Anda di halaman 1dari 13

NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT RANTAU

ETNIS MINANGKABAU SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR


AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR
1
Rizki Ramadhan, 2 Bunyamin Maftuh dan 3 Siti Komariah
1Kementerian Pekerjaan Umum Jakarta
2Dosen Pendidikan Umum Sekolah Pascasarjana UPI
3Dosen Prodi Pendidikan Sosiologi UPI

Email : rizki.ramadhan@student.upi.edu

ABSTRAK
Budaya merupakan sebuah hal terpenting yang ada pada struktur
masyarakat. budaya berkontribusi dalam bagaimana manusia hidup,
bagaimana mereka berperilaku, serta di samping itu juga berpengaruh
terhadap bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri. Penelitian
ini dibuat untuk menemukan jawaban mengapa banyak sekali
masyarakat Minangkabau yang merantau dan berdagang. Tujuan dalam
penelitian ini yaitu mengetahui nilai-nilai sosial budaya etnis
Minangkabau yang menunjang kegiatan berdagang dan menerapkannya
di kehidupan. Berdagang dan merantau menjadi kebiasaan yang
dilakukan oleh para leluhurnya dahulu dan hal itu menghasilkan sebuah
nilai-nilai yang dipakai oleh masyarakat Minangkabau sebagai pedoman
bagi mereka. alasan yang membuat mereka melakukan kegiatan
berdagang ada yang bersifat alasan umum, dan ada juga alasan yang
didasari atas aspek-aspek budaya mereka. namun dalam hal ini,
merantau memiliki potensi memudarkan nilai-nilai sosial budaya yang
ada pada masyarakat Minangkabau. namun hal tersebut nampaknya
dapat teratasi oleh sifat inklusifitas masyarakat Minangkabau di tanah
rantau.

Kata kunci : Minangkabau, merantau, berdagang, nilai, sosial, budaya,


masyarakat

PENDAHULUAN suatu kelompok masyarakat untuk


Masyarakat etnis Minangkabau mengenalkan identitas dirinya kepada
merupakan salah satu contoh masyarakat lain yang berada di luar
masyarakat yang memiliki nilai, tradisi dari kelompok mereka.
dan kebudayaan yang berbeda Masyarakat etnis Minangkabau
dengan kelompok masyarakat lain. dikenal sebagai salah satu
Ketika satu kelompok masyarakat masyarakat yang melakukan tradisi
memiliki nilai, dan kebudayaan yang merantau dan hal tersebut menjadikan
berbeda dengan kelompok sebuah ciri khas dari masyarakat
masyarakat yang lain. Maka, hal ini Minangkabau sendiri. Selain itu,
dapat menjadi sebuah legitimasi bagi praktik berdagang yang mereka
lakukan juga menjadi identitas bagi objektif apabila objek masa lalu
para masyarakat yang merantau secara material dilestarikan, dan
sehingga secara tersirat timbul subjektif bila gagasan dari masa lalu
sebuah identitas bagi masyarakat diingat dan tertanam dalam kesadaran
Minangkabau sebagai masyarakat anggota masyarakat sehingga
yang pandai dalam berdagang. menjadi bagian kultur.
Apabila dilihat, banyak sekali perantau Sebagaimana telah diungkapkan
dari suku Minangkabau yang memiliki di atas, hal ini juga terjadi pada
profesi sebagai pedagang di rantau. masyarakat etnis Minangkabau yang
Aneka dagangan suku Minangkabau merantau ke kota lain yang sebagian
terkait dengan kebutuhan sehari-hari besar berprofesi sebagai pedagang.
manusia, seperti dalam bidang kuliner Profesi pedagang sudah sangat
yang sudah sangat dikenal yaitu melekat kepada masyarakat etnis
berbagai macam rumah makan Minangkabau. Hal tersebut
padang, bidang sandang menjual merupakan sebuah legitimasi atau
berbagai pakaian-pakaian yang pandangan yang telah diberikan oleh
bermunculan di pasar-pasar besar di masyarakat luas terhadap masyarakat
Indonesia seperti Pasar Baru etnis Minangkabau.
Bandung atau Pasar Tanah Abang Masyarakat Rantau etnis
Jakarta. Hal tersebut menjadikan suku Minangkabau melakukan praktik
Minangkabau mendominasi dalam hal berdagang sesuai dengan
perdagangan, dan ini pun yang kemampuan mereka yang
diyakini oleh peneliti menjadi sebuah diselaraskan dengan nilai-nilai sosial
fenomena sosial yang menarik dan budaya dalam kehidupan sosial di
layak untuk diteliti. ranah Minang. Ketertarikan peneliti
Namun apabila dicermati lebih dimulai ketika fenomena ini muncul
dalam, profesi sebagai bentuk dari pandangan masyarakat yang
tindakan yang dilakukan manusia dan mengidentitaskan masyarakat
secara tidak langsung bertransformasi Minangkabau sebagai pedagang.
menjadi sebuah budaya bagi Dalam hal ini tentunya masyarakat
masyarakat khususnya etnis rantau yang banyak berasal dari suku
Minangkabau. Profesi dapat menjadi Minangkabau yang melakukan
sebuah tradisi turun temurun, dan perantau ke daerah lain dengan tujuan
mengubah atau membentuk legitimasi yang bersifat umum yaitu untuk
sebuah kelompok masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan hidup
profesi tertentu. Tentunya sebuah mereka.
