َار اال ْستْن َجاء فَأَتَى بِ َح َجَريْ ِن َوَرْوثَة فَأ
َخ َذ ْ مْنهُ أ
س (رواه كر
ِْ َه َذا:الرْوثَِة َوقَال َّ ِالْ َح َجَريْ ِن َوَرَمى ب
ٌ
)البخاري
Dari Ibnu Mas’ud ra berkata: Nabi saw meminta
kepadanya beberapa batu untuk istinja’, lalu ia
memberikan dua batu dan sebuah kotoran (tahi).
Maka beliau mengambil kedua batu itu dan
membuang tahi dan berkata, “Yang ini najis." (HR.
Bukhari)
dan Mudhghoh
Benda yang keluar dari tubuh manusia dan
diperselisihkan status kenajisannya adalah semua
yang terkait dengan proses kelahiran bayi yaitu
mani, ‘alaqoh, dan mudhghoh. Sebagaimana
disebutkan dalam al-Qur’an:
َولََق ْد َخلَ ْقنَا اإلْنْ َسا َن ِم ْن ُسالَلَة ِم ْن ِطين ثَُّم َج َع ْلنَاهُ نُطْ َفةا فِي قَ َرار
َضغَةْ ضغَةا فَ َخلَ ْقنَا الْ ُمْ َم ِكين ثَُّم َخلَ ْقنَا النُّطْ َفةَ َعلَ َقةا فَ َخلَ ْقنَا الْ َعلَ َقةَ ُم
ِ ِ
ُآخَر فَتَ بَ َارَك اللَّهَ عظَ ااما فَ َك َس ْونَا الْعظَ َام لَ ْح اما ثَُّم أَنْ َشأْنَاهُ َخلْ اقا
)11-18 :ين (المؤمنون ِِ
َ َح َس ُن الْ َخالق ْأ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
(QS. Al-Mu'minun: 12-14)
1) Mani
Mazhab Pertama: Najis.
Mayoritas ulama (Hanafi, Maliki, Hanbali),
berpendapat bahwa status mani adalah najis. Dalil
mereka, di antaranya:
Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, di mana
beliau mencuci bekas sisa air mani Rasulullah saw
yang telah mengering di pakaian beliau.
َر ُسول اللَّ ِه َع ِن الْ َمنِ ِي ُسئِل:َع ِن ابْ ِن َعبَّاس قَال
اق أَ ِو ِ هو بِمْن ِزلَِة الْبص إِنَّ َما:ب فَ َقال ِ
َُ َ َُ َ يب الث َّْو
ُ يُص
أَ ْن تَ ْم َس َحهُ بِ ِخْرقَة أ َْو ِ ِ الْمخ
َ اط إِنَّ َما َكا َن يَ ْكف
يك َُ
)إِ ْذ ِخر (رواه البيهقي
Dari Ibnu Abbas ra: Rasulullah saw ditanya
tentang hukum air mani yang terkena pakaian.
Beliau saw menjawab, “Air mani itu hukumnya
seperti dahak atau lendir, cukup bagi kamu untuk
mengelapnya dengan kain.” (HR. Baihaqi)
2) 'Alaqoh
'Alaqoh ( )علقةadalah darah yang berada di dalam
rahim seorang wanita, sebelum menjadi janin dan
bayi. Secara fisik masih berupa darah. Tentang
status kenajisannya, ulama berbeda pendapat:
Mazhab Pertama: Najis.
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa ‘alaqah
adalah najis. Karena pada hakikatnya belum bisa
disebut sebagai janin apalagi bayi, tetapi masih
100% darah yang menggumpal.
Mazhab Kedua: Tidak najis.
Mazhab Hanbali berpendapat bahwa ‘alaqoh
adalah suci. Sebab sekalipun 'alaqoh adalah darah,
namun bukan sembarang darah, melainkan benda
hidup yang masih dalam tahap awal proses
pembentukan manusia.
3) Mudhghoh
Mudhghoh ( )مضغةadalah gumpalan daging yang
asalnya terbuat dari gumpalan darah atau 'alaqah.
muka | daftar isi
24 | P a g e
1. Tubuh Hewan
a. Hewan Hidup
1) Seluruh Hewan Yang Hidup Selain Babi,
Anjing, dan Hewan Buas
Para ulama sepakat bahwa tubuh hewan yang
hidup, di darat maupun di laut, dan bukan berupa
babi, anjing, dan hewan buas adalah suci.
