Anda di halaman 1dari 23

GAMBARAN PELAKSANAAN TINDAKAN PERAWATAN LUKA

MENGGUNAKAN NaCL PADA PASIEN DENGAN DIABETES


MELLITUS TPE II DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUAK
RIBEE KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN
KABUPATENACEH BARAT

Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Penulisan Karya Tulis Ilmiah

Oleh :

Nessi Niwana
Nim : PO 0520317 065

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
PRODI D-III KEPERAWATAN MEULABOH
TAHUN AKEDEMIK 2019/2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia diatas 60

tahun, berdasarkan Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lansia. Menurut data yang diperoleh World Populations

Prospects berdasarkan data Kemenkes (2014) dalam Infodatin Lansia secara

global populasi lansia diprediksi terus mengalami peningkatan dan populasi

lansia di Indonesia di prediksi meningkat lebih tinggi daripada populasi lansia

di dunia setelah tahun 2050.

Angka kesakitan (morbidity rates) pada lansia merupakan indikator

kesehatan negatife yang terjadi pada lansia sehingga mengganggu aktivitas

sehari-hari dari lansia tersebut. Berdasarkan data Susenas dalam Kemenkes

(2014) oleh Badan Pusat Statistik RI dalam Buletin Lansia, angka kesakitan

pada lansia dari tahun 2014 sebesar 25,05% yang artinya dari 100 orang lansia

terdapat 25 orang diantaranya mengalami sakit. Dilihat dari segi kesehatan,

kelompok lansia akan mengalami penurunan kesehatan yang mengakibatkan

lansia lebih rentan terkena penyakit karena proses degenerative atau proses

menua yang berjalan lebih cepat pada usia 60 tahun. Berdasarkan teori menua,

teori mutasi DNA mitokondria yang mengatakan bahwa telah lama diduga

metabolisme 1iagno dan nutrisi yang berlangsung dalam mitokondria berperan

penting dalam proses menua. Dikatakan bahwa 50-92% lansia mengalami

2
3

GTG (Gangguan Toleransi Glukosa) baik masuk kriteria toleransi glukosa

terganggu dan kriteria diabetes mellitus (Sudoyo, 2010).

Semakin meningkatnya kemajuan teknologi yang menimbulkan

perubahan prilaku dan pola hidup masyarakat baik di 2iagno maju atau di

2iagno berkembang seperti Indonesia. Dengan adanya perubahan prilaku

masyarakat yang mengakibatkan perubahan pola hidup masyarakat

menimbulkan efek negative, salah satunya adalah meningkatnya prevalensi

diabetes mellitus terutama di kota besar (Waspadji, 2010).

Diabetes mellitus merupakan gangguan gangguan metabolisme yang

berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein yang disebebkan oleh penurunan sekresi insulin atau menurnnya

sensitivitas insulin yang ditandai dengan hiperglikemi dan menyebabkan

komplikasi kronis (Huda & Kusuma, 2015). Seseorang dikatakan mengidap

DM bila pada pemeriksaan laboratorium kimia darah, konsentrasi glukosa

darah dalam keadaan puasa pagi hari lebih atau sama dengan 126 mg/dL atau

2 jam sesudah makan lebih atau sama dengan 200 mg/dL atau bila

sewaktu/sesaat diperiksa lebih dari 200 mg/dL (Purnamasari, 2010).

Berdasarkan data dari Internasional Diabetes Federation dalam

infodatin diabetes (Kemenkes RI, 2014), menyatakan bahwa jumlah penderita

diabetes di dunia mencapai 382 juta orang, Indonesia menduduki peringkat ke

7 negara yang penduduknya mengalami diabetes dan diperkirakan jumlah ini

akan terus meningkat pada tahun 2035 menjadi 592 juta orang. Menurut

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (2011) jumlah penderita DM di


4

Indonesia adalah yang terbanyak setelah India, China, dan Amerika Serikat.

WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta

jiwa pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Sejalan

dengan riskesdas tahun 2007- 2013 prevalensi diabetes milletus berdasarkan

hasil wawancara ( gabungan kasus penyakit yang pernah didiagnose nakes dan

kasus yang menunjukkan gejala penyakit tidak menular atau berdasarkan

diagnosis atau gejala ) mengalami penginkatan dari semula 1,1 % pada tahun

2007 dan manjadi 2,1 % pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Riskesdas 2018 menyatakan bahwa prevalensi penyakit diabetes

mellitus mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 1,0% dan pada tahun

2018 menjadi 1,5% (Riskesdas, 2018). Prevalensi DM di Provinsi aceh

menyatakan bahwa diabetes berdasarkan diagnosis nakes sebesar 1,3%

sedangkan diabetes berdasarkan diagnosis atau gejala sebesar 1,5%

(Riskesdas, 2018). Menurut Pranata dkk. (2018) dalam Riskesdas, prevalensi

diabetes di kabupaten aceh barat sebesar 1,0% yang didiagnosis nakes dan

berdasarkan diagnosis atau gejala sebesar 1,0%. Prevelensi diabetes tertinggi

pada kelompok usia 55-64 tahun yaitu sebesar 4,1% untuk yang didiagnosis

nakes dan berdasarkan diagnosis atau gejala dengan jumlah tertinggi pada jenis

kelamin laki-laki sebesar 1,4% untuk yang terdiagnosis nakes dan 1,6%

berdasarkan diagnosis atau gejala. Di UPT Kesmas suak ribee, prevalensi

pasien diabetes diagnose tipe 2 pada tahun 2017 sebanyak 1.290 orang

sedangkan bulan Januari-Agustus 2018 sebanyak 1027 orang.

Terdapat 2 tipe dari Diabetes Mellitus, tipe I merupakan kelainan

dimana tubuh tidak mampu menghasilkan insulin atau hanya mampu


5

menghasilkan sedikit dari 3iagnos insulin. Pada tipe II, kelainannya terletak

pada tubuh yang tidak mampu merespons terhadap insulin (Novitasari, 2012).

DM tipe II merupakan kasus terbanyak yang terjadi. Kurang 90% sampai 95%

penderita Diabetes Mellitus mengalami DM tipe II pada setiap kasus. Diabetes

tipe II dapat terjadi akibat resitensi insulin atau gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan berikatan dengan reseptor khusus pada permukaan sel

sehingga terjadi suatu rangkaian reaksi metabolisme glukosa didalam sel. Pada

DM tipe II akan terjadi resistensi insulin sehingga pengambilan glukosa

menjadi tidak efektif (Vidya, 2014). Insulin mencoba memasukan glukosa ke

sel, tetapi sel merespon seperti pintu dengan kunci rusak. Untuk merespon sel

yang lamban ini, tubuh akan memproduksi lebih banyak insulin. Jika pasokan

insulin tidak dapat mengatasi penolakan tersebut, glukosa akan menumpuk

dalam darah atau terjadi hiperglikemi (Barnard, 2011).