legitimasi berkaitan erat pada Penelitian ini tidak hanya
bagaimana cara pandang masyarakat mengungkapkan tentang mengapa
luas terhadap sebuah kelompok masyarakat Minangkabau melakukan
tertentu. Pandangan ini nantinya akan perantauan, tetapi juga
menjadi citra yang dibuat oleh mengungkapkan mengapa
masyarakat itu sendiri dalam masyarakat Minangkabau di daerah
pandangannya rantau kebanyakan memilih untuk
Apabila dikaji, pernyataan di atas menjadi pedagang. Hal ini tentunya
berarti tradisi merupakan sebuah cikal dikaitkan dengan nilai-nilai sosial
bakal keberadaan di masa kini yang budaya yang mereka pegang teguh
dapat dikatakan mengandung dua arti, yang dibawa dari daerah asal dan
dipertahankan di daerah rantau dalam Sosialisasi yang didapatkan oleh
berprofesi sebagai pedagang, seperti anak berasal dari nilai-nilai yang
contohnya pengelolaan Rumah tertanam pada keluarga inti sebagai
Makan Padang (RMP) yang dikelola sarana sosialisasi primer pada anak,
secara kekeluargaan dan mengacu yaitu yang paling utama adalah orang
kepada nilai nilai budaya masyarakat tua. Masyarakat Minangkabau
Minang. seringkali mewariskan kemampuan
Peneliti mencoba melakukan berdagang mereka kepada anak atau
observasi awal kepada para keturunan mereka untuk selanjutnya
pedagang Pasar Madrasah Al- diteruskan oleh mereka. Sosialisasi ini
Wathoniyah, Kec. Cakung, Jakarta tidak terlepas dari kebudayaan dan
Timur. Ternyata sebagian besar kehidupan sosial sehari-hari dari
pedagang merupakan masyarakat suatu kelompok tertentu. Misalnya
etnis Minangkabau. Berdasarkan dalam contoh lain, masyarakat
observasi awal tersebut tergambar nelayan yang telah memiliki anak
bahwa dalam kehidupan sehari-hari mewariskan kemampuan dalam
mereka membentuk kelompok atau berlayar di lautan dan mencari ikan di
komunitas arisan yang beranggotakan laut kepada anaknya. Selanjutnya
seluruh pedagang di pasar tersebut. masyarakat nelayan tersebut akan
Beberapa kali, peneliti melihat terus ada dan menjadi sebuah hal
pedagang tersebut kerap membawa yang turun temurun bagi mereka
anaknya untuk ikut berdagang, hal ini karena memang lahan mata
sesuai apa yang dikatakan oleh Shils pencaharian mereka berada di laut
(dalam Sztompka, 2011, hlm 66) dan menjadi mata pencaharian utama.
Masyarakat Minangkabau
Masyarakat ada selamanya, menganggap bahwa berdagang
masa lalu masyarakat bukan merupakan identitas diri mereka
lenyap sama sekali. Serpihan walaupun memang tidak semua
masa lalunya masih tersisa.
masyarakat Minang memilih profesi
Serpihan masa lalunya itu
menyediakan semacam berdagang. Namun, sebuah identitas
lingkungan bagi fase pengganti sosial memiliki cakupan yang
untuk melanjutkan proses. Ini menyeluruh terhadap anggota dari
terjadi melalui dua mekanisme yang memiliki identitas tersebut. Oleh
hubungan sebab-akibat. sebab itu, dari sana lah sebuah
Pertama, materi atau fisik. konformitas muncul dan terjadi
Kedua, gagasan atau psikologis.
integrasi nilai sosial budaya dalam
Keduanya saling meningkatkan
potensinya. kehidupan sehari-hari.

Artinya anak- anak yang mereka bawa METODE


selama mereka berdagang adalah Pendekatan penelitian yang
bagian dari masa depan yang bisa jadi digunakan dalam meneliti Nilai-nilai
akan berperan sebagai pengganti atas Sosial Budaya Masyarakat Rantau
tradisi yang telah orang tuanya atau Etnis Minangkabau Sebagai
pedagang tersebut tunjukkan di masa Pedagang di Pasar Pagi Al-
kini. Sebab tradisi memiliki pengaruh Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur
dari masa lampau, masa kini atau menggunakan metode penelitian studi
bahkan di masa depan.
kasus. Bungin (2012,hlm.68) 1. Pedagang Pasar Al-
mengemukakan bahwa: Wathoniyah
Penelitian sosial menggunakan 2. Masyarakat umum sekitar
format deskriptif kualitatif pasar Al-Wathoniyah
bertujuan unutk mengkritik 3. Ahli Budaya Minangkabau
kelemahan penelitian kuantitatif
Teknik pengumpulan data pada
(yang terlalu positivisme), serta
juga bertujuan untuk penelitian ini yaitu yang pertama
menggambarkan, meringkaskan adalah melakukan observasi di
berbagai kondisi, berbagai lapangan dan kemudian melakukan
siatuasi, atau berbagai fenomena wawancara mendalam kepada ketiga
realitas sosial yang ada di narasumber yang telah peneliti pilih
masyarakat yang menjadi objek dengan beberapa pertimbangan.
penelitian dan berupaya menarik
Setelah data informasi peneliti
realitas itu ke permukaan sebagai
suatu ciri, karakter, sifat, model, dapatkan melalui wawancara yang
tanda, atau gambaran tentang dilakukan, selanjutnya peneliti
kondisi dan siatuasi. melakukan analisis data dimana
Metode studi kasus yang digunakan tahapan pertama yaitu reduksi data
peneliti dalam penelitian mengenai atau data reduction dimana tahap ini
nilai nilai sosial budaya masyarakat berguna untuk penyaringan data yang
etnis Minangkabau sebagai pedagang dipakai sebagai hasil penelitian,
hasilnya sangat bergantung pada selanjutnya setelah data direduksi,
wawancara yang mendalam kepada data akan disajikan secara deskriptif
para pedagang khususnya pedagang dan selanjutnya melalui proses tahap
di pasar Al-Wathoniyah, terutama verifikasi yang didalamnya meliputi
dalam penelitian ini adalah pedagang triangulasi, dan member check.
yang berasal dari etnis Minangkabau.