2) Babi
Para ulama sepakat bahwa babi adalah hewan
yang haram untuk dimakan. Namun mereka
berbeda pendapat terkait kenajisannya.
Mazhab Pertama: Mutlak najis.
Mayoritas ulama (Hanafi, Syafi’i, Hanbali)
berpendapat, bahwa keseluruhan tubuh babi adalah
najis, dan juga bagian yang terlepas darinya seperti
bulu, keringat, ludah dan kotorannya. Dasar mereka
adalah firman Allah swt:
اعم يَطْ َع ُم ُه ِ َقُل الَّ أ َِج ُد فِي ما أُو ِحي إِلَي محَّرما علَى ط
َ َ ْ َ َّ ُ َ ا
ِ
ُوحا أ َْو لَ ْح َم خن ِزير فَِإنَّه
إِالَّ أَن يَ ُكو َن َمْي تَةا أ َْو َد اما َّم ْس ُف ا
اضطَُّر َغْي َر بَاغ ْ س أ َْو فِ ْس اقا أ ُِه َّل لِغَْي ِر الل ِه بِِه فَ َم ِن ٌ ر ْج
ِ
)111 :ور َّرِح ٌيم (األنعام ٌ ك َغ ُف َ ََّوالَ َعاد فَِإ َّن َرب
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu
yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya kecuali kalau makanan itu bangkai
atau darah yang mengalir atau daging babi
karena sesungguhnya semua itu kotor (najis).”
(QS. Al-An'am: 145)
3
Fakhruddin ar-Razi asy-Syafi’i (w. 606 H), Mafatih al-
Ghaib/at-Tafsir al-Kabir, (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi,
1420), hlm. 5/19.
muka | daftar isi
P a g e | 31
اجتَ َوُوا الْ َم ِدينَةَ فَأ ََمَرُه ُم ِ َقَ ِدم أُن
ْ َاس م ْن عُ ْكل أ َْو عَُريْنَةَ ف
ٌ َ
النَّبِ ُّى بِلِ َقاح َوأَ ْن يَ ْشَربُوا ِم ْن أَبْ َوالِ َها َوأَلْبَانِ َها (متفق
)عليه
Beberapa orang dari kabilah 'Uklin dan Urainah
singgah di kota Madinah. Tidak berapa lama perut
muka | daftar isi
38 | P a g e
e. Kulit
Pada ulama sepakat bahwa kulit hewan yang halal
dagingnya adalah suci.
Sedangkan kulit hewan yang haram dagingnya,
dalam hal ini para ulama sepakat akan kenajisannya
kecuali jika telah disamak. Di mana, ada yang
menilainya suci dan ada yang tetap menilainya
sebagai benda najis.
4
Ali Mustafa Ya’qub, Ma’ayir al-Halal wa al-Haram, hlm. 127-
129.
5
Muhammad Said as-Suyuthi, Mu’jizat fi at-Thibbi an-Nabiyy
al-Arabi, hlm. 138
muka | daftar isi
P a g e | 43
Daftar Pustaka
Pr
Profil Penulis
Isnan Ansory, Lc., M.Ag, lahir di Palembang,
Sumatera Selatan, 28 September 1987. Merupakan
putra dari pasangan H. Dahlan Husen, SP dan Hj.
Mimin Aminah.
Setelah menamatkan pendidikan dasarnya (SDN 3
Lalang Sembawa) di desa kelahirannya, Lalang
Sembawa, ia melanjutkan studi di Pondok Pesantren
Modern Assalam Sungai Lilin Musi Banyuasin
(MUBA) yang diasuh oleh KH. Abdul Malik Musir Lc,
KH. Masrur Musir, S.Pd.I dan KH. Isno Djamal. Di
pesantren ini, ia belajar selama 6 tahun,
menyelesaikan pendidikan tingkat Tsanawiyah (th.
2002) dan Aliyah (th. 2005) dengan predikat sebagai
alumni terbaik.
Selepas mengabdi sebagi guru dan wali kelas
selama satu tahun di almamaternya, ia kemudian
hijrah ke Jakarta dan melanjutkan studi strata satu
(S-1) di dua kampus: Fakultas Tarbiyyah Istitut
Agama Islam al-Aqidah (th. 2009) dan program
Bahasa Arab (i’dad dan takmili) serta fakultas
Syariah jurusan Perbandingan Mazhab di LIPIA