Hiperglikemi ataupun gangguan diagnose dari diabetes mellitus dapat

menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan

sistem vaskuler. Keterbatasan jumlah insulin pada penderita DM

mengakibatkan kadargula dalam darah meningkat hal ini menyebabkan

rusaknya pembuluh darah,saraf, dan struktur internal lainnya sehingga pasokan

darah ke kaki semakin terhambat,akibatnya pasien DM akan mengalami

gangguan sirkulasi darah pada kakinya (Nasution, 2010). Diabetes Melitus

memiliki dua jenis komplikasi, komplikasi makrovaskuler meliputi penyakit-

penyakit seperti penyakit arteri koroner, serebrovaskuler dan penyakit vaskuler

perifer. Sedangkan komplikasi mikrovaskluer meliputi retinopati, nefropati,

neuropati diabetika (Smeltzer & Bare, 2001). Neuropati merupakan komplikasi


6

dari DM yang menyebabkan tingginya angka morbiditas. Prevalensinya tidak

pasti tergantung kepada kriteria dan metode yang digunakan. Proporsi

komplikasi menahun DM di Indonesia tahun 2014 terdiri dari neuropati (60%),

penyakit jantung koroner (20,5%), ulkus diabetika (15%), retinopati (10%),

dan nefropati (7,1 %) dalam penelitian (Wulandari, 2014). Ulkus diabetikum

ialah salah satu komplikasi dari penyakit diabetes mellitus pada sistem

integument yang disebabkan karena kerusakan saraf akibat glukosa yang tinggi

sehingga merusak dinding pembuluh darah dan akan menganggu nutrisi pada

saraf. Karena yang rusak adalah saraf sensoris, keluhan yang paling sering

muncul adalah rasa semutan atau tidak berasa pada kaki yang sekaligus

menjadi faktor resiko ulkus (Tandra, 2008). Pravelensi penderita DM dengan

ulkus di dunia berkisar 4-10%, menyebabkan 40-70% kasus dengan amputasi

non trauma. Penyebab amputasi pada penderita dengan ulkus 5iagnose

ialahfaktor iskemik 50-70%, dan infeksi 30-50% (Wulandari, 2014). Ulkus

diabetika pada pasien lansia memiliki prevalensi sebesar 48,33% dalam

penelitian Lestari (2013). Jumlah pasien DM tipe II dengan gangguan integritas

kulit yang menjalani perawatan di UPT Kesmas Sukawati I rata-rata 8 orang

perbulan.

Gangguan integritas kulit adalah suatu kerusakan kulit (dermis dan/atau

epidermis ) atau jaringan (diagnose mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,

kartilago, kapsul sendi dan/atau 5iagnose). (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2016). Kompleksitas permasalah diabetes mellitus memerlukan pendekatan

terpadu dari beberapa bidang spesialisasi terkait, termasuk dokter umum, ahli

5iagnose5t laboraturium, dan peneliti. Kerjasama yang baik antarberbagai


7

keahlian tersebut akan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih

baik. Pengelolaan kaki diabetes meliputi pengendalian gula darah,

penggunaan sepatu yang sesuai, pemberian obat-obatan vaskularisasi,

pemberian antibiotic serta perawatan kaki setiap hari (Tandra, 2008).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

studi kasus tentang “Gambaran Asuhan Keperawatan Pada pasien DM tipe II

dengan Gangguan Intergritas Kulit di wilayah kerja Puskesmas Suak Ribee

Tahun 2019”

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka diambil rumusan

masalah “Bagaimanakah Gambaran Asuhan Keperawatan Pasien DM tipe II

dengan Gangguan Intergritas Kulit di Wilayah Kerja UPT Kesmas Suak Ribee

Tahun 2019” ?

1.3 Tujuan masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka terdapat tujuan penelitian ini :

1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien DM tipe II dengan

gangguan intergritas kulit di wilayah kerja UPT Kesmas Sukawati I tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengkajian gangguan integritas kulit pada pasien DM

tipe II di wilayah kerja UPT Kesmas Suakk Ribee


8

b. Mengidentifikasi diagnose gangguan integritas kulit pada pasien DM tipe

II di wilayah kerja UPT Kesmas Suak Ribee

c. Mengidentifikasi intervensi atau rencana asuhan keperawatan pada pasien

DM tipe II dengan gangguan integritas kulit di wilayah kerja UPT Kesmas

Suakk Ribee

d. Mengobservasi implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi

gangguan integritas kulit pada pasien DM tipe II di wilayah kerja UPT

Kesmas Suakk Ribee

e. Melakukan evaluasi gangguan integritas kulit pada pasien DM tipe II di

wilayah kerja UPT Kesmas Suakk Ribee

f. Melakukan analisis hasil studi kasus pada pasien DM tipe II dengan

gangguan integritas kulit di wilayah kerja UPT Kesmas Suakk Ribee

1.4 Tujuan masalah

2.1.1 Manfaat teoritis

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber acuan

dan referensi khususnya untuk mahasiswa keperawatan dalam penyususnan serta

perkembangan studi kasus selanjutnya mengenai asuhan keperawatan pada

pasien diabetes mellitus tipe II dengan gangguan integritas kulit.