Subjek penelitian dalam studi kasus HASIL DAN PEMBAHASAN
lebih sedikit namun hasil penelitian Nilai-nilai Sosial Budaya
yang akan diperoleh lebih mendalam Masyarakat Pedagang
Peneliti berusaha memberikan Minangkabau yang Dipertahankan
gambaran mengenai latar belakang, di Tanah Rantau
sifat serta karakter yang khas dari Budaya merantau yang
suatu kasus. dilakukan sejak lama oleh masyarakat
Strategi yang dilakukan dalam Minangkabau khususnya para
penelitian studi kasus ini yaitu strategi sebagian perantau di kota Jakarta
purposive sampling, Dalam strategi yang sebagian kecil menjadi informan
purposive sampling ini, peneliti dalam penelitian kali ini bahwa
menentukan pihak-pihak yang akan merantau sendiri adalah sebuah
dijadikan narasumber yang dianggap tindakan yang dihasilkan atas dasar
oleh peneliti memiliki kontribusi yang sistem nilai sosial budaya masyarakat
cukup besar terhadap keberhasilan etnis Minangkabau. Menurut Ismail,
dari penelitian yang akan dilakukan salah satu informan penelitian ini
oleh peneliti tentang nilai-nilai sosial bahwa “budaya merupakan sesuatu
budaya masyarakat pedagang etnis ciri khas daerah yang selalu dipupuk
Minangkabau sebagai pedagang di dan dilestarikan oleh masyarakatnya
Pasar pagi Al-Wathoniyah, Cakung sendiri. Dalam adat budaya etnis
Jakarta timur. Narasumber ini adalah, Minangkabau merantau merupakan
suatu tradisi yang telah lama menurut Ismail ketika di masa
dilakukan oleh masyarakat. Dimana perantauan, ketika merantau para
budaya merantau yang mereka perantau tidak membawa sesuatu
lakukan menurut informan menjadi apapun, dan cenderung kita belum
sebuah upaya yang dilakukan untuk dapat hidup secara mandiri, oleh
memperbaiki kondisi perekonomian karena itu para perantau butuh
mereka. Selain itu, dalam budaya penerima untuk hidup, yaitu Induk
merantau masyarakat Minangkabau Semang. Terdapat istilah yang
ada sebuah gengsi yang timbul ketika dikatakan Ismail dalam budaya
salah satu sanak keluarga mereka Minangkabau Kalau anak pai
pergi merantau. Menurut Ismail, salah marantau, induak cari, dunsanak cari,
satu informan dalam penelitian ini induak samang cari dahulu. Artinya,
bahwa “merantau merupakan alat ketika anak pergi merantau, orangtua
untuk mengangkat sebuah gengsi cari, saudara cari tapi cari induk
dalam suatu keluarga tertentu, ada semang terlebih dulu. Nilai-nilai sosial
istilah dimana sebelum ekonomi seperti ini menurut Ismail yang
keluarga terangkat maka saya tidak menjadi bekal ketika para perantau
akan pulang dari daerah perantauan”. pergi merantau ke negeri orang.
Budaya merantau dan Budaya lain yang menunjang
berdagang menjadi identitas bagi masyarakat Minangkabau dalam
masyarakat Minangkabau ketika merantau dan berdagang yaitu Maota
anggotanya masuk ke lingkungan di Lapau. Definisi dari Maota di Lapau
sosial yang komposisi masyarakatnya adalah berkumpul di warung dan
cenderung heterogen seperti berbincang dengan sesama orang
contohnya di kota kota besar yang padang mengenai kondisi kehidupan
sekaligus menjadi tempat tujuan sosial dan lain lain. Seringkali yang
perantauan. Di daerah perantauan, melakukan tradisi Maota di Lapau ini
masyarakat Minang cenderung cenderung anak-anak muda atau
terlebih dahulu mencari bos untuk dalam bahasa Minangkabau disebut
menumpang hidup. Bos dijadikan bujang. Tradisi ini telah dilakukan oleh
sebagai tempat mereka bekerja ketika generasi masyarakat Minangkabau
awal mereka datang ke tempat terdahulu dimana menurut Ismail
perantauan. Bos ini dalam istilah tujuan dari tradisi ini adalah untuk
Minang disebut Induk Semang. mengetahui kondisi satu sama lain.
Menurut Ismail, Induk Semang adalah Selain itu, fungsi laten dari tradisi
bos yang dapat menerima perantau Maota di Lapau ini yaitu melatih
Minang untuk bekerja. Selain itu Induk kecapakan berbicara masyarakat
Semang berperan sebagai Minangkabau. Karena apabila ditinjau
pembimbing, tempat untuk bekerja di lebih jauh, kecakapan berbicara
awal masa perantauan. Gaji yang sangat menunjang kemampuan dalam
ditawarkan oleh Induk Semang relatif kegiatan berdagang. Dimana hal ini
kecil. Namun, yang dicari oleh para berpengaruh kepada bagaimana
perantau ketika di awal masa pedagang mempengaruhi calon
perantauan adalah pengalaman dan pembeli untuk membeli barang yang
ilmu dalam bekerja. Hal itu yang paling kita dagangkan kepada mereka.
penting yang didapat oleh para Masyarakat Minangkabau
perantau dari Induk Semang. Sebab, memiliki manfaat yang positif dengan
memperbanyak usaha yang membuka menjadi salah satu alasan mengapa
lowongan pekerjaan bagi warga masyarkat Minangkabau pergi
masyarakat Indonesia secara umum. merantau.
