Struktur organisasi puskesmas dalam permenkes 75 tahun 2014 dibagi menjadi 3 (tiga) macam
sesuai dengan kategori puskesmas. Walaupun secara umum memiliki kesamaan, namun terdapat
beberapa bagian yang berbeda dari masing-masing kategori puskesmas.
Kepala Puskesmas
Kriteria Kepala Puskesmas yaitu tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan paling rendah
sarjana, memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat, masa kerja di Puskesmas
minimal 2 (dua) tahun, dan telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas.
Membawahi:
Membawahi:
1. Puskesmas Pembantu
2. Puskesmas Keliling
3. Bidan Desa
4. Jejaring fasilitas pelayanan kesehatan
Struktur Organisasi Puskesms Perkotaan dan Perdesaan
Struktur organisasi puskesmas perdesaan memiliki pola yang sama dengan puskesmas perkotaan
atau tidak ada yang berbeda sama sekali. Jadi, sebagai acuannya silakan lihat struktur organisasi
puskesmas perkotaan.
Untuk mengetahui kategori Puskesmas, anda dapat membaca tulisan kami sebelumnya tentang
Kategori Puskesmas Berdasarkan Permenkes 75 Tahun 2017.
Struktur organisasi puskesmas terpencil dan sangat terpencil lebih sederhana karena disesuaikan
dengan keterbatasan sumber daya manusia di Puskesmas kawasan Terpencil dan Sangat
Terpencil.
Pola struktur organisasi Puskesmas yang dapat dijadikan acuan Puskesmas di kawasan Terpencil
dan Sangat Terpencil adalah sebagai berikut:
1. Kepala Puskesmas; dengan kriteria yaitu tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan
minimal diploma tiga bila tidak tersedia tenaga kesehatan dengan pendidikan sarjana,
memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat, masa kerja di Puskesmas
minimal 2 (dua) tahun, dan telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas.
2. Kepala sub bagian Tata Usaha, yang bertanggung jawab membantu kepala Puskesmas
dalam pengelolaan Sistem Informasi Puskesmas, kepegawaian, rumah tangga. Bendahara
termasuk dalam bagian Tata Usaha.
3. Penanggungjawab UKM Esensial, UKM Pengembangan dan Keperawatan Kesehatan
Masyarakat.
4. Penanggungjawab UKP, kefarmasian dan laboratorium
5. Penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan, yang membawahi:
Puskesmas Pembantu
Puskesmas Keliling
Bidan Desa
Jejaring fasilitas pelayanan kesehatan
PEDOMAN
PENGENDALIAN DOKUMEN
PUSKESMAS
KEDUNGWUNI II
DINAS KESEHATAN KABUPATEN
PEKALONGAN.
A. PENDAHULUAN
Dokumen Puskesmas merupakan data manajemen Puskesmas, sehingga data maupun
dokumen Puskesmas wajib dikelola secara baik agar tidak sampai tercecer. Untuk
memudahkan didalam pengelolaan dokumen penting ditentukan sistem pengendalian
dokumen agar memudahkan didalam pengelolaan, penyimpanan dan pencarian untuk
diberlakukan pelaksanaannya,
sebagai pedoman didalam pengelolaan dokumen di
Puskesmas, baik dokumen yang bertalian dengan dokumen administrasi Puskesmas
maupun dokumen akreditasi Puskesmas
. Oleh karena itu sebagai acuan didalam
pengelolaan dokumen maka wajib disusun Pedoman Pengendalian Dokumen Puskesmas.
B. DASAR PENETAPAN PENGENDALIAN DOKUMEN
Didalam penetapan pedoman pengendalian dokumen Puskesmas
Kedungwuni II
. sebagai
dasarnya adalah:
1.
Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2.
Peraturan pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang pedoman organisasi perangkat
daerah ( Lembaran Negara Tahun 2003 nomor 14, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4262).
3.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Propinsi an Pemerintah Daerah
Kabupaten / Kota.
4.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 59/2015 tentang Komisi Akreditasi FKTP.
5.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas
6.
Kepmenkes nomor: 269/ Menkes/ Per / III/ 2008, Tentang Rekam Medik,
7.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan
pada Jaminan Kesehatan Nasional
8.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
46
tahun 201
5
tentang
Akreditasi Puskesmas,
Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter
Mandiri.
1
Pedoman Pengendalian Dokumen
Nomor :
9.
Peraturan Bupati Kab. Pekalongan
.
Nomor
19 Tahun 2014 tentang
Tata Naskah
Dinas Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pekalongan.