2.1.2 Manfaat praktis

a. Bagi perkembangan IPTEK keperawatan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat mampu menambah ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan serta dapat digunakan


9

sebagai panduan oleh perawat untuk memberikan asuhan keperawatan pada

pasien DM tipe II dengan gangguan integritas kulit.

b. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan

peran serta masyarakat khususnya pasien DM tipe II dengan gangguan

integritas kulit.

c. Bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi

maupun bahan acuan bagi perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan

baik secara mandiri maupun kolaborasi terutama dalam memberikan perawatan

pada pasien DM tipe II dengan gangguan integritas kulit.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan itegritas kulit pada diabetes mellitus tipe II

2.1.1 Pengertian diabetes mellitus

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang

yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat

kekurangan insulin baik absolut maupun 9iagnose (Padila, 2012). Sumber lain

mengatkan bahwa diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemi kronik yang

disertai berbagai kelainan 9iagnose9 akibat gangguan hormonal yang menimbulkan

berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah

(Rendy & Margareth, 2012).

2.1.2 Jenis- jenis Diabetes Mellitus

Ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu tipe I, tipe II, dan diabetes

gestasional, yaitu diabetes yang terjadi selama kehamilan.

1. Diabetes mellitus tipe I

Diabetes mellitus tipe I merupakan hasil dari kegagalan tubuh dalam

memproduksi insulin. Diperkirakan ada sekitar 5 sampai 10% penderita diabetes

didiagnosis mengalami diabetes tipe I. Hampir semua penderita diabetes tipe I garus

melakukan pengobatan dengan metode suntik insulin. Diabetes tipe I juga disebut

insulin dependent diabetes mellitus (IDDM), yaitu diabetes yang tergantung pada

insulin atau diabetes yang tergantung pada insulin atau diabetes anak-anak. Ciri

khusus diabetes tipe I adalah hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau

10
11

Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe

ini dapat diderita oleh anak-anak maupun usia dewasa (Sutanto, 2010). Terdapat

beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diabetes tipe I (Padila,

2012):

1) Faktor 10iagnos

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi

suatu predisposisi atau kecenderungan 10iagnos kea rah terjadinya DM tipe I.

Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen

HLA.

2) Faktor-faktor imunologi

Adanya suatu proses autoimun yang merupakan respons abnormal dimana

10iagnose terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap

jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai sebagai jaringan asing.

Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

3) Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan

destruksi selbeta.

2. Diabetes mellitus tipe II

Diabetes tipe II merupakan hasil dari penolakan atau kegagalan tubuh

menggunakan zat insulin, yaitu suatu kondisi dimana sel gagal untuk menggunakan

insulin dengan benar dan terkadang dikombinasikan dengan kekurangan insulin

10iagnose. Diabetes mellitus tipe II disebut juga dengan non insulin dependent
12

diabetes mellitus (NIDDM) atau diabetes yang bergantung pada insulin. Diabetes

jenis ini terjadi akibat kombinasi antara kekurangan produksi insulindan resistensi

terhadap insulin atau berkurangnya kemampuan terhadap penggunaan insulin yang

melibatkan reseptor insulin di 11iagnose sel (Sutanto, 2010). Mekanisme yang tepat

yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes

tipe II masih belum diketahui. Faktor-faktor resiko (Padila, 2012) :

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)

b. Obesitas

c. Riwayat Keluarga

3. Diabetes gestasional

Diabetes gestasional merupakan peningkatan angka gula darah (glukosa)

yang cukup tinggi pada wanita hamil yang sebelumnya belum perna mengalami

diabetes (Sutanto, 2010).