Terlebih seperti rumah makan besar Dalam masyarakat
khas Minangkabau misalnya Rumah Minangkabau terdapat pepatah yang
Makan Padang (RMP) Sederhana mengatakan bahwa ketika bujang dan
yang memiliki cabang yang cukup sudah tamat atau berhenti sekolah
banyak di berbagai daerah di kemudian bujang tersebut hanya diam
Indonesia yang banyak merekrut dirumah, maka hal itu dinilai sebagai
pegawai yang berasal dari berbagai hal yang negatif, dengan kata lain hal
etnis di Indonesia. Hal ini pula tersebut disebut pamali. Bujang yang
menunjukan bahwa betapa tidak melakukan apa-apa setelah
terbukanya masyarakat Minangkabau selesai sekolah dianggap sebagai
dengan dunia luar. Ini terbukti bahwa sebuah pemalasan yang tidak
masyarakat Minangkabau dapat memiliki manfaat apapun. Oleh
membaur dengan masyarakat etnis karena itu dalam budaya masyarakat
lain di tanah rantau. Minangkabau bujang secara tidak
Pemakaian tanah atau ladang di langsung dipaksa untuk merantau
sumatera barat memang diatur walaupun tidak ada pemaksaan
pemakaiannya oleh mamak, tetapi secara nyata. Bagi orang Minang atau
dalam hal ini yang mengatur adalah bagi masyarakat pada umumnya
mamak yang dituakan oleh satu merantau dapat memberikan
kelompok silsilah keluarga besar. pelajaran kemandirian dan berfikir
Artinya dari berbagai mamak yang ada cepat sebab mereka dituntut untuk
pada setiap keluarga, ada satu dapat menghidupkan diri kita sendiri di
mamak yang dituakan dan dijadikan rantau orang.
pengatur pemakaian ladang bagi Nilai-nilai sosial budaya dibentuk
masyarakat Minangkabau di sumatera dan dikaryakan oleh masyarakat itu
barat. Selain itu, tanah yang diatur sendiri, nilai-nilai sosial budaya yang
tidak dapat dijual oleh anggota dibentuk selanjutnya dilestarikan dan
keluarga karena mereka menganggap diyakini sebagai nilai leluhur yang
tanah tersebut adalah tanah warisan sudah ada sejak lama dan dianggap
dari leluhurnya terdahulu dan hanya sebagai warisan leluhurnya terdahulu.
dapat dipakai oleh keluarga mereka Maka, tidak bisa disanggah bahwa
sendiri. Tanah hanya dapat nilai-nilai sosial budaya menjadi
digadaikan apabila sedang terjadi sebuah alat penyatu, atau pemicu
situasi darurat yang memang solidaritas antara anggota masyarakat
mengharuskan tanah tersebut untuk satu dengan masyarakat lainnya.
digadai. Kecuali, ketika tanah ingin Lebih jauh lagi, fungsi yang
dijual, karena sesuatu hal yang sangat dapat dihasilkan dari sistem sosial
penting, diwajibkan adanya budaya seperti yang dikatakan
musyawarah terlebih dahulu dan Ranjabar (2013, hlm. 1) bahwa
memastikan semua anggota keluarga “sistem nilai tersebut tidak saja
menyetujui penjualan tanah leluhur merupakan sumber yang
tersebut dengan dibuktikan oleh tanda menyebabkan integrasi sosial, tetapi
tangan di atas kertas. Tanah leluhur sekaligus juga merupakan unsur yang
yang diatur tersebut ternyata tidak menstabilisasi sistem sosial budaya
itu sendiri”. Hal tersebut dapat 47) bahwa “kebudayaan itu hak paten
diupayakan dengan pelestarian yang manusia dalam konteks masyarakat
dilakukan oleh setiap anggota dari atau kelompok, yang tumbuh melalui
suatu masyarakat yang meyakini proses belajar sesuai dengan
sistem nilai sosial budaya tersebut. kemampuan manusia itu sendiri”.
Salah satunya dengan mewariskan Sebagai bagian dari anggota
kembali nilai nilai leluhur kepada masyarakat Minangkabau, setiap diri
generasi berikutnya. orang Minang menyadari bahwa
Pewarisan nilai-nilai budaya dirinya merupakan bagian dari satu
merupakan elemen penting dalam kesatuan dari sebuah identitas
suatu kelompok masyarakat. hal ini budaya Minangkabau. atas kesadaran
seperti yang dikemukakan oleh diri tersebut. Mereka tergerak untuk
Koentjaraningrat (1990, hlm. 146) dapat menjaga identitas diri dalam
bahwa “masyarakat adalah kesatuan konteks sosial demi sebuah eksistensi
hidup manusia yang berinteraksi di masyarakat, upayanya dalam hal ini
menurut suatu sistem adat-istiadat yaitu menjaga dan melaksanaan
tertentu yang bersifat kontinyu, dan secara kontinyu adat istiadat serta
yang terikat oleh suatu rasa identitas nilai sosial budaya masyarakat etnis
bersama”. Hal ini selaras dengan Minangkabau tersebut diantaranya
bagaimana masyarakat dalam yaitu berdagang dan merantau ke
penerapan budaya mereka daerah lain. Budaya secara luas
mengupayakan untuk mewarisi nilai- bersifat dinamis, artinya budaya
nilai adat-istiadat Minangkabau menyesuaikan bentuk dengan kondisi
sebagai sebuah identitas bagi diri masyarakat serta kondisi sosial itu
mereka sendiri di masyarakat luas. sendiri, hal ini salah satunya meliputi
Menurut Sumaatmadja (2012, perkembangan yang terjadi pada
hlm. 47) “....kebudayaan itu sangat suatu kelompok masyarakat. hal
luas konotasinya. Maknanya tidak tersebut juga terjadi pada sistem
hanya terbatas pada unsur-unsur sosial budaya etnis Minangkabau,
yang berkaitan dengan perilaku dimana dalam pepatah-petitih Minang
manusia dengan segala kebiasaan seperti yang di katakan Indo (1999,
dan tradisinya, melainkan juga unsur hlm. 173) “usang-usang dipabarui,
material yang dihasilkan oleh adat nan elok samo dipakai, nan
pemikiran dan karya manusia...”. buruak dibuang jo etongan”. Yang
Budaya berarti akal, serta pikiran berarti dalam bahasa Indonesia yang
manusia untuk menciptakan sesuatu. usang diperbaharui, adat yang baik
Hasil penciptaan manusia tersebut sama dipakai, yang buruk dibuang
tidak hanya sebatas gagasan, namun dengan kesepakatan. Artinya sistem
juga bersifat material yang dimaknai dinamis sebuah proses budaya terjadi
oleh masyarakat sebagai juga di kelompok masyarakat
penciptanya. Proses akal dan pikiran Minangkabau, dimana petatah petitih
ini hanya dapat dilakukan oleh di atas adalah salah satu yang
manusia, karena makhluk hidup non- berperan sebagai pengatur untuk
manusia tidak dapat mengeksplorasi proses penyesuaian budaya terhadap
sesuatu menjadi sebuah karya yang kondisi kehidupan sosial yang terjadi.
