Anda di halaman 1dari 6

C.

TANGGUNG JAWAB (RESPONBILITY)

Setiap bagian atau departemen yang telah dibentuk atau ditentukan serta di
hubungkan melalui garis-garis kewenangan maupun garis perintah memiliki satu
konsekuensi penting lainnya dalam sebuah organisasi, yaitu apa yang dinamakan
sebagai tanggung jawab. Mereka yang diposisikan dalam suatu bagian atau
depertemen tertentu tidak hanya diberikan kewenangan, namun juga tanggung
jawab. Jika kewenangan merupakan kekuasaan untuk melakukan sesuatu,
tanggung jawab justru memberikan arah untuk apa dan kemana semestinya
kekuasaan itu dipergunakan. Dengan kata lain tanggung jawab mengingatkan
orang-orang untuk tidak saja mempergunakan kewenangan yang dimilikinya,
tetapi juga melaporkan apa saja yang telah dilakukan sehubungan dengan
kewenangan yang telah diberikan kepadanya. Apakah kewenangan yang telah
diberikan misalnya telah mendukung pencapaian tujuan organisasi atau
sebaliknya.

Kadangkala orang-orang melupakan esensi dari tanggung jawab sebagai


bagian dari jabatan atau tugas yang diemban ketika menduduki suatu bagian atau
departemen tertentu. Pada beberapa kasus, orang-orang sangat berkeinginan untuk
memiliki karier yang bagus untuk mencapai posisi puncak dalam organisasi. Oleh
karena itu, perlu disadari bahwa setiap bagian dalam organisasi memiliki
kewenangan sekaligus juga tanggung jawab dalam pencapaian tujuan organisasi.

1. PELIMPAHAN WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB


(DELEGATION)

Adakalanya seseorang yang berada di suatu posisi memiliki berbagai


keterbatasan dalam melakukan suatu pekerjaan. Keterbatasan ini dapat dilihat dari
segi ketersediaan waktu pengerjaan, jumlah pekerjaan, keahlian yang dimiliki,
maupun berbagai faktor lainnya. Jika keterbatasan ini tidak dapat ditanggulangi
olehnya dan akan memperburuk kinerja organisasi, maka perlu dilakukan apa
yang dinamakan sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atau lebih
dikenal dengan istilah delegation.
Pelimpahan wewenang pada dasarnya merupakan proses pengalihan tugas
kepada orang lain yang sah atau terlegitimasi (menurut mekanisme tertentu dalam
organisasi) dalam melakukan berbaga aktivitas yang ditujukan untuk pencapaian
tujuan organisasi yang jika tidak dilimpahkan akan menghambat proses
pencapaian tujuan tersebut.

2. Manfaat Pelimpahan Wewenang

Terdapat beberapa manfaat dari pelimpahan wewenang, yaitu sebagai


berikut:

1. pelimpahan wewenang memungkinkan sebagian atau bawahan mempelajari


sesuatu yang baru dan memperoleh kesempatan untuk melakukan sesuatu yang

baru tersebut. Keadaan ini memungkinkan bawahan untuk belajar bertanggung


jawab akan sesuatu yang baru.

2. Pelimpahan wewenang mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik


dalam berbagai hal.

3. Penyelesaian pekerjaan akan dapat dilakukan dengan lebih cepat sekiranya


pelimpahan wewenang tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan diberikan
kepada orang yang bertanggung jawab.

3. Kendala Dalam Pelimpahan Wewenang

Sekalipun pelimpahan wewenang memiliki sisi manfaat, namun juga tidak


terlepas dari kendala dalam pelaksanaanya. Staf yang tidak memiliki kesempatan
atau kapabilitas untuk menerima dan menjalankan sesuatu yang didelegasikan
kepadanya justru akan menghambat pencapaian tujuan kea rah yang lebih baik. Di
sisi lain, pelimpahan wewenang juga akan berdampak pada kurang tanggung
jawabnya atasan terhadap apa yang semestinya ia lakukan.
4. Kunci Pokok Agar Pelimpahan Wewenang Efektif

Agar pelimpahan wewenang dapat berjalan secara efektif, maka ada 3


kunci pokok yang perlu di perhatikan, yaitu:

1. Kepercayaan manajer terhadap bawahan dalam melimpahkan wewenang perlu


diiringi dengan pemberian kebebasan kepada bawahan untuk menjalankan
kewenangannya menurut caranya sendiri.

2. Pelimpahan wewenang berjalan efektif adalah adanya komunikasi yang terbuka

antara manajer dan bawahan. Keterbukaan dalam berkomunikasi selain akan


memberikan kejelasan akan keinginan dari kedua belah pihak, juga akan
meminimalkan persepsi-persepsi yang keliru akan berbagai hal yang terkait
dengan pekerjaan.

3. Kemampuan manajer dalam memahami tujuan organisasi, tuntutan dari setiap


pekerjaan, dan kemampuan bawahan.