2.1.3 Patofisiologi

Diabetes mellitus merupakan suatu sindrom klinis kelainan 11iagnose11

yang ditandai oleh adanya hiperglikemi yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,

defek kerja insulin atau keduanya (Sudoyo, 2010). Menurut Padila (2012) Diabetes

mellitus adalah suatu kelainan pada seseorang yang ditandai dengan naiknya kadar

glukosa darah (hiperglikemia) yang diakibatkan karena kekurangan insulin.

Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh gagalnya hormone insulin,

akibat dari kurangnya insulin maka tubuh tidak dapat mengubah glukosa menjadi

glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Organ

ginjal dalam hal ini tidak mampu menahan hiperglikemi karena ambang batas
13

untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka

ginjal tidak dapat menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.

Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan

dikeluarkan bersamaan dengan urine yang disebut dengan glukosuria. Bersamaan

dengan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut

diagnose. Poliuria megakibatkan dehidrasi intraseluler, hal ini akan merangsang

pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus dan pasien akan

minum terus, hal ini yang disebut dengan polidipsi. Produksi insulin yang kurang

akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehinga sel-sel

kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi

menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien

akan merasakan lapar yang menyebbakan pasien diabetes mellitus banyak makan

yang disebut 12iagnose12t (Rendy & Margareth, 2012).

Pada pasien dengan penyakit DM dapat terjadi komplikasi pada semua

tingkat sel dan semua tingkatan 12iagnose. Manifestasi komplikasi kronik dapat

terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) berupa kelainan pada

retina mata, glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada

pembuluh darah besar, manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada

pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah

perifer (tungkai bawah). Komplikasi DM yang lainnya dapat berupa kerentanan

berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadinya infeksi saluran kemih,

tuberculosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi

ganggren/ulkus diabetes (Sudoyo, 2010).


14

2.1.4 Kriteria diagnosis diabetes

Kadar glukosa dalam darah kita biasanya berfluktuasi, naik turun sepanjang

hari dan setiap saat, tergantung kepada makanan yang masuk dan aktivitas fisik kita.

Menurut kriteria Internasional Diabetes Federation (IDF), American Diabetes

Association (ADA), dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Parkerni), apabila

glukosa darah pada saat puasa di atas 126 mg/dl dan 2 jam sesudah makan diatas

200 mg/dl, didiagnosis diabetes bisa dipastikan.

American Diabetes Association (ADA) malah menganjurkan bahwa

pengobatan diabetes harus sedini mungkin. Berdasarkan pengalaman riset selama

15 tahun, bila glukosa darah di atas 140 mg/dl, si pasien harus cepat ditangani agar

jangan sampai terjadi kerusakan organ tubuh dan timbul komplikasi. Apabila kadar

glukosa darah puasa di antara 111-125 mg/dl, itu disebut keadaan glukosa puasa

yang terganggu atau Impaired Fasting Glucose (IFG). Apabila keadaan ini terjadi,

dokter harus segera mengambil langkah untuk mengontrol glukosa darah agar tidak

timbul komplikasi serius di kemudian hari.


15

Tabel 1

Kriteria Diagnosis Diabetes (WHO)

Kadar glukosa dalam dara

Mg/dl Mmol/dl

Diabetes mellitus

puasa ≥ 126 ≥ 7.0

2 jam sesudah makan ≥ 200 ≥ 11.1

Impaired glucose

tolerance (IGT)

puasa <126 <7.0

2 jam sesudah makan ≥ 140& < 200 ≥ 7.8& < 11.1

Impaired fasting

glucose (IFG)

Puasa ≥ 110& < 126 ≥ 6.1& < 7.0

2 jam sesudah makan <140 <7.8

Dikutip dari : kriteria diagnose diabetes menurut WHO dalam (Tandra,2008)

Jika kadar glukosa darah tidak normal tetapi belum termasuk kriteria

didiagnosis untuk diabetes, misalnya glukosa darah puasa dibawah 140 mg/dl tetapi

2 jam sesudah makan 140-200 mg/dl, keadaan ini disebut sebagai Toleransi

Glukosa Terganggu (TGT) atau Impaired Glucose Tolerance (IGT). Seseorang

dengan TGT mempunyai risiko terkena diabetes tipe II jauh lebih besar daripada

orang biasa.
16

Apabila dokter telah curiga muncul TGT, anda dianjurkan untuk menjalani

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) atau Oral Glucose Tolerance Test (OGTT).

pasien menjalani puasa 10 jam (satu malam) dan setelah ambil darah, pasien diberi

minum glukosa sebanyak 75 gram, kemudian periksa glukosa lagi. Apabila glukosa

puasa pasien dibawah 140 mg/dl tetapi glukosa darah 2 jam sesudah konsumsi

glukosa 75 gram di atas 200 mg/dl, itu berarti pasien mengidap diabetes.

2.1.5 Komplikasi

Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus yakni :

a. Komplikasi akut

1) Hipoglikemi dan hiperglikemi.

2) Penyakit Makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit

jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,

nefropati.

4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas), saraf otonom

berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler.

b. Komplikasi menahun

1) Neuropati diagnosa

2) Retinopati diagnose

3) Nefropati diagnose

4) Proteinuria

5) Kelainan koroner

c. Komplikasi Ulkus atau Ganggren

Terdapat lima grade ulkus diabetikum yakni :


17

1) Grade 0 : Tidak ada luka

2) Grade I : Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

3) Grade II : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4) Grade III : Terjadi abses

5) Grade IV : Ganggren pada kaki bagian distal

6) Grade V : Ganggren pada seluruh kaki dan tungkai bawah (Rendy &

Margareth, 2012)

2.1.6 penatalaksanaan

a. Lihat kondisi luka pasien, apakah luka yang dialami pasien dalam

keadaan kotor atau tidak, ada pus atau ada jaringan nekrotik atau

jaringan mati atau tidak. Setelah dikaji, lakukan perawatan luka. Untuk

perawatan luka biasanya menggunakan diagnose (NaCl) dan kassa

steril.

b. Jika ada jaringan nekrotik, sebaiknya dibuang dengan cara digunting

sedikit demi sedikit sampai kondisi luka mengalami granulasi (jaringan

yang baru mulai tumbuh).

c. Lihatlah kedalaman luka, pada pasien diabetes mellitus dilihat apakah

terdapat sinus, ada baiknya disemprot (irigasi) dengan NaCl sampai

pada kedalaman luka, sebab pada sinus terdapat banyak kuman.

d. Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali (pagi dan sore),

setelah dilakukan perawatan luka kemudian lakukan pengkajian apakah

sudah tumbuh granulasi, (pembersihan dilakukan dengan kassa steril

yang dibasahi larutan NaCl).


18

e. Setelah dibersihkan, lalu ditutup dengan kassa basah yang diberi larutan

NaCl lalu dibalut disekitar luas luka, dalam penutupan dengan kassa,

jaga agar jaringan luar luka tidak tertutup. Sebab jika jaringan luar luka

ikut tertutup akan menimbulkan masrasi (pembengkakan).

f. Setelah luka ditutup dengan kassa basag becampur NaCl, lalu tutup

kembali dengan kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut.

g. Jika sudah mengalami penumbuhan granulasi (pertumbuhan jaringan

kulit yang baik yang membuat luka rata), selanjutnya aka nada

penutupan luka tahap kedua (skin draw), biasanya diambil dari kulit

paha. Penanganan luka diabet, harus ekstra agresif karena pada luka

diabet kuman akan terus menyebar dan memperparah luka. (Rendy &

Margareth, 2012).

2.1.6 Pengertian gangguan integritas kulit

Gangguan integritas kulit adalah suatu kerusakan kulit (dermis

dan/atau epidermis ) atau jaringan (18iagnose mukosa, kornea, fasia, otot,

tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau 18iagnose). (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2016).