baru. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sumaatmadja (2012, hlm.
Penyebab Mayoritas Perantau berarti terhimpit ingin di atas,
Minangkabau Berprofesi Pedagang terkurung ingin di luar. Artinya,
Dalam kehidupan masyarakat masyarakat Minangkabau memiliki
Minangkabau dikenal bahwa sisi ke-egois-an tersendiri bahwa
berdagang merupakan jiwanya mereka tidak ingin berada di bawah
masyarakat Minangkabau, dan hal ini orang lain, mereka tidak ingin hidup
menjadi sebuah identitas yang bergantung pada orang lain, bahkan
melekat pada diri masyarakat kepada keluarga sekalipun, karena
Minangkabau yang merantau ke budaya malu akan hidup lama dengan
daerah lain. Praktik berdagang keluarga tersebut yang menjadi
menjadi kegiatan yang telah dilakukan alasan mereka ingin hidup mandiri.
oleh para orang-orang terdahulu Hal lain yang dinilai sebagai
mereka seperti kakek, buyut, dampak dari banyaknya para
orangtua, yang memang sudah sejak pedagang ini yaitu eksistensi budaya
lama dilakukan. Hal ini menjadi turun yang semakin menonjol akibat dari
temurun dikarenakan ketika munculnya fenomena berdagang
berdagang, mereka menurunkan masyarakat Minangkabau di rantau
keahlian berdagang kepada sehingga secara tidak langsung
keturunan mereka dengan cara fenomena ini menjadi sebuah alat
mempraktikan bagaimana cara untuk melestarikan budaya
mereka berdagang kepada anak Minangkabau sendiri. Dari sini
mereka. kemudian solidaritas antar pedagang
Rata-rata pendidikan Minangkabau meningkat sehingga
masyarakat pedagang Mnangkabau di perkumpulan-perkumpulan yang
pasar Al-Wathoniyah memiliki rentang dibentuk semakin banyak dengan
yang cukup jauh, ada yang hanya tujuan untuk memperkokoh tali
lulusan SD, SMP, SMA dan bahkan silaturahmi serta solidaritas antar
adapula yang tamatan Sarjana. Hal ini pedagang di tanah rantau. Selain
membuktikan bahwa alasan alasan di atas, masyarakat
masyarakat Minangkabau berdagang Minangkabau memilih berdagang
bukan hanya karena terbatas akan dikarenakan berdagang merupakan
pendidikan yang minim, tetapi usaha yang tidak terlalu sulit untuk
memang sudah menjadi jiwa mereka dilakukan, dengan kata lain menjadi
untuk melakukan aktifitas berdagang. satu hal praktis yang dapat dilakukan
Di samping memiliki pekerjaan lain ketika berada di rantau.
yang strata sosialnya lebih tinggi. Identitas sosial masyarakat
Banyaknya masyarakat Minangkabau yang dikenal gemar
Minangkabau yang melakukan merantau dan berdagang juga
kegiatan berdagang di tanah rantau dibentuk atas pola perilaku mereka
disebabkan dari nilai-nilai yang yang di lihat oleh sudut pandang
dipegang oleh masyarakat masyarakat secara umum yang
Minangkabau yang selalu ingin kemudian penilaian dari luar tersebut
melakukan sesuatu secara mandiri mempengaruhi kelompok masyarakat
dan tidak dibawah tekanan orang lain. yang dinilai dalam bagaimana
Ada pepatah Minangkabau yang memandang diri mereka sendiri.
berbunyi, tahimpit nak diateh, menurut Brewer dan Brown (dalam
takuruang nak di lua, pepatah ini Reqno, 2013, hlm. 5) adalah bahwa
‘‘identitas sosial yaitu orang-orang Minangkabau banyak yang
yang pada umumnya mengevaluasi dilandaskan pada sejarah kultural
anggota in-group secara lebih positif. masyarakat Minangkabau. namun
Memberi atribut yang lebih positif selain itu, perilaku berdagang yang
terhadap perilaku mereka. Lebih dipengaruhi oleh perilaku masyarakat
menghargai mereka, memperlakukan terdahulu juga menjadi alasan bagi
mereka secara baik, dan menganggap masyarakat Minangkabau terkait
mereka lebih menarik ketimbang dengan tradisi berdagang yang telah
anggota out-group’’. Istilah yang mereka lakukan tersebut. Hal ini
disebutkan orang Minangkabau sesuai dengan proses konformitas
bahwa berdagang merupakan jiwa yang terjadi di mana pengaruh
orang Minang merupakan salah satu seseorang mempengaruhi tindakan
contoh bagaimana mereka orang lain.
