Anda di halaman 1dari 1

Empat belas abad silam, Gresik adalah suatu kota kecil di Jawa Timur yang

terkenal dengan kebudayaan Islamnya yang telah dibawa oleh Wali Songo dan
Sunan Maulana Malik Ibrahim. Selain itu, Gresik juga dikenal sebagai pusat
perdagangan yang menjadi tempat tujuan para saudagar terkenal seperti Fatimah
Binti Maimun.

Kebanyakan para saudagar yang datang berdagang di kota Gresik adalah


orang-orang dari luar kota yang jarak antara tempat tinggal dengan tempat
berdagang mereka sangatlah jauh. Oleh karena itu, mereka harus mengahabiskan
waktu berhari-hari untuk menempuh perjalanan menuju Kota Gresik, sering kali
mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka terutama dalam hal
makanan saat di tengah perjalanan.

Karena masalah yang cukup pelik tersebut , warga Gresik pun berinisiatif
membuat makanan untuk para saudagar, alhasil mereka dapat menctuskan suatu ide
yang cemerlang untuk membuat makanan yang tahan lama, praktis, dan
mengenyangkan yakni pudak. Dengan memanfaatkan sumber daya yang melimpah
di Kota Gresik, pudak dibuat dari bahan tepung bera yang diolah menggunakan gula
pasir atau gula jawa serta dicampur santan kelapa , kadang kala tepung beras bisa
diganti dengan sagu. Kemudian bahan-bahan tersebut dibungkus dengan “Ope” atau
pelepah daun pinang yang telah dikeringkan lalu disulam dengan benang hingga
terbentuklah seperti dompet kecil.

Karena komposisinya dari bahan makananang banyak mengandung


karbohidrat dan kalori yang tinggi, pudak dapat dijadikan makanan pokok pengganti
bagi para penduduk Gresik dan para saudagar kala itu. Selain itu, bungkus pudak
berasal dari Ope dapat mengatur suhu agar pudak menjadi tahan lama.

Dari tahun ke tahun ragam rasa pudak semakin berkembang mulai dari
pudak putih ( gula pasir ), pudak merah ( gula jawa ), pudak coklat ( sagu ), dan
pudak hijau ( pandan )

Pudak memiliki rasa yang khas, karena bentuk kemasan pudak tidak ada
yang menyamai jajanan manapun. Di samping itu bahan pudak sudah mulai langkah
dan cara pembuatannya yang tidak sederhana, masyarakat Gresik yang saat itu
bermata pencaharian sebagai pedagang yang cenderung bepergian jauh.

Masalah yang muncul terkait dengan kelestarian makanan ini adalah proses
regenerasi. Anak-anak sekarang sepertinya enggan untuk membuat atau meneruskan
usaha pudak orang tua mereka, karena mereka lebih senang bekerja di kantor atau
memilih pekerjaan lain. Hal ini berdampak pada minimnya produsen pudak saat ini.
Meski dalam membuat pudak sebenarnya tidak rumit, jika tidak ada yang mau
mebuat dan ope juga semakin langka maka tidak akan terancam punah.

Anda mungkin juga menyukai