10.
M
anajemen Kearsipan, A
la
msyah, Gramedia Pustaka Utama,1995.
11.
Sistem kearsipan,
Manajemen Perkantorkan, Depkes.RI.2009.
12.
Peraturan Bupati Kab. Pekalongan. Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pola Klasifikasi
Kearsipan Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pekalongan.
13.
Panduan Penyusunan Dokumen
Standar Akreditasi Puskesmas Kriteria 2.3.11.
Elemen Penilaian 4. Tahun 2015
C. PENGERTIAN PENGENDALIAN DOKUMEN
1.
Pedoman
Pengendalian dokumen Puske
smas Kedungwuni II. adalah
sistem
pengelolaan dokumen/ surat menyurat
dan rekaman implementasi
, yang meliputi
sistem penomoran maupun penyimpanan dokumen Puskesmas, baik dokumen
perkantoran maupun dokumen akreditasi Puskesmas.
2.
Dokumen ekternal adalah: buku, peraturan, standar, surat keputusan, kebijakan yang
merupakan acuan/ referensi di dalam penyusunan dokumen akreditasi Puskesmas,
3.
Dokumen/ arsip aktif
adalah
dokumen yang frekuensi pemakaian masih tinggi/ masih
dipakai didalam kegiatan, dan masih disimpan di
unit- unit pelayanan,
4.
Dokumen/ arsip inaktif
adalah
dokumen yang frekuensi pemakaiannya sudah rendah/
sudah tidak dipakai, untuk dokumen rekam medik apabila pasien yang sudah mati
atau sudah pindah.
5.
Master dokumen akreditasi yang telah lengkap/ telah dinomori, disyahkan dan
ditanda-tangani namun belum dibubuhi cap Puskesmas.
6.
Kelompok dokumen
adalah
kelompok jenis- jenis dokumen/ rekaman (contoh
kelompok S
O
P)
,
7.
D.
PENETAPAN PENOMERAN DOKUMEN
1.
Surat masuk dan keluar diberi nomer sesuai dengan ketentuan Pemerintah Daerah
Kabupaten Pekalongan. .
Tentang POLA KLASIFIKASI KEARSIPAN DI
LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN Nomor 35 Tahun
2007
2.
Penomeran dokumen akreditasi dilakukan di sekretariat akreditasi dibantu dengan
sekretaris masing-masing Kelompok Kerja
2
Pedoman Pengendalian Dokumen
3.
Penomeran dilakukan sesuai kelompok Kelompok Kerja masing-masing sesuai
dengan sistem pengkodean yang telah dilakukan
4.
Penomeran dokumen diurutkan sesuai dengan pengkodean
5.
Urutan penomeran meliputi :
“
Kode Kelompok Kerja / kode BAB(pelayanan)/kode dokumen/bulan/tahun/nomer urut
dokumen 3 digit” tanpa spasi.
Contoh : A/I/SOP/1/2015/001 atau C/IX(BPU)/SOP/1/2015/007
E.
KETENTUAN PENGENDALIAN DOKUMEN
Pengendalian dokumen dengan menerapkan hal- hal sebagai berikut:
1.
Pengkodean dokumen kelompok pelayanan:
a. Administrasi Manajemen dengan kode : A
1) Bab I : A/I
2) Bab II : A/II
3) Bab III : A/III
b. Upaya Kesehatan Masyarakat dengan kode : B
1) Bab IV : B/IV
2) Bab V : B/V
3) Bab VI : B/VI
c. Pelayanan Klinis dengan kode : C
1) Bab VII : C/VII
2) Bab VIII : C/VIII
3) Bab IX : C/IX
d. Manual Mutu dengan kode MM
e. Pedoman dengan kode PD
f. Kebijakan dengan kode Kb
g. Surat Keputusan dengan kode SK
h. Kerangka Acuan Kegiatan dengan kode KAK
i. Standar Operasional Prosedur dengan kode SOP
j.
Dokumen ekternal disingkat: Dek,
k. Daftar Tilik dengan kode DT
l. Audit Internal dengan kode AI
m. Apabila dokumen merujuk pada upaya kesehatan/ pelayan tertentu bisa
ditambahkan kode sesuai pelayanannya a.l :
1)
Kesehatan Ibu
,
Anak
dan Keluarga Berencana
(
KIA
.KB),
2)
Gizi : Pelayanan Perbaikan Gizi
3)
P2M : Pencegahan Penyakit Menular
4)
Promkes : Promosi Kesehatan
3
Pedoman Pengendalian Dokumen
5)
Kesling : Kesehatan Lingkungan
6)
BPU : BP Umum
7)
BPG : BP Gigi
8)
Lab : Laboratorium
9)
RM : Pendaftaran
10)
IGD : Intalasi Gawat Darurat
11)
Usila : Pelayanan Usila
12)
Obat : Pelayanan Farmasi
13)
Konsul : Konsultasi
14)
MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit
15)
Imuns : Imunisasi
16)
KB : Program Keluarga Berencana
17)
Jiwa : Progam Jiwa
18)
Indra : Program Indra
19)
UKS : Usaha Kesehatan Sekolah
20)
UKGS : Usaha kesehatan Gigi Sekolah
2.
PENETAPAN KETENTUAN PENULISAN DOKUMEN
Petugas menuliskan dokumen menggunakan ketentuan umum sebagai berikut
a.
Naskah dokumen akreditasi diketik pada satu halaman tidak boleh bolak-balik
dengan tipe huruf
Times New Roman
12 pt
Untuk Kebijakan/ surat keputusan
dengan tipe huruf
century Gothi 12 pt
,
b.
Judul bab/dokumen menggunakan
Times New Roman
14 pt ditebalkan, huruf
kapital
c.
Judul sub bab menggunakan
Times New Roman
12 pt ditebalkan
d.
Jenis dokumen menggunakan
Times New Roman
14 pt ditebalkan
e.
Jarak antar baris dibuat 1,15 spasi kecuali untuk judul atau keterangan yang lebih
dari 1 baris.
f.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia baku
g.
Ukuran kertas : A4
h.
Tipe Margin : Normal (batas kanan,kiri,atas bawah 2,54 cm) , teks rata tepi kanan
kiri
(justify)
i.
Penomeran ditulis secara konisten dari awal sampai akhir naskah. Cara yang
digunakan adalah gabungan antara angka Romawi dan Arab, seperti contoh berikut
:
I.
A.
1.
a.
1)
4
Pedoman Pengendalian Dokumen
a)
(1)
(a)
3.
PENETAPAN IDENTITAS DOKUMEN
Setiap dokumen terkendali memiliki bagian header di semua halaman yang merupakan
identitas dokumen yang berisi :
a.
Nama jenis dokumen
b.
Judul dokumen
c.
Lambang dan identitas kabupaten
d.
Lambang dan identitas Puskesmas
e.
Nomer dokumen
f.
Nomer revisi
g.
Tanggal terbit
h.
Jumlah terbit
i.
Halaman
j.
Pengesahan Kepala Puskesmas
F.
PENYIMPANAN DOKUMEN/
REKAM/
ARSIP
1.
Dokumen Rekam Medik (RM) inaktif wajib disimpan sekurang-kurangnya 2(dua)
tahun, terhitung dari tanggal terakhir pasien meninggal, atau pindah tempat. Setelah
batas waktu sebagaimana dimaksud diatas dilampaui, rekam medis dapat
dimusnahkan, kecuali persetujuan tindakan dan persetujuan lain harus disimpan jangka
waktu 10 tahun terhitung dari tanggal dibuatnya
2.
Dokumen resep yang telah terlayani dipelihara dan disimpan minimak 2(dua) tahun
dan dikelompokkan sesuai jenis pasiennya yaitu : pasien umum, pasien BPJS (PBI,non
PBI, Mandiri) dan pasien Jamkesda.
6.
Penyimpanan dokumen/ arsip perkantoran sesuai dengan sistem penyimpanan aturan
Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan. yaitu dengan
Tentang POLA
KLASIFIKASI KEARSIPAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN
PEKALONGAN Nomor 35 Tahun 2007
dengan alur sebagai berikut ;
a.
Surat Masuk
1)
Surat masuk diterima oleh pengadministrasi surat pada SKPD/ unit kerja
5
Pedoman Pengendalian Dokumen
2)
Pengadministrasi surat melakukan pencatatan data agenda surat masuk dan
melakukan penyimpanan
3)
Pengguna tujuan surat dapat melihat dan memeriksa data maupun isi surat
masuk yang ditujukan kepadanya.
4)
Apabila surat masuk tersebut salah alamat, terdapat fasilitas khusus untuk
mengembalikan ke pengadministrasi surat agar dilakukan penyesuaian.
5)
Pengguna tujuan surat dapat menangani surat masuk dengan membuat
disposisi
.
6)
Pengguna tujuan surat dapat menangani surat masuk
engan membuat
disposisi.
b. Disposisi
1) Alur disposisi merupakan kelanjutan dari penanganan
surat masuk atau disposisi
lanjutan,
2) Pembuat disposisi merupakan pengguna tujuan surat
yang menerima surat
masuk pertama kali atau penerima
disposisi yang melakukan disposisi
lanjutan.
3) Format disposisi dilengkapi dengan keterangan perintah
yang diberikan kepada
penerima disposisi.
4) Data disposisi yang telah diisikan akan tersimpan dalam
basis data yang
terpusat dan sistem secara otomatis akan
melengkapi dengan lampiran
dokumen surat masuk.
5) Pengguna penerima disposisi dapat melihat secara
langsung isi perintah
disposisi melalui aplikasi TNDE.
6)
Penerima disposisi harus menindaklanjuti disposisi dan
melaporkan
pelaksanaan tindak lanjut disposisi kepada
pembuat disposisi.
7)
Apabila diperlukan, penerima disposisi dapat melakukan
disposisi lanjutan
kepada pejabat di bawahnya.
c. Surat Keluar
1)
Konsep surat dibuat oleh SKPD/unit kerja yang
mempunyai inisiatif untuk
membuat konsep surat keluar.
2)
Konsep surat dibuat dengan menggunakan
template/borang acuan
sesuai
dengan ketentuan yang mengatur
tentang tata naskah dinas pada Pemerintah
Daerah.
3)
Konsep surat harus diajukan kepada atasan untuk
mendapat persetujuan.
4)
Surat yang telah disetujui oleh atasan diberi nomor sesuai
dengan format
penomoran agenda surat keluar
.
5)
Surat yang telah diberi nomor kemudian dicetak dan
dibubuhi tanda tangan
dan cap sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6)
Langkah terakhir adalah melakukan pemindaian untuk
disimpan sebagai
file
lektronik atau dikirim dengan
aplikasi TNDE ke SKPD/Unit Kerja tujuan
6
Pedoman Pengendalian Dokumen
d.
Penyimpanan dokumen/arsip kepegawaian puskesmas dilakukan dengan
menggunakan box file masing-masing nama pegawai dengan urutan arsip
kepegawaian yang ditentukan.
e.
Penyimpanan dokumen akreditasi disimpan dimasing- masing kelompok
pelayanan, sedangkan di administrasi dan manajemen (admen) menyimpan
master dokumen semua kelompok pelayanan dan program
.
G.
Peminjaman Dokumen.
1)
Peminjaman dokumen dari antar unit/ lintas unit dengan mempergunakan ekpedisi
peminjaman, sedangkan
2)
Peminjaman dari luar organisasi/
peminjaman yang dilakukan oleh lintas sektor atau
dinas atasan harus memekai surat resmi dan melewati ketetatausahaan. (
uraian secara
rinnci................)
H.
Pelaporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Pekalongan
..
Pelaporan pelayanan dan kegiatan Puskesmas
Kedungwuni II
. dengan penerapan satu
pintu melalui administrasi manajemen atau Ka.Subag. Tata Usaha, denganketetuan
pelaporan dari unit/ pelaksana paling
lambat tanggal ...... setiap bulan. Uraikan.......
I.
Format- Format.
Untuk menyeragamkan format yang digunakan di Puskesmas
Kedungwuni II
. dilampirkan
format- format sebagai berikut:
1.
Format disposisi surat masuk,
2.
Format surat keluar,
3.
Format Surat Keputusan/ Kebijakan,
4.
Format Standar Prosedur Operasional,
(SOP., ),
5.
Format rekam klinis
/ Medik,
6.
Format resep,
7.
Format rujukan ekternal,
8.
Format rujukan internal,
9.
Format persetujuan tindakan
(Inform Consent
),
10.
Format penolakan tindakan,
2.1.1. Pihak – pihak yang menggunakan laporan obat rusak dan atau daluarsa :
Kepala Puskesmas
Kepala Puskesmas bertanggung jawab atas pelaksanaan pengelolaan obat dan pencatatan
pelaporan, mengajukan obat untuk pengadaan persediaan kepada Kepala Dinas/Kepala GFK,
menyampaikan laporan bulanan pemakaian obat, melaporkan semua obat yang hilang,
rusak maupun kadaluarsa kepada Kepala Dinas Kesehatan/Kepala GFK.
(......................................) (.....................................)
Jika petugas pengelola obat menemukan obat yang tidak layak pakai (karena rusak atau
a) Petugas ruang farmasi, kamar suntik atau unit pelayanan kesehatan lainnya segera melaporkan
dan mengirimkan kembali obat tersebut kepada Kepala Puskesmas melalui petugas gudang obat
puskesmas.
b) Petugas gudang obat puskesmas menerima dan mengumpulkan obat rusak dalam gudang. Jika
memang ditemukan obat tidak layak pakai maka harus segera dikurangkan dari catatan sisa stock
pada masing-masing kartu stock yang dikelolanya. Petugas kemudian melaporkan obat rusak atau
kadaluarsa yang diterimanya dari satuan kerja lainnya, ditambah dengan obat rusak atau kadaluarsa
dalam gudang kepada Kepala Puskesmas.
c) Kepala Puskesmas selanjutnya melaporkan dan mengirimkan kembali obat rusak atau kadaluarsa
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, untuk kemudian dibuatkan berita acara
sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Anonim, 2006a).
2.2. Surat Pernyataan Obat Hilang
2.2.1. Pihak yang menggunakan :
Kepala Puskesmas
Petugas Pengelola
2.2.4. Fungsi :
Sebagai bahan laporan kepada Kepala Dinas Kesehatan Dati II
Puskesmas: (1)__________________
Pemerintah Daerah Tk II.
(2)_____________________
(....................................) (..................................)
Lokasi : (a)............................
Tanggal : (b)............................
No Nama Obat No. Batch/ No. Jumlah Keterangan
Lot
1. Petugas pengelola obat yang mengetahui kejadian obat hilang segera menyusun daftar jenis
dan jumlah obat hilang, serta melaporkan kepada kepala puskesmas. Daftar obat hilang tersebut
nantinya akan digunakan sebagai lampiran dari berita cara obat hilang yang diterbitkan oleh kepala
puskesmas.
2. Kepala puskesmas kemudian memeriksa dan memastikan kejadian tersebut, serta menerbitkan
berita acara obat hilang.
3. Kepala puskesmas menyampaikan laporan kejadian tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, disertai berita acara obat hilang.
4. Petugas pengelola obat selanjutnya mencatat jenis dan jumlah obat yang hilang tersebut pada
masing-masing kartu stok.
5. Apabila jumlah obat yang tersisa diperhitungkan tidak lagi mencukupi
kebutuhan pelayanannya, segera disiapkan LPLPO untuk mengajukan tambahan obat.
6. Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan kepada kepolisian dengan membuat
berita acara.
LPLPO
LPLPO LPLPO
Kamar Obat
Pustu
KamarSuntik
Posyandu
Pusling
= jalur pelaporan
= jalur distribusi obat
a. Gudang Puskesmas
Penerimaan dan pengeluaran obat gudang dicatat dalam kartu stok. LPLPO dibuat
berdasarkan kartu stok obat dan catatan harian penggunaan obat.
b. Kamar Obat
Jumlah obat yang dikeluarkan untuk pasien dicatat pada buku pengeluaran harian. LPLPO ke
gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.
Petugas Kamar Obat Puskesmas
Menyimpan, memelihara dan membuat catatan mutasi obat yang diterima maupun yang dipakai
oleh kamar obat Puskesmas dalam bentuk Buku Catatan Harian Penerimaan dan Pemakaian Obat
Memberi tanda “ UMUM “ pada resep – resep untuk pasien umum
Memberi tanda “ PHB “ pada resep – resep untuk peserta PHB Asuransi Kesehatan.
Memberi tanda “ Gratis “ pada resep – resep untuk pasien yang tidak membayar biaya pelayanan.
Memelihara dan menyimpan resep obat secara tertib ( untuk bukti pengeluaran obat kepada pasien
)
Setiap awal bulan mempersiapkan data pemakaian obat dan jumlah penerimaan resep ( umum, PHB
dan gratis )
Membuat laporan dan secara berkala mengajukan permintaan obat kepada Kepala Puskesmas /
Petugas Gudang Obat.
Melayani permintaan obat untuk keperluan Kamar Suntik, Puskesmas Keliling dan Posyandu
Menyimpan dan memelihara obat yang ada di Kamar Obat.
Menyerahkan kembali obat rusak / daluarsa kepada Petugas Gudang Obat.
c. Puskesmas Pembantu
d. Kamar Suntik
Setiap hari pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi sumber data
untuk permintaan tambahan obat.
d. Puskesmas Keliling
Jumlah obat yang dikeluarkan untuk pasien dicatat pada buku pengeluaran harian. LPLPO ke
gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok. LPLPO dibuat 3
rangkap yaitu 1rangkap untuk Dinkes Kabupaten/Kota melalui UPOPPK , 1 rangkap lainnya
disimpan LPLPO dan 1 rangkap untuk Arsip Puskesmas.
Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan
ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas
terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.
Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada masyarakat tanpa resep dokter, tidak
termasik dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, dan obat bebas terbatas, dan sudah
terdaftar di Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Obat bebas disebut juga obat OTC (Over
The Counter).
Obat bebas dapat dijual bebas di warung kelontong, toko obat berizin, supermarket serta apotek.
Dalam pemakaiannya, penderita dapat membeli dalam jumlah sangat sedikit saat obat
diperlukan, jenis zat aktif pada obat golongan ini relatif aman sehingga pemakaiannnya tidak
memerlukan pengawasan tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada
kemasan obat. Oleh karena itu, sebaiknya obat golongan ini tetap dibeli dengan kemasnnya.
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K MenKes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang
tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu
bulatan berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam.
Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi
panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) sentimeter, lebar 2 (dua) sentimeter dan
memuat pemberitahuan berwarna putih.
Seharusnya obat jenis ini hanya dijual bebas di toko obat berizin (dipegang seorang asisten
apoteker) serta apotek (yang hanya boleh beroperasi jika ada apoteker (No Pharmacist No
Service), karena diharapkan pasien memperoleh informasi obat yang memadai saat membeli obat
bebas terbatas.
Obat Keras
Obat keras disebut juga obat daftar “G”, yang diambil dari bahasa Belanda. “G” merupakan
singkatan dari “Gevaarlijk” artinya berbahaya, maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya
jika pemakainnya tidak berdasarkan resep dokter.
Golongan obat yang hanya boleh diberikan atas resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan
ditandai dengan tanda lingkaran merah dan terdapat huruf K di dalamnya. Yang termasuk
golongan ini adalah beberapa obat generik dan Obat Wajib Apotek (OWA). Juga termasuk di
dalamnya narkotika dan psikotropika tergolong obat keras.
Obat Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintetis, bukan narkotik yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP (Susunan Saraf Pusat) yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku.
Untuk penandaan psikotropika sama dengan penandaan untuk obat keras, hal ini sebelum
diundangkannya UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika, maka obat-obat psikotropika
termasuk obat keras yang pengaturannya ada di bawah ordonansi.
Sehingga untuk psikotropika penandaanya: lingkaran bulat berwarna merah, dengan huruf K
berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam.
Golongan I : Adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Psikotropika terdiri dari 26 macam, antara lain Brolamfetamin, Etisiklidina,
Psilobina, Tenosiklidina.
Golongan II : Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan/atau ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Psikotropika golongan II terdiri dari 14 macam, antara lain, Amfetamin,
Deksanfentamin, Levamfetamin, Metamfetamin.
Golongan III : Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Psikotropika golongan III terdiri dari 9 macam, antara lain: Amobarbital,
Pentobarbital, Siklobarbital, Butalbital.
Golongan IV : Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantunagn. Psikotropika golongan IV terdiri dari 60 macam,
antara lain: Allobarbital, Bromazepam, Diazepam, Nitrazepam.
Obat Narkotika
Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan
menimbulkan ketergantungan.
Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam Ordonansi Obat Bius yaitu
“Palang Medali Merah”
Logo Obat Narkotika
Golongan I : Adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contohnya yaitu Tanaman Papaver Somniferum L, Opium
Mentah, Tanaman Ganja, Heroina.
Golongan II : Adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya yaitu Morfina, Opium,
Petidina, Tebaina, Tebakon.
Golongan III : Adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Contohnya yaitu Kodeina, Nikodikodina, Nikokodina.
Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat, maka obat-obat yang
digolongkan dalam OWA adalah obat yang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita
pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokortison),
infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), anti alergi sistemik (CTM), obat KB hormon.
Penandaan obat wajib apotek pada dasarnya adalah obat keras maka penandaanya sama dengan
obat keras. Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.
02396/A/SK/VIII/1986, tanda khusus untuk obat keras daftar G adalah berupa lingkaran bulat
berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf “K” yang menyentuh garis tepi.
Tanda khusus harus diletakan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenal. Tanda
khusus untuk obat keras adalah sebagai berikut:
Logo Obat Wajib Apotek
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan
orang tua di atas 65 tahun.
2. Penggunaan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaan tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang pravalensinya tinggi di Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk
pengobatan sendiri.