memberikan atribut positif terhadap Seperti yang diungkapkan
diri/kelompok mereka sendiri. Menurut Santrock (dalam Reqno, 2013, hlm. 6)
Barker (dalam Reqno, 2013, hlm. 3) bahwa “konformitas muncul ketika
‘identitas sosial adalah persamaan individu meniru sikap atau tingkah
dan perbedaan. Soal personal dan laku orang lain dikarenakan tekanan
sosial, soal apa yang dimiliki secara yang nyata maupun yang
bersama-sama dengan beberapa dibayangkan oleh mereka”. Artinya,
orang dan apa yang membedakannya konformitas muncul ketika adanya
dengan orang lain’. Artinya identitas proses mempengaruhi yang terjadi
sosial menjadi sebuah legitimasi atas antar dua pihak atau lebih. Berdagang
unsur-unsur yang ada dan melekat dalam masyarakat Minangkabau
pada suatu kelompok masyarakat sudah dilakukan oleh para sanak
tertentu. Hal ini dapat kita lihat dari saudaranya terdahulu yang lebih dulu
penelitian yang peneliti lakukan yaitu melakukan praktik berdagang. Melalui
bagaimana pandangan masyarakat konformitas ini, maka pola perilaku
luas menilai suatu kelompok tertentu dapat terjadi. Pola perilaku
masyarakat tertentu, dalam hal ini tersebut yang kemudian menjadi
masyarakat Minangkabau yang dinilai sebuah kebiasaan yang lebih jauh lagi
mayoritas menjadi pedagang dan dapat menjadi tradisi bagi kelompok
memiliki tradisi merantau yang masyarakat yang terlibat.
memang menjadi ciri khas dari etnis Terdapat tiga unsur penanda
Minangkabau itu sendiri. Artinya terdapatnya konformitas pada suatu
merantau dan berdagang menjadi kelompok masyarakat. Seperti yang
salah satu unsur yang dimiliki secara dikatakan oleh Sears (dalam Reqno,
bersama-sama oleh masyarakat 2013, hlm 6) bahwa “secara eksplisit
Minangkabau dan kemudian unsur konformitas ditandai dengan adanya
tersebut menjadi sebuah penilaian tiga hal yaitu penampilan, perilaku,
yang berbeda atas pandangan dari serta pandangan” pandangan dan
masyarakat luas atas dasar apa yang perilaku ini yang berkontribusi sebagai
masyarakat selain etnis Minangkabau alasan bagi warga masyarakat
miliki dan dinilai atas dasar Minangkabau untuk melakukan
perbedaan-perbedaan tersebut. praktik berdagang yang kemudian
Keahlian berdagang yang berdampak pada bagaimana
tumbuh pada masyarakat
pandangan masyarakat luas terhadap dibutuhkan oleh masyarakat di suatu
identitas masyarakat Minangkabau. daerah sekaligus dapat membantu
meningkatkan taraf kesejahteraan
Pandangan Masyarakat Setempat mereka.
Tentang Kehidupan Etnis Selain membawa dampak positif
Minangkabau di Tanah Rantau terkait dengan budaya merantau dan
Fenomena berdagang berdagang etnis Minangkabau,
merupakan sebuah hal yang melekat terdapat dampak negatif yang
terhadap masyarakat Minangkabau, dihasilkan dari hal tersebut. Seperti
mereka banyak menemui para misalkan timbulnya sentimentasi yang
pedagang yang berasal dari etnis timbul dari masyarakat daerah
Minangkabau. proses sosialisasi setempat dimana masyarakat
dalam kehidupan di tanah rantau Minangkabau pergi merantau. Hal ini
menurut masyarakat etnis bukan tidak mungkin dapat
Minangkabau menjadi hal utama menimbulkan gap antara kelompok
untuk dapat diterima oleh masyarakat masyarakat satu dengan masyarakat
umum. asli yang menempati daerah tempat
Proses bagaimana mereka ikut orang Minang merantau. Karena
larut dalam kehidupan sosial di dalam proses merantau, muaranya
lingkungan masyarakatnya memang berada pada pertemuan dua budaya
berjalan cukup baik berdasarkan yang berbeda. Karena perbedaan itu,
penuturan dari informan yang bukan muncul potensi yang dapat
masyarakat etnis Minangkabau. ditimbulkan seperti bentrok antar
Mereka layaknya seperti masyarakat budaya yang saling memiliki
biasa dan tidak menutup diri dengan perbedaan antara keduanya.
dunia luar. Hal ini yang memudahkan Interaksi yang terjadi antar
mereka untuk dapat hidup di tanah sesama pedagang etnis Minangkabau
rantau secara kondusif. menggunakan bahasa Minang dimana
Menurut penuturan para hal ini menurut mereka bertujuan
informan, budaya berdagang dan untuk menunjukan eksistensi mereka
merantau masyarakat etnis di tanah rantau sekaligus
Minangkabau menbawa banyak mempertahankan budaya asli
manfaat yang dapat dirasakan oleh Minangkabau yang mereka anut.
masyarakat secara luas. Budaya Sekalipun begitu, proses sosialisasi
merantau dan berdagang masyarakat dengan masyarakat luas tidak
etnis Minangkabau, manfaat yang terganggu dengan adanya hal ini.
dihasilkan dapat dirasakan oleh Mereka dapat berinteraksi dengan
masyarakat pada umumnya Manfaat baik dengan masyarakat setempat
tersebut adalah seperti motivasi yang yang bukan berasal dari etnis
dirasakan oleh. masyarakat etnis lain Minangkabau. Karena proses
serta menjadi perbandingan budaya penyesuaian diri dan sosialisasi
demi kehidupan yang lebih baik lagi. dengan masyarakat pribumi menjadi
Selain itu, manfaat lainnya adalah sangat penting bagi mereka ketika
dengan budaya berdagang etnis berada di perantauan.
Minangkabau di tanah rantau, hal ini Masyarakat Minangkabau
membawa dampak positif seperti dikenal sebagai sosok yang penuh
meluasnya lapangan pekerjaan yang perhitungan atau cenderung “pelit”.
Hal ini didasari oleh budaya merantau konsep self sosial. Dimana konsep
yang menuntut mereka dapat hidup self sosial menurut Baron dan Byrne
hemat di tanah rantau demi dapat (2005, hlm 168) “suatu identitas
memenuhi kebutuhan hidup sehari- kolektif yang meliputi hubungan
hari. Sikap “pelit” tersebut memiliki interpersonal dan aspek aspek
latar belakang yang didasari oleh identitas yang datang dari
penyikapan mereka ketika mereka keanggotaan pada kelompok-
datang ke tanah rantau, oleh karena kelompok yang lebih besar dan lebih
itu hidup hemat menjadi sebuah hal tidak personal yang berdasarkan pada
penting agar mereka dapat memenuhi ras, etnis, dan budaya”. Atas
kebutuhan hidupnya di rantau. pernyataan di atas, dapat kita maknai
Pandangan merupakan sebuah bahwa jelas antar kedua konsep
persepsi yang muncul atas suatu tersebut memiliki perbedaan yang
kejadian yang berkaitan dengan dapat di lihat dari bagaimana mereka
kejadian-kejadian berikutnya. menilai diri mereka sendiri. Namun,
Persepsi masyarakat ini dibentuk oleh kedua konsep tersebut memiliki
perilaku yang mana kemudian keterkaitan terhadap proses yang
persepsi tersebut mempengaruhi berkesinambungan atas terbentuknya
perilaku masyarakat yang identitas sosial yang dibentuk oleh
dipersepsikan. Konsep self yang pandangan dan penilaian dari luar
dikatakan oleh Baron dan Byrne serta penyikapan individu atau
(2005, hlm. 165) adalah “identitas diri kelompok terhadap dirinya atas
seseorang sebagai sebuah skema pandangan masyarakat luar tersebut.
dasar yang terdiri dari kumpulan
keyakinan dan sikap terhadap diri Implementasi Nilai-nilai Sosial
sendiri yang terorganisasi” pernyataan Budaya Minangkabau di Tanah
di atas tentunya sangat sesuai dengan Rantau
yang tadi peneliti katakan dimana Sebagai pendatang, masyarakat
keyakinan terhadap self sendiri itu Minangkabau cenderung mengikuti
mengacu pada sesuatu yang budaya yang dianut di tempat dimana
mempengaruhi yaitu dari bagian yang mereka merantau. Hal ini menjadi
lebih besar lagi, serta bersifat adaptif salah satu dalam serangkaian proses
dengan lingkungan sekitarnya. penyesuaian diri yang dilakukan oleh
Konsep self dibagi atas dua masyarakat etnis Minangkabau di
bagian, yaitu self sosial dan self tanah rantau. Penyesuaian diri
personal. Self personal adalah tersebut dipicu atas kesadaran dari
bagaimana cara kita memandang diri masyarakat perantau Minangkabau
kita sendiri sedangkan self sosial bahwa mereka sebagai pendatang di
adalah memandang diri kita sendiri negeri orang.
atas pengaruh dari lingkungan luar Dalam sistem perkawinan
terhadap diri kita sendiri. Konsep self masyarakat Minangkabau, ketika di
sosial ini yang berkontribusi dalam tanah rantau mereka tidak
membentuk pandangan individu memaksakan untuk melakukan
terhadap dirinya dengan perkawinan sesuai adat mereka,
pertimbangan pandangan lingkungan artinya mereka membebaskan diri
luar terhadap dirinya. Konsep self ketika dirinya atau keturunan mereka
personal tentu saja berbeda dengan menikah dengan masyarakat asli
daerah perantauan atau dengan hanya dari etnis Minangkabau saja.
bukan anggota etnis Minangkabau, Selain itu sisi individualisme serta
mereka mengambil langkah dengan bentuk solidaritas yang patembayan
mendiskusikan untuk memilih dan menunjukan sekali rendahnya angka
memakai adat dari salah satu budaya ketergantungan antar individu di kota-
yang ada. Namun disamping itu, kota besar.
mereka masih tetap teguh memegang Hal inilah yang dinilai
nilai adat sosial budaya asli membahayakan eksistensi serta
masyarakat Minangkabau. berpotensi memudarnya nilai-nilai
Upaya yang dilakukan sosial budaya etnis Minangkabau bagi
masyarakat Minangkabau dalam hal para keturunan keturunan etnis
ini untuk melestarikan budaya mereka Minang yang pergi merantau ke Kota
sendiri di tanah rantau yaitu dengan besar. Terlebih lagi, faktor penarik
mewariskan kembali nilai-nilai sosial kota besar bagi para pendatang yang
budaya yang dipegang oleh dinilai menggiurkan apabila dilihat dari
masyarakat rantau etnis Minangkabau sisi kehidupan ekonomi.
kepada keturunan mereka.
Masyarakat Minangkabau mewarisi SIMPULAN
nilai-nilai adat etnis Minangkabau Setiap kelompok masyarakat di
kepada keturunan mereka seperti Indonesia atau bahkan di seluruh
sistem pernikahan Minangkabau, dunia memiliki ciri khas
pepatah-pepatah etnis Minangkabau kebudayaannya masing-masing.
sebagai pedoman pola perilaku Kebudayaan mereka bentuk atas
mereka di tanah rantau serta budaya unsur dari tindakan serta kebutuhan
berdagang yang mereka miliki yang menunjang kehidupan mereka.
diwariskan kepada keturunan mereka. Nilai-nilai sosial budaya
Masyarakat rantau etnis masyarakat etnis Minangkabau dibuat
Minangkabau dapat menempatkan diri selaras dengan nilai-nilai Agama. Nilai
ketika mereka pergi merantau ke sosial budaya masyarakat etnis
daerah lain. Masyarakat Minangkabau Minangkabau menunjang
mengesampingkan egoisme dengan masyarakatnya untuk dapat hidup
tujuan untuk dapat menyesuaikan diri secara harmonis baik di daerah asal
dengan baik di daerah rantau. mereka maupun di tanah rantau.
Dalam penerapan budaya di Merantau sendiri merupakan sebuah
tanah rantau, ada dampak-dampak anjuran yang terdapat di pepatah-
laten yang membahayakan petitih orang Minang, dimana anak
kelangsungan budaya mereka di muda yang hanya berdiam di rumah
tanah asli mereka di Sumatera Barat, merupakan hal yang dinilai negatif.
yaitu potensi pemudaran nilai-nilai Selain itu, keselarasan antara
sosial budaya asli etnis Minangkabau kehidupan sosial dengan kehidupan
ketika banyak remaja etnis berbudaya masyarakat Minangkabau
Minangkabau yang merantau ke Kota- ditunjang oleh tingkat solidaritas yang
kota besar seperti Jakarta. tinggi diantara sesama masyarakat
Seperti yang kita ketahui struktur Minangkabau. inklusivitas masyarakat
komposisi masyarakat di Kota besar Minangkabau di tanah rantau juga
bersifat heterogen dimana banyak patut diteladani bagi semua kelompok
sekali pendatang yang berasal tidak etnis yang ada di Indonesia. Budaya
memang bersifat dinamis namun ada kecemburuan sosial dan sentimentasi
hal-hal yang sifatnya harus atas para pendatang yang berhasil di
dipertahankan oleh mereka, yaitu tanah asli mereka. hal ini dapat
pedoman hidup dari para leluhur serta menyebabkan bentrok budaya, atau
keyakinan agama yang mereka taati. bahkan bentrok fisik.
Banyaknya perantau etnis Hal di atas agaknya dapat
Minangkabau yang melakukan teratasi akibat sifat inklusivitas etnis
kegiatan berdagang didasari atas Minangkabau di tanah rantau. Mereka
alasan umum dan alasan yang dapat menempatkan diri dengan baik
menjadikan budaya sebagai latar sebagai pendatang. Mereka tidak
mereka melakukan kegiatan menonjolkan budaya mereka sebagai
berdagang. Faktor ekonomi sudah tujuan untuk mendominasi. Namun
sangat jelas menjadi alasan umum mereka berusaha untuk
yang utama yang membuat mereka menyesuaikan diri pada budaya baru
memilih profesi berdagang, selain yang mereka hadapi di tanah rantau.
karena mudah dilakukan, berdagang
juga berpotensi mendatangkan uang DAFTAR PUSTAKA
dengan jumlah untung yang besar Baron, A. Robert & Bryne Donn.
dalam waktu yang relatif singkat. (2005). Psikologi Sosial. Jakarta:
Selain itu, faktor kemandirian yang Erlangga
dihasilkan dari budaya merantau Bungin, Burhan. (2012). Analisis Data
membuat mereka tidak ingin bekerja di Penelitian Kualitatif. Jakarta:
bawah tekanan orang lain. selain itu Raja Grafindo Persada
ada budaya-budaya atau nilai-nilai Indo, A.B.Dt. M. (1990). Kato Pustako:
adat yang menunjang mereka untuk Papatah, Patitih, Mamang,
hidup mandiri. Berdagang merupakan Pantun, Ajaran, dan Filsafat
salah satu usaha yang dilakukan Minangkabau. Jakarta : PT. Rora
secara mandiri oleh pelakunya. Maka Karya
dari itu, mengapa banyak sekali orang Koentjaraningrat (1990). Pengantar
Minangkabau yang memilih Ilmu Psikologi. Jakarta: Rineka
berdagang sebagai profesi tunggal. Cipta
Fenomena masyarakat Ranjabar, Jacobus. (2013) Sistem
Minangkabau sebagai masyarakat Sosial Budaya Indonesia Suatu
pedagang juga diakui oleh Pengantar, Bandung: Alfabet
masyarakat luas. Hal ini menurut Reqno, Kadek, A.P. (2013) Hubungan
mereka, dapat membawa dampak Antara Identitas Sosial dan
positif dan negatif secara bersamaan. Konformitas dengan Perilaku
Usaha mandiri yang dilakukan oleh Agresif pada Suporter
orang Minang berpfungsi untuk Sepakbola Persisam Putra
menyerap tenaga kerja serta Samarinda. [Jurnal] 1(3) 241-
membuka lapangan kerja baru bagi 254.
para masyarakat usia produktif. Sumaatmadja, Nursid. (2012).
Namun, hal negatif dapat timbul Manusia dalam Konteks Sosial,
apabila masyarakat asli daerah Budaya, dan Lingkungan Hidup.
tempat perantauan memiliki Bandung: Alfabeta
Sztompka, Piötr 2011, Sosiologi
Perubahan Sosial, Prenada, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai