Anda di halaman 1dari 5

KEMENTERIAN kesehatan (Kemenkes) RI gelar Rapat Kerja Kesehatan Nasional

(Rakekesnas) 2018 pada 5 – 8 Maret 2018 di Tangerang, Banten. Rakerkesnas dilakukan


rutin setiap tahun.

Tahun 2018 ini tema yang diangkat adalah Sinergisme Pusat dan Daerah dalam Mewujudkan
Universal Health Coverage melalui Percepatan Eliminasi Tuberculosis, Penurunan Stunting,
dan Peningkatan Cakupan serta Mutu Imunisasi.

Terkait TBC, sesuai data WHO Global Tuberculosis Report 2016, Indonesia menempati
posisi kedua dengan beban TBC tertinggi di dunia. Tren insiden kasus TBC di Indonesia
tidak pernah menurun, masih banyak kasus yang belum terjangkau dan terdeteksi, kalaupun
terdeteksi dan telah diobati tetapi belum dilaporkan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes Siswanto menyebutkan


berdasarkan studi Global Burden of Disease, TBC menjadi penyebab kematian ke dua di
dunia. Angka TBC di Indonesia berdasarkan mikroskopik sebanyak 759 per100 ribu
penduduk untuk usia 15 tahun ke atas dengan jumlah laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan, dan jumlah di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan.

Pernyataan itu diungkapkan dalam paparannya terkait Analisi Data Percepatan Eliminasi
Tuberculosis pada praRakerkesnas, Senin (5/3). Siswanto menyebutkan solusi yang bisa
ditawarkan berupa peningkatan deteksi dengan pendekatan keluarga, Menyelesaikan under-
reporting pengobatan TBC dengan penguatan PPM, Meningkatkan kepatuhan pengobatan
TBC, Perbaikan sistem deteksi MDR TBC (Klinik MDR TBC dengan jejaringnya) dan akses
terapi TBC MDR, Edukasi TBC pada masyarakat dan perbaikan perumahan, dan Pemenuhan
tenaga analis peningkatan sensitivitas Dx (melalui NS individual).

Kemudian terkait Stunting, masalah ini telah menjadi perhatian Presiden Joko Widodo yang
diungkapkan pada Rakerkesnas 2017 lalu. Saat itu Presiden Jokowi mengatakan bahwa tidak
boleh ada lagi gizi buruk terjadi di Indonesia.

Banyak faktor yang menyebabkan stunting, di antaranya dari faktor ibu yang kurang nutrisi di
masa remajanya, masa kehamilan, pada masa menyusui, dan infeksi pada ibu. Faktor lainnya
berupa kualitas pangan, yakni rendahnya asupan vitamin dan mineral, buruknya keragaman
pangan dan sumber protein hewani, dan faktor lain seperti ekonomi, pendidikan,
infrastruktur, budaya, dan lingkungan.

Pada 2010, WHO membatasi masalah stunting sebesar 20%. Sementara itu berdasarkan
Pemantauan Status Gizi 2015-2016, prevalensi Balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi
hanya ada 2 provinsi yang berada di bawah batasan WHO tersebut.

Untuk mengatasi hal tersebut, perlu intervensi spesifik gizi pada remaja, ibu hamil, bayi 0-6
bulan dan ibu, bayi 7-24 bulan dan ibu. Selain itu diperlukan juga intervensi sensitive gizi
seperti peningkatan ekonomi keluarga, program keluarga harapan, program akses air bersih
dan sanitasi, program edukasi gizi, akses pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.

Selanjutnya soal Imunisasi, kejadian luar biasa difteri dan campak yang baru-baru ini terjadi
membuat pemerintah harus kembali menganalisa terkait cakupan imunisasi yang telah
dilakukan, mutu atau kualitas vaksin yang ada, serta kekuatan surveilans di berbagai daerah.
Namun demikian, cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia pada 2015 hingga 2017
mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, pada 2015 cakupan imunisasi secara nasional
mencapai 86,5%, pada 2016 mencapai 91,6%, dan pada 2017 mencapai 92,4%.

Usulan penajaman program penting dilakukan, yaitu berupa peningkatan cakupan imunisasi,
edukasi kepada masyarakat dan advokasi pada pimpinan wilayah, dan membangun sistem
surveilans yang kuat untuk deteksi kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Ke tiga hal tersebut (TBC, Stunting, dan Imunisasi) mendorong pemerintah melalui
Rakerkesnas ini untuk berupaya mengidentifikasi masalah dan menyusun upaya-upaya dalam
rangka percepatan Eliminasi Tuberculosis, Penurunan Stunting dan Peningkatan Cakupan
serta Mutu Imunisasi. (OL-7)
Masalah Kesehatan di Indonesia: Kematian Ibu

Nah masalah kedua yang juga merupakan salah satu indikator kesehatan di seluruh dunia
yakni masalah kematian ibu. Indonesia bahkan tercatat sebagai salah satu negara dengan
kematian ibu tertinggi di Asia Tenggara.

WHO mencatat banyaknya kematian ibu melahirkan di Indonesia adalah akibat dari
pendidikan warga Indonesia sendiri yang masih kurang tinggi. Kamu harus tahu bahwa
kebanyakan masyarakat Indonesia masih memegang budaya daerahnya masing-masing, dan
salah satunya adalah budaya melahirkan di dukun melahirkan.

Proses melahirkan yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan di dalam
suasana yang steril, kebanyakan dilakukan oleh dukun yang pada dasarnya yidak terlatih serta
suasana yang jauh dari steril.
Akibatnya komplikasi melahirkan serta infeksi menjadi penyebab kematian ibu melahirkan
tertinggi di Indonesia. Meski angkanya saat ini tidak sebanyak dulu (terima kasih kepada
program MDG/Millenium Development Goals), tetap saja angka nya masih tinggi.

Beberapa penyakit yang menyebabkan ibu melahirkan meninggal diantaranya perdarahan


yang parah, eklampsia (kejang pada ibu hamil), infeksi, serta banyaknya aborsi yang tidak
aman. Pada dasarnya hal ini semua berakar kepada kelahiran yang tidak dilakukan oleh
tenaga yang terampil.

Lalu mengapa dukun masih tetap dipercaya oleh masyarakat? Dilansir oleh WHO bahwa
pilihan masyarakat terhadap dukun selain karena kepercayaan dan budaya, mahalnya biaya
kesehatan merupakan salah satu alasan utama pula. Bahkan di beberapa dusun kecil di
Indonesia diketahui bidan bukanlah pilihan.

WHO juga pernah melakukan dokumentasi dan didapatkan secara statistik masyarakat tetap
memilih dukun dibandingkan dengan dokter ataupun bidan. Kedatangan tenaga kesehatan
ahli ke dusun-dusun terpencil di Indonesia bahkan tidak dianggap ancaman oleh para dukun
setempat.

Pemerintah bahkan tercatat melakukan banyak pelatihan bidan-bidan di Indonesia, dan


progres tertingginya secara presentase terjadi antara tahun 1989 hingga tahun 1994. Di antara
5 tahun itu diketahui ada 54.000 bidan baru. Meski demikian tetap saja angka kematian ibu
melahirkan di Indonesia masih tinggi.
PENGARUH PEMBERIAN INHALASI
AROMATERAPI LEMON TERHADAP EMESIS
Lisa Trina Arlym,
Terbaik 1 143 GRAVIDARUM IBU HAMIL TRIMESTER I DI
SST., M.Keb
BPM HJ. ICEU H, AMD.KEB KABUPATEN
CIANJUR TAHUN 2018
KEJADIAN KURANG ENERGI KRONIS (KEK)
Yuna Trisuci
PADA IBU HAMIL
Terbaik 2 137 Aprillia, S.ST,
DI PUSKESMAS KAMPUS KOTA PALEMBANG
M.Kes
TAHUN 2017
ANALISIS PENGETAHUAN IBU HAMIL
Santi Agustina,
TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN
Terbaik 3 124 AMKeb., SKM,
TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA
M.Kes
PUSKESMAS CUGENANG TAHUN 2016
Dr. Ni Nyoman PERUBAHAN FUNGSI REPRODUKSI TIKUS
Terbaik 1 161 Budiani, WISTAR BETINA SETELAH MENDAPAT ASUPAN
S.Si.T.,M.Biomed EKSTRAK ETHANOL TEMPE KEDELAI
Noralisa, SKM, PRAKTIK BUDAYA SAD PADA MASA
Terbaik 2 157
MKM KEHAMILAN, PERSALINAN, DAN NIFAS
HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN
Hj. Sitti PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI
Terbaik 3 156 Mukarramah, S.ST. WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAPPOKALLING
M.Keb. KOTA MAKASSAR
TAHUN 2018

Anda mungkin juga menyukai