Selain ketiga kunci pokok tersebut di atas, Stoner memberikan prinsip


klasik mengenai dasar agar pelimpahan wewenang menjadi efektif. Ketiga prinsip
tersebut adalah:

1. Prinsip Skalar (Scalar Principle)

Prinsip scalar merujuk kepada pedoman bahwa dalam sebuah proses


pendelegasian atau pelimpahan wewenang, harus ada garis wewenang yang jelas
dari hierarki yang tertinggi hingga hierarki yang terendah. Garis wewenang yang
jelas akan memberikan kemudahan mengenai kepada siapa delegasi harus
diberikan, siapa yang akan memberikan delegasi, dan kepada siapa pertanggung
jawabab harus dilakukan. Garis wewenang ini juga dimaksudkan agar terhindar
dari:

a. Kesenjangan (gap), di mana tugas-tugas tidak ada yang mengerjakan.


b. Tumpang tindih (overlaps), di mana tugas-tugas saling bertindihan dalam hal
pengerjaannya.

c. Pemerintah berganda (splits of command), di mana tugas yang sama diberikan


kepada bagian organisasi yang berbeda-beda.

2. Prinsip Kesatuan Perintah (Unity of Command)

Prinsip ini merujuk kepada pandangan bahwa setiap bawahan semestinya


melapor atau mempertanggung jawabkan hanya kepada satu atasan yang
memberikan kewenangan kepadanya, oleh karena itu, pemerintah semestinya
berasal dari satu sumber, agar jelas siapa yang memberikan kewenangan dan
kepada siapa harus dipertanggung jawabkan.

3. Tanggung Jawab, Kewenangan, dan Pertanggung jawaban

Prinsip ini beranggapan bahwa pelimpahan wewenang dilakukan untuk


memperjelas siapa yang akan bertanggung jawab atas sesuatu pekerjaan dan
dengan kewenangan seperti apa. Dengan adanya kejelasan ini, maka proses
pertanggung jawaban dari apa yang di delegasikan juga akan menjadi lebih mudah
dan jelas.

5. Tindakan Agar Pelimpahan Wewenang Berjalan Efektif

Ketiga kunci pokok sebagaimana diterangkan di atas dapat mendorong


pelimpahan wewenang menjadi lebih efektif jika di iringi oleh beberapa tindakan
sebagai berikut:

1. Penentuan hal-hal yang dapat di delegasikan

Manajer harus mampu membedakan hal-hal yang bisa dan tidak bisa di
delegasikan, termasuk didalamnya juga tujuan dari manajer ketika melakukan
pendelegasian itu untuk apa, mengapa, dan seterusnya.

2. Penentuan orang yang layak menerima delegasi


Manajer juga harus mampu menentukan siapa yang memiliki kemampuan
untuk menerima pelimpahan wewenang. siapa yang mampu ini dapat dilihat dari
segi perilaku, ketersediaan waktu, mapun kesiapannya untuk bekerja sama.

3. Penyediaan sumber daya yang di butuhkan

Agar pelimpahan wewenang berjalan efektif, maka berbagai sumber daya


yang dibutuhkan oleh bawahan untuk menjalankan wewenang yang di delegasikan
perlu untuk disediakan. Sumber daya ini mulai dari informasi, finansial, maupun
sumber daya lainnya yang terkait dengan pelimpahan wewenang yang dilakukan.

4. Pelimpahan tugas yang akan diberikan

Kadangkala kekurangan kepercayaan manajer terhadap bawahan justru


akan menghambat dalam keefektifan pelimbahan wewenang. Oleh karena itu,
berikn tugas yang akan dilimpahkan tersebut sepenuhnya dan jka masih terdapat
keraguan, jelaskan hasil ingin dicapai dari pelimpahan wewenang tersebut.

5. Intervensi pada saat diperlukan

Sudah menjadi hal yang lumrah jika kadang kala apa yang di delegasikan
ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ketika hal tersebut terjadi, maka
intervensi kadangkala diperlukan agar kegiatan yang telah di delegasikan berikut
kewenangannya tetap dalam jalur pencapaian tujuan organisasi.

D. SENTRALISASI DAN DESENTRALISASI DALAM


PENGORGANISASIAN

Sebagai konsekuensi logis adanya pelimpahan wewenang, maka terdapat


dua cara pokok dalam menjalankan fungsi pengorganisasian, yaitu dengan cara
sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi merujuk kepada cara pengorganisasian
dimana keseluruhan tugas, tanggung jawab, dan perintah dipusatkan dari hierarki
yang paling tinggi untuk kemudian hierarki yang di bawahnya menerjemahkan
dalam bentuk tindak lanjut dari apa yang telah diputuskan dari hierarki yang
tertinggi. Dengan kata lain, sentralisasi adalah pemusatan kekuasaan dan wewenang
pada hierarki atas dari suatu organisasi. Adapun desentralisasi merujuk kepada
konsep pengorganisasian yang memandang bahwa apa yang terjadi di lapangan atau
dalam kenyataan sering kali tidak sesuai dengan apa yang dipahami oleh hierarki
tertinggi dari sebuah organisasi, oleh karena itu perlu ada pembagian porsi dalam
hal pengambilan keputusan dan kebijakan yang menyangkut dengan cara
bagaimana organisasi akan dijalankan. Desentralisasi memandang bahwa
dikarenakan hierarki yang di bawah adalah mereka yang akan berhadapan langsung
dengan kenyataan, maka hierarki yang di bawah tersebut perlu diberi keleluasaan
untuk bisa memutuskan cara yang terbaik dalam

Anda mungkin juga menyukai