2.1.7 Penyebab gangguan integritas kult

a. Perubahan sirkulasi

b. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)

c. Kekurangan/kelebihan volume cairan

d. Penurunan mobilitas

e. Bahan kimia iritatif


19

f. Suhu lingkungan yang ekstrim

g. Factor mekanisme (misalnya penekanan pada tonjolan, gesekan) atau

factor elektris (elektrodiatermi, energy listrik bertegangan tinggi)

h. Efek samping terapi radiasi

i. Kelembaban

j. Proses penuaan

k. Neuropati perifer

l. Perubahan pigmentasi

m. Perubahan hormonal

n. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi

integritas jaringan (Tim Pokja SDKI PPNI, 2016).

2.1.8 Tanda dan gejala

a. Gejala dan tanda mayor

1) Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

b. Gejala dan tanda minor

1) Nyeri

2) Perdarahan

3) Kemerahan

4) Hematoma
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Penelitian ini mengguakan metode deskriptif yaitu suatu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau

deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Noto, 2010), dengan tujuan

untuk mengetahui tingkat kemampuan keluarga dalam melakukan tindakan

perawatan luka pada pasien dengan diabetes mellitus di wilayah kerja

puskesmas suak ribee kecamatan johan pahlawan kabupaten aceh barat.

3.2 Lokasi dan waktu penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Penellitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas suak ribee

kecamatan johan pahlawan kabupaten aceh barat tahun 2019.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2019.

3.3 Populasi dan sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang di teliti

(Notoamodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah beberapa anggota

keluarga yang menderita penyakit diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas

suak ribee kecamatan johan pahlawan kabupaten aceh barat yang berjumlah 10

keluarga.

20
21

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,2010).

Pengambilan sampel dalam penelitiian ini adalah dengan menggunakan teknik

total sampling (sampling jenuh) yaitu keseluruhan dari populasi dijadikan

sampel yang berjumlah 10 keluarga (Setiadi, 2007).

3.3.2.1 Gampong Suak Ribee : 5 orang

3.3.2.2 Gampong Suak Raya : 2 orang

3.3.2.3 Gampong Kuta Padang : 3 orang

Total : 10 orang

3.4 Metode pengumpulan data

Data yang dikumpul adalah berupa data promer dan sekunder. Data primer

merupakan data yang diperoleh lansung dari sumber data penelitian atau

responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen, publikasi, artinya

data sudah dalam bentuk jadi (Notoatmodjo,2010).

3.4.1 Data primer

Data primer merupakan data yang lansung diperoleh dari responden

melalui pengisian kuesioner. Pada penelitian ini data dikumpulkan dengan

menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan.

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang berasal dari selain responden yaitu data-

data yang ada di wilayah kerja puskesmas suak ribee kecamatan johan

pahlawan kabupaten aceh barat.


22

Metode pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini

adalah metode angket yang merupakan metode pengumpulan data dengan cara

pembagian kuesioner berupa pertanyaan-pertanyaan yang membahas tentang

penyakit osteoarthritis pada lansia yang terdiri dari 10 pertanyan. Dalam

metode ini, dapat digunakan instrument berupa pedoman daftar periksa atau

chekslist. Pembuatan kuesioner ini dengan mengacu pada paramenter yang

sudah dibuat oleh peneliti terhadap penelitian yang akan dilakukan (Hidayat,

2007).

Metode angket yang akan dilakukan dengan menggunakan suatu

pernyataan yang berupa formulir-formulir, diajukan secara tertulis kepada

sejumlah subjek untuk mendapatkan tanggapan, informasi, jawaban

dansebagainya (Notoatmodjo,2010).
23

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J., 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. s.l:EGC

Smeltzer,S.C & Bare,B.G.,2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Burner

dan Suddarth. 8 ed. Jakarta:EGC

Notoatmodjo, 2010. Metodelogi penelitian kesehatan. Rineka Cipta,Jakarta.

Hidayat, A.Aziz Alimun, 2007. Metode penelitian kebidanan dan teknik analisis

data. Salemba Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai